Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ILMU KALAM
Dosen Pengampu Mata Kuliah : Joni Harnedi, M.IS

“Tauhid”

Oleh :

NUR RAMADANI
NPM : 22420311452

FAKULTAS SYARI’AH, DAKWAH DAN USHULUDDIN

JURUSAN EKONOMI SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TAKENGON

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Alhamdulillah selalu kami panjatkan kehadirat Ilahi Robbi yang telah
senantiasa melimpahkan rahmat, ni’mat, hidayah, serta inayah-Nya kepada kita semua
sehingga kita dapat menjadi seperti saat ini, bisa merasakan nikmatnya menuntut ilmu di
Institut Agama Islam Negeri Takengon.
Shalawat serta salam tetap dan selalu kami hadiahkan kepada sang revolusioner dunia
sekaligus sebagai khotamul ambiya’ yang telah membawa nilai-nilai keindahan (estetika)
yang diutus Allah SWT ke dunia tidak lain untuk menyempurnakan akhlak, sehingga
menjadikan agama Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin (rahmat bagi semua
alam).
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah banyak
membantu kami dalam proses pembuatan dan penyusunan makalah yang berjudul ”Tauhid”
ini, khususnya kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Kalam, Bapak Jone Harnedi, M.IS.
yang senantiasa dengan sabar dan ikhlas membimbing kami.
Dengan segala kerendahan hati kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun (konstruktif) dari semua pembaca, karena kami menyadari bahwa dalam
penulisan makalah ini tentulah masih terdapat banyak sekali kekurangan–kekurangan. Akhir
kata, semoga karya makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada
umumnya. Aamiin ya robbal ‘aalamin.

Takengon, 08 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR ............................................................................................................ ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Dalil-Dalil Tauhid….........................................................................................................2
B. Pengertian Tauhid………………….................................................................................4
C. Konsep Tauhid………......................................................................................................4
D. Tauhidullah…………………………................................................................................8

BAB III KESIMPULAN


A. Kesimpulan .....................................................................................................................13
B. Saran ...............................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kedudukan tauhid dalam Islam sangatlah fundamental, karena dari pemahaman tentang
tauhid itulah keimanan seorang muslim mulai tumbuh. Konsep tauhid dalam Islam
merupakan salah satu pokok ajaran yang tidak dapat diganggu gugat dan sangat berpengaruh
terhadap keislaman seseorang. Apabila pemahaman tentang tauhid seseorang tidak kuat,
maka akan goyah pula pilar-pilar keislamannya secara menyeluruh.

Tauhid adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah. Sebuah
sumpah akan kesetiaan dan kepercayaan yang mutlak tentang Allah yang Maha Esa. Dengan
menyakini akan keesaan Allah, maka seorang muslim tidak akan lagi menyakini adanya
tuhan selain Allah. Sehingga seluruh hidupnya akan senantiasa dipersembahkan hanya untuk
mengabdi kepada Allah. Dengan tauhid yang kuat maka seorang muslim akan mampu
melaksanakan seluruh perintah Allah dengan keyakinan yang kuat pula.

Nilai keesaan Allah merupakan awal dari kewajiban-kewajiban manusia terhadap


tuhannya tersebut. Manusia diciptakan di muka bumi ini hanya mempunyai satu tugas yaitu
menyembah Allah dengan segala bentuk ibadahnya, dalam hal ini Allah berfirman dalam
kitabnya, yang artinya:

"Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan
(yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan"
(QS At Taubah: 31)

Dengan memperdalam pemahaman terhadap ilmu tauhid, maka diharapkan seorang


muslim mempunyai landasan kuat dalam mengimplementasikan kewajiban-kewajiban
menyembah Allah. Dengan keyakinan yang kuat tentang keesaan Allah, maka akan semakin
ringan seorang muslim melaksanakan seluruh ibadah yang yang diwajibkan kepada seorang
muslim. Tidak ada lagi rasa malas, dan menganggap bahwa semua kewajiban yang harus
dijalaninya tersebut merupakan kebutuhan untuk bertemu dengan penciptanya, Allah SWT.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Dalil Al-Qur’an dan Hadis Tentang Tauhid

Allah SWT telah berfirman melalui sejumlah ayat dalam Al-Qur'an bahwa Dia adalah
Tuhan Yang Maha Esa

1. Surah Al Baqarah Ayat 163

ِ ‫َّاح ۚ ٌد ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل ه َُو الرَّحْ مٰ نُ الر‬


‫َّح ْي ُم‬ ِ ‫ࣖ َواِ ٰلهُ ُك ْم اِ ٰلهٌ و‬

Artinya: "Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada tuhan selain Dia
Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang."

2. Surah Al Qasas Ayat 88

ٌ ِ‫ع َم َع هّٰللا ِ اِ ٰلهًا ٰا َخ ۘ َر ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل هُ ۗ َو ُكلُّ َش ْي ٍء هَال‬


٨٨ ࣖ َ‫ك اِاَّل َوجْ هَهٗ ۗ لَهُ ْال ُح ْك ُم َواِلَ ْي ِه تُرْ َجعُوْ ن‬ ُ ‫َواَل تَ ْد‬

Artinya: "Jangan (pula) engkau sembah Tuhan yang lain (selain Allah). Tidak ada
tuhan selain Dia. Segala sesuatu pasti binasa, kecuali zat-Nya. Segala putusan menjadi
wewenang-Nya dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan."

3. Surah Al Anbiya Ayat 25

٢٥ ‫ك ِم ْن َّرسُوْ ٍل اِاَّل نُوْ ِح ْٓي اِلَ ْي ِه اَنَّهٗ ٓاَل اِ ٰلهَ آِاَّل اَن َ۠ا فَا ْعبُ ُدوْ ِن‬
َ ِ‫َو َمٓا اَرْ َس ْلنَا ِم ْن قَ ْبل‬

Artinya: "Kami tidak mengutus seorang rasul pun sebelum engkau (Nabi
Muhammad), melainkan Kami mewahyukan kepadanya bahwa tidak ada tuhan selain Aku.
Maka, sembahlah Aku."

4. Surah At Taubah Ayat 129

١٢٩ ࣖ ‫ش ْال َع ِظي ِْم‬ ُ ‫فَا ِ ْن تَ َولَّوْ ا فَقُلْ َح ْسبِ َي هّٰللا ُ ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل ه َُو ۗ َعلَ ْي ِه تَ َو َّك ْل‬
ِ ْ‫ت َوهُ َو َربُّ ْال َعر‬
Artinya: "Jika mereka berpaling (dari keimanan), katakanlah (Nabi Muhammad),
"Cukuplah Allah bagiku. Tidak ada tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakal dan
Dia adalah Tuhan pemilik 'Arasy (singgasana) yang agung."

2
5. Surah Al Kahfi Ayat 110

َ ‫ي اَنَّ َمٓا اِ ٰلهُ ُك ْم اِ ٰلهٌ وَّا ِح ۚ ٌد فَ َم ْن َكانَ يَرْ ُج““وْ ا لِقَ“ ۤ“ا َء َرب ِّٖه فَ ْليَ ْع َم““لْ َع َماًل‬
‫ص“الِحًا َّواَل ي ُْش“ ِر ْك بِ ِعبَ““ا َد ِة َرب ٖ ِّٓه‬ َّ َ‫قُلْ اِنَّ َمٓا اَن َ۠ا بَ َش ٌر ِّم ْثلُ ُك ْم يُوْ ٰ ٓحى اِل‬
١١٠ ࣖ ‫اَ َحدًا‬

Artinya: "Katakanlah (Nabi Muhammad), "Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia
seperti kamu yang diwahyukan kepadaku bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha
Esa." Siapa yang mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya hendaklah melakukan amal
saleh dan tidak menjadikan apa dan siapa pun sebagai sekutu dalam beribadah kepada
Tuhannya."

6. Surah Ibrahim Ayat 52

ِ ‫اس َولِيُ ْن َذرُوْ ا بِ ٖه َولِيَ ْعلَ ُم ْٓوا اَنَّ َما ه َُو اِ ٰلهٌ و‬
ِ ‫َّاح ٌد َّولِيَ َّذ َّك َر اُولُوا ااْل َ ْلبَا‬
٥٢ ࣖ ‫ب‬ ِ َّ‫ٰه َذا بَ ٰل ٌغ لِّلن‬
Artinya: "(Al-Qur'an) ini adalah penjelasan (yang sempurna) bagi manusia agar mereka
diberi peringatan dengannya, agar mereka mengetahui bahwa Dia adalah Tuhan Yang Maha
Esa, dan agar orang yang berakal mengambil pelajaran."

7. Orang yang bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dijamin masuk Surga.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

َ‫ َم ْن َماتَ َوهُ َو يَ ْعلَ ُم َأنَّهُ الَ ِإلَهَ ِإالَّ هللاُ َدخَ َل ْال َجنَّة‬.

“Barangsiapa yang mati dan ia mengetahui bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi
dengan benar melainkan Allah, maka ia masuk Surga.”

8. Tauhid akan mencegah seorang muslim kekal di Neraka.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ٍ “‫ َأ ْخ ِر ُج““وْ ا َم ْن َك““انَ فِي قَ ْلبِ“ ِه ِم ْثقَ““ا ُل َحبَّ ٍة ِم ْن خَ“ رْ َد ٍل ِم ْن ِإ ْي َم‬:‫ ثُ َّم يَقُ““وْ ُل هللاُ تَ َع““الَى‬،‫ار النَّا َر‬
،‫“ان‬ ِ َّ‫ َوَأ ْه“ ُل الن‬،َ‫يَ ْد ُخ ُل َأ ْه ُل ْال َجنَّ ِة ْال َجنَّة‬
‫ َألَ ْم ت ََر َأنَّهَ““ا‬،‫ب ال َّسي ِْل‬
ِ ِ‫ُت ْال َحبَّةُ فِي َجان‬ ُ ‫ فَيَ ْنبُتُوْ نَ َك َما تَ ْنب‬-‫ك‬ َّ ‫ َش‬،‫َأ ِو ْال َحيَا ِة‬- ‫فَي ُْخ َرجُوْ نَ ِم ْنهَا قَد ِا ْس َو ُّدوا فَي ُْلقَوْ نَ فِي نَه ِْر ْال َحيَا ِء‬
ٌ ِ‫ك َمال‬
‫ص ْف َرا َء ُم ْلت َِويَةً؟‬
َ ‫ت َْخ ُر ُج‬

“Setelah penghuni Surga masuk ke Surga, dan penghuni Neraka masuk ke Neraka, maka
setelah itu Allah Azza wa Jalla pun berfirman, ‘Keluarkan (dari Neraka) orang-orang yang
di dalam hatinya terdapat seberat biji sawi iman!’ Maka mereka pun dikeluarkan dari
Neraka, hanya saja tubuh mereka sudah hitam legam (bagaikan arang). Lalu mereka
dimasukkan ke sungai kehidupan, maka tubuh mereka tumbuh (berubah) sebagaimana
tumbuhnya benih yang berada di pinggiran sungai. Tidakkah engkau perhatikan bahwa
benih itu tumbuh berwarna kuning dan berlipat-lipat?”

3
B. Pengertian Tauhid

Tauhid adalah konsep dalam aqidah Islam yang menyatakan keesaan Allah. Tauhid
diambil kata : Wahhada Yuwahhidu Tauhidan yang artinya mengesakan. Satu suku kata
dengan kata wahid yang berarti satu atau kata ahad yang berarti esa. Sedangkan pengertian
tauhid dalam bahasa adalah masdar/kata benda dari kata wahhada – yuwahhidu, yang artinya
menunggalkan sesuatu. Secara istilah syar‟i: Mengesakan Allah dalam hal-hal yang menjadi
kekhususan diri-Nya. Kekhususan itu meliputi perkara rububiyah, uluhiyah dan asma‟ wa
shifat. Dalam ajaran Islam Tauhid itu berarti keyakinan akan keesaan Allah. Kalimat Tauhid
ialah kalimat La Illaha Illallah yang berarti tidak ada Tuhan melainkan Allah. (Al
Baqarah:163, Muhammad 19).

Tauhid merupakan inti dan dasar dari seluruh tata nilai dan norma Islam, sehingga oleh
karenanya Islam dikenal sebagai agama tauhid yaitu agama yang mengesakan Tuhan. Bahkan
gerakan-gerakan pemurnian Islam terkenal dengan nama gerakan muwahhidin (yang
memperjuangkan tauhid). Dalam perkembangan sejarah kaum muslimin, tauhid itu telah
berkembang menjadi nama salah satu cabang ilmu Islam, yaitu ilmu Tauhid yakni ilmu yang
mempelajari dan membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan keimanan terutama
yang menyangkut masalah ke-Maha Esa-an Allah.1

C. Konsep Tauhid
a. Konsep Dzat

Secara global, makna dari tauhid dzat adalah meng-Esakan dzat Allah SWT. Meng-
Esakan dari segala dzatnya yang berbeda dari dzat manusia, mengimani bahwa dzat yang
dimilikinya tidaklah tersusun, terbentuk, ataupun sama sebagaimana dengan makhluknya.

Secara definisi, tauhid dzat bisa diartikan sebagai wujud Allah tanpa berbentuk,
berwarna, tersusun, terarah, terbeban dan tidaklah sama seperti manusia yang tersususn dari
segala anggota tubuh, ada tangan, telinga, mata, hidung, perut. Demikian juga kepada
makhluk lainnya seperti malaikat, makhluk halus dan ruh, yang pada hakikatnya juga semua
itu berbentuk, tersususun, dan memiliki persamaan antara satu dengan lainnya, untuk itu
Allah mustahil demikian dan mustahil mempunyai persamaan Dzat yang lainnya.

11
Didik Purnomo, “Tauhid Dalam Alquran (Studi Tafsir Mafatih Al-Ghoib Karya Fkhruddin Al-Razi)” skripsi,
UIN Sunan Ampel,“ Surabaya, 2016. Hlm . 29.

4
Dzat Allah adalah wujud, ia hidup dan tak akan pernah mati, dzat Allah tidaklah
tersususn dari bahan pendukung apapun, dzat Allah tidak terbuat dari unsur alam, ia tidak
memiliki massa konversi seperti maju, kedepan, kebelakang, besar, panjang, tinggi yang
mempunyai batas, pendek, berat, ringan, ke kiri, ke kanan, ke atas, ke bawah, dsb. Mustahil
bagi Allah demikian, memiliki massa, materi, dan berada di dalam kurun waktu Dzat Allah
tidak memiliki tempat dan tidak membutuhkan tempat walaupun ia menciptakan segala
tempat tapi ia tidaklah bertempat. Selain itu dzat Allah tidak memiliki posisi tempat, seperti
sebahagian orang memandang bahwa Allah dia atas. Cara pandang ini sangatlah salah, Allah
tidaklah di atas, tidak di bawah atau Allah tidak dimana-mana, namun Allah adalah wujud,
ada namun tidak memiliki tempat dan posisi. 2

Hal ini perlu dipahami baik-baik karena di antara umat muslim hari ini terkadang
menganggap Allah ada dimanana-mana, atau ada di atas. Bentuk pemahaman semacam ini
tidaklaha dibenarkan, karena jika Allah dia atas maka sama artinya Dia bertempat, untuk itu
jika bertempat atau ia di atas maka akan mudah ditanggapi oleh akal bahwa setiap apapun
yang bersifat atas pastilah ada sifat yang dibawah, maka mustahil Allah seperti ini. Dzat
Allah tidaklah diatas dan juga tidak di bawah. Begitu juga anggapan sebahagian orang yang
mengatakan bahwa Allah ada dimana-mana, hal ini jugalah salah karena pada hakikatnya
Allah tidaklah dimana-mana, jika demikian maka sama artinya Allah adalah banyak,
terbilang dan bukanlah Esa anggapan demikian adalah salah dan tidak dibenarkan bagi
seorang muslim memiliki cara pandang semacam ini karena akan membawa kepada
anggapan yang tidak-tidak.

b. Tauhid Sifat ( Asma Wa Sifa’ )

kata “‫ ”صفة‬dalam bahasa Arab berbeda dengan “sifat” dalam bahasa indonesia. Kata “
‫ ”صفة‬dalam bahasa arab mencakup segala informasi yang melekat pada suatu yang wujud.
Sehingga “sifat bagi benda” dalam bahasa arab mencakup sifat benda itu sendiri, seperti besar
kecilnya, tinggi rendahnya, warnanya, keelokannya, dan lain-lain. Juga mencakup apa yang
dilakukannya, apa saja yang dimilikinya, keadaan, gerakan, dan informasi lainnya yang ada
pada benda tersebut.

Dengan demikian, kata “‫ ”ص““فة هللا‬mencakup perbuatan, kekuasaan, dan apa saja
melekat pada Dzat Allah, dan segala informasi tentang Allah. Karena itu, sering kita dengar
ungkapan ulama, bahwa diantara sifat Allah adalah Allah memiliki tangan yang sesuai
2
Syaikh Muhammad, Tauhid dan Keimanan (Buku online), (Jakarta: Islam House. 2012). Hlm 57.

5
dengan keagungan dan kebesaran-Nya, Allah memiliki kaki yang sesuai dengan keagungan
dan kebesaran-Nya, Allah turun ke langit dunia, Allah bersemayam di Arsy, Allah tertawa,
Allah murka, Allah berbicara, dan lain-lain. Dan sekali lagi, sifat Allah tidak hanya
berhubungan dengan kemurahan-Nya, keindahan-Nya, keagungan-Nya, dan lain-lain.

Pengertian Tauhid Asma wa Sifat Iman kepada Asma’ dan sifat Allah yaitu
menetapkan Asma’ dan sifat Allah berdasarkan apa yang akan ditetapkan oleh Allah untuk
Diri-Nya dalam Al-Quran maupaun suanah Rasulullah sesuai dengan apa yang pantas bagi
Allah. Tdak ada sesuatu apapun yang menyerupai Allah dalam Asma’ dan Sifat-Nya.3

c. Tauhid Uluhiyah

Kata uluhiyah diambil dari kata ilah yang berarti Yang disembah dan yang Ditaati.
Kata ini digunakan untuk menyebut sembahan yang hak dan yang batil. Untuk sembahan
yang hak terlihat misalnya dalam firman Allah SWT:

‫أهلل الإالهوالحي القيوم‬

“Dia-lah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Hidup Kekal lagi terus menerus mengurus
urusan makhluk-Nya" (al-Baqarah:225)4

Menurut Abdul Wahab, tauhid uluhiyyah berarti mengesankan Allah dalam ibadah
baik islam, iman, ikhsan, doa, khauf, raja’, tawakkal, raghabah, rahbah, khusyu’, sholat, haji,
syiam, ifak dsb. Maksudnya adalah menunjukkan atau mengarahkan semuia berebntuk ibadah
tersebut hanya kepada Allah saja .

Pengertian Tauhid Uluhiyah dalam terminologi syariat Islam sebenarnya tidak keluar
dari kedua makna tersebut. Maka definisinya adalah “Mengesakan Allah dalam ibadah dan
ketaatan. Atau mengesakan Allah dalam perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, haji, nadzar,
menyembelih sembelihan, rasa takut, rasa harap dan cinta. Maksudnya semua itu dilakukan
yaitu bahwa kita melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya sebagai bukti
ketaatan dan semata-mata untuk mencari ridha Allah SWT”.5

3
Ibid., Hlm. 59.
4
Departemen Agama RI Al-Qur’an dan Terjemhanya. (Bandung : CV Diponegoro. 2011).

5
Muhammad, Zakaria, Syaikh Abu Bakar, Macam-macam Tauhid, (Jakarta: Islam House 2014). Hlm 77.

6
d. Tauhid Rububiyah

Tauhid Rububiyah adalah suatu kepercayaan, bahwa hanya Allah adalah satu-satunya
dzat yang menciptakan segala apa yang ada di alam semesta ini. Kata yang dinisbatkan
kepada salah satu nama Allah SWT, yaitu ‘Robb’. Nama ini mempunyai beberapa arti, antara
lain: al-Murrabi (pemelihara), al-Nashir (penolong), al-Malik (pemilik), al-Mushlih (yang
memperbaiki), al-Sayyid (tuan) dan al-Wali (wali).

Dalam terminology syariat Islam, istilah tauhid rububiyah berarti: “Percaya bahwa
Allah-lah satu-satunya Pencipta, Pemilik, Pengendali alam raya yang dengan takdir-Nya Ia
menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan sunnah-sunnah-Nya”.
Dalam pengertian ini istilah Tauhid Rububiyah belum terlepas dari akar makna bahasanya.
Sebab Allah adalah Pemelihara makhluk, para rasul dan wali-wali-Nya, Pemilik bagi semua
makhluk_Nya, Yang senantiasa memperbaiki keadaan mereka dengan pilar-pilar kehidupan
yang telah diberikannya kepada mereka, Tuhan kepada siapa derajat tertinggi dari kekuasaan
itu berhenti, serta Wali atau Pelindung yang tak terkalahkan yang mengendalikan urusan para
wali dan rasul-Nya.6

Tauhid Rububiyah mencakup dimensi-dimensi keimanan berikut ini:

Pertama, beriman kepada perbuatan-perbuatan Allah yang bersifat umum. Misalnya,


menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan, mematikan, menguasai, dll.

Kedua, beriman kepada takdir Allah.

Ketiga, beriman kepada dzat Allah.

Landasan tauhid rububiyah adalah dalil-dalil berikut ini:

‫الحمدهلل رب العلمين‬

“Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam”. (al-Fatihah:1)

‫أالله الخلق واالمر‬

“Ingatlah menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah’. (al-A’raaf:54)

Selain dalil-dalil dari Al-Qur’an juga terdapat dalil-dalil dari Sunnah Rasulullah SAW:
6
Didik Purnomo, “Tauhid Dalam Alquran (Studi Tafsir Mafatih Al-Ghoib Karya Fkhruddin Al-Razi)” skripsi,
UIN Sunan Ampel,“ Surabaya, 2016. Hlm . 56.

7
‫ رواه الترمذى‬.‫ ومن طاعتك ماتبلغنا به جنتك‬٫‫أللهم أقسم لنامن خشيتك ماتحول به بينناوبين معصيتك‬

“Ya Allah bagikanlah kepada kami rasa takut kepada-Mu yang dengannya Engkau membuat
batas antara kami dengan kemaksiatan. Berikan pula kami ketaatan kepada-Mu yang
dengannya Engkau menyampaikan kami ke surga-Mu”. (HR. Tirmidzi dari Ibnu Umar).

D. Tauhidullah
1. Makna Kalimat Laailaaaha Illallah

Laa Ilaaha Illallah adalah kalimat yang terdiri dari 4 kata, yaitu : kata (laa), kata (Ilaha),
kata (illa) dan kata (Allah). Adapun secara bahasa bisa kita uraikan secara ringkas sebagai
berikut:

a. Laa adalah nafiyah lil jins (meniadakan keberadaan semua jenis kata benda yang
datang setelahnya). Misalnya perkataan orang Arab, “Laa rojula fid dari” (tidak ada
laki-laki dalam rumah) yaitu menafikan (meniadakan) semua jenis laki-laki di dalam
rumah. Sehingga laa dalam kalimat tauhid ini bermakna penafian semua jenis
penyembahan dan peribadahan yang haq dari siapapun juga kecuali kepada Allah .

b. Ilah adalah mashdar (kata dasar) yang bermakna maf‟ul (obyek) sehingga dia
bermaknama`luh yang artinya adalah ma‟bud , sementara ma‟bud sendiri bermakna
yang diibadahi atau yang disembah. Hal itu karena (alaha) maknanya adalah „abada,
sehingga makna ma‟luh adalah ma‟bud. Hal ini sebagaimana dalam bacaan Ibnu
Abbas terhadap ayat 127 pada surah Al-A‟raf:
“Berkatalah pembesar-pembesar dari kaum Fir‟aun (kepada Fir‟aun): “Apakah
kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk membuat kerusakan di negeri ini
(Mesir) dan meninggalkan kamu serta ilahatahmu (peribadatan kepadamu)?”.
Ilahataka (ilahatahmu) yaitu peribadatan kepadamu, karena Fir‟aun itu disembah dan
tidak menyembah. Hal ini menunjukkan bahwa Ibnu „Abbas memahami bahwa kata
ilahah artinya adalah ibadah. Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata, “Al-ilah adalah
yang disembah lagi ditaati.” Dan Ibnu Al-Qayyim berkata, “Al-ilah adalah Siapa
yang disembah oleh hati-hati para hamba dengan kecintaan, pengagungan, taubat,
pemuliaan, pembesaran, kehinaan, kerendahan, takut, harapan, dan tawakkal.”

8
c. Illa (kecuali). Pengecualian di sini adalah mengeluarkan kata yang terletak setelah illa
dari hukum kata yang telah dinafikan oleh laa. Misalnya dalam contoh di atas laa
rajula fid dari illa Muhammad (tidak ada seorang pun lelaki di dalam rumah kecuali
Muhammad). Yakni Muhammad (sebagai kata setelah illa) dikeluarkan (dikecualikan)
dari hukum sebelum illa, yaitu hukum peniadaan semua jenis laki-laki di dalam
rumah. Sehingga maknanya adalah: Tidak ada satupun jenis laki-laki di dalam rumah
kecuali Muhammad. Dan jika menerapkan hal ini dalam kalimat tauhid di atas, makna
maknanya adalah: Hanya Allah yang diperkecualikan dari seluruh jenis ilah yang
telah dinafikan oleh kata laa sebelumnya.

d. Lafazh “Allah”, berasal dari kata al-Ilah , Kemudian huruf hamzah yang berada di
tengah sengaja dihilangkan untuk mempermudah membacanya, lalu huruf lam yang
pertama diidhgamkan (digabungkan) pada lam yang kedua maka menjadilah satu lam
yang ditasydid, dan lam yang kedua diucapkan tebal. Inilah pendapat yang dipilih
oleh Al-Kasa`i, Al-Farra`, dan Sibawaih.

Adapun maknanya, berkata Al-Imam Ibnu Qoyyim dalam Madarij As-Salikin (1/18),
“Nama Allah menunjukkan bahwa Dialah yang merupakan ma‟luh (yang disembah) ma‟bud
(yang diibadahi). Seluruh makhluk beribadah kepadanya dengan penuh kecintaan,
pengagungan, dan ketundukan”. Lafazh „Allah‟ adalah nama bagi Ar-Rabb Ta‟ala, yang
mana seluruh nama-nama dan sifat-sifat Allah yang lainnya kembali kepadanya, sebagaimana
yang dinyatakan oleh Ibnu AlQayyim . Karenanya sangat agungnya nama ini, tidak ada
satupun dari makhluk-Nya yang dinamakan atau yang boleh bernama dengan nama „Allah‟.

Kemudian dari perkara yang paling penting diketahui bahwa Laa ini -sebagaimana yang
telah diketahui oleh semua orang yang memiliki ilmu bahasa Arab-membutuhkan isim dan
khobar sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Malik dalam Alfiyahnya : “Jadikan amalan
inna (menashab isim dan merafa‟ khobar) untuk laa bila isimnya nakirah”.
Isim laa adalah kata ilaha dan dia nakirah. Adapun khobarnya, maka disinilah letak
perselisihan manusia dalam penentuannya, sebagaimana yang akan disebutkan sebagian di
antaranya pada pembahasan mengenai pemaknaan yang keliru dari kalimat tauhid ini, insya
Allah.
Adapun yang dipilih oleh para ulama as-salaf secara keseluruhan adalah bahwa
khobarnya (dihilangkan), dan mereka menyatakan bahwa dia sengaja dihilangkan karena

9
maknanya sudah jelas. Ringkasnya, para ulama as-salaf telah bersepakat bahwa yang kata
yang dihilangkan -yang menjadi khabar bagi laa-adalah kata haqqun atau bihaqqin (yang
berhak disembah). Mereka berlandaskan pada firman Allah Ta‟ala dalam surah Luqman ayat
30:
“Yang demikian itu karena Allahlah yang hak (untuk disembah) dan apa saja yang mereka
sembah selain Allah maka itu adalah sembahan yang batil dan Allah Maha Tinggi lagi Maha
Besar”. Dan mirip dengannya dalam surah Al-Hajj ayat 62.

Maka dari seluruh penjelasan di atas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa makna
kalimat tauhid „laa ilaaha illallah‟ adalah: Tidak ada sembahan yang berhak untuk disembah
kecuali Allah. Maka kalimat tauhid ini menunjukkan akan penafian/penolakan/peniadaan
semua jenis penyembahan dan peribadatan dari semua selain Allah Ta‟ala, apa dan siapapun
dia. Serta penetapan bahwa penyembahan dan peribadahan dengan seluruh macam bentuknya
-baik yang zhohir maupun yang batin-hanya ditujukan kepada Allah semata, tidak ada sekutu
bagi-Nya. Oleh karena itu semua yang disembah selain Allah Ta‟ala memang betul telah
disembah, akan tetapi dia disembah dengan kebatilan, kezholiman, pelampauan batas, dan
kesewenangwenangan. Nabi bersabda:

“Kalimat yang paling benar yang dikatakan seorang penyair adalah kalimat yang dikatakan
oleh Labid. Dia bersya‟ir; “Segala sesuatu selain Allah adalah bathil”. (HR. Al-Bukhari no.
3841 dan Muslim no. 6147)

Asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab Al-Wushabi berkata di awal Al-Qaul Al-Mufid,
“Makna„laa ilaha illallah‟ adalah tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah.
Dan selain Allah , jika dia disembah maka sungguh dia telah disembah dengan kebatilan.”

2. Ma’rifatullah

Kata ma'rifatullah asal katanya a'rofa, ya'rifu yang artinya mengenal. Jadi
ma'rifatullah adalah upaya manusia untuk mengenal Allah. Ibnul qoyyim mengatakan bahwa
semakin tinggi ma'rifat kita kepada Alloh maka semakin tinggi kethaatan kepada Allah,
semakin menghambakan diri dan bersifat ihsan.7

Ma'rifatullah hanya bisa kita lalukan dengan menggabungkan panca indra, akal dan
hati. Jika tidak maka akan menuju kesesatan. Apa sebab kafir quraysi tidak mengimani isra'
7
Erwandi Tarmizi, Tauhid Dan Makna Syahadat (Jakarta: Islam House 2002). Hlm. 71.

10
dan mi'rajnya Rasulullah? Karena mereka hanya menggunakan akal dan tidak menggunakan
hati mengimani Rasul yang di perjalankan oleh Allah.karena kalau hanya logika, maka
mustahil Rasul berjalan dalam waktu 1 malam menuju sidratul muntaha. Salah satu cara kita
mengenal Allah adalah dengan ilmu pengetahuan. Mempelajari kejadian di alam sebagai
tanda kebesaran Allah.

Sesungguhnya, dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang,
terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang
mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan mereka
memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah
Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Mahasuci Engkau, lindungilah kami dari azab
neraka.” (QS. Ali-‘Imran: 190-191)

Tanda-tanda kebesaran Allah ada di darat dan di laut sebagai makhluk hidup ciptaan
Allah. Diantaranya hasil komiditas perikanan yang ada di lautan ternyata Allah singgung
dalam Al-Quran sebagai makanan yang halal dan lezat untuk manusia bahkan di kuatkan oleh
hadits Rasulalloh bahwa semua bangkai di lautan itu halal dimakan meskipun tanpa ada
proses penyembelihan seperti hewat di daratan.8

"Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai
makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan
atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan bertakwalah
kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan dikumpulkan" (Al Qurán: Al-Maidah :96)_

Dalil Al Qur’an mengenai kehalalan bangkai ikan ditegaskan oleh salah satu hadist
riwayat Ibnu Majah : “Dari Ibnu Umar berkata: Dihalalkan untuk kita dua bangkai dan dua
darah. Adapun dua bangkai itu adalah ikan dan belalang, sedangkan dua darah itu adalah
hati dan limpa.” (HR. Ibnu Majah)

3. Muraqabah

Muraqabah adalah sikap mental atau kesadaran diri bahwa ia selalu dilihat atau
diawasi oleh Allah Swt. Kesadaran demikian menumbuhkan sikap selalu menaati perintah
Allah Swt dan menjauhi larangan-Nya. Muraqabah adalah keadaan merasakan kehadiran
Allah di dalam segala kondisi. Muraqabah adalah sifat atau sikap merasa selalu dilihat dan

8
Zainudin, Ilmu Tauhid Lengkap,( Jakarta: Rineka Cipta, 1996). Hlm. 57.

11
diawasi oleh Allah Swt sehingga tidak berani melakukan keburukan atau selalu taat pada
perintah-Nya. 

Secara harfiah, muraqabah berarti kegiatan saling mengawasi. Muroqobah juga


artinya merasa selalu diawasi oleh Allah SWT sehingga dengan kesadaran ini seorang hamba
senantiasa melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Faktanya memang Allah
Maha Melihat. Semua gerakan lahir dan batin kita, tak ada satu pun yang tersembunyi di sisi
Allah Swt.

‫ِإ َّن هَّللا َ َكانَ َعلَ ْي ُك ْم َرقِيبًا‬

“Sesungguhnya Allah itu selalu menjaga dan mengawasi kalian” (QS.An Nisa [4]:1)

َ‫ فِإ ْن لَ ْم تَ ُك ْن تَراهُ فِإنَّهُ يَراك‬. ُ‫َأ ْن تَ ْعبُ َ“د هَّللا َكَأنَّكَ تَراه‬

“Hendaknya engkau menyembah kepada Allah seolah-olah engkau melihatNya, dan jikalau
engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia itu melihat engkau” (H.R. Muslim,
Turmudzi, Abu Daud dan Nasai).

Muraqabah merupakan wujud penghambaan diri kepada Allah Swt. Dalam beberapa
hal, muraqabah dilakukan untuk mencapai kondisi spiritual tertinggi, yakni ihsan

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tauhid memiliki pengertian yaitu berarti kita mengesakan Allah swt tanpa
menduakannya dengan yang lain.
2. Mengucapkan kalimat tauhid adalah yang utama bagi umat islam.
3. Dalam mengucapkan kalimat tauhid kita harus yakin dan mempercayainya dalam hati
dan tanpa paksaan barulah kalimat tauhid kita diterima Allah swt.

Tauhid Dzat adalah meng-Esa-kan dari segala Dzat-Nya yang berbeda dari dzat manusia,
mengimani bahwa dzat yangh dimiliki-Nya tidaklah tersusun, tidak terbentuk, ataupun sama
sebagimana makhluk-Nya.

Tauhid sifat adalah meyakini bahwa sifat-sifat Allah seperti ilmu, kuasa, hidup, dsb
adalah merupakan hakikat Dzat-Nya. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat-sifat makhluk
lainnya.

Tauhid Uluhiyah adalah Mengesakan Allah dalam ibadah dan ketaatan. Atau mengesakan
Allah dalam perbuatan seperti shalat, dll. Maksudnya semua itu dilakukan yaitu bahwa kita
melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya sebagai bukti ketaatan dan semata-
mata untuk mencari ridha Allah SWT”.

Tauhid Rububiyah adalah Percaya bahwa Allah-lah satu-satunya Pencipta alam raya yang
dengan takdir-Nya Ia menghidupkan dan mematikan serta mengendalikan alam dengan
sunnah-sunnah-Nya.

B. Saran
1. Diaharapkan setelam membaca makalah ini, kita bisa menerapkan ajaran tauhid
dengan benar
2. Diharapkan setelah membaca makalah ini, kita bisa menyampaikan ajaran tauhid
kepada sesame muslim yang belum mengetahuinya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Didik, Purnomo, “Tauhid Dalam Alquran (Studi Tafsir Mafatih Al-Ghoib Karya Fkhruddin
Al-Razi)” skripsi, UIN Sunan Ampel, “Surabaya, 2016.

Departemen Agama RI. 2011.Al-Qur’an dan Terjemhanya. CV Diponegoro. Bandung

Erwandi, Tarmizi. Tauhid Dan Makna Syahadat . Jakarta. Islam House. 2002

Muhammad, Syaikh, Tauhid dan Keimanan Jakarta: Islam House 2012.

Muhammad, Zakaria, Macam-macam Tauhid Jakarta: Islam House 2014.

Zainudin, Ilmu Tauhid Lengkap, Jakarta: Rineka Cipta, 1996.

14

Anda mungkin juga menyukai