PSDP
ISLAH MADJID
H041 17 1310
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
Pendahuluan
Pulau Pannikiang masuk dalam wilayah Desa Madello, Kecamatan
Balusu, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan. Posisi dan letak astronomis Pulau
Pannikiang terletak antara 4°20'16.80"-4°21'50.63" LS dan 119°35'28.38"-
119°36'18.66" BT. Nama pulau ini berasal dari bahasa bugis yakni kata Panning
yang berarti kelelawar dikarenakan pulau Pannikiang ditempati oleh banyak
kelelawar. Pulau Pannikiang adalah salah satu pulau yang terletak di Kecamatan
Balusu dengan luas 94,5 hektar dan dihuni oleh 103 orang dengan mata
pencaharian sebagai nelayan. Pulau Pannikiang merupakan salah satu pulau yang
ada di gugusan kepulauan Spermonde dengan hutan mangrove yang masih
tergolong alami dan memiliki tingkat keanekaragaman jenis mangrove yang
tinggi. Luas mangrove mencapai 86,31 hektar atau 91% dari luas daratan yang
dimiliki Pulau Pannikiang dan hutan mangrove yang dihuni kelelawar di pulau
Pannikiang lebih luas dibanding kawasan yang ditempati warga penduduk (Arifin
dan Lestari, 2017).
Berdasarkan Surat Keputusan Bupati Barru tahun 2014, Pulau pannikiang
dicanangkan sebagai Kawasan Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau – Pulau
Kecil sekaligus merupakan daerah yang berpotensi dimanfaatkan sebagai lokasi
ekowisata dan sarana pendidikan. Selain itu Kabupaten Barru telah menjadikan
pulau Pannikiang sebagai kawasan wisata dengan menyediakan jalur mangrove
yang dapat digunakan untuk menyusuri dan menikmati area mangrove. Terdapat
tiga alternatif penyebrangan yang bisa dilalui untuk sampai ke pulau ini, yakni
lewat Pelabuhan Garongkong, Pantai Padongko ataupun dari Desa Madello jika
dari arah kota Pare-pare. Perjalanan sekitar 30 menit (sekitar 8 Km) menggunakan
perahu warga setempat. Estimasi biaya per kapal yakni 700-800 ribu dengan
kapasitas 8-20 orang. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Kabupaten Barru pada
tahun 2011-2031, beberapa daerah di Indonesia Kecamatan Balusu ditetapkan
sebagai daerah pemukiman pedesaan dan juga kawasan dilindungi (cagar alam
dan cagar budaya) khususnya kawasan hutan mangrove di pulau Pannikiang
(Arifin dan Lestari, 2017).
Secara umum, pemukiman pesisir di Indonesia memiliki beberapa masalah
terutama pada level kemakmuran dan kualitas lingkungan. Salah satu
penyebabnya adalah kurangnya fasilitas dan infrastruktur di sektor kelautan dan
perikanan. Sementara itu, rendahnya kualitas lingkungan di daerah pemukiman
pesisir disebabkan oleh kurangnya dasar ketersediaan dan fasilitas infrastruktur
yang berdampak pada produktivitas yang buruk. Walaupun pulau Pannikiang
telah dijadikan kawasan ekowisata tetapi pulau ini sangat minim sarana dan
prasarana pendukung, penduduk Pulau Pannikiang juga belum dapat
mengoptimalkan potensi ekowisata pulaunya. Akibatnya, area tersebut masih
belum terekspos. Sementara itu, ditetapkan oleh peraturan pariwisata dalam
hukum Republik Indonesia No. 19 tahun 2009 bahwa kawasan pariwisata harus
memiliki objek wisata, fasilitas umum, fasilitas pariwisata, aksesibilitas, bersama
dengan komunitas yang saling terhubung dan melengkapi realisasi pariwisata.
Keberadaan kegiatan wisata alam di Pulau Pannikiang sangat diharapkan untuk
mendukung pemenuhan masyarakat mengenai kebutuhan ekonomi. Sehingga
perlu dilakukan pengembangan agar kegiatan pariwisata dilakukan sedapat
mungkin tidak menyebabkan kerusakan, dengan kata lain, upaya penataan yang
dilakukan adalah mengelola potensi ekowisata sehingga kesejahteraan masyarakat
dapat ditingkatkan dan diimplementasikan secara berkelanjutan (Arifin dan
Lestari, 2017).
Potensi Sumber Daya Alam
Pulau Pannikiang memiliki potensi sumber daya alam mencakup hutan mangrove,
ekosistem padang lamun dan terumbu karang serta sumber daya perikanan. Hutan
Mangrove pulau Pannikiang mencapai luas 86,31 Ha. Sedangkan Luas Ekosistem
terumbu karang mencapai 331,61 Ha dan uas Ekosistem Padang Lamun mencapai
93,52 Ha. Terdapat 30 jenis mangrove di pulau Pannikiang yang terdiri dari 17
jenis mangrove sejati dan 13 jenis mangrove asosiasi. Jumlah jenis mangrove
sejati yang ditemukan di pulau Pannikiang tergolong sedang dengan cara hidup
yang tumbuh dominan maupun hidup berkelompok antar jenis mangrove,
sedangkan jenis mangrove yang memiliki kerapatan jenis tertinggi yaitu jenis
daya ini dapat meningkatkan ekonomi dan kualitas hidup masyarakat lokal.
Kelemahan (Weaknesses)
1. Kurangnya fasilitas wisata, seperti tidak adanya MCK dan tempat sampah.
Selain itu tidak adanya ditemui rumah makan hasil produk perikanan sehinnga
membuat pengunjung kecewa karena keinginan pengunjung untuk menikmati
ikan segar hasil tangkapan nelayan belum bisa dipenuhi.
2. Alat budidaya masih sederhana, cara menangkap ikan oleh nelayan dan cara
budidaya ikan masih menggunakan alat-alat sederhana sehingga tidak efektif
bagi masyarakat lokal.
Peluang (Opportunitics)
1. Kerjasama dengan komunitas lingkungan dari luar. Pulau Pannikiang dapat
berfungsi sebagai ekowisata dan lokasi penelitian, sehingga muncul berbagai
peluang untuk berkerja sama dengan komunitas seperti komunitas mangrove
internasional dan lembaga penelitian.
2. Promosi wisata mudah dengan akses informasi internet dan banyaknya agen
perjalanan. Berkembangnya akses informasi memudahkan untuk promosi
wisata dan terlebih lagi dengan menjamurnya agen perjalanan yang juga dapat
dilakukan kerjasama.
Ancaman (Threats)
1. Masih kurangnya investor swasta, dengan kurangnya investor yang mengelola
pulau, maka sumber daya dan sumber dana untuk meningkatkan kualitas
pengelolaan pulau berjalan lambat.
2. Kemungkinan kerusakan lingkungan dari banyaknya pendatang, hal ini adalah
ancaman yang sering terjadi pada kawasan wisata, yang harus ditanggulangi
sehingga pulau dapat terkelola dengan baik dan terawat.
Strategi S-W:
1.Meningkatkan fasilitas wisata, seperti membuat tempat menginap, tempat
istirahat, fasilitas MCK, rumah makan dan toko ole-ole.
2. Membuat budidaya dengan alat yang mumpuni. Budidaya dengan alat modern
seperti keramba jaring apung Aquatic dan budidaya kerang dengan alat modern
yang dikembangkan LIPI.
Strategi S-T:
1. Mempromosikan objek wisata sehingga pihak luar tertarik. Objek wisata pulau
yang telah dikembangkan harus terus dipromosikan melalui berbagai media.
2. Membuat wisata dan budidaya berkonsep lingkungan(ekowisata) sehingga
lingkungan pulau dan sekitar pulau terjaga dan terawat dari pencemaran dan
kerusakan lingkungan.
Strategi O-W:
1. Mendapatkan fasilitas dari kerjasama dengan komunitas, dengan kerjasama,
kita dapat mengajukan permintaan fasilitas maupun bantuan dana, baik dari
komunitas lokal, internasional maupun lembaga penelitian.
2. Promosi melibatkan agen perjalanan dan informasi internet.
Strategi O-T:
1. Menggalakkan kerjasama dengan komunitas dengan membuat event besar.
Kita dapat membuat event berskala internasional dengan bekerjasama dengan
pemerintah maupun swasta, seperti Hari Mangrove Internasional.
2. Mempromosikan konsep dan peraturan ekowisatanya, agar lingkungan pulau
dan sekitar pulau terjaga dan terawat dari pencemaran dan kerusakan
lingkungan, harus dilakukan sosialisasi pentingnya lingkungan bagi masyarakat
lokal dan pengunjung.
3.
DAFTAR PUSTAKA