Anda di halaman 1dari 16

SEJARAH ALGAE

Alga atau yang biasa dikenal sebagai rumput laut sudah dikenal manusia

sebelum abad Masehi, yaitu sekitar 2.700 tahun sebelum masehi. Pada saat itu,

bangsa Cina telah mengenal serta mmanfaatkan alga atau rumput laut sebagai

salah satu bahan pembuatan obat-obatan tradisional.

Awal abad masehi yaitu sekitar 65 tahun sebelum masehi, bangsa Romawi

sudah mengenal alga. Pada saat itu, alga dimanfaatkan sebagai bahan baku

pembuatan kosmetik. Perkembangan selanjutnya sejalan dengan kemajuan

pengetahuan manusia yang dipelopori oleh ngara-negara Eropa Barat yang

ditandaidengan perkembangan pemanfaatan alga, seperti bahan baku pembuatan

pupuk organik dan bahan baku pembuatan gelas.

Alga atau rumput laut telah dikenal dan dimanfaatkan sejak dahulu, akan

tetapi pendayagunaan dan usaha budidaya secara ekonomis dan teknis baru

dimulai pada akhir abad ke-17. Pelopor usaha ini adalah Negara Cina dan Jepang

karena kedua Negara ini telah memanfaatkan alga sejak 4.300 tahun yang lalu.

Sehingga, pada saat ini Negara Cina dan Jepang yang paling unggul dalam

pemanfaatan alga serta usaha budidaya alga.

Jahili, Zulfitri. 2015. Identifikasi Efek Analgesik Alga Coklat Sargassum sp.

pada Mencit Mus muscullus.Skripsi. Kedokteran Gigi Unhas. Makassar.


Rhodophyta

Gelidium latifolium

 Memiliki ukuran kecil, panjang ± 20 cm, dan lebar 1,5 mm.

 Batang utama tegak dengan percabangan biasanya menyirip.

 Thallus berwarna kemerahan, coklat, dan hijau kecoklatan.

 Organ reproduksinya berukuran mikroskopis.

 Lebih dari seratus jenis makroalga telah dimasukkan dalam Genus

Gelidium yang tersebar di seluruh dunia dan 11 jenis diantaranya

terdistribusi di perairan Indonesia.

 Nama Gelidium berbeda-beda di setiap daerah misalnya kades dan intip

kembang karang (Jawa Barat), bulung merak dan bulung ayam (Bali),

serta sayur laut (Ambon).

 Gelidium sp. memiliki kandungan agar berkualitas baik dan potensial

dijadikan sebagai bahan baku industri farmasi, kosmetik, dan makanan.

Selain itu, diolah menjadi bioetanol dan bahan baku pulp atau kertas

karena kualitas seratnya yang sangat baik. Kandungan agar-agarnya

berkisar antara 12-48% tergantung jenisnya (Aslan, 1988).


Beberapa faktor yang memengaruhi pertumbuhan dari makroalga

diantaranya sebagai berikut:


1. Temperatur. Kenaikan temperatur yang tinggi mengakibatkan thallus

menjadi pucat kekuning-kuningan yang menjadikan makroalga tidak dapat

tumbuh dengan baik. Oleh karena itu, temperatur perairan yang baik untuk

budidaya makroalga adalah 20-28 °C dengan fluktuasi harian maksimum 4

°C (Puslitbangkan, 1991). Temperatur merupakan faktor sekunder bagi

kehidupan makroalga dan fluktuasi yang tinggi akan menghindarkan

proses water mixing pertumbuhan dan reproduksi. Menurut Luning (1990)

makroalga mempunyai temperatur kisaran spesifik karena adanya enzim

pada tubuhnya. Di daerah tropis makroalga masih dapat tumbuh pada

kisaran temperatur 20-30 ⁰C dan hidup optimal pada 28 ⁰C.


2. Salinitas Makroalga tumbuh dengan baik pada salinitas yang tinggi.

Penurunan salinitas akibat air tawar yang masuk akan menyebabkan

pertumbuhan makroalga menjadi tidak normal. Salinitas yang dianjurkan

untuk budidaya makroalga adalah salinitas pada kisaran 28-34 ppt

(Zatnika dan Angkasa, 1994). Menurut Dawes (1981) kisaran salinitas

yang baik untuk budidaya makroalga berkisar 30-35 ppt. Soegiarto et al.

(1978) pun menuturkan bahwa salinitas yang cocok untuk budidaya

makroalga adalah 32-35 ppt.


3. Nutrien Unsur hara atau nutrien berperan untuk pertumbuhan, terdiri dari

mikro nutrien dan makro nutrien. Mikro nutrien merupakan unsur hara

yang diperlukan dalam jumlah yang sedikit sedangkan makro nutrien

merupakan unsur hara yang diperlukan dalam jumlah yang banyak. Unsur

Nitrogen dan Fosfor merupakan makro nutrien yang menjadi pembatas

pertumbuhan dan perkembangan makroalga. Nitrogen diserap dalam

bentuk Nitrat dan unsut Fosfor diserap dalam bentuk Fosfat (Nybakken,

1988).
4. Menurut Indriani dan Sumiarsih (1999) penyerapan unsur hara oleh

makroalga dilakukan oleh seluruh bagian thallus. Akan tetepi harus

waspada terhadap unsur-unsur berbahaya seperti Pb dan Hg karena dapat

diserap oleh makroalga yang dapat membahayakan bila dikonsumsi oleh

manusia. 10
5.
6. Derajat keasaman (pH) Makroalga cenderung membutuhkan pH yang

basa untuk pertumbuhannya. Derajat keasaman yang ideal untuk

pertumbuhan makroalga yaitu 8-9. Apabila perairan terlalu asam maupun

basa maka akan menghambat pertumbuhan makroalga (Puslitbangkan,

1991). Menurut Zatnika dan Angkasa (1994) derajat derajat keasaman

yang baik untuk pertumbuhan makroalga adalah 7-9 dengan kisaran

derajat derajat keasaman optimum sebesar 7,3-8,2.


7. Oksigen Terlarut (DO) Oksigen terlarut (DO) umumnya banyak

dijumpai di lapisan permukaan karena proses difusi dan fotosintesis yang

dilakukan oleh fitoplankton. Oksigen terlarut penting dalam

mempengaruhi kesetimbangan kimia air laut dan mempengaruhi

kehidupan organisme laut. Baku mutu DO untuk makroalga adalah lebih

dari 5 mg/L (Soegiarto et al., 1978).


8. Kecerahan dan Cahaya Kecerahan perairan menunjukkan kemampuan

cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada

perairan alami kecerahan penting karena erat kaitannya dengan proses

fotosintesis. Kebutuhan cahaya yang tinggi bagi makroalga untuk

kepentingan fotosintesis terlihat dari sebarannya yang terbatas pada daerah

yang masih menerima cahaya matahari (Hutabarat dan Evans, 2008).

Cahaya yang mencapai permukaan bumi dan perairan terdiri atas cahaya langsung

yang berasal dari matahari dan cahaya yang disebarkan oleh awan. Pigmen

klorofil menyerap cahaya biru dan merah, karoten menyerap cahaya biru 11
dan hijau, fikoeretin menyerap cahaya hijau, dan fikosianin menyerap cahaya

kuning (Cole, 1988).


Hama dan Penyakit Penyakit yang menyerang makroalga dapat menyebabkan

penurunan kualitas baik secara anatomi maupun struktur bagian dalam thallus

makroalga, gejala ini dapat dilihat dengan adanya perubahan warna dan bentuk

sehingga laju pertumbuhan makroalga menurun. Ciri-ciri makroalga yang terkena

penyakit ais-ais ditandai dengan timbulnya bintik-bintik pada bagian thallus yang

dapat mengakibatkan thallus menjadi patah apabila dibiarkan dalam waktu relatif

lama. Penyebab timbulnya penyakit ini adalah karena adanya mikroba yang

menyerang makroalga yang lemah. Penyakit ais-ais biasanya menyerang 11

makroalga jenis Eucheuma spp. Gejala yang dapat dilihat adalah perubahan warna

menjadi pucat dan pada beberapa thallus menjadi putih dan akhirnya membusuk

(Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2004). Penyakit white spot merupakan

penyakit yang menyerang makroalga jenis Laminaria japonica di Cina. Penyakit

ini menimbulkan gejala terjadinya perubahan warna thallus dari coklat

kekuningan menjadi putih kemudian menyebar keseluruh thallus dan bagian

makroalga membusuk dan rontok (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,

2004).
Siklus Karbondioksida

Pembakaran bahan bakar fosil (batu bara dan minyak bumi) oleh kendaraan

bermotor dan kegiatan industri meningkatkan kadar di atmosfer. Karbondioksida

merupakan salah satu gas yang memiliki efek rumah kaca (green 12
house effect) yaitu gas yang menyerap panas yang dilepaskan oleh cahaya

matahari. Oleh karena itu, peningkatan kadar berkorelasi positif dengan

peningkatan temperatur bumi yang biasa disebut dengan pemanasan global

(Effendi, 2003).

 Kelarutan dalam air dipengaruhi oleh temperatur. Proses fotosintesis di

perairan dapat memanfaatkan ataupun ion bikarbonat sebagai sumber

karbon (Jeffries dan Mills,1996). Namun tumbuhan akuatik misalnya alga

lebih menyukai sebagai sumber karbonnya dibandingkan ion bikarbonat

dan karbonat. Bikarbonat sebenarnya dapat digunakan sebagai sumber

karbon tetapi di dalam kloroplas bikarbonat harus dikonversi terlebih

dahulu menjadi dengan bantuan enzim karbonik anhidrase (Boney, 1989).

Anda mungkin juga menyukai