Anda di halaman 1dari 23

AKIDAH DALAM ISLAM

DISUSUN OLEH:

Pahrul Ismada 40200121100


Alisa Fitriana 40200121095
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT hingga saat ini masih
memberikan nafas kehidupan dan anugerah akal, sehingga saya dapat menyelesaikan pembuatan
makalah ini dengan judul “Implementasi Makna Semboyan Bhineka Tunggal Ika” tepat pada
waktunya. Terimakasih pula kepada semua pihak yang telah ikut membantu hingga dapat
disusunnya makalah ini.

Makalah sederhana ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan. Dalam makalah ini membahas tentang pengertian hak, pengertian kewajiban,
pengertian warga negara, asas kewarganegaraan dan hak kewajiban warga Negara berdasarkan
UUD 1945. Akhirnya saya sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini, dan
penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi diri saya sendiri dan khususnya pembaca
pada umumnya.

Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan dari para
pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalah-makalah lainnya pada waktu
mendatang.

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

1.1 Pengaruh Akidah dalam Kehidupan


1.2 Peran dan Fungsi Akidah

1.3 Akidah dalam Islam

BAB III Simpulan dan Saran

1.1 Simpulan

1.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

1.1 Latar Belakang

Dalam istilah umum, aqidah memiliki makna keyakinan yang kuat dan kokoh. Dalam Islam,
aqidah yang benar adalah keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta alam semesta.

Sangat penting bagi seorang Muslim untuk mengetahui tentang ilmu aqidah. Hal ini dikarenakan
aqidah yang dipegang akan menentukan diterima tidaknya amalan seseorang.

Berbeda dengan aqidah atau kepercayaan pemeluk Nasrani atau Yahudi yang mempercayai zat
lain sebagai Tuhan mereka yang dianggap sebagai bentuk aqidah yang salah. Allah berfirman,

َ‫َو َما ُأ ِمرُوا ِإاَّل لِيَ ْعبُدُوا ِإلَهًا َوا ِحدًا اَل ِإلَهَ ِإاَّل ه َُو ُس ْب َحانَهُ َع َّما يُ ْش ِر ُكون‬

“Padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak
disembah) selain Dia. Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. At Taubah:
31)
Baca juga:

 Hukum Bersedekah Kepada Non Muslim


 Sejarah di balik hari Asyura dalam islam
 Hukum Wudhu Menggunakan Gayung
 Amalan penghapus Dosa Zina
 Penyebab Doa Tidak Dikabulkan Allah SWT
 Manfaat Shalawat Nariyah

Ayat ini menunjukkan bahwa aqidah yang benar adalah aqidah tauhid. Aqidah tauhid adalah
keyakinan bahwa satu-satunya Tuhan hanyalah Allah SWT. Aqidah tauhid sendiri terbagi lagi
dalam beberapa macam. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai macam-macam aqidah
tauhid yang perlu diketahui:

1. Aqidah tauhid rububiyah

Aqidah tauhid rububiyah adalah keyakinan bahwa satu-satunya pencipta adalah Allah SWT.
Allah berfirman,

ِ ْ‫ت َواَأْلر‬
ً ‫ض َو َما بَ ْينَهُ َما فَا ْعبُ ْدهُ َواصْ طَبِرْ لِ ِعبَا َدتِ ِه هَلْ تَ ْعلَ ُم لَهُ َس ِميّا‬ ِ ‫َربُّ ال َّس َما َوا‬

“Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan segala sesuatu yang ada di antara keduanya,
maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu
mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)?”  (Maryam: 65).
Rasulullah bersabda,

ِ ‫ َوتُْؤ ِمنَ بِ ْالقَد‬،‫ َو ْاليَوْ ِم ْاآل ِخ ِر‬،‫ َو ُر ُسلِ ِه‬،‫ َو ُكتُبِ ِه‬،‫ َو َمالَِئ َكتِ ِه‬،ِ‫َأ ْن تُْؤ ِمنَ بِاهلل‬.
‫َر خَ ي ِْر ِه َو َشرِّ ِه‬

“Iman itu adalah engkau (1) beriman kepada Allah, (2) Malaikat-malaikat-Nya, (3) Kitab-kitab-
Nya, (4) Rasul-rasul-Nya, dan (5) hari Akhir, serta (6) beriman kepada qadar yang baik maupun
yang buruk.” (Lihat QS. Yunus:18 dan az-Zumar: 3, 43-44)
Baca juga:

 Putra Putri Abu Bakar Ash Shiddiq


 Cara menerima ujian dari Allah SWT
 Penyebab Terhalangnya Jodoh dalam Islam
 Cara Menghindari Pelet Menurut Islam
 Hukum akad nikah di bulan ramadhan

Tauhid rububiyah merupakan bentuk pengakuan bahwa Allah adalah pencipta langit dan bumi
serta seisinya. Allah berfirman,

ِ ْ‫ض فِي ِستَّ ِة َأي ٍَّام ثُ َّم ا ْست ََوى َعلَى ْال َعر‬
‫ش‬ َ ْ‫ت َواَأْلر‬ َ َ‫ِإ َّن َربَّ ُك ُم هَّللا ُ الَّ ِذي َخل‬
َ ‫ق ال َّس َم‬
ِ ‫اوا‬

Sesugguhnya Tuhan kalian, yaitu Allah, Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam 6 hari,
kemudian Dia beristiwa di atas Arsy. (QS. al-A’raf: 54).
ٍ ‫ض َو َما بَ ْينَهُ َما فِي ِستَّ ِة َأي ٍَّام َو َما َم َّسنَا ِم ْن لُ ُغو‬
‫ب‬ َ ْ‫ت َواَأْلر‬
ِ ‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا ال َّس َما َوا‬
Sungguh Aku telah menciptakan langit dan bumi serta segala yang ada diantara keduanya dalam
6 hari, dan Aku tidak merasa capek. (QS. Qaf: 38).
Selain itu, tauhid rububiyah juga mengakui bahwa Allah lah yang mengatur segalanya termasuk
dalam pemberian rezeki. Allah berfirman,

{‫ض ُك َّل يَوْ ٍم ه َُو فِي َشْأ ٍن‬ ِ ‫}يَ ْسَألُهُ َم ْن فِي ال َّس َما َوا‬
ِ ْ‫ت َواألر‬

“Semua yang ada di langit di bumi selalu meminta  kepada-Nya, setiap hari Dia (memenuhi)
semua kebutuhan (makhluk-Nya)” (QS ar-Rahmaan:29).
Baca juga:

 Cara memilih calon pendamping sesuai syariat agama


 Ta’aruf menurut Islam
 Pacaran dalam Islam
 Hukum wanita non muslim memakai jilbab
 Hukum wanita mengenakan jilbab motif menurut Islam

2. Aqidah tauhid uluhiyah

Aqidah tauhid uluhiyah adalah keyakinan bahwa segala macam ibadah hanya dilakukan untuk
Allah SWT. Allah berfirman,

ِ ‫}ِإ َّن هَ ِذ ِه ُأ َّمتُ ُك ْم ُأ َّمةً َو‬


ِ ‫اح َدةً َوَأنَا َربُّ ُك ْم فَا ْعبُد‬
{‫ُون‬

“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; agama yang satu dan Aku
adalah Rabb-mu, maka beribadahlah kepada-Ku (semata-mata)” (QS al-Anbiyaa’:92).
‫ْط ۚ اَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل ه َُو ْال َع ِزي ُز ْال َح ِكي ُم‬
ِ ‫َش ِه َد هَّللا ُ َأنَّهُ اَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ َو َو ْال َماَل ِئ َكةُ َوُأولُو ْال ِع ْل ِم قَاِئ ًما بِ ْالقِس‬

“Allah menyatakan bahwa tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain Dia,
Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan
demikian). Tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi dengan benar selain-Nya, Yang Maha
Perkasa lagi Mahabijak-sana.” [Ali ‘Imran: 18]
Segala macam perbuatan atau ibadah diniatkan hanya untuk Allah SWT. Bahkan ketika kita
makan sekali pun, hendaknya diniatkan karena Allah agar menjadi amal ibadah dan bukan hanya
sekedar sebuah kegiatan biasa saja.

3. Aqidah tauhid asma wa sifat

Jenis aqidah yang terakhir adalah aqidah tauhid asma wa sifat. Aqidah tauhid asma wa sifat
adalah keyakinan terhadap sifat dan nama milik Allah. Sebagai seorang muslim, kita diwajibkan
mengimani sifat dan nama Allah yang biasa disebut Asmaul Husna. Allah berfirman dalam surat
Al A’raf ayat 180,
َ‫َوهَّلِل ِ اَأْل ْس َما ُء ْال ُح ْسن َٰى فَا ْدعُوهُ بِهَا ۖ َو َذرُوا الَّ ِذينَ ي ُْل ِح ُدونَ فِي َأ ْس َماِئ ِه ۚ َسيُجْ زَ وْ نَ َما َكانُوا يَ ْع َملُون‬

Hanya milik Allah asmaa-ul husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul
husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut)
nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.
Baca juga:

 Sejarah Jilbab Dalam Islam


 Hakikat Manusia Menurut Islam
 Kedudukan Wanita Dalam Islam
 Tujuan Hidup Menurut Islam
 Tips Hidup Bahagia Menurut Islam

Syaikh Abdul Aziz bin Baz Rahimahullah berkata,

“Adapun tauhid asma’ wa sifat maknanya adalah mengimani semua yang tertera dalam Al-
Qur’an dan hadits-hadits yang shahih dari nama-nama Allah dan sifat-sifatNya. Kita menetapkan
nama-nama dan sifat-sifat tersebut untuk Allah Subhanahu wa Ta’ala sesuai dengan
keagunganNya”.
BAB II

1.1 Sebagai umat manusia, dalam bertauhid atau berakidah jelas harus bersumber pada al-
Qur’an dan Hadis, karena al-Qur’an dan Hadis menjadi dasar yang utama dalam berakidah.

Dengan kata lain, akidah sebagai fundamen utama ajaran Islam bersumber pada al-Qur’an dan
Hadis karena dua hal tersebut menjadi dasar akidah yang hakiki. Manusia tidak bisa mencampuri
dalam masalah akidah ini, karena semua sudah dijelaskan dengan gamblang dalam al-Quran dan
Hadis.

Akidah sendiri ialah keyakinan yang dimiliki seseorang terhadap Tuhannya, misalnya ia
beragama Islam maka ia pun harus yakin dengan adanya Allah SWT. Untuk apa kita
berakidah? Kira-kira pertanyaan ini yang sering muncul dari orang-orang yang ingin
memperdalam akidahnya dan sedang mencari jati dirinya akan eksistensi keberagamaannya.

Adapun untuk menjawab pertanyaan ini, terdapat pada ungkapan para ulama yang secara lebih
terperinci menjelaskan bahwa fungsi dan peranan akidah Islam dalam kehidupan adalah sebagai
berikut.

1. Memperkuat Keyakinan 
Fungsi dan peranan akidah Islam yang pertama adalah memperkuat keyakinan. Memperkuat
keyakinan dan mempertebal keimanan atau kepercayaan atas kebenaran ajaran Islam. Seseorang
yang masuk Islam haruslah secara menyeluruh, janganlah setengah-setengah, sehingga tidak ada
keragu-raguan dalam hati kita. Seperti yang tertera pada Surat Al-Baqarah, Ayat 2: 
ٰ
ُ ‫َذلِكَ ا ْل ِكت‬
َ‫َاب اَل َر ْي َب ۛ فِي ِه ۛ ُهدًى لِ ْل ُمتَّقِين‬
Artinya: “Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang
bertakwa.”

2. Menuntun dan Mengembangkan Dasar Ketuhanan


Menuntun dan mengembangkan dasar ketuhanan sejak lahir, bahwa manusia sejak lahir memiliki
potensi atau fitrah beragama. Adapun menurut Ibnu Katsir: fitrah dengan mengakui keesaan
Allah atau tauhid.

Bahwa manusia sejak lahir telah membawa tauhid, atau paling tidak ia berkecenderungan untuk
mengesakan Allah dan berusaha terus mencari untuk mencapai ketauhidan tersebut. Fitrah juga
mengandung arti kecenderungan untuk menerima kebenaran. Kebenaran yang dimaksud adalah
kebenaran agama Islam.

3. Memberikan Ketenangan dan Ketentraman Jiwa


Keyakinan yang kuat kepada Allah SWT. akan senantiasa mendorong umatnya memiliki
ketenangan dan ketentraman jiwa. Dari sinilah akan muncul rasa optimisme dalam menjalani
hidup dan kehidupan sebagai manusia. Akidah akan meberikan jawaban yang pasti, sehingga
kebutuhan rohaniahnya dapat terpenuhi. Ia akan memperoleh ketenangan dan ketentraman jiwa
yang diperlukan.

4. Memberikan Pedoman Hidup yang Pasti


Keyakinan seseorang terhadap Allah akan memberikan arahan dan pedoman yang pasti dalam
hidupnya. Sebab, akidah menunjukkan kebenaran dan keyakinan yang sesungguhnya, sehingga
seseorang bisa menjalani hidupnya dengan terarah dan bermakna. Jika sudah demikian, maka
orang tersebut akan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat kelak. Karena arahan yang
diberikan Allah sudah pasti arahan yang benar.

5. Menjaga Diri dari Kemusyrikan


Keyakinan yang benar kepada Allah akan menjaga seseorang dari berbuat syirik (menyekutukan
Allah), yang mana pelakunya sering disebut musyrik. Berbuat syirik juga merupakan salah satu
dosa yang sangat besar dan pelakunya tidak akan dimaafkan jika tidak benar-benar bertobat
kepada Allah SWT.

Oleh karena itu, janganlah berbuat syirik, dan jauhi hal-hal yang mendekatkan kita pada
perbuatan tersebut. Karena dosa syirik lebih besar dosanya dari pada dosa durhaka kepada orang
tua. Adapun contoh perbuatan syirik kepada Allah seperti: Menyembah kuburan, mendatangi dan
meminta-minta kepada dukun, percaya terhadap ramalan,
1.2 Pendahuluan Salah satu elemen penting dalam ajaran Islam adalah akidah. Ajaran ini
merupakan persoalan mendasar yang harus diyakini seorang Muslim sebelum ajaran-ajaran
lainnya. Ibarat tali kekang, akidah mengendalikan seorang Muslim agar tidak berjalan tanpa arah
yang jelas. Sebaliknya, akidah akan mengarahkan seorang Muslim menuju satu tujuan yang
dicita-citakan. Terminal dari akidah adalah kebahagiaan dunia dan akhirat. Tidak hanya ajaran
yang bersifat normatif, akidah juga memberikan efek positif dalam kehidupan seorang Muslim.
Oleh sebab itu, tulisan ini menguraikan bagaimana akidah memberi pengaruh dalam kehidupan
seorang Muslim.   Pengertian Akidah Secara bahasa aqidah berasal dari kata aqdun - aqo'id  yang
berarti aqad atau ikatan. Maksudnya yaitu ikatan yang mengikat manusia dengan aturan-aturan
Allah Swt dan nilai-nilai Islam. Sedangkan secara istilah aqidah adalah sesuatu yang wajib
diyakini atau diimani tanpa keraguan, diikrarkan dengan lisan, dan diwujudkan dalam amal
perbuatan sehari-hari. Aqidahmerupakan motor penggerak dan otak dalam kehidupan manusia.
Apabila terjadi sedikit penyimpangan padanya, maka menimbulkan penyelewengan dari jalan
yang lurus pada gerakan dan langkah yang dihasilkan.
Aqidah bagaikan pondasi bangunan. Aqidah harus dirancang dan dibangun terlebih dahulu
sebelum merancang dan membangun bagian yang lain. Kualitas pondasi yang dibangun akan
berpengaruh terhadap kualitas bangunan yang ditegakkan. Bangunan yang ingin dibangun itu
sendiri adalah Islam yang sempurna (kamil),  menyeluruh (syamil),  dan
benar (shahih). Aqidahmerupakan misi dakwah yang dibawa oleh Rasul Allah Swt yang pertama
sampai dengan yang terakhir. Aqidah tidak berubah-ubah karena pergantian zaman dan tempat,
atau karena perbedaan golongan atau masyarakat. Allah berfirman dalam Surah Asy Syura/
42"Dia (Allah) telah mensyariatkan kepadamu agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh
dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) dan apa yang telah Kami wasiatkan
kepada Ibrahim, Musa, dan Isa yaitu  tegakkanlah agama (keimanan dan ketaqwaan) dan
janganlah kamu berselisih di dalamnya. Sangat berat bagi orang-orang musyrik (untuk
mengikuti) agama yang kamu serukan kepada mereka. Allah memilih orang yang Ia kehendaki
kepada agama tauhid dan memberi petujuk kepada (agama)-Nya bagi orang yang kembali
(kepada-Nya)". 
(Q.S. Asy Syura [42]: 13 )   Ada beberapa istilah yang kelihatannya sama, namun sesungguhnya
secara khusus berbeda dengan akidah, yaitu; tauhid dan iman. Secara istilah keduanya dapat
diuraikan sebagai berikut:   1. Tauhid Tauhid diperlukan dalam memahami aqidah.
Kata tauhid berasal dari kata wahhada yang berarti menjadikan satu. Tauhidullah -atau upaya
mentauhidkan Allah Swt- merupakan dasar iman kepada Allah Swt. Setiap Muslim wajib
menghayati hakikat tauhid yang diperintahkan Allah Swt. karena hal itu merupakan landasan
agama-Nya. Penerimaan tauhid menjadi penyebab keselamatan hidup manusia di dunia dan di
akhirat dan mendapatkan imbalan surga. Ada tiga klasifikasi tauhid yang harus diyakini dan
dimiliki oleh seorang Muslim yaitu: a. Tauhid Rububiyah Tauhid Rububiyah ialah keyakinan
bahwa Allah Swt. satu-satunya pencipta, pemilik, pengatur, pemelihara, dan penguasa seluruh
urusan makhluk dan alam, baik dalam menghidupkan, mematikan serta urusan taqdir dan hukum
alam lainnya. Konsekuensinya adalah adanya kerelaan untuk mau diatur oleh Allah Swt dalam
seluruh aspek kehidupan. Pada hakekatnya Tauhid Rububiyah menuntut adanya Tauhid
Uluhiyah. Keyakinan terhadap Tauhid Rububiyah saja dan bahkan sengaja membuat aturan
menentang serta membuat tandingan selain Allah Swt., mengakibatkan tauhid ini tidak memberi
manfaat sedikitpun. Bahkan hal itu akan mengantarkan seseorang  pada wilayah kemusyrikan.
Allah berfirman dalam Surah Yunus/ 10: 106 sebagai berikut: "Dan janganlah kamu menyembah
apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah;
sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk
orang-orang yang zalim." (Q.S. Yunus [10]: 106)
b.  Tauhid Uluhiyah Tauhid Uluhiyah ialah keyakinan bahwa Allah Swt adalah satu-satunya
yang disembah, mengesakan Allah swt dalam peribadatan, penghambaan, kepatuhan, kecintaan,
ketakutan, dan ketaatan secara mutlak. Tidak menghambakan diri kepada selain Allah Swt dan
tidak pula mempersekutukan-Nya dengan sesuatu yang lain.  c. Tauhid Asma' Wa Sifat Tauhid
Asma' Wa Sifat ialah keyakinan bahwa Allah Swt memiliki 99 asmaul husna (nama-nama dan
sifat-sifat yang agung) yang tidak dimiliki oleh selain-Nya. Laysa kamitslihi syay-un, tidak ada
sesuatupun yang memiliki-Nya dan menyerupai-Nya.   2. Iman Hakikat iman menurut
ulama Ahlu Sunnah iman bermakna mengikrarkan dengan lisan, membenarkan dengan hati, dan
mengerjakan dengan anggota badan. Ketiga hal ini merupakan pengertian iman. Satu dengan
yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Iman adalah keyakinan sekaligus amal. Uyainah berkata
tentang iman, "Al iman, qaulun wa 'amalun, yazidu wa yanqush". Artinya: Iman  adalah ucapan
dan perbuatan, kadang meningkat dan kadang menurun. Iman bukanlah angan-angan, melainkan
apa yang tertanam dan menghujam di dalam sanubari serta dibenarkan oleh amal perbuatan.
Iman bukan semata-mata teori, sebagai konsumsi otak, yang sinarnya tidak sampai menembus
hati dan tidak dapat menggerakkan iradah (keinginan). Iman juga bukan sesuatu yang menjejali
ingatan dengan istilah-istilah seperti: rabb, ilah, dien, ibadah, tauhid, thagut, dan sebagainya, lalu
merasa bangga dan hebat karena sudah menguasai artinya. Hampir semua nash Al-Quran dan
hadits selalu mengaitkan keimanan dengan amal. Allah berfirman dalam Surah Al-Ashr/ 103: 3
sebagai berikut "Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran." (Q.S. Al-Ashr [103]: 3) Dari Anas bin Malik berkata Rasulullah Saw
: Tiga golongan yang merasakan manisnya iman :   Mencintai Allah dan rasul-Nya, melebihi dari
kecintaan kepada yang lainnya, Mencintai orang lain hanya karena Allah Swt., dan 3.      Merasa
benci kembali kepada kekufuran setelah diselamatkan Allah Swt., sebagaimana ia benci jika
dilemparkan ke dalam Neraka". (HR. Bukhari-Muslim)   Imam Syahid Hasan Al Banna
berkata: "Datangkanlah kepadaku 12 ribu orang yang benar-benar beriman, agar ku tundukkan
pegunungan, ku belah samudera dan lautan, dan ku buka negeri-negeri bersama
mereka". Keimanan merupakan motivator manusia untuk melakukan perbuatan. Baik buruknya
manusia tergantung pada baik buruknya keimanan. Kondisi iman yang buruk akan menghasilkan
perbuatan yang buruk. Kondisi iman yang baik akan melahirkan perbuatan yang baik pula. Islam
adalah agama yang berintikan keimanan dan perbuatan (amal). Keimanan itu merupakan akidah
yang pokok. Amal itu merupakan syariat dan cabang-cabangnya dianggap sebagai buah yang
keluar dari keimanan serta akidah itu. Keimanan dan amal adalah akidah dan syariat, keduanya
sambung menyambung, tidak dapat berpisah satu dengan yang lain. Keduanya seperti buah
dengan pohonnya, seperti musabab dengan sabab-nya atau seperti natijah (hasil)
dengan mukadimah(pendahuluannya).   Akidah dalam Kehidupan Perlu dipahami bahwa dakwah
Rasulullah Saw. selama di Mekkah ditujukan untuk menguatkan akidah. Ini menghasilkan
kualitas keimanan yang sempurna yang ditunjukan oleh rasulul dan para sahabat. Pada saat itu,
belum diturunkan aturan hukum-hukum lain yang mengatur kehidupan pribadi dan
bermasyarakat, seperti mu'amalah, puasa dan sebagainya.
Bahkan salat pun diturunkan Allah Swt.kepada Rasul Saw. menjelang hijrah ke Madinah. Disini
disadari bahwa peranan aqidah sangat penting dalam pembinaan manusia dan masyarakat. Benar
bahwa Rasul Saw. diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia, tetapi akhlak yang sempurna
ini tidak akan dapat terwujud tanpa disandarkan pada landasan aqidah yang mantap.
Bila aqidahsudah dapat diwujudkan dalam amal, maka dengan otomatis akhlak manusia pun
akan dapat mengikutinya. Salah satu hal yang harus diketahui dalam mengkaji aqidah adalah
melakukan reinterpretasi terhadap makna syahadah. Syahadah sendiri merupakan  salah satu
bagian dari rukun iman, bahkan merupakan rukun iman yang pertama.
 Syahadahmenempati  kedudukan utama sebagai awal keislaman dan keimanan seseorang.
Mengucapkan kalimat tersebut menjadikan seseorang sebagai Muslim dan mempunyai
kewajiban-kewajiban yang sama dengan Muslim lainnya. Syahadah merupakan
pembatas (border) antara domain (wilayah) jahiliyah dengan domain Islam. Bila seseorang tidak
menganut Islam walaupun ia berpendidikan atau mempunyai kedudukan tinggi, tetap saja orang
tersebut tergolong dalam domain jahiliyah. Sementara itu, bila seseorang telah berislam/ ber-
syahadah walaupun dia seorang yang miskin dan tidak punya apa-apa, tidak berkuasa dan tidak
berkedudukan, tetap saja dia mempunyai nilai yang terhormat di sisi Allah Swt. Pada konteks ini
Rasulullah Saw. bersabda, " Siapa saja yang dalam hidupnya pernah mengucapkan syahadah
maka dia akan dimasukkan dalam surga". Syahadah terdiri dari dua kategori, yaitu; syahadah
tauhid dan syahadah Rasul. Syahadah tauhid mengesakan Allah Swt. sebagai satu-satunya Tuhan
dan tidak ada tuhan lain yang menyamai-Nya. Sementara syahadah Rasul berarti mengimani
Muhammad sebagai utusan Allah. Sedikitnya ada tiga makna yang harus dipahami dalam
syahadah yaitu: 1. Tasdiiqun  bil qolbi Yaitu syahadah yang harus dibenarkan dalam hati. Bila
unsur ini tidak dimiliki maka keraguan Islam akan muncul. Unsur ini merupakan nilai terpenting
dalam keimanan seseorang. Ada seorang sahabat Rasulullah yang bernama Amer bin Yassar. Ia
dikisahkan memiliki keteguhan iman luar biasa sehingga harus disiksa oleh kaum kafir Quraisy
kemudian secara tidak sadar mengungkapkan kata-kata kekufuran karena kerasnya siksaan yang
datang kepadanya. Akhirnya hal itu diketahui oleh Rasullullah. Beliau membolehkannya selama
hatinya tidak membenarkannya. Ini membuktikan keimanan itu harus ada di dalam qalbu seorang
Muslim.
2. Iqroorun bil lisan Yaitu syahadah yang harus diucapkan atau diumumkan melalui lisan/
ucapan. Syahadah ini menuntut pembuktian secara nyata tentang keislaman kita kepada orang
lain. Makanya bagi orang yang masuk Islam, langkah pertama yang harus dilakukan  adalah
dengan mengucapkan syahadah ini. Setelah itu ia berhak menyandang gelar Muslim dan
mempunyai kewajiban yang sama dengan Muslim lainnya. Dengan syahadah ini, akan nampak
perbedaan antara seorang Muslim dengan non Muslim. 3.  Amalun bil arkan Syahadah ini
mengharuskan setiap Muslim mengaplikasikan syahadahnya dengan amal ibadah secara nyata.
Syahadah bukan sekadar diucapkan dan dibenarkan oleh hati tapi sampai tingkat pelaksanaan
hukum-hukum Allah baik berupa larangan maupun perintah-Nya. Oleh sebab itu, bukan seorang
Muslim yang benar jika ia hanya sekadar bersyahadah saja, namun ia tidak beribadah sesuai
perintah Allah Swt. Pada tingkatan inilah seseorang dinilai sebagai Muslim sejati atau tidak.
Persoalan selanjutnya adalah, bagaimana akidah memberi pengaruh dalam kehidupan seorang
Muslim? Berikut ini penulis uraikan bagaimana akidah menjadi bingkai sekaligus kendali dalam
setiap perilaku kaum Muslim. Pertama, berpandangan luas.
Menurut al-Maududi, orang yang memiliki aqidah benar tidak mungkin mempunyai pandangan
yang sempit karena dia percaya kepada Yang Menciptakan langit dan bumi, Pemilik alam
semesta, Pemilik barat dan timur, Pemberi rezeki dan Pendidik makhluk.  Dia tidak akan
menemui sesuatu yang ganjil dalam alam ini karena segala sesuatu yang ada di dalamnya adalah
milik Allah Swt.  Tidak ada sesuatu pun dalam alam ini yang dapat menghalangi dan membatasi
rasa cintanya dan kecenderungannya untuk memberi pertolongan kepada sesama manusia.
Bagaimanapun pandangan seperti ini tidak mungkin ada pada orang yang menganut politeisme.
Paham ini meyakini bahwa Allah Swt. mempunyai sifat serba kekurangan dan terbatas seperti
manusia. Kedua, melahirkan rasa bangga dan harga diri. Orang yang memiliki aqidah benar akan
merasa bangga sebagai manusia dan mempunyai harga diri.  Dia mengetahui Allah adalah
Pemilik sebenarnya dari segala kekuatan yang ada dalam alam ini, tidak ada yang memberi
manfaat dan mudarat kecuali Allah, tidak ada yang menghidup dan mematikan kecuali Allah
serta tidak ada yang memiliki hukum, kekuasaan dan kedaulatan kecuali Allah. Oleh karena itu,
keimanannya kepada Allah menyebabkan dia tidak berhajat kepada yang lain kecuali kepada
Allah. Tercabut dari dalam hatinya rasa takut kepada yang lain kecuali kepada Allah. Dia tidak
menundukkan kepalanya di hadapan makhluk, tidak merendahkan diri dan mengemis kepada
manusia dan tidak gentar dengan kesombongan dan kebesaran manusia. Ketiga, rendah hati
kepada sesama manusia. Orang yang akidahnya benar tidak mungkin menjadi angkuh, tidak
mensyukuri nikmat dan tidak terpedaya dengan kekuatan dan kemahiran yang dimilikinya.
Karena dia tahu dan yakin semua itu adalah karunia Allah kepadanya. 
Malah dia sadar Allah berkuasa mengambilnya kembali apabila Dia menghendaki. Manusia yang
akidahnya tidak benar akan mengingkari nikmat, menyombongkan diri dan mengangkat kepala
apabila memperolehi nikmat. Ia menganggap nikmat itu hasil usaha dan kecakapannya. 
Keempat, jiwa yang bersih dan beramal saleh. Orang yang berakidah secara benar yakin bahwa
tidak ada jalan untuk mencapai keselamatan dan keuntungan kecuali dengan jiwa yang bersih
dan beramal saleh.  Kesadaran itu timbul karena dia beriman kepada Allah yang Maha Kaya dan
Maha Adil, bergantung harap segala sesuatu kepada-Nya. Sebaliknya orang yang musyrik dan
kafir menghabiskan masa hidup mereka untuk angan-angan palsu.  Di antara mereka ada yang
berkata:"Sesungguhnya anak Allah telah menjadi penebusan dosa-dosa kita kepada
Bapanya." Ada juga yang berkata: "Kami adalah putera Allah dan kekasihnya, maka Ia tidak
akan menyiksa kami karena dosa kami." Ada juga yang berkata: "Kami akan meminta syafaat
pada sisi Allah kepada pembesar kami dan orang yang bertaqwa di kalangan kami." Ada juga di
kalangan mereka yang mempersembahkan nazar dan korban kepada tuhan mereka dan
menganggap dengan cara demikian mereka telah mendapat izin untuk berbuat sekehendak hati
mereka.
Kelima, tidak berputus asa dan hilang harapan. Orang yang akidahnya benar tidak mudah
dihinggapi rasa putus asa dan hilang harapan dalam setiap keadaan. lman memberikan
ketenteraman yang luar biasa pada hatinya. lman mengisi hatinya dengan ketenangan dan
harapan meskipun dia dihina di dunia dan diusir dari semua pintu kehidupan sehingga kelihatan
jalan hidupnya sempit dan seluruh saluran materi terputus darinya.  Dia yakin Allah tidak pernah
terlena dan tidak membiarkan hidupnya terlantar.  Oleh karena itu, ia senantiasa mencurahkan
tenaganya dengan bertawakkal kepada Allah dan meminta pertolongan daripada-Nya dalam
semua urusan. Ketenteraman hati dan ketenangan iiwa seperti ini tidak mungkin dimiliki kecuali
dengan aqidah.  Orang kafir, musyrik dan mulhid (atheis) mempunyai hati yang lemah.  Mereka
bersandar kepada kekuatan yang terbatas.  Maka alangkah cepatnya mereka dihinggapi rasa
putus asa ketika menghadapi kesukaran.  Kadangkala menyebabkan mereka membunuh diri
mereka sendiri. Keenam, memiliki hati dan pendirian yang teguh. Akidah yang benar mendidik
manusia dengan kekuatan yang besar, bulat, tekad, berani, sabar, tabah dan tawakkal ketika
menghadapi perkara besar di dunia demi mengharapkan keridhaan Allah.  Dia yakin kekuatan
Allah yang memiliki langit dan bumi menyokongnya dan membimbingnya dalam setiap aspek
kehidupan.  Oleh karena itu, hatinya menjadi lebih teguh, dan tabah. Hampir tidak ada suatu
musibah dalam dunia yang dapat melawan tekad yang telah dibuatnya.  Ketujuh, berani dan
tabah.  Akidah yang benar akan menjadikan manusia berani dan mengisi hatinya dengan
ketabahan.  Ada dua perkara yang menjadikan seseorang manusia itu pengecut dan lemah
semangat.  Pertama, cinta pada diri, harta dan keluarganya.  Kedua, percaya bahwa ada yang lain
selain Allah yang dapat mematikan manusia dan dia tidak dapat menolak kematian itu dengan
beragam tipu daya. Akidah yang benar dapat mencabut kedua persoalan itu dari hati manusia dan
sekaligus membersihkannya. lman dapat mencabut yang pertama dengan menjadikan dia yakin
bahwa Allah adalah satu-satunya Pemilik diri, harta dan keluarganya. lman menjadikan dia sedia 
berkorban untuk jalan dan keridhaan Allah. 
Dia rela berkorban dengan segala sesuatu yang ada padanya dengan sesuatu yang mahal maupun
murah. lman juga dapat mencabutpersoalan kedua dengan menanamkan ke dalam iiwa manusia
bahwa tidak ada seorang manusia atau seekor binatang pun yang dapat merampas hidupnya.
Kedelapan, menjauhi perbuatan hina. Iman kepada Allah mengangkat derajat manusia dan
menimbulkan dalam dirinya sifat menjauhkan diri dari perbuatan yang dapat merendahkan
martabatnya.  Dia juga merasa cukup dengan apa yang ada dan tidak memerlukan pemberian
orang, menyucikan hatinya dari sifat tamak, rakus, dengki, rendah diri dan segala sifat buruk
serta kecenderungan yang hina.  Tidak terlintas dalam hatinya memilih jalan yang keji untuk
mencapai kejayaan karena dia yakin rezeki berada di tangan Allah.  Dia yakin Allah
melimpahkan rezeki kepada orang yang dikehendaki-Nya dan menentukan kepada orang yang
dikehendaki-Nya.  Tidak ada kemuliaan, kekuatan, kemasyhuran, kekuasaan, pengaruh dan
kemenangan melainkan di tangan Allah.  Manusia wajib berusaha dengan cara yang mulia
menurut kemampuannya.  Kejayaan atau kegagalan bergantung kepada Allah.  Tidak ada yang
dapat menahan apa yang diberi-Nya dan tidak ada yang dapat memberi apa yang ditahan-Nya.
Sembilan,  terikat dan patuh pada peraturan Allah. Akidah yang benar akan menjadikan manusia
terikat dan patuh pada undang-undang Allah.  Orang yang beriman yakin bahwa Allah
mengetahui segala sesuatu.  Allah lebih dekat kepada diri mereka daripada urat leher mereka
sendiri. Orang beriman yakin apabila mereka melakukan sesuatu perbuatan di dalam gelap
ataupun terang, Allah tetap mengetahui.  Apabila terlintas dalam hatinya sesuatu yang tidak baik,
Allah tetap mengetahui.  Walaupun dia dapat menyembunyikan perbuatannya daripada orang
lain, dia tidak dapat menyembunyikannya dari Allah.  Walaupun dia dapat melepaskan dirinya
dari berbagai kekuatan, dia tidak dapat melepaskan dirinya dari Allah. 
Semakin kukuh akidah ini melekat dalam jiwa seseorang, semakin tekun ia mengikuti hukum
Allah dan menjauhi larangan-Nya. Ia bergegas menuju kebajikan dan mengerjakan apa yang
diperintah oleh Allah dimanapun berada.  Di hadapan matanya senantiasa terbayang pengadilan
tinggi dan tidak ada orang yang dapat melepaskan diri daripada pemeriksaan-Nya.    Penutup
Akidah adalah sumber energi jiwa yang senantiasa memberikan kita kekuatan untuk bergerak
menyemai kebaikan, kebenaran dan keindahan dalam zaman kehidupan. Atau bergerak
mencegah kejahatan, kebatilan dan kerusakan dipermukaan bumi. Akidah adalah gelora yang
memberi inspirasi kepada pikiran-pikiran kita untuk mempertajam bashirah (mata batin).  Akidah
adalah cahaya yang menerangi dan melapangkan jiwa kita untuk "taqwa". Akidah adalah bekal
yang menjalar di seluruh bagian tubuh kita untuk melahirkan "harakah". Akidah menentramkan
perasaan, menguatkan tekad dan menggerakkan raga kita. Akidah mengubah individu menjadi
baik, dan kebaikan individu menjalar dalam kehidupan masyarakat, maka masyarakat menjadi
erat dan dekat.  Dengan akidah, yang kaya diantara mereka menjadi dermawan, yang miskin
diantara mereka adalah"iffah" (menjaga kehormatan dan harga diri), yang berkuasa diantara
mereka adalah adil, yang ulama diantara mereka adalah taqwa, yang kuat diantara mereka adalah
penyayang, yang pintar diantara mereka adalah rendah hati, yang bodoh diantara mereka adalah
pembelajar.     SUMBER BACAAN   Al-Math,  Muhammad, Faiz. 1100 Hadits Terpilih; Sinar
Ajaran Baru Muhammad. Jakarta: Gema Insani Press, 1991. Audah, Ali.
 Konkordansi al-Qur'an; Panduan Kata dalam Mencari Ayat al-Qur'an. Bandung: Mizan, 1997.
Al-Bukhari, Muhammad Ismail. Shahih al-Bukhari. T.Tp: Dar wa Mathabi' al-Syab, T.Th.
Departemen Agama RI. Al-Qur'an dan Terjemahnya. Jakarta: 1994. Ghazali,
Muhammad. Akhlak Seorang Muslim, (terj. & edit.). Moh. Rifai dari judul asli Khuluq al-
Muslim. Semarang: Wicaksana, 1993. Kurdi,  M. Amin. Tanwir al-Qulub Fi Mualati Alam al-
Ghuyub. Beirut: Dar al Fikr, tt. Majah, Ibnu. Sunan Ibnu Majah. Beirut: Dar al Fikr, t.t. Muslim,
Ibn Hajjaj. Shahih Muslim. Kairo: al-Halabi wa Auladuh, T.Th. Tibi, Bassam. The Challenge of
Fundamentalism; Political Islam and the New World Disorder. California: University of
California Press, 1998.

1.3 Aqidah secara bahasa artinya ikatan. Sedangkan secara istilah aqidah artinya keyakinan hati
dan pembenarannya terhadap sesuatu. Dalam pengertian agama maka pengertian aqidah adalah
kandungan rukun iman, yaitu:

1. Beriman dengan Allah


2. Beriman dengan para malaikat
3. Beriman dengan kitab-kitab-Nya
4. Beriman dengan para Rasul-Nya
5. Beriman dengan hari akhir
6. Beriman dengan takdir yang baik maupun yang buruk
Sehingga aqidah ini juga bisa diartikan dengan keimanan yang mantap tanpa disertai keraguan di
dalam hati seseorang (lihat At Tauhid lis Shaffil Awwal Al ‘Aali hal. 9, Mujmal Ushul hal. 5)
Kedudukan Aqidah yang Benar
Aqidah yang benar merupakan landasan tegaknya agama dan kunci diterimanya amalan. Hal ini
sebagaimana ditetapkan oleh Allah Ta’ala di dalam firman-Nya:

‫صالِحًا َوال يُ ْش ِر ْك بِ ِعبَا َد ِة َربِّ ِه َأ َح ًدا‬


َ ‫فَ َم ْن َكانَ يَرْ جُو لِقَا َء َربِّ ِه فَ ْليَ ْع َملْ َع َمال‬
“Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya hendaklah dia beramal
shalih dan tidak mempersekutukan sesuatu apapun dengan-Nya dalam beribadah kepada-
Nya.” (QS. Al Kahfi: 110)
Allah ta’ala juga berfirman,
ِ ‫ك َولَتَ ُكون ََّن ِمنَ ْالخ‬
َ‫َاس ِرين‬ َ ُ‫ك َوِإلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِكَ لَِئ ْن َأ ْش َر ْكتَ لَيَحْ بَطَ َّن َع َمل‬ ِ ‫َولَقَ ْد ُأ‬
َ ‫وح َي ِإلَ ْي‬
“Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelummu: Sungguh, apabila
kamu berbuat syirik pasti akan terhapus seluruh amalmu dan kamu benar-benar akan termasuk
golongan orang-orang yang merugi.” (QS. Az Zumar: 65)
Ayat-ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan tidak akan diterima apabila tercampuri
dengan kesyirikan. Oleh sebab itulah para Rasul sangat memperhatikan perbaikan aqidah sebagai
prioritas pertama dakwah mereka. Inilah dakwah pertama yang diserukan oleh para Rasul kepada
kaum mereka; menyembah kepada Allah saja dan meninggalkan penyembahan kepada selain-
Nya.

Hal ini telah diberitakan oleh Allah di dalam firman-Nya:

َ‫َولَقَ ْد بَ َع ْثنَا فِي ُك ِّل ُأ َّم ٍة َرسُوال َأ ِن ا ْعبُدُوا هَّللا َ َواجْ تَنِبُوا الطَّا ُغوت‬
“Dan sungguh telah Kami utus kepada setiap umat seorang Rasul yang menyerukan ‘Sembahlah
Allah dan jauhilah thaghut (sesembahan selain Allah)'” (QS. An Nahl: 36)
Bahkan setiap Rasul mengajak kepada kaumnya dengan seruan yang serupa yaitu, “Wahai
kaumku, sembahlah Allah. Tiada sesembahan (yang benar) bagi kalian selain Dia.” (lihat QS.
Al A’raaf: 59, 65, 73 dan 85). Inilah seruan yang diucapkan oleh Nabi Nuh, Hud, Shalih, Syu’aib
dan seluruh Nabi-Nabi kepada kaum mereka.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menetap di Mekkah sesudah beliau diutus sebagai Rasul
selama 13 tahun mengajak orang-orang supaya mau bertauhid (mengesakan Allah dalam
beribadah) dan demi memperbaiki aqidah. Hal itu dikarenakan aqidah adalah fondasi tegaknya
bangunan agama. Para dai penyeru kebaikan telah menempuh jalan sebagaimana jalannya para
nabi dan Rasul dari jaman ke jaman. Mereka selalu memulai dakwah dengan ajaran tauhid dan
perbaikan aqidah kemudian sesudah itu mereka menyampaikan berbagai permasalahan agama
yang lainnya (lihat At Tauhid Li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 9-10).
Baca Juga:  Aqidah Kuat, Bangsa Hebat
Sebab-Sebab Penyimpangan dari Aqidah yang Benar
Penyimpangan dari aqidah yang benar adalah sumber petaka dan bencana. Seseorang yang tidak
mempunyai aqidah yang benar maka sangat rawan termakan oleh berbagai macam keraguan dan
kerancuan pemikiran, sampai-sampai apabila mereka telah berputus asa maka mereka pun
mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat mengenaskan yaitu dengan bunuh diri.
Sebagaimana pernah kita dengar ada remaja atau pemuda yang gantung diri gara-gara diputus
pacarnya.

Begitu pula sebuah masyarakat yang tidak dibangun di atas fondasi aqidah yang benar akan
sangat rawan terbius berbagai kotoran pemikiran materialisme (segala-galanya diukur dengan
materi), sehingga apabila mereka diajak untuk menghadiri pengajian-pengajian yang membahas
ilmu agama mereka pun malas karena menurut mereka hal itu tidak bisa menghasilkan
keuntungan materi. Jadilah mereka budak-budak dunia, shalat pun mereka tinggalkan, masjid-
masjid pun sepi seolah-olah kampung di mana masjid itu berada bukan kampungnya umat Islam.
Alangkah memprihatinkan, wallaahul musta’aan (disadur dari At Tauhid Li Shaffil Awwal Al
‘Aali, hal. 12)
Oleh karena peranannya yang sangat penting ini maka kita juga harus mengetahui sebab-sebab
penyimpangan dari aqidah yang benar. Di antara penyebab itu adalah:

1. Bodoh terhadap prinsip-prinsip aqidah yang benar. Hal ini bisa terjadi karena sikap tidak mau
mempelajarinya, tidak mau mengajarkannya, atau karena begitu sedikitnya perhatian yang
dicurahkan untuknya. Ini mengakibatkan tumbuhnya sebuah generasi yang tidak memahami
aqidah yang benar dan tidak mengerti perkara-perkara yang bertentangan dengannya, sehingga
yang benar dianggap batil dan yang batil pun dianggap benar. Hal ini sebagaimana pernah
disinggung oleh Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Jalinan agama Islam itu akan
terurai satu persatu, apabila di kalangan umat Islam tumbuh sebuah generasi yang tidak
mengerti hakikat jahiliyah.”

2. Ta’ashshub (fanatik) kepada nenek moyang dan tetap mempertahankannya meskipun hal itu
termasuk kebatilan, dan meninggalkan semua ajaran yang bertentangan dengan ajaran nenek
moyang walaupun hal itu termasuk kebenaran. Keadaan ini seperti keadaan orang-orang kafir
yang dikisahkan Allah di dalam ayat-Nya, “Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah
wahyu yang diturunkan Tuhan kepada kalian!’ Mereka justru mengatakan, ‘Tidak, tetapi kami
tetap akan mengikuti apa yang kami dapatkan dari nenek-nenek moyang kami’ (Allah katakan)
Apakah mereka akan tetap mengikutinya meskipun nenek moyang mereka itu tidak memiliki
pemahaman sedikit pun dan juga tidak mendapatkan hidayah?” (QS. Al Baqarah: 170)
3. Taklid buta (mengikuti tanpa landasan dalil). Hal ini terjadi dengan mengambil pendapat-
pendapat orang dalam permasalahan aqidah tanpa mengetahui landasan dalil dan kebenarannya.
Inilah kenyataan yang menimpa sekian banyak kelompok-kelompok sempalan seperti kaum
Jahmiyah, Mu’tazilah dan lain sebagainya. Mereka mengikuti saja perkataan tokoh-tokoh
sebelum mereka padahal mereka itu sesat. Maka mereka juga ikut-ikutan menjadi tersesat, jauh
dari pemahaman aqidah yang benar.
4. Berlebih-lebihan dalam menghormati para wali dan orang-orang saleh. Mereka mengangkatnya
melebihi kedudukannya sebagai manusia. Hal ini benar-benar terjadi hingga ada di antara
mereka yang meyakini bahwa tokoh yang dikaguminya bisa mengetahui perkara gaib, padahal
ilmu gaib hanya Allah yang mengetahuinya. Ada juga di antara mereka yang berkeyakinan
bahwa wali yang sudah mati bisa mendatangkan manfaat, melancarkan rezeki dan bisa juga
menolak bala dan musibah. Jadilah kubur-kubur wali ramai dikunjungi orang untuk meminta-
minta berbagai hajat mereka. Mereka beralasan hal itu mereka lakukan karena mereka merasa
sebagai orang-orang yang banyak dosanya, sehingga tidak pantas menghadap Allah sendirian.
Karena itulah mereka menjadikan wali-wali yang telah mati itu sebagai perantara. Padahal
perbuatan semacam ini jelas-jelas dilarang oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
bersabda, “Allah melaknat kaum Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur-kubur
Nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (HR. Bukhari). Beliau memperingatkan umat agar tidak
melakukan sebagaimana apa yang mereka lakukan Kalau kubur nabi-nabi saja tidak boleh lalu
bagaimana lagi dengan kubur orang selain Nabi ?
5. Lalai dari merenungkan ayat-ayat Allah, baik ayat kauniyah maupun qur’aniyah. Ini terjadi
karena terlalu mengagumi perkembangan kebudayaan materialistik yang digembar-gemborkan
orang barat. Sampai-sampai masyarakat mengira bahwa kemajuan itu diukur dengan sejauh
mana kita bisa meniru gaya hidup mereka. Mereka menyangka kecanggihan dan kekayaan materi
adalah ukuran kehebatan, sampai-sampai mereka terheran-heran atas kecerdasan mereka. Mereka
lupa akan kekuasaan dan keluasan ilmu Allah yang telah menciptakan mereka dan memudahkan
berbagai perkara untuk mencapai kemajuan fisik semacam itu. Ini sebagaimana perkataan Qarun
yang menyombongkan dirinya di hadapan manusia, “Sesungguhnya aku mendapatkan hartaku
ini hanya karena pengetahuan yang kumiliki.” (QS. Al Qashash: 78). Padahal apa yang bisa
dicapai oleh manusia itu tidaklah seberapa apabila dibandingkan kebesaran alam semesta yang
diciptakan Allah Ta’ala. Allah berfirman yang artinya, “Allah lah yang menciptakan kamu dan
perbuatanmu.” (QS. Ash Shaffaat: 96)
6. Kebanyakan rumah tangga telah kehilangan bimbingan agama yang benar. Padahal peranan
orang tua sebagai pembina putra-putrinya sangatlah besar. Hal ini sebagaimana telah digariskan
oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Kedua
orang tuanyalah yang akan menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi.” (HR. Bukhari). Kita
dapatkan anak-anak telah besar di bawah asuhan sebuah mesin yang disebut televisi. Mereka tiru
busana artis idola, padahal busana sebagian mereka itu ketat, tipis dan menonjolkan aurat yang
harusnya ditutupi. Setelah itu mereka pun lalai dari membaca Al Qur’an, merenungkan makna-
maknanya dan malas menuntut ilmu agama.
7. Kebanyakan media informasi dan penyiaran melalaikan tugas penting yang mereka emban.
Sebagian besar siaran dan acara yang mereka tampilkan tidak memperhatikan aturan agama. Ini
menimbulkan fasilitas-fasilitas itu berubah menjadi sarana perusak dan penghancur generasi
umat Islam. Acara dan rubrik yang mereka suguhkan sedikit sekali menyuguhkan bimbingan
akhlak mulia dan ajaran untuk menanamkan aqidah yang benar. Hal itu muncul dalam bentuk
siaran, bacaan maupun tayangan yang merusak. Sehingga hal ini menghasilkan tumbuhnya
generasi penerus yang sangat asing dari ajaran Islam dan justru menjadi antek kebudayaan
musuh-musuh Islam. Mereka berpikir dengan cara pikir aneh, mereka agungkan akalnya yang
cupet, dan mereka jadikan dalil-dalil Al Qur’an dan Hadits menuruti kemauan berpikir mereka.
Mereka mengaku Islam akan tetapi menghancurkan Islam dari dalam. (disadur dengan
penambahan dari At Tauhid li Shaffil Awwal Al ‘Aali, hal. 12-13).
1.1 Kesimpulan

Akidah adalah sebuah ketawhidan menjadi pondasi awal agar segala aktivitas
berorientasi kepada syariat-syariat Islam dan Norma-norma ke-Islaman, Agar jelas
tertuju kepada sesuatu hal yang baik.
1.2 Kritik dan Saran

Materi ini tidak hanya sebatas sebuah pemahaman yang hanya berisi nilai-nilai
kebaikan tetapi lebih kepada sesuatu yang tak terpisahkan kepada hal yang spiritual
dan norma-norma sosial. Dan memang pada dasarnya harus diseimbangkan antara
landasan teori dan juga pengimplementasian.
DAFTAR PUSTAKA

https://muslim.or.id/459-tauhid-akidah-dalam-kehidupan-insan.html

https://www.annaba-center.com/kajian/pengaruh-akidah-dalam-kehidupan

https://dalamislam.com/landasan-agama/aqidah/macam-macam-aqidah

https://kumparan.com/berita-terkini/aqidah-islam-dan-penerapannya-dalam-
kehidupan-1vrdkgHHQP9/full

Anda mungkin juga menyukai