Anda di halaman 1dari 12

Makalah Pendidikan Agama Islam tentang

Makna Tauhid dan


Urgensi Dalam Kehidupan Sehari Hari

Oleh :
Nama : Abiyyu Naufal Restufani
NRP : 57213113642
Prodi : TPH - A

Dosen Pengampu :
Faisal Romdonih, S.Sos.I, M.Si.

PROGRAM STUDI
TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
POLITEKNIK AHLI USAHA PERIKANAN

I
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan kami karunia nikmat dan
kesehatan, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, dan terus dapat menimba ilmu di Universitas
Jambi.

Penulisan makalah ini merupakan sebuah tugas dari dosen mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan pengetahuan pada mata kuliah yang sedang
dipelajari, agar kami semua menjadi mahasiswa yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Dengan tersusunnya makalah ini kami menyadari masih banyak terdapat kekurangan dan kelemahan, demi
kesempurnaan makalah ini kami sangat berharap perbaikan, kritik dan saran yang sifatnya membangun apabila
terdapat kesalahan.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi saya sendiri umumnya para
pembaca makalah ini.

Terima kasih, wassalamu‟ alaikum.

Jember, 26 September 2021

Abiyyu Naufal Restufani

II
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………… i

KATA PENGANTAR ………………………… ii

DAFTAR ISI ………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN ……………………… 1

 A. Pengertian Tauhid …………….................……………………………............................ 1


 B. Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah …………………………………...........................…… 1
 C. Makna Kalimat Laa ilaaha illa Allah dan konsekwensinya dalam kehidupan ………….. 2-3
 D. Tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan …………………..……………… 4-7

BAB II PENUTUP …………………………………… 8

 A. Simpulan …………………………………………………… 8
 B. Saran ………………………………………………………… 9

III
BAB I PENDAHULUAN
1. Pengertian Tauhid
Tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi‟il wahhada-yuwahhidu (dengan huruf ha di
tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja. Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata:
“Makna ini tidak tepat kecuali diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita
jadikan satu saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).

Secara istilah syar‟i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya sesembahan yang benar
dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39). Dari makna ini sesungguhnya dapat dipahami
bahwa banyak hal yang dijadikan sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang
shalih atau bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah sebagai
satu-satunya sesembahan saja.

2. Tauhid Uluhiyah dan Rububiyah

Tauhid Uluhiyah
Uluhiyah Allah adalah mengesakan segala wujud peribadatan untuk Allah, seperti berdo‟a, menginginkan,
tawakal, takut, meminta, menyembelih, bernadzar, cinta, dan selainnya dari jenis-jenis ibadah yang sudah
diajarkan Allah dan Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam. Memperuntukkan satu jenis ibadah untuk selain
Allah termasuk afal dzalim yang agung di sisi-Nya yang sering diistilahkan dengan syirik untuk Allah.
Dalil Tauhid Uluhiyah Allah
Allah berfirman di dalam Al Qur‟an: “Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya
Allah kami menginginkan.” (QS. Al Fatihah: 5)
Rasulullah Shallallahu „Alaihi Wasallam sudah membimbing Ibnu Abbas radhiallahu „anhu dengan sabda
beliau: “Dan apabila kamu minta karenanya mintalah untuk Allah dan apabila kamu minta tolong karenanya
minta tolonglah untuk Allah.” (HR. Tirmidzi)
Allah berfirman: “Dan sembahlah Allah dan jangan kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (QS.
An Nisa: 36)
Allah berfirman: “Hai sekalian manusia sembahlah Rabb kalian yang sudah membikin kalian dan orang-orang
sebelum kalian, supaya kalian diproduksi menjadi orang-orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 21)

Tauhid Rububiyah
Tauhid rububiyah yang merupakan salah satu bentuk tauhid atau mengesakan Allah ini memiliki arti
beriman hanya kepada Allah, satu-satunya Zat yang memiliki kekuasaan mutlak, memiliki hak mutlak untuk
mengatur, menciptakan, merencanakan, hingga menjaga jalannya alam semesta. Tauhid rububiyah ini sering
kita jumpai dalilnya dalam Alquran yang menerangkan tentang kekuasaan Allah.
Salah satu ayat Alquran yang menerangkan tentang kekuasaan Allah adalah surat Az Zumar ayat 62 yang
memiliki arti “Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu” ini tentu menunjukan
secara mutlak bahwa Allah merupakan satu-satunya Zat yang memiliki kekuasaan atas alam semesta mulai dari
hidup hingga matinya makhluk.
Tak hanya surat Az Zumar, dalam surat lain juga dijelaskan bahwa Allah adalah Zat yang memiliki hak dan
kekuasaan untuk menciptakan makhluk dan juga memerintahkan makhluk-Nya. Seperti yang tertuang dalam
surat Al Araf ayat 54 berikut ini:

Artinya: “Ingatlah, menciptakan dan memerintahkan hanyalah hak Allah” (Al- A‟raf: 54).

1
3. Makna Kalimat Laa ilaaha illa Allah dan konsekwensinya dalam kehidupan.
Tak diragukan lagi bahwa kalimat laa ilaaha illallah merupakan pondasi agama Islam. Kalimat ini pula,
bersama dengan kalimat syadahat muhammadur rasulullah, merupakan rukun yang pertama dari kelima rukun
Islam. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits yang shahih bahwa Nabi Muhammad shallallahu
„alaihi wa sallam bersabda:

:‫ حج ب ني إل س الم ع ى خ س‬،‫ض ن‬ ‫ صوم‬،‫زك ة‬ ‫ إي ت ء‬،‫ص الة‬ ‫إق م‬ ، ‫سول‬ ‫ن دمحم‬ ‫إ‬ ‫إ‬ ‫شه دة ن‬
‫ت‬

“Islam dibangun di atas lima perkara: (1) Syahadat bahwa tiada tuhan yang berhak disembah dengan benar
selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah; (2) Menegakkan shalat; (3) Menunaikan zakat; (4)
Puasa di bulan Ramadhan; dan (5) Berhaji ke Baitullah.” (HR. Al-Bukhari no.8 dan Muslim no. 16).

Hadits-hadits dalam masalah ini pun banyak sekali.

Makna syahadat laa ilaaha illallaah adalah tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Allah.
Kalimat ini menihilkan hak peribadahan yang sejati dari selain Allah dan menetapkannya hanya untuk Allah
semata sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Hajj:

‫ي‬ ‫و‬ ‫ن‬ ‫و‬ ‫د‬ ‫ي عون‬ ‫ن‬ ‫و‬ ‫بن‬

“Demikianlah (kebesaran Allah) karena Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak. Dan apa saja yang mereka seru
selain Dia, itulah yang batil, dan sungguh Allah Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.” (QS. Al-Hajj: 62)

Kalimat yang agung ini tidak akan bermanfaat bagi si pengucapnya dan tidak akan mengeluarkan si
pengucapnya dari wilayah kesyirikan jika ia tidak memahami maknanya, tidak mengamalkannya, dan tidak
membenarkannya. Orang-orang munafik pun mengucapkannya, namun mereka kelak tetap akan menjadi
penghuni neraka yang paling bawah karena tidak mengimaninya dan tidak mengamalkannya. Demikian pula
orang-orang Yahudi, mereka mengucapkan kalimat ini namun mereka tetaplah sekafir-kafirnya manusia sebab
tiada mereka beriman pada kalimat ini. Begitu pula para penyembah kuburan dan penyembah orang-orang
shalih, yang mereka ini merupakan orang-orang kafir, mereka mengucapkan kalimat ini namun perkataan,
perbuatan, dan akidah mereka menyelisihi kalimat ini. Maka kalimat ini tidak bermanfaat sedikit pun bagi
mereka dan tidaklah mereka teranggap sebagai kaum muslimin dengan semata telah mengucapkannya karena
mereka sendiri membatalkan kalimat tauhid ini dengan perkataan, perbuatan, dan akidah mereka.

Dan di dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam bersabda:

‫ع ى‬ ‫ح سب‬ ‫د‬ ‫ح م‬ ‫د ن‬ ‫ي‬ ‫ك ف ب‬ ‫إ‬ ‫إ‬ ‫ق ل‬

“Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illallah dan mengingkari semua yang disembah selain Allah, haramlah
harta dan darahnya dan hisabnya tergantung kepada Allah.” (HR. Muslim no. 23)

Maka wajiblah atas setiap muslim untuk mewujudkan kalimat tauhid dengan memperhatikan syarat-syaratnya.
Siapa saja yang merealisasikan makna kalimat tauhid dan istiqamah di atasnya maka ia adalah seorang muslim
yang haram darah dan hartanya. Sekalipun ia tidak mengetahui rincian dari masing-masing syarat. Yang
menjadi tujuan pokok ialah seorang mukmin memahami maknanya dengan benar dan mengamalkannya
walaupun ia tidak mengetahui rincian masing-masing syarat kalimat tauhid.

Barangsiapa yang disembah oleh orang lain namun ia tidak ridha maka dia tidaklah termasuk thaghut, misalnya
para nabi, orang-orang shaleh, dan para malaikat. Sejatinya thaghut itu ialah setan yang menyeru manusia untuk
menyembah dirinya dan dia jadikan peribadahan pada dirinya itu suatu hal yang indah di mata manusia. Kita
memohon pada Allah perlindungan untuk diri kita dan seluruh kaum muslimin dari segala bentuk kejelekan.

2
Kemudian terdapat perbedaan antara perbuatan yang membatalkan kalimat tauhid laa ilaaha illallah dengan
perbuatan yang hanya membatalkan bagian penyempurna iman yang wajib, yaitu bahwa setiap amalan,
perkataan, atau keyakinan yang menjerumuskan pelakunya pada syirik akbar itulah yang membatalkan iman
secara keseluruhan. Misalnya, berdoa meminta sesuatu kepada orang yang sudah meninggal, malaikat, berhala,
pepohonan, bebatuan, bintang-bintang, atau kepada yang lain semisal itu, atau menyembelih dan bernadzar
untuk mereka, sujud kepada mereka, dan lain-lain. Maka ini semua membatalkan tauhid secara keseluruhan
serta berlawanan dengan kalimat tauhid laa ilaaha illallah bahkan menihilkannya.

Contoh yang lain lagi ialah menghalalkan perkara-perkara yang telah Allah haramkan dan diketahui
keharamannya secara dharuri dan ijma‟, semisal zina, meminum khamr, mendurhakai orang tua, riba, dan lain-
lain. Contoh lain ialah menyangsikan perkataan atau perbuatan yang Allah wajibkan yang diketahui
secara dharuri atau lewat ijma‟ merupakan bagian dari agama, missal shalat wajib yag lima, zakat, puasa
Ramadhan, berbakti pada orang tua, mengucapkan dua kalimat syahadat, dan lain-lain.

Adapun perkataan, perbuatan, dan keyakinan-keyakinan yang melemahkan tauhid dan iman dan membatalkan
aspek penyempurna wajibnya saja ada banyak sekali, misalnya syirik ashghar semisal riya‟ dan bersumpah
dengan nama selain Allah, juga perkataan “sesuai kehendak Allah dan kehendak fulan”, atau ungkapan “ini
dari Allah dan dari si fulan”, dan lain-lain. Demikian pula semua maksiat itu melemahkan tauhid dan iman
serta menihilkan aspek penyempurna iman yang wajib. Oleh karena itu, wajib mewaspadai semua yang
membatalkan tauhid dan iman atau yang mengurangi pahalanya. Dan iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama‟ah
mencakup ucapan dan perbuatan, bertambah dengan melaksanakan amal ketaatan dan berkurang karena
mengerjakan maksiat. Dalilnya banyak sekali dan telah dijelaskan oleh para ulama di kitab-kitab akidah, tafisr,
dan hadits. Barang siapa yag menginginkan dalilnya maka ia akan mendapatkan-nya, alhamdulillah. Di
antaranya ialah firman Allah:

‫نو ز د‬ ‫ي‬ ‫إي‬ ‫د‬ ‫ي ول ي‬ ‫ز ت سو ة نه‬ ‫إ‬ ‫ن ه إي‬ ‫يست‬

“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata,
„Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan turunnya surah ini?‟ Adapun orang-orang
beriman, maka surah ini menambah imannya dan mereka merasa gembira. ” (QS. At-Taubah: 124)

‫ده‬ ‫تع ه ي‬ ‫إ‬ ‫ت ق وبه‬ ‫ك‬ ‫ي إ‬ ‫نون‬ ‫ع ى به يتوك ونإ‬ ‫إي‬

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila nama Allah disebut, gemtarlah
hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya kepada mereka, bertambahlah imannya dan hanya kepada
Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal: 2)

‫ت‬ ‫ي‬ ‫يزي‬

“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada merek yang telah mendapat petunjuk” (QS. Maryam: 76)

3
4. Tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan.

a. Pentingnya mempelajari tauhid

Banyak orang yang mengaku Islam. Namun jika kita tanyakan kepada mereka, apa itu tauhid, bagaimana tauhid
yang benar, maka sedikit sekali orang yang dapat menjawabnya. Sungguh ironis melihat realita orang-orang
yang mengidolakan artis-artis atau pemain sepakbola saja begitu hafal dengan nama, hobi, alamat, sifat, bahkan
keadaan mereka sehari-hari. Di sisi lain seseorang mengaku menyembah Allah namun ia tidak mengenal Allah
yang disembahnya. Ia tidak tahu bagaimana sifat-sifat Allah, tidak tahu nama-nama Allah, tidak mengetahui
apa hak-hak Allah yang wajib dipenuhinya. Yang akibatnya, ia tidak mentauhidkan Allah dengan benar dan
terjerumus dalam perbuatan syirik. Wal‟iyydzubillah. Maka sangat penting dan urgen bagi setiap muslim
mempelajari tauhid yang benar, bahkan inilah ilmu yang paling utama. Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin berkata: “Sesungguhnya ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling agung kedudukannya.
Setiap muslim wajib mempelajari, mengetahui, dan memahami ilmu tersebut, karena merupakan ilmu tentang
Allah Subhanahu wa Ta‟ala, tentang nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan hak-hak-Nya atas hamba-Nya”
(Syarh Ushulil Iman, 4).

b. Urgensi Tauhid Dalam Kehidupan Muslim

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan petunjuk kepada cahaya iman, dien yang lurus yaitu agama
Islam melalui hamba pilihan-Nya Muhammad saw. Dan yang telah meneguhkan hati para hambanya yang
teguh dalam memegang akidah yang lurus. Selawat dan salam teriring kepada teladan kita Rasulullah
Muhammad saw, Nabi yang terakhir, juga kepada para keluarga dan para sahabatnya serta kaum
muslimin/muslimat yang teguh mengikuti ajaran dan akidahnya sampai akhir jaman, amin.

Urgensi tauhid dalam kehidupan muslim sangat besar pengaruhnya, sebagai dasar utama yang dibangun di
atasnya seluruh ajaran Islam.

Periode dakwah yang dilakukan Rasulullah saw. di Makkah menegaskan betapa tauhid sangat urgen
pengaruhnya. Ayat-ayat Alquran yang diturunkan Allah pada fase itu fokus utamanya berbicara tentang tauhid.

Generasi sahabat, mereka yang dibina Rasulullah saw. adalah manusia-manusia yang bertauhid, yang tidak
dijumpai di permukaan bumi ini sebelum dan sesudahnya.

Tauhid mampu merubah manusia menjadi manusia yang perilakunya sesuai dengan keinginan Allah SWT.
Mungkinkah kita menjadi orang yang bertauhid seperti yang diinginkan? Dengan berdoa dan memohon taufik
dari-Nya Insya Allah kita bisa mencapai ke arah itu minimal pemahaman tauhid kita tidak melenceng dari
rambu-rambu yang ditetapkan Allah.

Semua itu memerlukan pemahaman yang benar akan tauhid dari sumbernya yang autentik yaitu Alquran dan
Sunah serta kitab-kitab tauhid yang diakui keabsahannya oleh ulama-ulama Islam dahulu dan sekarang.

Untuk mendapatkan pemahaman yang benar dari sumber ilmu yang autentik, maka perlu merujuk kepada
pehamaman generasi teladan umat yaitu generasi salaf. Kelurusan dan keteladanannya dalam beragama dan
beraqidah tidak diragukan lagi karena mereka mewarisi apa yang telah diajarkan Rasulullah saw.

Allah SWT telah memberikan penilaian terhadap generasi tersebut akan keteladanan dan keutamaannya dari
umat-umat atau generasi-generasi lainnya. Allah SWT telah berfirman,

“Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf (baik) dan
mencegah kepada yang mungkar (jahat) dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110).

4
Demikian juga sabda Rasulullah saw,

“Sebaik-baik generasi ialah generasiku (generasi yang sejaman dengan Rasulullah saw yang dalam hal ini
adalah sahabat ra), kemudian generasi sesudah mereka (generasi yang belajar Islam dari sahabat Nabi, dalam
hal ini disebut generasi tabi‟in), kemudian generasi yang sesudah mereka (generasi yang belajar Islam dari
tabi‟in, dalam hal ini disebut generasi tabi‟it tabi‟in) kemudian setelah itu datang pula kaum-kaum yang
persaksiannya mendahului sumpahnya (yakni sudah banyak orang yang tidak bisa dipercaya sehingga memberi
persakssian dan sumpah tanpa diminta dan persaksian serta sumpahnya itu palsu).” (HR Bukhari).

Jadi generasi umat yang dapat dijadikan suri tauladan adalah tiga generasi semenjak generasi Rasulullah saw
sampai generasi tabi‟it tabiin, yaitu:

1. Generasi sejaman dengan Rasulullah saw: sahabat ra (generasi ayah).

2. Generasi sesudah mereka: tabi‟in (generasi anak).

3. Generasi yang sesudah mereka : tabi‟it tabi‟in (generasi cucu), sampai abad ke-3 H.

Inilah tiga generasi pertama umat Islam, generasi yang terpercaya dalam menyampaikan agama Allah SWT.
Kepada merekalah kita merujuk segala pemahaman agama Islam ini yang benar dan lurus, melalui merekalah
kita mengambil ilmu syariat agama ini yang telah Rasulullah saw ajarkan dan mereka ini adalah generasi yang
menumbuhkan sunnah-sunnah Rasulullah saw.

Banyak sekali sumber-sumber rujukan ilmu agama yang telah diwariskan oleh generasi kaum salaf. Dan juga
generasi sesudahnya yang mengikuti jejaknya yang lurus dan dapat dipercaya.

Akan tetapi di antara pemahaman yang lurus itu telah muncul pula pemahaman yang menyimpang yang
menyebabkan umat Islam ini berpecah-pecah atau bergolong-golongan. Masing-masing dari golongan yang
telah menyimpang itu juga mengklaim bahwa golongan sendirilah yang pemahamannya benar sedangkan yang
lain salah. Maka benarlah apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah saw,

“Umatku akan terpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk neraka kecuali satu
golongan.” Ditanyakan kepada beliau: “Siapakah mereka, wahai Rasul Allah?” Beliau menjawab: “Orang-
orang yang mengikutiku dan para sahabatku.” (HR Abu Dawud, Tirmizi, Ibnu Majah, Ahmad, Darami, dan -
Hakim).

Dengan memahami persoalan tersebut di atas, maka kita sadar bahwa setiap Muslim perlu mencari dan
mendapatkan pemahaman agama yang banar dan lurus yang tidak dibelokkan oleh kaum yang bodoh dan
menuruti hawa nafsunya serta kepentingan kelompoknya. Hanya atas petunjuk dan pertolongan Allah sajalah
kita dapat mengikuti jejak Rasulullah saw di dalam beribadah kepada-Nya.

c. Bahaya Akibat Jahil terhadap Ilmu Tauhid

1. Orang yang tidak mengenal Penciptanya seperti orang buta di dunia ini, ia tidak tahu mengapa ia diciptakan,
atau apa hikmah (tujuan) keberadaannya di atas bumi ini. Hidupnya berakhir dalam keadaan ia tidak tahu
mengapa ia memulai hidup. Ia keluar dari dunia tanpa tahu mengapa ia dulu masuk ke dalamnya.

‫ي ك‬ ‫ه‬ ‫ته‬ ‫ن‬ ‫نو ع و ص‬ ‫ي‬ ‫يخ‬ ‫ه إن‬ ‫و‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ك‬ ‫يت ت ون ي ك ون ك‬ ‫ف‬١٢

“Sesungguhnya Allah memasukkan orang-orang mukmin dan beramal saleh ke dalam jannah yang mengalir di
bawahnya sungai-sungai. dan orang-orang kafir bersenang-senang (di dunia) dan mereka makan seperti
makannya binatang. dan Jahannam adalah tempat tinggal mereka.” (QS. Muhammad: 12).

5
2. Siapa yang tidak beriman kepada hari akhir, maka ia ditipu oleh dunia, ia jadikan semua cita-cita dan
ambisinya adalah bagaimana mewujudkan kepentingannya di dunia sebelum mati, mengambil yang halal dan
haram, tidak peduli apakah itu membahayakan orang lain atau tidak karena yang penting adalah
kepentingannya. Dengan sikap egois ini masyarakat menjadi cerai berai, interaksi dan hubungan sesama
anggota masyarakat menjadi rusak, mereka saling membenci dan memerangi, tidak seperti masyarakat yang
beriman dan berpegang teguh dengan agamanya.

Bila kejahilan terhadap ilmu tauhid ini merata di masyarakat, maka aqidah atau keyakinan masyarakat akan
rusak, lalu amal pun akan rusak, maksiat dan dosa tersebar luas, kemudian mengakibatkan turunnya hukuman
Allah swt atas umat Islam yang mengabaikan atau meninggalkan prinsip agama mereka.

‫ه ي‬ ‫ع و‬ ‫يه ب‬ ‫ن‬ ‫ب كس ت ي‬ ‫فس د ي‬ ‫ون ه‬ ٤١

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah
merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang
benar).” (QS. Ar-Ruum: 41)

d. Pengaruh Ilmu Tauhid dalam Kehidupan

1. Orang yang bertauhid dan beriman kepada Allah dan rasul-Nya pasti tahu mengapa Allah SWT
menciptakannya sehingga ia berada di atas jalan yang lurus, ia mengetahui dari mana awal dan ke mana akhir
hidupnya, jauh dari kebutaan dan kesesatan.

‫ست‬ ‫ي ي سوي ع ى ص‬ ‫ه‬ ‫عى‬ ‫ي ي‬ ٢٢﴾

“Maka apakah orang yang berjalan terjungkal di atas mukanya itu lebih banyak mendapatkan petunjuk
ataukah orang yang berjalan tegap di atas jalan yang lurus?” (QS. Al-Mulk: 22).

2. Tauhid menjadikan hati-hati manusia bersatu dengan Rabb yang satu, satu kitab, satu risalah, dan satu kiblat,
dan iman juga menjadikan manusia saling mencintai dan bersaudara seperti firman Allah SWT :

‫نون‬ ‫ح ون إ‬ ‫و‬ ‫خوي‬ ‫إخوة ص و ب‬١٠﴾

“Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara
kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujuraat: 10).

Rasulullah SAW bersabda:

‫عى‬ ‫س إ شت ى ن عضو‬ ‫فه‬ ‫حه‬ ‫ي ود‬ ‫ن‬ ‫س ع‬ ) ‫س ب سه‬ ‫س‬ ‫ن ن‬


‫عن‬ ‫ي‬ ‫)ب ب‬.

“Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling bersikap
lemah lembut adalah seperti satu tubuh, jika salah satu anggota tubuh merasakan sakit maka semua anggota
tubuh yang lain akan sulit tidur dan demam.” (HR. Muslim dari An-Nu‟man bin Basyir RA).

Masyarakat beriman adalah masyarakat yang melakukan ta‟awun (saling bekerja sama) dalam kebaikan dan
taqwa dimana anggota masyarakatnya saling melarang dari perbuatan dosa dan permusuhan, semua berusaha
untuk sukses menggapai ridha Allah, individunya merasa takut untuk berbuat zhalim, mencuri, menipu,
membunuh, berzina, menyuap atau menerima suap, berdusta, dengki, ghibah atau perbuatan jahat lain karena ia
takut kepada Allah dan takut kepada hari di mana ia harus berhadapan dengan Allah SWT untuk
mempertanggungjawabkan semua amalnya.

6
Dan ketika kaum muslimin berpegang teguh dengan tauhid mereka menjadi orang-orang yang terbaik seperti
firman-Nya:

‫خ‬ ‫تكنت خ‬ ‫و‬ ‫نون ب‬ ‫ن‬ ‫نهون ع‬ ‫نب‬ ‫ت ن‬ ‫نون ك‬ ‫نه‬ ‫ه‬ ‫نخ‬
‫ ف س ون‬١١٠

(“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali-Imran: 110)

3. Bila iman telah menyebar luas di masyarakat, maka pastilah akan membuahkan amal shalih yang diridhai
Allah swt sehingga membuka berbagai pintu kebaikan dan mendatangkan pertolongan Allah dalam menghadapi
musuh-musuh mereka.

‫ك‬ ‫س ء‬ ‫و فت ن ع ه ب ك‬ ‫نو‬ ‫و ن‬ ‫ب ك و ي س ون‬ ‫بو خ‬٩٦﴾

(“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, Pastilah kami akan melimpahkan kepada
mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat kami) itu, maka kami siksa mereka
disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A‟raaf: 96)

‫ي ت ق‬ ‫ينص ك‬ ‫نو إن نص‬ ‫ي‬ ‫ي يه‬

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan
meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)

Begitulah dulu kaum muslimin, sebelumnya mereka adalah orang-orang yang lemah dan miskin, namun mereka
beriman dan beramal shalih hingga Allah membuka pintu-pintu keagungan di dunia untuk mereka, Allah
cukupkan mereka dengan karunia-Nya, dan Allah tolong mereka dari musuh-musuh mereka dengan
pertolongan yang gilang-gemilang.

7
BAB II PENUTUP

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan terhadap Kitāb Majmū‟ Al-
Fatāwā karya Ibn Taimiyyaħ mengenai konsep pendidikan Tauhid, dapat
disimpulkan, sebagai berikut:

1. Materi pendidikan tauhid meliputi tauhid Ulūhiyyaħ, tauhid Rubūbiyyaħ,


dan tauhid Asmā wa Şhifat.
a. Tauhid Ulūhiyyaħ mengesakan Allah dengan perbuatan hamba
(manusia). Maknanya adalah mengakui bahwa Allah saja sebagai Ilah
yang berhak untuk disembah dan diibadahi dan bukan yang lain-Nya.
arah peribadahan yang fundamental dan sesuai dengan syariat Islam
yang sudah dicontohkan oleh para Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah
dalam mengemban ajaran agama Islam.
b. Dalam tauhid Rubūbiyyaħ adalah mengesakan Allah pada af‟al
(perbuatan)-Nya yang mengandung pengertian : mengakui bahwa Allah
saja sebagai Pencipta segala sesuatu, Memelihara, Mendidik, Memberi
rizki dan Menguasai.

2. Tujuan pendidikan tauhid yaitu Allah menciptakan makhluk agar


beribadah kepada-Nya. Dan juga, terbentuknya suatu keyakinan kepada
Yang Maha Kuasa meliputi segala eksistensi-Nya yang nampak di dunia,
hanya dengan mengenal ciptaan-Nya (Al-Qur‟an dan alam semesta)
seorang hamba dapat mengenal Khalik-Nya. Dengan mengenal Sang
Khalik, maka si hamba akan senantiasa mengetahui arah jalan yang
diridhai dan dibenci Sang Khalik.

3. Implementasi pendidikan tauhid menurut Ibn Taimiyyaħ yaitu penerapan


metode ilmiah dan metode iradiyah yang dapat menunjang atau menjadi
dasar dalam pendidikan Islam dalam masa kini.

8
Saran
1. Materi pendidikan Tauhid sangatlah penting bagi para pelajar, dan dalam agama Islam pun tidak ada batasan
dalam menggali ilmu pengetahuan. Secara umum materi pendidikan Tauhid juga mencerminkan ketaatan
seorang hamba dalam menggali pengetahuan tentang Yang Maha Kuasa yang telah di wajibkan bagi hamba
untuk mengetahuinya, agar terjauh dari segala fitnah dunia.

2. Bagi pembaca dan masyarakat lainnya, dimasa sekarang nilai ketauhidan dapat dirasakan kekurangannya,
yang mana tidak tertanamnya suatu nilai 140

ketauhidan dalam diri para pelaku, sehingga perlu kiranya ada penanggulangan dalam hal ini. Yang mana aspek
yang paling intinya adalah keyakinan, hal ini karena apabila keyakinan seseorang hilang, maka akan mudah
terjerumus dalam pengaruh hawa nafsu. Namun sebaliknya apabila keyakinan seseorang itu kuat, terjaga,
terpenuhi kebutuhannya. Maka akan senantiasa berpegang teguh pada keyakinan yang diyakininya, meskipun
banyak rintangan yang menghadangnya. Dari sinilah peranan tauhid supaya bisa tertanam dalam hati setiap
manusia untuk mencegah jatuhnya nilai keimanan manusia.

3. Bagi instansi dan pemerintahan, dengan adanya pendidikan Tauhid, suatu kelembagaan dalam pelaksanaanya
tidak hanya sekedar mengacu kepada aturan yang berlaku pada lembaga tersebut, namun menjadi lebih
bernmakna dan terjiwai menjadi suatu bentuk peribadahan kepada Allah, dengan menghindari segala bentuk
perbuatan yang dilarang olah Allah SWT dan menjalan segala perintah-Nya. Sehingga tidak ada lagi segala
macam bentuk kemungkaran seperti korupsi dalam suatu kelembagaan.

Anda mungkin juga menyukai