Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pembahasan Tauhid merupakan hal yang paling penting dalam islam, karena tauhid
dalam hal ini mengambil posisi penting menjadi inti pondasi dari sebuah ‘Aqidah Islam.
Seiring berkembangnya masyarakat, tauhid dalam posisinya yang sangat penting ini
cenderung sedikit demi sedikit dilupakan oleh umat islam sendiri. Tentunya beragam faktor
yang telah mengancam lunturnya tauhid ini. Urusan-urusan duniawi mungkin adalah faktor
yang sangat dominan dalam hal ini. Tak heran, kerap kita temukan banyaknya
penyimpangan-penyimpangan yang terjadi di tengah-tengah kehidupan kita.
Padahal, seperti yang kita ketahui bersama bahwa islam sebagai rahmatan lil ‘alamin
telah mengatur kehidupan ini tidak hanya ukhrawi saja, namun kehidupan duniawi pun juga
diatur. Permasalahannya adalah, kita sebagai seorang muslim secara tidak sadar telah
melupakan sendi-sendi pokok ajaran islam. Tauhid sebagai salah satu unsurnya yang menjadi
pilar pokok dalam kehidupan justru semakin luntur akan perkembangan zaman.
Melalui makalah ini, penyusun berusaha mengingatkan kembali bagaimana esensi
sebenarnya tauhid, sehingga diharapkan pembaca menjadi paham akan pentingnya tauhid ini.
Tidak hanya sekedar paham akan maknanya saja, tetapi bagaimana kemudian kita sebagai
seorang muslim mampu mengaplikasikannya kedalam kehidupan sehari-hari.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah untuk makalah ini adalah :
 Pengertian tauhid
 Makna kalimat La ilaha illallah dan konsekuensinya dalam kehidupan
 Macam-macam tauhid
 Perusak dan pembatalan kalimat tauhid
 Tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan

1.3 TUJUAN
Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
 Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tauhid

1
 Untuk mengetahui makna kalimat La ilaha illallah dan konsekuensinya dalam kehidupan
 Untuk mengetahui macam-macam tauhid
 Untuk mengetahui perusak dan pembatalan kalimat tauhid
 Untuk mengetahui tauhid sebagai landasan bagi semua aspek kehidupan

1.4 MANFAAT
Makalah ini diharapkan dapat memberi beberapa manfaat sebagai berikut :
1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang berhubungan ilmu tauhid
2. Mengenal lebih dalam berbagai macam ilmu tauhid
3. Dapat dipergunakan sebagai pemahaman dan gambaran bagi kita semua bagaimana
tauhid sebagai landasan bagi aspek kehidupan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 TAUHID
Makna tauhid secara bahasa arab merupakan bentuk masdar dari fi’il wahhada-
yuwahhidu (dengan huruf ha di tasydid), yang artinya menjadikan sesuatu satu saja.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin berkata: “Makna tauhid ini tidak tepat kecuali
diikuti dengan penafian. Yaitu menafikan segala sesuatu selain sesuatu yang kita jadikan satu
saja, kemudian baru menetapkannya” (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Secara istilah syar’i, makna tauhid adalah menjadikan Allah sebagai satu-satunya
sesembahan yang benar dengan segala kekhususannya (Syarh Tsalatsatil Ushul, 39).
Dari makna tauhid ini sesungguhnya dapat dipahami bahwa banyak hal yang dijadikan
sesembahan oleh manusia, bisa jadi berupa Malaikat, para Nabi, orang-orang shalih atau
bahkan makhluk Allah yang lain, namun seorang yang bertauhid hanya menjadikan Allah
sebagai satu-satunya sesembahan saja.

2.2 MAKNA KALIMAT LA ILAHA ILLALLAH DAN KONSEKUENSINYA DALAM


KEHIDUPAN
Tak diragukan lagi bahwa kalimat laa ilaaha illallah merupakan pondasi agama
Islam. Kalimat ini pula, bersama dengan kalimat syadahat muhammadur rasulullah,
merupakan rukun yang pertama dari kelima rukun Islam. Hal ini sebagaimana ditegaskan
dalam sebuah hadits yang shahih bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam  bersabda:
‫ وحج‬،‫ان‬II‫ وصوم رمض‬،‫ وإيتاء الزكاة‬،‫ وإقام الصالة‬،‫ شهادة أن ال إله إال هللا وأن محمدا رسول هللا‬ :‫بني اإلسالم على خمس‬
‫البيت‬
“Islam dibangun di atas lima perkara: (1) Syahadat bahwa tiada tuhan yang berhak
disembah dengan benar selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah; (2)
Menegakkan shalat; (3) Menunaikan zakat; (4) Puasa di bulan Ramadhan; dan (5) Berhaji
ke Baitullah.” (HR. Al-Bukhari no.8 dan Muslim no. 16).
Dalam kitab Shahihain, disebutkan sebuah riwayat yang bersumber dari Ibnu
Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutus
Mu’adz radhiyallahu ‘anhu berdakwah ke Yaman, beliau mewasiatkan,

3
‫أعلمهم أن هللا‬II‫ذلك ف‬II‫اعوك ل‬II‫إن أط‬II‫ ف‬،‫ول هللا‬II‫إنك تأتي قوما من أهل الكتاب فادعهم إلى أن يشهدوا أن ال إله إال هللا وأني رس‬
‫ائهم‬II‫ذ من أغني‬II‫دقة تؤخ‬II‫ترض عليهم ص‬II‫ فإن أطاعوك لذلك فأعلمهم أن هللا اف‬،‫افترض عليهم خمس صلوات في اليوم والليلة‬
‫فترد في فقرائهم‬
“Sesungguhnya engkau akan menghadapi kaum Ahli Kitab maka ajaklah mereka untuk
bersyahadat bahwa tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah dan bahwa diriku adalah
utusan Allah. Jika mereka mematuhimu dalam hal tersebut, beritahu mereka kemudian
bahwa Allah telah mewajibkan mereka untuk shalat lima kali sehari semalam. Jika mereka
pun patuh untuk itu, ajari pula mereka bahwa Allah mewajibkan mereka menunaikan zakat
yang ditarik dari orang-orang kaya mereka lalu diserahkan pada para fakir miskin dari
kalangan mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 1395 dan Muslim no. 19)

Hadits-hadits dalam masalah ini pun banyak sekali.


Makna syahadat laa ilaaha illallaah adalah tidak ada sesembahan yang berhak
disembah kecuali Allah. Kalimat ini menihilkan hak peribadahan yang sejati dari selain Allah
dan menetapkannya hanya untuk Allah semata sebagaimana firman Allah dalam surat Al-
Hajj:
‫ق َوأَ َّن َما يَ ْد ُعونَ ِمن دُونِ ِه هُ َو ْالبَا ِط ُل َوأَ َّن هَّللا َ هُ َو ْال َعلِ ُّي ْال َكبِي ُر‬ َ ِ‫ٰ َذل‬
ُّ ‫ك بِأ َ َّن هَّللا َ هُ َو ْال َح‬
“Demikianlah (kebesaran Allah) karena Allah, Dialah (Tuhan) Yang Hak. Dan apa saja
yang mereka seru selain Dia, itulah yang batil, dan sungguh Allah Dialah Yang Mahatinggi
lagi Mahabesar.” (QS. Al-Hajj: 62)

Dan firman Allah dalam surat Al-Mu’minun:


َ‫ع َم َع هَّللا ِ إِ ٰلَهًا آ َخ َر اَل بُرْ هَانَ لَهُ بِ ِه فَإِنَّ َما ِح َسابُهُ ِعن َد َربِّ ِه ۚ ِإنَّهُ اَل يُ ْفلِ ُح ْال َكافِرُون‬
ُ ‫َو َمن يَ ْد‬
“Dan barangsiapa menyembah tuhan yang lain selain Allah, padahal tidak ada suatu bukti
pun baginya tentang itu, maka perhitungannya hanya pada Tuhannya. Sungguh orang-orang
kafir itu tidak akan beruntung.” (QS. Al-Mu’minun: 117)

Firman pula Allah dalam surat Al-Baqarah:


ِ ‫َوإِ ٰلَهُ ُك ْم إِ ٰلَهٌ َوا ِح ٌد ۖ اَّل ِإ ٰلَهَ إِاَّل هُ َو الرَّحْ ٰ َمنُ الر‬
‫َّحي ُم‬
“Dan Tuhanmu ialah Tuhan Yang Mahaesa, tiada tuhan (yang berhak disembah) melainkan
Dia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

4
Allah juga berfirman dalam surat Al-Bayyinah:
ِ ِ‫َو َما أُ ِمرُوا إِاَّل لِيَ ْعبُدُوا هَّللا َ ُم ْخل‬
‫صينَ لَهُ ال ِّدينَ ُحنَفَا َء‬
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas memurnikan ketaatan
kepadaNya semata dalam menjalankan agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)

Ayat-ayat lain yang semakna sangat banyak terdapat dalam Al-Qur’an. Kalimat yang
agung ini tidak akan bermanfaat bagi si pengucapnya dan tidak akan mengeluarkan si
pengucapnya dari wilayah kesyirikan jika ia tidak memahami maknanya, tidak
mengamalkannya, dan tidak membenarkannya. Orang-orang munafik pun mengucapkannya,
namun mereka kelak tetap akan menjadi penghuni neraka yang paling bawah karena tidak
mengimaninya dan tidak mengamalkannya. Demikian pula orang-orang Yahudi, mereka
mengucapkan kalimat ini namun mereka tetaplah sekafir-kafirnya manusia sebab tiada
mereka beriman pada kalimat ini. Begitu pula para penyembah kuburan dan penyembah
orang-orang shalih, yang mereka ini merupakan orang-orang kafir, mereka mengucapkan
kalimat ini namun perkataan, perbuatan, dan akidah mereka menyelisihi kalimat ini. Maka
kalimat ini tidak bermanfaat sedikit pun bagi mereka dan tidaklah mereka teranggap sebagai
kaum muslimin dengan semata telah mengucapkannya karena mereka sendiri membatalkan
kalimat tauhid ini dengan perkataan, perbuatan, dan akidah mereka.

Sebagian ulama menghimpun syarat-syarat kalimat tauhid ini dalam dua bait syair:
‫علم يقين وإخالص وصدقك مع محبة وانقياد والقبول لها‬
‫وزيد ثامنها الكفران منك بما سوى اإلله من األشياء قد أُلها‬
“Ilmu, yakin, ikhlas, dan jujurmu bersama cinta, patuh, dan penerimaanmu padanya
Tambah yang ke delapan, ingkarmu pada semua yang disembah selain Dia”

Dua bait ini mengumpulkan semua syarat kalimat tauhid:


1. Ilmu sebagai lawan dari tidak tahu. Di atas telah disebutkan bahwa makna kalimat ini
ialah tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah, maka semua hal yang disembah
manusia selain Allah adalah sesembahan yang batil.
2. Yakin sebagai lawan dari ragu-ragu. Haruslah dari sisi si pengucap muncul rasa yakin
bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah sebenar-benarnya Dzat yang berhak
disembah.
3. Ikhlas, yaitu dengan seorang hamba memurnikan semua ibadahnya hanya kepada
Tuhannya, Allah subhanahu wa ta’ala. Jika satu ibadah saja ia tujukan kepada selain
5
Allah, baik kepada nabi, wali, raja, berhala, maupun jin dan selainnya maka ia telah
menyekutukan Allah subhanahu wa ta’ala dan membatalkan syarat ikhlas ini.
4. Jujur. Maknanya ialah orang yang mengucapkan kalimat syahadat haruslah
mengucapkannya tulus dari dalam hatinya, hatinya sesuai dengan lisannya dan
lisannya sesuai dengan hatinya. Jika ia mengucapkan dengan lisan saja sedangkan
hatinya tidak mengimani maknanya maka kalimat ini tidak bermanfaat baginya dan
dengan demikian ia tetap berstatus kafir seperti seluruh orang munafik.
5. Cinta. Maknanya ia harus mencintai Allah ‘azza wa jalla. Jika ia mengucapkan
kalimat ini namun tidak mencintai Allah, ia tetap menjadi kafir, tidak masuk ke dalam
Islam sebagaimana orang-orang munafik. Dalilnya ialah firman Allah:

ُ ‫قُلْ ِإن ُكنتُ ْم تُ ِحبُّونَ هَّللا َ فَاتَّبِعُونِي يُحْ بِ ْب ُك ُم هَّللا‬


“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah
mencintaimu.’” (QS. Ali Imran: 31).

Dan firmanNya:
ِ ‫اس َمن يَتَّ ِخ ُذ ِمن دُو ِن هَّللا ِ أَندَادًا يُ ِحبُّونَهُ ْم َكحُبِّ هَّللا ِ ۖ َوالَّ ِذينَ آ َمنُوا أَ َش ُّد ُحبًّا هَّلِّل‬
ِ َّ‫ َو ِمنَ الن‬ ۗ
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah tuhan selain Allah sebagai
tandingan yang mereka cintai seperti mereka mencintai Allah.” (QS. Al-Baqarah:
165).
Ayat-ayat yang lain yang semakna amat banyak dalam Al-Qur’an
6. Patuh pada konsekuensi yang dikandung oleh makna kalimat tauhid, yaitu dengan
hanya menyembah Allah semata, mematuhi syariatNya, mengimani dan meyakini
bahwa syariatNya adalah benar. Jika dia mengucapkan kalimat tauhid namun enggan
menyembah Allah semata, tidak mematuhi syariatNya bahkan menyombongkan diri,
maka ia tidaklah teranggap sebagai muslim. Ia seperti Iblis dan yang semisal
dengannya.
6. Menerima kandungan makna kalimat tauhid, yaitu dengan menerima bahwa ia harus
mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah dan meninggalkan segala bentuk
peribadahan kepada selain Dia, dia berkomitmen dan ridha dengan hal demikian.
7. Kufur terhadap semua yang disembah selain Allah. Maknanya, ia harus melepaskan
dirinya dari semua bentuk peribadahan kepada selain Allah dan meyakini bahwa
peribadahan tersebut batil. Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:

6
Dan di dalam sebuah hadits shahih, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‫من قال ال إله إال هللا وكفر بما يعبد من دون هللا حرم ماله ودمه وحسابه على هللا‬
“Barangsiapa mengucapkan laa ilaaha illallah dan mengingkari semua yang disembah
selain Allah, haramlah harta dan darahnya dan hisabnya tergantung kepada Allah.” (HR.
Muslim no. 23)
Dalam riwayat lain, beliau bersabda:
‫من وحد هللا وكفر بما يعبد من دون هللا حرم ماله ودمه‬
“Barangsiapa mentauhidkan Allah dan mengingkari semua yang disembah selain Allah
maka haramlah harta dan darahnya.” (HR. Muslim no. 23)

Maka wajiblah atas setiap muslim untuk mewujudkan kalimat tauhid dengan
memperhatikan syarat-syaratnya. Siapa saja yang merealisasikan makna kalimat tauhid dan
istiqamah di atasnya maka ia adalah seorang muslim yang haram darah dan hartanya.
Sekalipun ia tidak mengetahui rincian dari masing-masing syarat. Yang menjadi tujuan pokok
ialah seorang mukmin memahami maknanya dengan benar dan mengamalkannya walaupun
ia tidak mengetahui rincian masing-masing syarat kalimat tauhid.
Yang dimaksud dengan thaghut ialah segala sesuatu yang disembah selain Allah,
sebagaimana firmanNya:
َ ِ‫ ُو ْثقَ ٰى اَل انف‬I‫العُرْ َو ِة ْال‬I
ۗ ‫ا‬IIَ‫ا َم لَه‬I‫ص‬ ْ Iِ‫ك ب‬ ِ ‫اَل إِ ْك َراهَ فِي الدِّي ِن ۖ قَد تَّبَيَّنَ الرُّ ْش ُد ِمنَ ْال َغ ِّي ۚ فَ َمن يَ ْكفُرْ بِالطَّا ُغو‬
َ I‫ ِد ا ْستَ ْم َس‬Iَ‫ؤ ِمن بِاهَّلل ِ فَق‬Iْ Iُ‫ت َوي‬
‫َوهَّللا ُ َس ِمي ٌع َعلِي ٌم‬
“Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas perbedaan
antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barangsiapa ingkar kepada thaghut dan
beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegang pada tali yang sangat kuat yang
tidak akan putus. Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 256)

Dan Allah juga berfirman:


ۖ َ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُكلِّ أُ َّم ٍة َّر ُسواًل أَ ِن ا ْعبُدُوا هَّللا َ َواجْ تَنِبُوا الطَّا ُغوت‬
“Dan sungguh Kami telah mengutus seorang rasul untuk tiap-tiao umat (untuk menyerukan):
Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut.” (QS. An-Nahl: 36)

Barangsiapa yang disembah oleh orang lain namun ia tidak ridha maka dia tidaklah
termasuk thaghut, misalnya para nabi, orang-orang shaleh, dan para malaikat. Sejatinya
thaghut itu ialah setan yang menyeru manusia untuk menyembah dirinya dan dia jadikan

7
peribadahan pada dirinya itu suatu hal yang indah di mata manusia. Kita memohon pada
Allah perlindungan untuk diri kita dan seluruh kaum muslimin dari segala bentuk kejelekan.
Kemudian terdapat perbedaan antara perbuatan yang membatalkan kalimat tauhid laa ilaaha
illallah dengan perbuatan yang hanya membatalkan bagian penyempurna iman yang wajib,
yaitu bahwa setiap amalan, perkataan, atau keyakinan yang menjerumuskan pelakunya pada
syirik akbar itulah yang membatalkan iman secara keseluruhan. Misalnya, berdoa meminta
sesuatu kepada orang yang sudah meninggal, malaikat, berhala, pepohonan, bebatuan,
bintang-bintang, atau kepada yang lain semisal itu, atau menyembelih dan bernadzar untuk
mereka, sujud kepada mereka, dan lain-lain. Maka ini semua membatalkan tauhid secara
keseluruhan serta berlawanan dengan kalimat tauhid laa ilaaha illallah bahkan
menihilkannya.
Contoh yang lain lagi ialah menghalalkan perkara-perkara yang telah Allah haramkan
dan diketahui keharamannya secara dharuri dan ijma’, semisal zina, meminum khamr,
mendurhakai orang tua, riba, dan lain-lain. Contoh lain ialah menyangsikan perkataan atau
perbuatan yang Allah wajibkan yang diketahui secara dharuri atau lewat ijma’ merupakan
bagian dari agama, missal shalat wajib yag lima, zakat, puasa Ramadhan, berbakti pada orang
tua, mengucapkan dua kalimat syahadat, dan lain-lain.
Adapun perkataan, perbuatan, dan keyakinan-keyakinan yang melemahkan tauhid dan
iman dan membatalkan aspek penyempurna wajibnya saja ada banyak sekali, misalnya syirik
ashghar semisal riya’ dan bersumpah dengan nama selain Allah, juga perkataan “sesuai
kehendak Allah dan kehendak fulan”, atau ungkapan “ini dari Allah dan dari si fulan”, dan
lain-lain. Demikian pula semua maksiat itu melemahkan tauhid dan iman serta menihilkan
aspek penyempurna iman yang wajib. Oleh karena itu, wajib mewaspadai semua yang
membatalkan tauhid dan iman atau yang mengurangi pahalanya. Dan iman menurut Ahlus
Sunnah wal Jama’ah mencakup ucapan dan perbuatan, bertambah dengan melaksanakan amal
ketaatan dan berkurang karena mengerjakan maksiat. Dalilnya banyak sekali dan telah
dijelaskan oleh para ulama di kitab-kitab akidah, tafisr, dan hadits. Barangsiapa yag
menginginkan dalilnya maka ia akan mendapatkannya, alhamdulillah. Di antaranya ialah
firman Allah:
ْ َ‫َوإِ َذا َما أُ ْن ِزل‬
َ‫ت سُو َرةٌ فَ ِم ْنهُ ْم َم ْن يَقُو ُل أَيُّ ُك ْم َزا َد ْتهُ هَ ِذ ِه إِي َمانًا فَأ َ َّما الَّ ِذينَ آ َمنُوا فَزَ ا َد ْتهُ ْم إِي َمانًا َوهُ ْم يَ ْستَب ِْشرُون‬
“Dan apabila diturunkan suatu surah, maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada
yang berkata, ‘Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan turunnya surah
ini?’ Adapun orang-orang beriman, maka surah ini menambah imannya dan mereka merasa
gembira. ” (QS. At-Taubah: 124)
8
َ‫ت َعلَ ْي ِه ْم آيَاتُهُ زَ ا َد ْتهُ ْم إِي َمانًا َو َعلَى َربِّ ِه ْم يَتَ َو َّكلُون‬ ْ َ‫إِنَّ َما ْال ُم ْؤ ِمنُونَ الَّ ِذينَ إِ َذا ُذ ِك َر هَّللا ُ َو ِجل‬
ْ َ‫ت قُلُوبُهُ ْم َوإِ َذا تُلِي‬
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila nama Allah disebut,
gemtarlah hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya kepada mereka, bertambahlah
imannya dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” (QS. Al-Anfal: 2)

‫َويَ ِزي ُد هَّللا ُ الَّ ِذينَ ا ْهتَدَوْ ا هُدًى‬


“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada merek yang telah mendapat petunjuk” (QS.
Maryam: 76)
Dan lagi, ayat-ayat yang semakna dengan ini ada banyak sekali di dalam Al-Qur’an Al-
Karim.

2.3 MACAM-MACAM TAUHID


Dari hasil pengkajian terhadap dalil-dalil tauhid yang dilakukan para ulama sejak dahulu
hingga sekarang, mereka menyimpulkan bahwa ada tauhid terbagi menjadi tiga:
Tauhid Rububiyah, Tauhid Uluhiyah dan Tauhid Al Asma Was

a. Tauhid Rububiyah.
Artinya mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal perbuatanNya. Seperti
mencipta, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan, mendatangkan bahaya,
memberi manfaat, dan lain-lain yang merupakan perbuatan-perbuatan khusus Allah
Subhanahu wa Ta’ala. Seorang muslim haruslah meyakini bahwa Allah Subhanahu
wa Ta’ala tidak memiliki sekutu dalam RububiyahNya.

b. Tauhid Uluhiyah
Artinya mengesakan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam jenis-jenis peribadatan yang
telah disyariatkan. Seperti ; shalat, puasa, zakat, haji, do’a, nadzar, sembelihan,
berharap, cemas, takut, dan sebagainya yang tergolong jenis ibadah. Mengesakan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal-hal tersebut dinamakan Tauhid Uluhiyah ; dan
tauhid jenis inilah yang dituntut oleh Allah Subhanhu wa Ta’ala dari hamba-
hambaNya. Karena tauhid jenis pertama, yaitu Tauhid Rububiyah, setiap orang
(termasuk jin) mengakuinya, sekalipun orang-orang musyrik yang Allah Subhanahu
wa Ta’ala utus Rasulullah kepada mereka. Mereka mayakini Tauhid Rububiyah ini,
sebagaiman tersebut dalam firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. ‫َولَئِ ْن َسأ َ ْلتَهُ ْم َم ْن َخلَقَهُ ْم لَيَقُولُ َّن‬

9
َ‫ون‬II‫أَنَّ ٰى ي ُْؤفَ ُك‬IIَ‫ ف‬ ۖ ُ ‫“ هَّللا‬Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, Siapakah yang
menciptakan mereka ? niscaya mereka menjawab Allah. Maka bagaimana mereka
dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)“. [Al-Zukhruf/43 : 87] Baca Juga  Kitab-
Kitab Yang Ada Pada Ahli Kitab  ِۚ ‫﴾ َسيَقُولُونَ هَّلِل‬٨٦﴿ ‫ش ْال َع ِظ ِيم‬
ِ ْ‫ت ال َّسب ِْع َو َربُّ ْال َعر‬
ِ ‫قُلْ َم ْن َربُّ ال َّس َما َوا‬
َ‫“ قُلْ أَفَاَل تَتَّقُون‬Katakanlah, Siapakah yang mempunyai tujuh langit dan mempunyai Arsy
yang besar ? Mereka akan menjawab, Kepunyaan Allah. Katakanlah, Mengapa kamu
tidak bertaqwa?” [Al-Mu’minun/23 : 86-87] Masih banyak ayat-ayat yang
menunjukkan bahwa orang-orang musyrik meyakini Tauhid Rububiyah. Akan tetapi,
sebenarnya yang dituntut dari mereka adalah mengesakan Allah dalam hal ibadah.
Jika mereka mengikrarkan Tauhid Rububiyah, maka hendaknya juga mengakui
Tauhid Uluhiyah (ibadah). Sungguh, Rasulullah (diutus untuk)menyeru mereka agar
meyakini Tauhid Uluhiyah. Hal ini disebutkan dalam firmanNya Subhanahu wa
ْ َّ‫ۖ فَ ِم ْنهُ ْم َم ْن هَدَى هَّللا ُ َو ِم ْنهُ ْم َم ْن َحق‬  َ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُك ِّل أُ َّم ٍة َر ُسواًل أَ ِن ا ْعبُدُوا هَّللا َ َواجْ تَنِبُوا الطَّا ُغوت‬
Ta’ala. ‫ت َعلَ ْي ِه‬
َ‫ ِّذبِين‬I‫ةُ ْال ُم َك‬Iَ‫انَ عَاقِب‬II‫فَ َك‬II‫ا ْنظُرُوا َك ْي‬IIَ‫ض ف‬
ِ ْ‫يرُوا فِي اأْل َر‬I ‫ فَ ِس‬ ۚ ُ‫اَل لَة‬I‫الض‬
َّ “Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus rasul kepada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), Sembahlah Allah (saja),
dan jauhilah Thagut, lalu diantara umat-umat itu ada orang-orang yang diberi
petunjuk oleh Allah dan ada pula orang-orang yang telah dipastikan sesat. Oleh
karena itu, berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan
orang-orang yang mendustakan (para rasul)” [An-Nahl /16:36] Setiap rasul menyeru
manusia agar meyakini Tauhid Uluhiyah. Adapun Tauhid Rububiyah, karena
merupakan fitrah, maka belumlah cukup kalau seseorang hanya meyakini tauhid ini

c. Tauhid Al Asma Was


Yaitu menetapkan nama-nama dan sifat-saifat untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala
sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh Allah untuk diriNya maupun yang telah
ditetapkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ; serta meniadakan
kekurangan-kekurangan dan aib-aib yang ditiadakan oleh Allah terhadap diriNya, dan
apa yang ditiadakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2.4 PERUSAK DAN PEMBATALAN KALIMAT TAUHID


Dengan mengucapkan dua kalimat syahadat seseorang berarti telah mempersaksikan diri
sebagai hamba Allah semata. Kalimat laa ilaaha illallaahu dan Muhammadur Rasuulullah
selalu membekas dalam jiwanya dan menggerakkan anggota tubuhnya agar tidak menyembah
selain-Nya. Baginya hanya Allah sebagai Tuhan yang harus ditaati, diikuti ajaran-Nya,
10
dipatuhi perintah-Nya dan dijauhi larangan-Nya. Caranya bagaimana, lihatlah pribadi
Rasulullah saw. sebab dialah contoh hamba Allah sejati.
Dalam pembukaan surat Al-Israa’, Allah telah mendeklarasikan bahwa Rasulullah saw.
adalah hamba-Nya: Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu
malam dari Al-Masjidil Haram ke Al-Masjidil Aqsha (Al-Israa’:1). Begitu juga dalam
pembukaan surat Al-Kahfi, Allah berfirman: Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan
kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Qur’an) dan Dia tidak mengadakan kebengkokan di
dalamnya (Al-Kahfi:1).
Ini menunjukkan bahwa agar makna dua kalimat syahadat – yang intinya adalah tauhid –
benar-benar tercermin dalam jiwa dan perbuatan, tidak ada pilihan bagi seorang hamba
kecuali mencontoh pribadi Rasulullah saw. dalam segala sisi kehidupannya, baik dari sisi
aqidah dan ibadah, maupun sisi-sisi lainnya seperti sikapnya terhadap istri dan pelayannya di
rumah, pergaulannya bersama-sahabatnya, akhlaqnya dalam melakukan transaksi bisnis dan
kepemimpinannya sebagai kepala Negara. Maka untuk menjaga kemurnian tauhid, seperti
yang dicontohkan Rasulullah saw. seorang hamba hendaknya menghindar jauh-jauh dari hal-
hal yang merusak kemurnian tauhid sebagai cerminan dua kalimat syahadat tersebut, yang
setidaknya ada tiga: (a) Syirik ( menyekutukan Allah (b) Ilhad (menyimpang dari kebenaran)
(c) Nifaq (berwajah dua, menampakkan diri sebagai muslim, sementara hatinya kafir).

a. Syirik (menyekutukan Allah)


Syirik adalah lawan kata dari tauhid. Yaitu sikap menyekutukan Allah secara zat,
sifat, perbuatan dan ibadah. Adapun syirik secara zat adalah dengan meyakini bahwa zat
Allah seperti zat makhluk-Nya. Aqidah ini dianut oleh kelompok mujassimah. Syirik
secara sifat artinya: seseorang meyakini bahwa sifat-sifat makhluk sama dengan sifat-
sifat Allah. Dengan kata lain bahwa makhluk mempunyai sifat-sifat seperti sifat-sifat
Allah, tidak ada bedanya sama sekali. Syirik secara perbuatan artinya: seseorang
meyakini bahwa makhluk mengatur alam semesta dan rezki manusia seperti yang telah
diperbuat Allah selama ini. Sedangkan syirik secara ibadah artinya: seseorang
menyembah selain Allah dan mengagungkannya seperti mengagungkan Allah serta
mencintainya seperti mencintai Allah. Syirik-syirik dalam pengertian tersebut secara
eksplisit maupun implisit telah ditolak oleh Islam. karenanya seorang muslim harus
benar-benar hat-hati dan menghindar jauh-jauh dari syirik-syirik seperti yang telah
diterangkan di atas.

11
b. Al-Ilhaad (Menyimpang Dari Kebenaran)
Penggunaan istilah al ilhaad dalam Al-Qur’an: Al-Qur’an menggunakan istilah ilhaad di
banyak tempat, kadang berbentuk kosa kata yulhiduun sebagaimana berikut: Dalam surat Al-
A’raf: 
َ‫وهَّلِل ِ اأْل َ ْس َما ُء ْال ُح ْسنَى فَا ْدعُوهُ بِهَا َو َذرُوا الَّ ِذينَ ي ُْل ِح ُدونَ فِي أَ ْس َمائِ ِه َسيُجْ زَ وْ نَ َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬ 
َ

Hanya milik Allah asma-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-
ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah
mereka kerjakan. Dalam surat An Nahl 10: 

‫ين‬ ٌ ‫ولَقَ ْد نَ ْعلَ ُم أَنَّهُ ْم يَقُولُونَ إِنَّ َما يُ َعلِّ ُمهُ بَ َش ٌر لِ َسانُ الَّ ِذي ي ُْل ِح ُدونَ إِلَ ْي ِه أَ ْع َج ِم ٌّي َوهَ َذا ِل َس‬ 
ٌ ِ‫ان َع َربِ ٌّي ُمب‬ َ

Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka berkata, “Sesungguhnya Al-Qur’an itu
diajarkan oleh seorang manusia kepadanya (Muhammad)”. Padahal bahasa orang yang
mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar kepadanya bahasa `Ajam, sedang Al-Qur’an
adalah dalam bahasa Arab yang terang. Dalam surat Fushshilat:4: 

‫ار خَ ْي ٌر أَ ْم َم ْن يَأْتِي َءا ِمنًا يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة ا ْع َملُوا َما ِش ْئتُ ْم إِنَّهُ بِ َما‬
ِ َّ‫إِ َّن الَّ ِذينَ ي ُْل ِح ُدونَ فِي َءايَاتِنَا اَل يَ ْخفَوْ نَ َعلَ ْينَا أَفَ َم ْن ي ُْلقَى فِي الن‬
‫صي ٌر‬ِ َ‫تَ ْع َملُونَ ب‬ 

Sesungguhnya orang-orang yang mengingkari ayat-ayat Kami, mereka tidak tersembunyi dari
Kami. Maka apakah orang-orang yang dilemparkan ke dalam neraka lebih baik ataukah
orang-orang yang datang dengan aman sentosa pada hari kiamat? Perbuatlah apa yang kamu
kehendaki; sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.Kadang berbentuk kosa
kata ilhaad, Allah berfirman: 

‫اس َس َوا ًء ْال َعا ِكفُ فِي ِه َو ْالبَا ِد َو َم ْن ي ُِر ْد فِي ِه بِإ ِ ْل َحا ٍد‬
ِ َّ‫ص ُّدونَ ع َْن َسبِي ِل هَّللا ِ َو ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام الَّ ِذي َج َع ْلنَاهُ لِلن‬ ُ َ‫إِ َّن الَّ ِذينَ َكفَرُوا َوي‬
‫ب أَلِ ٍيم‬
ٍ ‫بِظُ ْل ٍم نُ ِذ ْقهُ ِم ْن َع َذا‬ 

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan menghalangi manusia dari jalan Allah dan
Masjidil haram yang telah Kami jadikan untuk semua manusia, baik yang bermukim di situ

12
maupun di padang pasir dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara
zhalim, niscaya akan Kami rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih (Al-Hajj:25) Dan
kadang berbentuk kosa kata multahadaa Allah berfirman: 

‫ك اَل ُمبَ ِّد َل لِ َكلِ َماتِ ِه َولَ ْن تَ ِج َد ِم ْن دُونِ ِه ُم ْلتَ َحدًا‬ ِ ‫ك ِم ْن ِكتَا‬
َ ِّ‫ب َرب‬ ِ ُ‫وا ْت ُل َما أ‬ 
َ ‫وح َي إِلَ ْي‬ َ

Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Tuhan-mu (Al-Qur’an). Tidak
ada (seorang pun) yang dapat mengubah kalimat-kalimat-Nya. Dan kamu tidak akan dapat
menemukan tempat berlindung selain daripada-Nya (Al-Kahfi:27) 

‫قُلْ ِإنِّي لَ ْن يُ ِجي َرنِي ِمنَ هَّللا ِ أَ َح ٌد َولَ ْن أَ ِج َد ِم ْن دُونِ ِه ُم ْلتَ َحدًا‬ 

Katakanlah, “Sesungguhnya aku sekali-kali tiada seorang pun yang dapat melindungiku dari
(azab) Allah dan sekali-kali tiada akan memperoleh tempat berlindung selain daripada-Nya”
Al-Jin:22).Arti al ilhaad menurut para ulama: Al-Farra’ mengatakan bahwa kata yulhiduun
atau yalhaduun artinya condong kepadanya. Imam Al-Harrani dari Ibn Sikkit mengatakan: al
mulhid artinya orang yang menyimpang dari kebenaran, dan memasukkan sesuatu yang lain
kepadanya. Dalam Lisanul Arab dikatakan: al ilhaad artinya menyimpang dari maksud yang
sebenarnya. Meragukan Allah juga termasuk ilhaad. Dikatakan juga bahwa setiap tindak
kezhaliman dalam bahasa Arab disebut ilhaad. Karenanya dalam sebuah riwayat dikatakan
bahwa monopoli makanan di tanah haram itu termasul ilhad. Ketika dikatakan laa tulhid fil
hayaati itu artinya jangan kau menyimpang dari kebenaran selama hidupmu.
Imam Ashfahani dalam bukunya mufradaat alfadhil Qur’an mengatakan bahwa kata al
ilhaad artinya menyimpang dari kebenaran. Dalam hal ini –kata Al-Ashfahani- ada dua
makna: Pertama, ilhad yang identik dengan syirik, bila ini dilakukan maka otomatis
seseorang menjadi kafir. Kedua, ilhad yang mendekati syirik, ini tidak membuat seseorang
menjadi kafir, tetapi setidaknya telah mengurangi kemurnian tauhid nya. Termasuk sikap ini
apa yang digambarkan dalam firman Allah: 

13
‫ب أَلِ ٍيم‬
ٍ ‫و َم ْن ي ُِر ْد فِي ِه بِإ ِ ْل َحا ٍد بِظُ ْل ٍم نُ ِذ ْقهُ ِم ْن َع َذا‬ 
َ

siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim, niscaya akan Kami
rasakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih (Al-Hajj:25).Dalam menafsirkan ayat 

‫و َذرُوا الَّ ِذينَ ي ُْل ِح ُدونَ فِي أَ ْس َمائِ ِه‬ 


َ

(dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-
nama-Nya), Imam Al-Ashfahani menyebutkan bahwa ada dua macam dalam ilhaad kepada
nama-nama Allah: (a) menyifati Allah dengan sifat-sifat yang tidak pantas disebut sebagai
sifat Allah (b) menafsirkan nama-nama Allah dengan makna yang tidak sesuai dengan
keagungannya (Lihat Mufradat Alfaadzul Qur’an h.737).

c. Hakikat Ilhad
berdasarkan keterangan di atas baik ditinjau dari segi bahasa maupun definisi yang
disampaikan para ulama nampak bahwa istilah ilhad digunakan untuk segala tindakan yang
menyimpang dari kebenaran. Jadi setiap penyimpangan dari kebenaran disebut ilhad. Tetapi
secara definitif ia lebih khusus digunakan untuk sikap yang menafikan sifat-sifat, nama-nama
dan perbuatan Allah. Dengan kata lain para mulhidun adalah mereka yang tidak percaya
adanya sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah.
Berbeda dengan kafir yang di dalamnya bisa berupa pengingkaran kepada Allah,
menyekutukan-Nya dan pengingkaran terhadap nikmat-nikmat-Nya. Sementara ilhad lebih
kepada pengingkaran sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah saja. Dari sini nampak
bahwa tidak setiap kafir ilhad. Karenanya –seperti dikatakan dalam buku Al-Furuuq Al-
Lughawiyah- orang-orang Yahudi dan Nasrani sekalipun mereka tergolong kafir, tetapi
mereka tidak termasuk mulhiduun. Tetapi setiap tindakan ilhad itu termasuk kafir.
Bahaya ilhad, Pertama, bahwa para ulama sepakat bahwa tauhid mempunyai tiga
dimensi: (a) tauhid uluhiyah, (b) tauhid rububiyah (c) tauhid asma’ dan sifat. Karena ilhad
adalah tindakan menafikan sifat-sifat, nama-nama dan perbuatan Allah maka dengan
melakukan ilhad seseorang telah menghapus satu dimensi dari dimensi tauhid yang sudah
baku. Para ulama sepakat bahawa mengingkari salah satu dari dimensi-dimensi tauhid adalah
kafir. Karena itu orang-orang mulhid tergolong orang kafir.

14
Kedua, bahwa dengan menafikan sifat-sifat dan nama-nama Allah berarti ia telah
mengingkari ayat-ayat Al-Qur’an yang menegaskan adanya nama-nama dan sifat-sifat Allah.
Para ulama sepakat bahwa mengingkari satu ayat dari ayat-ayat Al-Qur’an adalah kafir.
Ketiga, bahwa mengingkari perbuatan Allah berarti mengingkari segala wujud di
alam ini sebagai ciptaan-Nya. Bila ini yang diyakini berarti telah mengingkari kekuasaan
Allah sebagai Pencipta. Mengingkari kekuasaan Allah adalah kafir.

c. An Nifaaq (Wajahnya Islam, Hatinya Kafir)


Imam Al-Ashfahani menerangkan bahwa an nifaaq diambil dari kata an nafaq artinya
jalan tembus. Dalam surat Al-An’aam dikatakan: 

‫ض أَوْ سُلَّ ًما فِي ال َّس َما ِء فَتَأْتِيَهُ ْم بِآيَ ٍة َولَوْ َشا َء هَّللا ُ لَ َج َم َعهُ ْم‬
ِ ْ‫ضهُ ْم فَإ ِ ِن ا ْستَطَعْتَ أَ ْن تَ ْبتَ ِغ َي نَفَقًا فِي اأْل َر‬
ُ ‫َوإِ ْن َكانَ َكب َُر َعلَ ْيكَ إِ ْع َرا‬
َ‫ َعلَى ْالهُدَى فَاَل تَ ُكون ََّن ِمنَ ْال َجا ِهلِين‬ 

Dan jika perpalingan mereka (darimu) terasa amat berat bagimu, maka jika kamu dapat
membuat lubang di bumi atau tangga ke langit lalu kamu dapat mendatangkan mukjizat
kepada mereka, (maka buatlah). Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan
mereka semua dalam petunjuk, sebab itu janganlah kamu sekali-kali termasuk orang-orang
yang jahil (Al-An’aam:35). Orang Arab berkata: naafaqal yarbu’ binatang yarbu’ telah
melakukan nifak, karena ia masuk ke satu lubang lalu keluar dari lubang yang lain. Dalam
pengertian ini kata an nifaaq digunakan. Sebab orang-orang munafik ketika bertemu dengan
orang-orang Islam mereka suka menampakkan dirinya sebagai seorang muslim, sementara
ketika bertemu dengan kawan-kawan mereka sesama kafir, mereka kembali lagi ke wajah
mereka yang asli, sebagai orang-orang kafir. Karenanya Allah berfirman, “Sesungguhnya
orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik” (At Taubah:67).
Ciri-ciri orang munafik: Di pembukaan surat Al-Baqarah setelah menceritakan ciri-
ciri orang-orang beriman dan ciri-ciri orang-orang kafir, Allah lalu menceritakan ciri-ciri
orang-orang munafik secara panjang lebar. Ringkasnya sebagai berikut: (a) Di mulut mereka
mengatakan beriman kepada Allah dan hari Kiamat, sementara hati mereka kafir (lihat Al-
Baqarah:8-10) (b) Ketika dikatakan kepada mereka agar jangan berbuat kerusakan, mereka
mengaku berbuat baik(lihat Al-Baqarah:11-12). (c) Ketika bertemu dengan orang-orang
beriman mereka menampakkan keimanan, tetapi ketika kembali ke kawan-kawan mereka
sesama syaitan mereka kembali kafir. (d) Ibarat orang berbisnis mereka sedang membeli
15
kekafiran dengan keimanan. Sebab setiap saat wajah mereka berganti-ganti tergantung
dengan siapa mereka pada saat itu sedang bersama-sama. (e) Ibarat pejalan dalam kegelapan,
setiap kali mereka menyalakan obor, seketika obor itu padam kembali. (d) Ibarat orang-orang
yang ketakutan mendengarkan petir saat hujan turun, mereka selalu menutup telinga karena
takut kebenaran yang disampaikan Rasulullah saw. Masuk ke hati mereka.

2.5 TAUHID SEBAGAI LANDASAN BAGI SEMUA ASPEK KEHIDUPAN


Tauhid adalah sesuatu yang sudah akrab di telinga kita. Namun tidak ada salahnya
kita mengingat beberapa keutamaannya. Karena dengan begitu bisa menambah keyakinan
atau meluruskan tujuan sepak terjang kita yang selama ini yang mungkin keliru. Karena
melalaikan masalah tauhid akan berujung pada kehancuran dunia dan akhirat. Tauhid
merupakan landasan dari seluruh aspek kehidupan manusia secara pribadi, dalam keluarga,
masyarakat dan berbangsa, baik dari masalah kegiatan ekonomi, budaya, sosial politik dan
lainnya tidak terlepas dari semangat tauhid.
Memang tujuan diciptakannya makhluk adalah untuk bertauhid. Allah berfirman,
“Dan tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.”
(Adz Dzariyaat: 56). Makna menyembah-Ku dalam ayat ini adalah mentauhidkan Allah.
Seluruh rasul itu semua dalam menyerukan dakwah dan agama yang satu yaitu beribadah
kepada Allah saja yang tidak boleh ada satupun sekutu bagi-Nya. Beribadah kepada Allah
dan mengingkari thoghut itulah hakekat makna tauhid.
Tauhid adalah kewajiban pertama dan terakhir. Rasul memerintahkan para utusan
dakwahnya agar menyampaikan tauhid terlebih dulu sebelum yang lainnya. Nabi SAW
bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ra. “Jadikanlah perkara yang pertama kali kamu
dakwahkan ialah agar mereka mentauhidkan Allah.” (Riwayat Bukhari dan Muslim). Nabi
juga bersabda, “Barang siapa yang perkataan terakhirnya Laa ilaaha illAllah niscaya masuk
surga.” (Riwayat Abu Dawud, Ahmad dan Hakim)
Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Allah
mengampuni dosa selain itu bagi orang-orang yang Dia kehendaki.” (An Nisaa': 116).
Sehingga syirik menjadi larangan yang terbesar. Sebagaimana syirik adalah larangan terbesar
maka lawannya yaitu tauhid menjadi kewajiban yang terbesar pula. Allah menyebutkan
kewajiban ini sebelum kewajiban lainnya yang harus ditunaikan oleh hamba. Allah
berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu
apapun, dan berbuat baiklah pada kedua orang tua.” (An Nisaa': 36)

16
Kewajiban ini lebih wajib daripada semua kewajiban, bahkan lebih wajib daripada berbakti
kepada orang tua. Sehingga seandainya orang tua memaksa anaknya untuk berbuat syirik
maka tidak boleh ditaati. Allah berfirman, “Dan jika keduanya (orang tua) memaksamu untuk
mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka
janganlah kamu mengikuti keduanya. (Luqman: 15)
Hati yang saliim adalah hati yang bertauhid. Rasulullah SAW bersabda, “Ketahuilah
di dalam tubuh itu ada segumpal daging, apabila ia baik maka baiklah seluruh tubuh.
Ketahuilah bahwa ia adalah hati.” (HR. Bukhari dan Muslim). Allah berfirman, “Hari dimana
harta dan keturunan tidak bermanfaat lagi, kecuali orang yang menghadap Allah dengan hati
yang saliim (selamat).” (Asy Syu’araa': 88-89). Imam Ibnu Katsir, yaitu hati yang selamat
dari dosa dan kesyirikan. Maka orang yang ingin hatinya bening hendaklah ia memahami
tauhid dengan benar.
Rasulullah SAW bersabda, “Hak Allah yang harus ditunaikan hamba yaitu mereka
menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun” (HR. Bukhari dan
Muslim). Menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya artinya mentauhidkan Allah dalam
beribadah. Tidak boleh menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun dalam beribadah,
sehingga wajib membersihkan diri dari syirik dalam ibadah. Orang yang tidak membersihkan
diri dari syirik maka belumlah dia dikatakan sebagai orang yang beribadah kepada Allah saja.
Ibadah adalah hak Allah semata, maka barangsiapa menyerahkan ibadah kepada selain Allah
maka dia telah berbuat syirik. Maka orang yang ingin menegakkan keadilan dengan
menunaikan hak kepada pemiliknya sudah semestinya menjadikan tauhid sebagai ruh
perjuangan mereka.

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kedudukan tauhid dalam Islam sangat penting sekali dibandingkan dengan amal-amal
yang lainnya. Tujuan kita diciptakan oleh Allah SWT dan hidup di dunia ini adalah dalam
rangka mengabdi kepada Allah bukan mengabdi kepada selain Allah. Kita sebagai
hambaNya, tentu abdi bagi Allah dan hanya menghambakan diri dan mengabdikan diri
kepada Allah SWT. Adapun bumi dan isinya beserta semua pernak-perniknya Allah ciptakan
diperuntukkan bagi kehidupan kita. Allah berfirman: “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala
yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh lapis langit dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-Baqarah: 29).

B. SARAN
Di harapakan dengan makalah ini pembaca maupun penulis dapat memahami tauhid secara garis
besar, masih banyak studi kasus mengenai tauhid, oleh karena itu dengan makalah yang jauh dari
sempurna ini penulis berharap kita dapat tanamkan dalam diri kita makna dari tauhid itu sendiri.

18
DAFTAR PUSTAKA

https://muslim.or.id/6615-makna-tauhid.html

https://almanhaj.or.id/546-macam-macam-tauhid.html

https://muhammadhaidir.wordpress.com/2013/02/18/hal-hal-yang-dapat-merusak-tauhid/

http://www.umpalangkaraya.ac.id/web/semua-download.html, 27 Maret 2016.

http://ilmuagama.net/pengertian-tauhid/, 27 Maret 2016.

19

Anda mungkin juga menyukai