Anda di halaman 1dari 27

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG (UNNES)

FAKULTAS ILMU SOSIAL (FIS)

Gedung C7 Lt.2, Kampus Unnes, Sekaran

Gunungpati, Semarang 50229

Telp/Fax: 024 8508006, Email: fis@unnes.ac.id

PROPOSAL SKRIPSI

NAMA : PUTRI UTAMI


NIM : 3211414009
PRODI : GEOGRAFI, S1
JURUSAN : GEOGRAFI

A. Judul
ANALISIS DAYA DUKUNG WISATA KAWASAN PANTAI
MENGANTI KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN
B. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan
negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia, Departemen
Dalam Negeri Republik Indonesia pada tahun 2004, merilis bahwa
jumlah pulau di Indonesia adalah 17.504 pulau, dan dari jumlah tersebut
dipastikan sebanyak 7.870 pulau sudah memiliki nama, sedangkan
sisanya sebanyak 9.634 pulau belum diberi nama.. Sebagai negara
Kepulauan yang memiliki 65% wilayah laut, Indonesia memiliki
wilayah pesisir yang sangat potensial. Wilayah pesisir yang
mengandung sumberdaya potensial di Indonesia merupakan suatu
peralihan antara daratan dan lautan. Sumber daya ini didukung oleh
adanya garis pantai sepanjang sekitar 81.000 km (Dahuri, 2001).
Wilayah Pesisir memiliki keragaman potensi sumberdaya alam yang
cukup tinggi dan sangat penting bagi pengembangan sosial, ekonomi,
budaya, lingkungan, dan penyangga kedaulatan bangsa (UU RI No 27
Tahun 2007). Sejarah menunjukan bahwa wilayah pesisir telah
berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat karena keunggulan fisik
dan geografis yang dimilikinya. Potensi sumberdaya alam pesisir
mempunyai peran yang sangat penting dalam mendukung kegiatan
ekonomi, pertanian, perikanan, pertambangan, industri, pelabuhan,
pemukiman, dan rekreasi (pariwisata) (Mardianto dkk, 2013).
Potensi sumberdaya pesisir dan laut sepatutnya dikembangkan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemanfaatan kawasan
pantai memberikan dampak yang berbeda baik terhadap sumberdaya
alam maupun bagi masyarakat. Salah satu pemanfaatan kawasan pesisir
adalah untuk kegiatan wisata. Kegiatan wisata memberikan kontribusi
yang besar dalam peningkatan pendapatan baik masyarakat maupun
pemerintah daerah setempat apabila pengelolaannya dilakukan secara
terpadu dan berkelanjutan. Namun kegiatan wisata pada saat ini lebih
mengutamakan kepentingan ekonomi dengan menarik wisatawan
sebanyak-banyaknya tanpa memperhitungkan daya dukung kawasan
tersebut.
Salah satu kabupaten di Jawa Tengah yang berada di wilayah
pesisir adalah Kabupaten Kebumen. Kebumen memiliki wilayah pesisir
yang cukup luas yaitu 36,6 km2 dengan panjang pantai 57,5 km. Letak
geografis Kabupaten Kebumen yang berada di ujung selatan Pulau Jawa
dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia menjadikan daerah
ini memiliki wilayah pesisir yang cukup luas, selain itu daerah ini juga
memiliki Garis Pantai Selatan yang membentang di selatan Kabupaten
Kebumen masih sangat potensial untuk dikembangkan menjadi obyek
wisata pantai. Usaha pengembangan pariwisata didukung dengan UU
No 10 tahun 2009 yang menyebutkan bahwa keberadaan objek wisata
pada suatu daerah akan sangat menguntungkan, antara lain
meningkatnya Pendapatan Asli Daerah (PAD), meningkatkan taraf
hidup masyarakat dan memperluas kesempatan kerja serta
meningkatkan rasa cinta lingkungan sekaligus melestarikan alam dan
budaya setempat.
Beberapa pantai baru yang mempunyai panorama alam indah
dibuka oleh masyarakat yang bekerja sama dengan Perum Perhutani
diantaranya adalah Pantai Pasir, Pantai Pecaron, Pantai Logending, dan
Pantai Menganti. Dari beberapa pantai tersebut yang paling menarik
wisatawan adalah Pantai Menganti. Pantai Menganti adalah salah satu
pantai selatan yang terletak di Desa Karang Duwur, Kecamatan Ayah,
Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Obyek wisata
seluas 300 hektar yang dikelola Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH) Sengkuyung Makmur Karangduwur, bekerjasama dengan
Perum Perhutani. Pantai Menganti berada kurang lebih 17 kilometer
selatan Kota Gombong atau 37 kilometer arah barat daya Kota
Kebumen.
Sebelum dibuka untuk wisata umum, pantai ini dulunya hanya
digunakan sebagai pelabuhan nelayan serta tempat pelelangan ikan.
Pada tahun 2011 secara resmi pantai Menganti dibuka menjadi kawasan
wisata, berbarengan dengan mengadakan turnamen surfing yang diikuti
oleh komunitas-komunitas peselancar dari Sukabumi hingga Pulau Bali.
Pengelola mulai memberikan perhatian yang besar dengan membangun
berbagai fasilitas pendukung guna memberikan kenyamanan kepada
seluruh wisatawan. Berbagai sarana prasarana yang telah dibangun
antara lain kedai makan, tempat pelelangan ikan, penginapan, kios
cenderamata, areal perkemahan.
Kawasan Pantai menganti memiliki daerah yang cukup luas dan
merupakan satu-satunya pantai dengan pasir putih yang ada di
Kabupaten Kebumen, hal tersebut menjadi daya tarik utama selain
ombaknya yang bisa digunakan untuk berselancar. Pemandangan alam
yang bisa dijumpai berupa perbukitan hijau, pasir putih, goa di tepi
pantai, air terjun pada saat musim penghujan, dan terumbu karang di
tepian pantai. Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan adalah jalan-jalan,
berjemur, berenang, dan berperahu.
Pantai Menganti menjadi tujuan wisata baik bagi wisatawan
lokal maupun dari luar daerah. Jumlah kunjungan wisatawan dari tahun
ke tahun terus mengalami peningkatan, pada tahun 2016 jumlah
wisatawan mencapai 227.530 pengunjung sedangkan pada tahun 2017
jumlah wisatawan meningkat hampir dua kali lipat yaitu mencapai
448.667 pengunjung. Minat pengunjung yang tinggi untuk berwisata ke
Pantai Menganti dapat menimbulkan kerusakan lingkungan. Selain itu,
permasalahan pada tingkat kenyamanan para wisatawan akan berkurang
apabila terjadi kepadatan yang tinggi, oleh karena itu perlu dilakukan
kajian daya dukung kawasan wisata tersebut. Kajian daya dukung wisata
bertujuan untuk menentukan jumlah maksimum pengunjung wisata
yang masih bisa ditolerir suatu kawasan wisata (Romy, 2010).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, penulis tertarik
untuk mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Daya Dukung
Wisata Kawasan Pantai Menganti Kecamatan Ayah Kabupaten
Kebumen”.

2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagaimana potensi objek wisata di Kawasan Pantai Menganti di
Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen?
b. Bagaimana daya dukung kawasan wisata Pantai Menganti di
Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen?

3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui potensi objek wisata di Kawasan Pantai Menganti di
Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen
b. Menganalisis daya dukung kawasan wisata Pantai Menganti yang
ada di Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen.

4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian nantinya diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada pembaca, baik secara teoritis maupun praktis:
a. Manfaat Teoritis
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk
mengembangkan ilmu geografi dalam bidang pariwisata
khususnya tentang daya dukung pariwisata.
2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi atau
penelitian lebih lanjut mengenai daya dukung kawasan wisata
pantai.
b. Manfaat Praktis
1. Memberi gambaran atau informasi kepada masyarakat mengenai
potensi yang ada di kawasanobjek wisata Pantai Menganti.
2. Memberi gambaran atau informasi mengenai daya dukung
kawasan pantai menganti sebagai salah satu kawasan wisata pantai.
3. Dapat memberi kontribusi ilmiah bagi Pemerintah Kabupaten
Kebumen dalam menyusun kebijakan dalam sektor kepariwisataan
terutama wisata pantai .
4. Menjadi sarana promosi objek wisata yang ada di Kabupaten
Kebumen guna meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

5. Batasan Istilah
a. Analisis
“Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan,
perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang
sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya)
(Kamus Besar Bahasa Indonesia).” Analisis yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah penyelidikan terhadap potensi dan daya dukung
pariwisata yang ada di objek wisata pantai.
b. Daya Dukung
“Daya dukung (carrying capacity) adalah jumlah populasi maksimal
yang dapat didukung suatu habitat dalam jangka waktu yang
berkelanjutan tanpa menimbulkan kerusakan dan penurunan
produktivitas yang permanen dari ekosistem dimana populasi itu
berada (Undang-Undang Penataan Ruang No 26 Tahun 2007).”
Daya dukung yang dimaksud dalam penelitian ini adalah Daya
Dukung Kawasan (DDK) berupa kemampuan objek wisata alam
untuk dapat menampung jumlah maksimum wisatawan pada luas
dan satuan waktu tertentu tanpa menimbulkan penurunan kualitas
lingkungan.
c. Wisata
“Wisata adalah perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau
kelompok orang, bersifat sementara, serta untuk menikmati objek
dan atraksi di tempat tujuan (Suyitno, 2006).” Wisata yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah wisata pantai, wisata pantai
dapat diartikan sebagai bentuk kegiatan wisata seperti berjemur,
berperahu, memancing, dan beberapa kegiatan lain yang
berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan.
d. Kawasan Pantai
“Kawasan Pantai atau daerah pantai adalah suatu kawasan pesisir
beserta perairannya dimana daerah tersebut masih terpengaruh baik
oleh aktivitas darat maupun laut (Pratikto dkk, 1997).” Dalam
penelitian ini kawasan pantai yang akan diteliti daya dukung
kawasannya meliputi daya dukung fisik, daya dukung riil, dan daya
dukung efektif.

C. Tinjauan Pustaka
1. Deskripsi Teoritis
a) Kawasan Pesisir dan Pantai
(1) Kawasan Pantai
Dahuri dkk. (2004) mendefinisikan kawasan pesisir
sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan.
Apabila ditinjau dari garis pantai (coast line), maka suatu
wilayah pesisir memiliki dua macam batas, yaitu : batas yang
sejajar garis pantai (long shore) dan batas yang tegak lurus
terhadap garis pantai (cross shore). Menurut Soegiarto (dalam
Dahuri dkk. 2004) definisi wilayah pesisir yang digunakan di
Indonesia adalah daerah pertemuan antara darat dan laut; ke
arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan baik kering
maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat – sifat laut
seperti pasang surut, angin laut, dan perembesan air asin;
sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut
yang masih dipengaruhi oleh proses – proses alami yang terjadi
di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang
disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan
hutan dan pencemaran
(2) Kawasan Pantai
Pengertian lain mengenai kawasan pantai berasal dari
proyek sains LOICZ (Land Ocean in Coastal Zone) menyetakan
bahwa kawasan pantai adalah daerah yang merentang dari
daratan pantai sampai ke bagian terluar dari batasan
pulau (Continental Shelf) kurang lebih bersesuaian dengan
daerah yang secara bergantian banjir atau terkena fluktuasi muka
laut selama periode kuaterner akhir. Dalam kawasan pantai ini
terdapat sejumlah ekosistem pantai yang variatif mulai dari rutan
rawa, rawa pasang surut, astuaria, laguna, daerah pasang surut,
la mun, terumbu karang, mangrove, yang semuanya dibedakan
oleh proses serta sifat biotik dan abiotik lingkungannya (Anwar,
2006).
Karakteristik bentuk pantai berbeda – beda antara tempat
yang satu dengan tempat lainnya. Ada pantai yang berlumpur,
berpasir yang datar dan landai, berbatu dan terjal. Keadaan
topografi dan geologi wilayah pesisir mempengaruhi perbedaan
bentuk pantai.
a) Pantai berpasir
Umumnya pantai berpasir terdapat di seluruh dunia dan
lebih dikenal dari pada pantai berbatu. Hal ini disebabkan
pantai berpasir merupakan tempat yang dipilih untuk
melakukan berbagai aktivitas rekreasi (Nybakken, 1992).
Pantai berpasir sebagian besar terdiri atas batu kuarsa dan
feldspar, bagian yang paling banyak dan paling keras sisa –
sisa pelapukan batu di gunung. Pantai yang berpasir dibatasi
hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut
partikel yang halus dan ringan. Total bahan organik dan
organisme hidup di pantai yang berpasir jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan jenis pantai lainnya (Dahuri dkk.
2004). Menurut Islami (2003) peruntukan pantai dengan
substrat pasir hitam adalah boating, sedangkan pantai
berpasir putih lebih bervariasi, seperti boating, selancar,
renang, snorkling dan diving. Parameter utama bagi daerah
pantai berpasir adalah pola arus yang akan mengangkut pasir
yang halus, gelombang yang akan melepaskan energinya di
pantai dan angin yang juga merupakan pengangkut pasir
(Dahuri dkk. 2004).
b) Pantai Berbatu
Pantai berbatu merupakan pantai dengan topografi
yang berbatu – batu memanjang ke arah laut dan terbenam
di air (Dahuri dkk. 2004). Pantai berbatu yang tersusun dari
bahan yang keras merupakan daerah yang paling padat
mikroorganismenya dan mempunyai keragaman terbesar
baik untuk spesies hewan maupun tumbuhan. Keadaan ini
berlawanan dengan pantai berpasir dan berlumpur yang
hampir tandus (Nybakken, 1992). Pantai berbatu menjadi
habitat berbagai jenis moluska, bintang laut, kepiting,
anemon dan juga ganggang laut (Bengen, 2001).
c) Pantai Berlumpur
Pantai berlumpur memiliki substrat yang halus. Pantai
berlumpur hanya terbata pada daerah intertidal yang benar
– benar terlindung dari aktivitas laut terbuka. Pantai
berlumpur dapat berkembang dengan baik jika ada suatu
sumber partikel sedimen yang butirannya halus. Pantai
berlumpur terdapat di berbagai tempat, sebagian di teluk
yang tertutup, gobah, pelabuhan dan terutama estuaria
(Nybakken, 1992).
b) Pariwisata
Pada hakikatnya berpariwisata adalah suatu proses kepergian
sementara dari seseorang atau lebih menuju tempat lain di luar
tempat tinggalnya karena berbagai kepentingan, baik karena
kepentingan ekonomi, sosial, kebudayaan, politik, agama,
kesehatan, maupun kepentingan lain seperti karena sekedar ingin
tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar. Menurut
Undang-Undang No.10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan,
pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung
berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah, dan Pemerintah Daerah.
Menurut Suwantoro (1997) istilah pariwisata berhubungan
erat dengan pengertiam perjalanan wisata, yaitu sebagai suatu
perubahan tempat tinggal sementara seorang di luar tempat
tinggalnya karena suatu alasan bukan untuk melakukan kegiatan
yang menghasilkan upah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
perjalanan wisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan oleh
seseorang atau lebih dengan tujuan antara lain untuk mendapatkan
kenikmatan dan memenuhi hasrat ingin mengetahui
ssesuatu.Pariwisata secara umum adalah sebuah kegiatan
mengunjungi suatu tempat dalam kurun waktu waktu tertentu
dengan motif atau tujuan tertentu.
(1) Motif Pariwisata
McIntosh (dalam Suwantoro, 2004) mengkalsifikasuikan
motif-motif wisata yang dapat diduga menjadi empat kelompok,
yaitu:
(a) Motif fisik
Motif fisik yaitu motif-motif yang berhubungan dengan
kebutuhan badaniah, seperti olahraga, istirahat, kesehatan,
dan sebagainya.
(b) Motif budaya
Motif budaya yaitu motif untuk mempelajari atau sekedar
untuk mengenal atau memahami tata cara dan kebudayaan
bangsa atau daerah lain: kebiasaannya, kehidupamnya
sehari-hari, kebudayaan yang berupa bangunan, musik,
tarian dan sebagainya.
(c) Motif Interpesonal
Motif yang berhubungan dengan keinginan untuk bertemu
dengan keluarga, teman, tetanngga, atau berkenalan dengan
orang-orang tertentu, atau berjumpa, atau sekedar dapat
melihat tokoh-tokoh terkenal: penyanyi, penari, bintang
film, tokoh-tokoh politik, dan sebagainya.
(d) Motif status dan motif prestise
Banyak orang beranggapan bahwa orang yang pernah
mengunjungi tempat-tempat lain itu dengan sendirinya
melebihi sesamanya yang tidak pernah bepergian. Orang
yang pernah bepegian ke daerah-daerah lain dianggap atau
merasa dengan sendirinya naik statusnya. Dalam wisata
aktif, motif prestise itu sangat penting untuk negara-negara
berkembang atau negara bekas jajahan.
c) Komponen Wisata
Suyitno (2001) menyatakan wisata terjadi karena adanya
keterpaduan antara berbagai fasilitas yang saling mendukung
dan berkesinambungan. Fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam
penyelenggaran pariwisata juga disebut sebagai komponen
wisata. Menurut Boniface dan Cooper (dalam Santoso, 2006)
geografi pariwisata dikaji aspek keruangan pariwisata sebagai
aktivitas manusia dengan fokus utama pada tiga komponen
utama, yaitu antara lain:
(1) Daerah asal wisatawan
Daerah asal wisatawan merupakan tempat asal dan
kembalinya wisatawan. Beberapa isu kunci yang
memerlukan kajian antara lain keadaan yang mendorong
orang melakukan perjalan wisata, mencakup:
(a) Keadaan lokasi geografi
(b) Keadaan sosial ekonomi
(c) Karakteristik demografi
(d) Adat kebiasaan wisatawan
Karena itu dalam pengembangan manajemen wisata (di
daerah tujuan wisata maupun pada rute transit) orang perlu
mempelajari seluk-beluk keadaan yang berkaitan dengan
daerah asal wisatawan .
(2) Daerah tujuan wisata
Daerah tujuan wisata merupakan tempat atau daerah yang
menarik wisatawan untuk tinggal sementara dan menikmati
segala sesuatu yang tidak bisa diperoleh di tempat asalnya
ataupun di tempat-tempat lain. Suatu tempat dapat menjadi
tempat suatu objek wisata harus mempunyai potensi yang
dapat menarik wisatawan. Menurut Santoso (dalam
Kurniawan, 2015) unsur-unsur pokok yang harus
diperhatikan dalam pengaruhnya terhadap potensi
pariwisata di daerah tujuan wisata meliputi:
(a) Atraksi
Merupakan komponen yang penting dalam menarik
wisatawan. Suatu daerah dapat menjadi tujuan wisata
jika kondisinya mendukung untuk menjadi sebuah
atraksi wisata, yang dikembangkan menjadi atraksi
wisata disebut modal atau sumber kepariwisataan.
Modal atraksi yang menarik kedatangan wisatawan
antara lain; Natural resources (alami), atraksi wisata
budaya, dan atraksi buatan manusia itu sendiri.
(b) Aksesbilitas
Aksesbilitas merupakan salah satu hal yang penting
dalam kegiatan pariwisata. Segala macam transportasi
ataupun jasa transportasi menjadi akses penting dalam
pariwisata. Jika suatu daerah tidak tersedia aksesbilitas
yang baik seperti bandara, pelabuhan dan jalan raya,
maka tidak ada wisatawan yang mempengaruhi
perkembangan aksesbilitas di daerah tersebut.
(c) Akomodasi
Akomodasi adalah berbagai macam hotel dan berbagai
jenis fasilitas lain yang berhubungan dengan pelayanan
untuk para wisatawan yang berniat untuk bermalam
selama perjalanan wisata yang mereka lakukan.
(d) Fasilitas Pelayanan
Fasilitas pelayanan adalah segala jenis sarana dan
prasarana yang diperlukan oleh wisatawan selama
melakukan kegiatan wisata. Sarana dan prasarana yang
dimaksud seperti; rumah makan, toilet umum, tempat
beribadah, lembaga keungan, perbelanjaan, kesehatan,
dan pusat informasi.
(e) Infrastruktur
Infrastruktur adalah situasi yang mendukung fungsi
sarana dan prasarana wisata. Infrastuktur yang
memadai dan terlaksana dengan baik di daerah tujuan
wisata akan membantu meningkatkan fungsi sarana
wisata, sekaligus membantu masyarakat dalam
meningkatkan kualitas hidupnya. Hal ini tidak hanya
menyangkut transportasi tetapi juga meliputi
penyediaan jaringan telepon, saluran air bersih, listrik,
saluran pembuangan limbah, dan juga persampahan.
d) Daya Dukung Wisata
Sugeng Martopo dalam Muta’ali (2015) menyatakan bahwa
banyak perencanaan pengembangan wilayah yang kurang
memperhatikan kemampuan daya dukung lingkungan, akan
berakibat pada penurunan kemampuan daya dukung wilayah. Daya
dukung lingkungan atau Carrying Capacity mengandung pengertian
kemampuan suatu tempat dalam menunjang kehidupan mahluk
hidup secara optimum dalam periode waktu yang panjang.
Dalam pariwisata juga dikenal dengan istilah daya dukung,
Cooper et al. (1993) memberikan penjelasan tentang daya
dukung sebagai konsep yang luas dan bersifat dinamis. Daya
dukung sebuah kawasan wisata didefinisikam sebagai level
kehadiran wisatawan yang menimbulkan dampak pada masyarakat
setempat, lingkungan, dan ekonomi yang masih dapat ditoleransi
baik oleh masyarakat maupum wisatawan itu sendiri dan
memberikan jaminan suistainability pada masa mendatang.
Menurut Swarbrooke (1999), setiap objek wisata alam selalu
mempunyai carrying capacity atau kemampuan alam untuk
mentolerir kegiatan manusia di suatu objek wisata namun terkadang
kemampuan tersebut diabaikan. Beberapa hal yang termasuk di
dalam konsep carrying capacity yaitu:
(1) Physical capacity, dapat menampung jumlah turis yang datang
secara fisik disuatu objek wisata. Contoh berapa banyak
wisatawan yang masuk ke dalam suatu objek wisata.
(2) Environmental atau ecology capacity, kapasitas maksimum
wisatawan yang dapat ditampung sebelum kerusakan terjadi,
pada lingkungan atau ekosistem misalnya erosi, kepunahan dari
habitat yang hidup di lingkungan objek wisata tersebut.
(3) Economy capacity, jumlah wisatawan yang dapat terima
sebelum masyarakat lokal mengalami masalah ekonomi,
misalnya kenaikan harga tanah; dengan seringnya wisatawan
yang datang maka harga barang dan jasa akan mengalami
kenaikan sehingga dengan sendirinya akan membuat tanah-
tanah didaerah tersebut menjadi mahal.
(4) Perceptual capacity, jumlah wisatawan yang dapat diterima
sebelum persepsi mereka mengenai lingkungan berubah.
Contoh apabila dahulu wisatawan datang untuk menikmati
keindahan alam, maka setelah tempat tersebut menjadi ramai
wisatawan tersebut tidak akan bisa menikmati alam tersebut lagi
karena persepsi wisatawan tentang alam telah berubah.
(5) Infrasructure capacity, jumlah wisatawan yang dapat diterima
sesuai dengan kapasitas sarana dan prasarana yang tersedia
ditempat tujuan wisata yang pada akhirnya dapat menimbulkan
polusi, contoh jika wisatawan yang datang melebihi kapasitas
dapat merusak infrastruktur lingkungan alam yang ada.

Cifuentes dalam Muta’ali (2015) membagi daya dukung wisata


menjadi tiga tingkat, yaitu sebagai berikut:

(1) Daya dukung fisik (Physical Carrying Capacity)


Physical Carrying Capacity (PCC) merupakan jumlah
maksimum wisatawan yang secara fisik tercukupi oleh ruang
yang disediakan pada waktu tertentu.
(2) Daya Dukung Riil (Real Carrying Capacity)
Real Carrying Capacity (RCC) merupakan jumlah pengunjung
yang diperbolehkan berkunjung ke suatu objek wisata dengan
faktor koreksi (corrections factor) yang diambil dari
karakteristik objek yang di terapkan pada PCC. Adapun faktor
koreksi dari aspek biofisik lingkungan pada area wisata yang
diidentifikasi sebagai faktor pembatas terhadap aktivitas wisata
khususnya terhadap kunjungan wisatawan ke area wisata serta
kepuasan dan kenyamanan wisatawan bergerak dengan leluasa.
Beberapa faktor biofofisik lingkungan yang dapat digunakan
antara lain:
(a) Faktor biotik merupakan flora dan fauna, seperti diversitas
flora dan fauna spesifik yang menjadi daya tarik bagi objek
wisata.
(b) Faktor abiotik diantaranya potensi lanskap atau bentang
alam, kelerengan, kepekaan erosi tanah dan curah hujan.
(3) Daya Dukung Efectif (Effective Carrying Capacity)
Effective Carrying Capacity (ECC) merupakan jumlah
kunjungan maksimum di mana objek tetap lestari pada tingkat
manajemen (management capacity) yang tersedia. Daya dukung
efektif merupakan suatu hasi kombinasi daya dukung riil dengan
kapasitas menejemen area wisata.

2. Peneltian yang Relevan


Rahma Hayati (2013) melakukan penelitian dengan judul “Model
Ambang Batas Fisik Dalam Perencanaan Kapasitas Area Wisata
Berwawasan Konservasi Di Kompleks Candi Gedong Songo
Kabupaten Semarang” Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui
nilai ambang batas untuk jumlah wisatawan di area wisata budaya candi
sesuai daya dukung fisik, mengetahui nilai ambang batas untuk jumlah
wisatawan di area wisata budaya candi sesuai daya dukung ekologis,
mengetahui nilai ambang batas untuk jumlah wisatawan di area wisata
kemah sesuai daya dukung fisik, serta mengetahui nilai ambang batas
untuk jumlah wisatawan di area wisata kemah sesuai daya dukung
ekologis. Nilai ambang batas dihitung dengan metode Douglas (1975)
dalam Fandeli (2001). Hasil perhitungan nilai ambang batas adalah
sebagai berikut: 1. Nilai ambang batas untuk jumlah wisatawan di area
wisata budaya sesuai daya dukung fisik adalah 514 orang / ha, 2. Nilai
ambang batas untuk jumlah wisatawan di area wisata budaya sesuai
daya dukung ekologis adalah 9.374 orang / ha, 3. Nilai ambang batas
untuk jumlah wisatawan di area wisata kemah sesuai daya dukung fisik
adalah 3 orang / ha, serta 4. Nilai ambang batas untuk jumlah wisatawan
di area wisata kemah sesuai daya dukung ekologis adalah 40 orang / ha.
Wayan Artadana (2018) melakukan penelitian dengan judul
“Modifikasi Nilai Luas Area dan Waktu Kunjungan dalam Perhitungan
Daya Dukung Kawasan Wisata di Provinsi Bali (Studi Kasus Pantai
Geger)” dengan tujuan mengetahui besar unit area, waktu yang
dibutuhkan, dan total waktu selama satu hari untuk kategori wisata
tertentu serta mengetahui kondisi Daya Dukung Kawasan (DDK) wisata
Pantai Geger. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh
dengan metode wawancara kepada 100 responden wisatawan dan data
sekunder yang berasal dari studi pustaka berdasarkan kondisi di Pantai
Geger. Hasil penelitian menunjukan bahwa rata-rata luas area untuk
kegiatan wisata (Lt) seluas 41,5 m2 dan waktu untuk kegiatan berwisata
(Wp) selama 2,29 jam/hari. Total waktu yang disediakan kawasan untuk
kegiatan wisata adalah 10 jam/hari dan luas area keseluruhan seluas
5.023 m2. Nilai DDK di Pantai Geger menggunakan nilai Lt dan Wp
hasil perhitungan yaitu 529 orang/hari 16.385 orang/bulan atau 196.620
orang/tahun.
Egi Sasmita (2004) melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Daya Dukung Wisata Sebagai Upaya Mendukung Fungsi Konservasi
Dan Wisata Di Kebun Raya Cibodas Kabupaten Cianjur” dengan tujuan
untuk mengetahui jumlah maksimum wisatawan yang dapat ditampung
oleh Kebun Raya Cibodas dengan mempertimbangkan aspek fisik,
lingkungan, dan manajemennya. Metode yang digunakan adalah metode
penelitian deskriftif dengan teknik analisis data menggunakan metode
Cifuentes, yakni dengan menghitung daya dukung fisik (PCC), daya
dukung riil (RCC), dan daya dukung efektif (PCC). Berdasarkan hasil
penelitian didapatkan nilai daya dukung fisik adalah 7.148, daya dukung
riil sebesar 593, dan daya dukung efektif sebesar 549. Maka dengan nilai
PCC>RCC>ECC, menunjukan bahwa daya dukung wisata di Kebun
Raya Cibodas saat ini baik. Namun, secara aktual ketika peak season
daya dukung riil Kebun Raya Cibodas telah melampaui batas dengan
kunjungan dalam sehari sebesar 17.000 wisatawan, dan ketika low
season daya dukung riil belum melampaui batas dengan jumlah 409
wisatawan.
Tsalits Atana (2017) melakukan penelitian dengan judul “Daya
Dukung Kawasan Wisata Pantai Prigi Di Kecamatan Watulimo
Kabupaten Trenggalek” dengan tujuan menganalisis keterkaitan zonasi
kawasan wisata berdasarkan kenyamanan fisiologis dengan besaran
daya dukung wisata serta implikasinya terhadap wisatawan di kawasan
Pantai Prigi. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui olah data
sekunder laporan iklim harian BMKG, olah data sekunder jumlah
kunjungan wisatawan Pantai Prigi. Hasil penelitian menunjukkan hasil
akhir besaran daya dukung kawasan wisata Pantai Prigi sebanyak 390
wisatawan/hari yang berarti tergolong aman dan terkendali apabila
dibandingkan dengan data jumlah kunjungan wisatawan pada tahun
2011-2016. Zonasi kawasan wisata berada di luar zona optimum,
tepatnya pada zona heat dan stress berdasarkan kenyamanan fisiologis.
Zona ini memiliki suhu udara antara 20-32⁰C dan kelembaban udara
lebih besar dari 55%. Besaran daya dukung dan zonasi kenyamanan
fisiologis berimplikasi pada wisatawan, baik dalam hal jumlah,
frekuensi kunjungan maupun dalam pemilihan aktivitas wisata.
3. Kerangka Berpikir

Kawasan Pantai Menganti

Potensi kawasan Daya dukung wisata


Pantai Menganti

Potensi: Daya dukung kawasan tiap


atraksi:
 Atraksi
 Aksesbilitas  Daya dukung fisik
 Fasilitas  Daya dukung riil
pelayanan  Daya dukung efektif
 Akomodasi
 Infrastruktur

Analisis daya dukung


kawasan objek wisata
Pantai Menganti

Daya dukung kawasan objek wisata


Pantai Menganti Kabupaten Kebumen

Gambar 1. Kerangka Berpikir


D. Metodelogi Penelitian
1. Populasi penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Objek
dalam populasi penelitian ini dibagi menjadi objek fisik dan non fisik.
a. Objek fisik
Objek fisik dalam penelitian ini berupa area atau lahan berupa
kawasan Pantai Menganti yang digunakan sebagai objek wisata
pantai.
b. Objek non fisik
Objek non fisik dalam penenlitian ini adalah berupa seluruh orang
atau yang melakukan kegiatan wisata di objek wisata Pantai
Menganti yang meliputi wisatawan atau pengunjung, pengelola
objek wisata, dan pedagang yang ada di kawasan objek wisata.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian dari populasi objek penelitian.
a. Teknik pengambilan sampel populasi fisik dalam penelitian ini
adalah menggunakan total sampling, dimana jumlah populasi sama
dengan sampel.
b. Pengambilan sampel populasi non fisik pada penelitian ini
ditetapkan secara quota sampling sebanyak 61 yang terdiri dari
wisatawan, pedagang dengan memperhatikan karakteristik barang
yang ditawarkan, dan ketua Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH) Sengkuyung Makmur Karangduwur sebagai sampel
pengelola. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel
dilakukan secara accidental sampling metode ini menetapkan
sampel secara random terhadap pelaku wisata yang datang pada saat
penelitian dilakukan (Rahma, 2013). Jumlah sampel untuk
wisatawan, pengelola, dan pedagang adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah Sampel
No Pelaku Wisata Jumlah Sampel
1 Wisatawan 50
2 Pedagang 10
3 Pengelola 1

3. Variabel penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang di tetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan
(Sugiyono, 2008).
a. Potensi kawasan Pantai Menganti
1) Atraksi
2) aksesbilitas
3) Fasilitas pelayanan
4) Akomodasi
5) Infrastruktur
b. Daya dukung kawasan Pantai Menganti
1) Daya dukung fisik
a) Jumlah wisatawan
b) Luas area wisata
c) Waktu rotasi kunjungan wisatawan
2) Daya dukung riil
a) Curah hujan
b) Penyinaran matahari
c) Kecepatan angin
d) Abrasi pantai
e) Penutupan sementara tempat wisata
3) Daya dukung efektif
a) Jumlah pengelola
4. Alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu meliputi
sebagai berikut:
a. Instrumen
b. Alat tulis
c. Kamera
d. Seperangkat komputer untuk mengolah data dan peta
e. Citra Geo-Eye (Google Earth) kawasan Pantai Menganti untuk
mengetahui lokasi dan membuat unit area untuk analisis daya
dukung kawasan.
f. Data sekunder berupa jumlah wisatawan yang didapat dari
pengelola wisata, data curah hujan dan penyinaran matahari yang
didapat dari BMKG.
5. Teknik Pengumpulan data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Metode Observasi
Observasi atau pengamatan secara langsung merupakan aktivitas
pencatatan fenomena yang dilakukan secara sistematis.
b. Metode Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang megajukan pertanyaan dan terwawancara
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Wawancara digunakan untuk memperoleh informasi atau
keterangan tentang objek wisata Pantai Menganti berupa data
pendukung yang yang terkait dengan tujuan penelitian secara lisan
dengan menggunakan pedoman wawancara berupa daftar
pertanyaan kepada pengelola objek wisata yaitu Lembaga
Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Sengkuyung Makmur
Karangduwur.
c. Metode Dokumentasi
Dokumentasi dilakukan untuk memperoleh informasi, memahami,
dan memecahkan masalah dalam penelitian (sebagai Cross Check).
Data yang dibutuhkan berupa data sekunder yang didapatkan dari
dinas-dinas dan lembaga terkait penelitian berupa data sekunder
yang berhubungan dengan wilayah, data jumlah wisatawan, dan
data yang terkait lainnya.
d. Metode Angket
Metode angket dilakukan dengan menggunakan daftar pertanyaan
berupa isian dan pilihan untuk mendapatkan data berupa potensi
objek wisata pantai menganti yang meliputi Atraksi, Aksesbilitas,
Fasilitas pelayanan, Akomodasi, dan Infrastruktur.
6. Teknik analisis data
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pndekatan
kuantitaf, tujuan penggunaan metode ini diharapkan dapat
menguraikanatau memaparkan beberapa hasil daripengumpulan,
pengolahan, dan penyimpulan data penelitian.
a. Potensi objek wisata Pantai Menganti
Untuk menilai potensi objek wisata Pantai Menganti digunakan
analisis klasifikasi dalam rangka menentukan tingkat klasifikasi
potensi wisata yang dimiliki kawasan Pantai Menganti. Total skor
dari seluruh variable yang diukur digunakan untuk menentukan
tingkat potensi wisata di dalam tiga kelas yaitu tinggi, sedang,
rendah. Klasifikasi dilakukan dengan menggunakan interval kelas
sebagai berikut:
𝑎−𝑏
𝐾=
𝑢
Keterangan
K : klasifikasi
𝑎 : nilai skor tertinggi
𝑏 : nilai skor terendah
𝑢 : jumlah kelas
Interval nantinya dibagi menjadi tiga klasifikasi yaitu klasifikasi
potensi rendah, potensi sedang, dan potensi tinggi.
b. Daya Dukung Kawasan Wisata
Cifuentes dalam Muta’ali (2015) membagi perhitungan daya
dukung wisata menjadi tiga tingkat yaitu daya dukung fisik, daya
dukung riil, dan daya dukung efektif. Ketiganya bertujuan untuk
menentukan jumlah kunjungan maksimum pada area wisata dengan
mempertimbangkan kondisi fisik, biologi, dan manajemen.
1. Daya dukung fisik (Physical Carrying Capacity)
Daya dukung fisik yaitu jumlah maksimum wisatawan yang secara
fisik tercukupi oleh ruang yang disediakan pada waktu tertentu.
Berikut merupakan rumus yang digunakan untuk menghitung daya
dukung fisik:
1
𝑃𝐶𝐶 = 𝐴 𝑥 𝑥 𝑅𝑓
𝐵
Keterangan
PCC : Physical Carrying Capacity
A : Luas area yang digunakan untuk wisata
B : Luas area yang dibutuhkan oleh seorang wisatawan untuk
berwisata dengan tetap memperoleh kepuasan, dalam hal
ini digunakan nilai tetap untuk area berenang 27m2,
berperahu 49 m2, dan berpiknik 65m2.
Rf : Faktor rotasi kunjungan dalam satu hari atau merupakan
perbandingan dengan jam buka objek wisata dengan rata-
rata kunjungan wisatawan

2. Daya dukung riil (Real Carrying Capacity)


Daya dukung riil merupakan jumlah pengunjung maksimum yang
diperbolehkan berkunjung ke suatu objek wisata dengan faktor
koreksi (Corrections Factor/CF) yang diambil dari karakteristik
objek wisata yang diterapkan pada PCC. Berikut merupakan rumus
yang digunakan untuk menghitung daya dukung riil:
𝑅𝐶𝐶 = 𝑃𝐶𝐶 𝑥 𝐶𝑓1𝑥𝐶𝑓2𝑥 … 𝑥𝐶𝑓𝑛

Keterangan

RCC : Real Carrying Capacity

PCC : daya dukung fisik

𝐶𝑓 : faktor-faktor koreksi dari parameter biofisik lingkungan


suatu area wisata. Untuk menghitung faktor koreksi 𝐶𝑓𝑛
menggunakan rumus berikut

𝑀𝑛
𝐶𝑓𝑛 = 1 − ( )
𝑀𝑡

Keterangan

𝐶𝑓𝑛 : faktor koreksi ke-n terkait dengan data komponen ke-n

𝑀𝑛 : kondisi nyata pada variabel fn terhitung

𝑀𝑡 : batas maksimum pada variabel fn tersebut

Ada 5 faktor koreksi yang di ambil dari Zacarias et al dalam


Maryono (2017), yaitu curah hujan, kecepatan angin, penyinaran
matahari, abrasi pantai, dan penutupan sementara.

3. Daya Dukung Efektif (Effective Carrying Capacity)


Daya dukung efektif merupakan hasil kombinasi daya dukung riil
dengan kapasitas manajemen area wisata. Daya dukung efektif
merupakan jumlah kunjungan maksimum dimana objek tetap
lestari pada tingkat managemen (Management Capacity/MC) yang
tersedia. Untuk menghitung daya dukung fisik digunakan rumus:
𝐸𝐶𝐶 = 𝑃𝐶𝐶 𝑥 𝑀𝐶
Keterangan
ECC : daya dukung efektif
PCC : daya dukung fisik
𝑀𝐶 : kapasitas manajemen area ( Management Capacity) dengan
pendekatan melalui kapasitas petugas peneglola pada area
wisata. MC dapat dihitung menggunakan rumus berikut

𝑅𝑛
𝑀𝐶 = 𝑥 100%
𝑅𝑡
Keterangan

𝑅𝑛 : jumlah petugas pengelola yang ada

𝑅𝑡 : jumlah petugas pengelola yang dibutuhkan

Output dari perhitungan nilai daya dukung, baik daya dukung


fisik (PCC), daya dukung riil (RCC), dan daya dukung efektif (ECC)
adalah jumlah wisatawan/hari, jadi untuk memperoleh kondisi daya
tampungnya harus dibandingkan dengan jumlah kunjungan riil
(JKr).

Tabel Klasifikasi, Jenis, dam Rekomendasi Daya Dukung Wisata

N Jenis Daya Dukung Wisata


Klasifikas Rekomendas
o i Daya i Umum
Dukung
1 PCC>JK RCC>JK ECC>JK DD Besar Dapat
r r r dikembangka
n
2 PCC<JK RCC<JK ECC<JK DD Dikendalikan
r r r Terlampa dan ditata
ui
3 PCC=JK RCC=JK ECC=JK DD Efektif dan
r r r optimal efisien
(Muta’ali, 2015)
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, C. 2006. Peranan Ekologis dan Social Ekonomis Hutan Mangrove dalam
Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir.

Artadana, I. W., As-syakur, A. R., Karim, W., & Dirgayusa, I. G. N. P. (2018).


Modifikasi Nilai Luas Area dan Waktu Kunjungan Dalam Penghitungan
Daya Dukung Kawasan Wisata di Provinsi Bali: Studi Kasus Pantai
Geger. Journal of Marine and Aquatic Sciences, 4(2), 225-235.

Atana, Tsalits dan Joni Purwahandoyo. (2018). Daya Dukung Kawasan Wisata
Pantai Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek. Jurnal Geografi,
15(1), 76-85.

Dahuri, R., Rais J., Ginting, S.P. dan Sitepu, M.J. 2004. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT Pradnya Paramita.

Hayati, R. (2013). Model Ambang Batas Fisik Dalam Perencanaan Kapasitas Area
Wisata Berwawasan Konservasi Di Kompleks Candi Gedong Songo
Kabupaten Semarang. Jurnal Geografi, 10(2), 85-95.

Ketjulan, Romy. (2010). Daya Dukung Perairan Pulau Hari Sebagai Objek
Ekowisata Bahari. Jurnal Paradigma, 14(2), 195-204.

Mardianto, Djati. Dkk. 2013. Potensi Sumber Daya Pesisir Kabupaten Jepara.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Muta’ali, Lutfi. 2015. Teknik Analisis Regional. Yogyakarta: BPFG UGM.

Nybakken J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta: Gramedia


Utama

Pratikto, W.A. dkk. 1997. Perencanaan Fasilitas Pantai dan Laut. Yogyakarta:
BPFE-Yogyakarta

Santoso, A.B., 2006. Diktat Perkuliahan Geografi Pariwisata.

Sasmita, Egi. (2014). Analisis Daya Dukung Wisata Sebagai Upaya Mendukung
Fungsi Konservasi Dan Wisata Di Kebun Raya Cibodas Kabupaten Cianjur.
Jurnal Manajemen Resort Dan Leisure. 11(2).
Suwantoro, Gamal. 2004. Dasar-Dasar Pariwisata. Yogyakarta: Andi

Suyitno. 2006. Perencanaan Wisata. Yogyakarta : Kanisius.

Undang-undang No 10. Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.

Undang-undang No 26. Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Undang-undang No 27. Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan


Pulau-pulau Kecil.

Yoeti, Oka A. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai