Anda di halaman 1dari 12

IMAN KEPADA ALLAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Dengan Mata Kuliah Aqidah Akhlak SD/MI

DOSEN PENGAMPU
NAMIROH LUBIS, M. Pd.

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 5
ANNISA MIFTAHUL HASANAH
LENA WITO

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)


MANDAILING NATAL
T.A 2023-2024
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman Kepada Allah


Iman adalah ucapan dan perbuatan. Ucapan hati dan lisan, serta amal hati.
Artinya pengakuan yang di (ucapkan) dalam hati dan lisan serta bersedia
melakukan yang dibenarkannya melalui amal hati. Sebagaimana kita ketahui dalam
agama Islam memiliki Rukun Iman yakni beriman kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada qada’ dan qadar
(ketentuan). 1
Seorang muslim yang beriman kepada Allah adalah yang membenarkan adanya
Tuhan Yang Maha Agung Tuhan Maha Pencipta langit dan bumi. Dia mengetahui
alam gaib dan alam nyata, Maha Pengatur, raja segala sesuatu. Tiada Tuhan
melainkan Dia. Dialah Yang Maha Agung, Yang memiliki sifat-sifat maha
sempurna. Untuk pertama kalinya kita mendapat petunjuk dari petunjuk-Nya.
(Allah berfirman : Kalaulah bukan karena petunjuk Allah, tidaklah kita akan
mendapat petunjuk). 2
Iman kepada Allah adalah salah asas dan inti kaidah Islamiyah. Maka ia adalah
pokok, dan semua rukun–rukun akidah dihubungkan kepadanya  atau
mengikutinya. Dari ajaran dasar, timbulah bagian-bagian dan rukun- rukun iman
yang lain. Bahwa beriman kepada Allah adalah beriman pada yang ghaib, dan
beriman kepada yang ghaib memerlukan dalil- dalil yang rasional untuk
membuktikan kebenaran keimanan itu. Dalil- dalil tentang wujud Allah ada yang
berdasarkan akal dan ada juga yang berdasarkan wahyu dan merupakan dalil
lengkap bagi pengetahuan kita tentang Allah. 3 Berikut adalah dalil- dalil  tentang
iman kepada Allah :
Didalam Al-Qur’anul Karim, Allah memberikan keberadaan, pengaturan, nama,
dan sifat-sifat . Allah berfirman :

1 Siti Umaiyah, “Makalah Iman Kepada Allah”, http://sitiumaiyahh.blogspot.co.id/2013/05/v-


behaviorurldefaultvmlo.html  (diakses pada 20 Maret 2023, pukul 10.15).
2 Abu Bakar Jabir El-Jazair , Pola Hidup Muslim, Bandung : Remaja Rosdakarya, Cet-1,1990, hlm
1.
3 Nur Hidayat , Aqidah akhlak dan pembelajarannya . Hlm. 61

1
?‫ض? فِ? ي? ِس? تَّ? ِة? َأ ي?َّ?ا? ٍ?م? ثُ? َّم? ا? ْس? تَ? َو? ٰ?ى? َع? لَ? ى‬ ?َ ?‫ت? َ?و? ا?َأْل ْ?ر‬ ِ ?‫ق? ا?ل?س?َّ? َم? ا? َ?و? ا‬َ ?َ‫ِإ َّن? َ?ر? ب?َّ? ُك? ُم? هَّللا ُ? ا?لَّ? ِذ? ي? َ?خ? ل‬
?ٍ‫س? َو? ا? ْل? قَ? َم? َ?ر? َو? ا?ل? ُّن? ُج? و? َم? ُم? َس? َّخ? َ?ر? ا?ت‬?َ ?‫ط? لُ?بُ? هُ? َح? ثِ? ي?ثً? ا? َو? ا?ل? َّش? ْم‬ْ ?َ‫ش? يُ? ْ?غ? ِ?ش? ي? ا?ل?لَّ? ْي? َل? ا?ل?نَّ? هَ? ا? َر? ي‬
ِ ?‫ا? ْل? َع? ْ?ر‬
?‫ب? ا? ْل? َع? ا?لَ? ِم? ي?ن‬
?ُّ ?‫ك? هَّللا ُ? َر‬ ?َ ?‫ق? َ?و? ا?َأْل ْم? ُر? ۗ? تَ? بَ? ا? َ?ر‬ُ ?‫بِ? َأ ْم? ِر? ِه? ۗ? َأ اَل لَ? هُ? ا? ْل? َ?خ? ْل‬

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam
kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari,
bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam.” (Qs. Al-A’raf : 54)

َّ ?‫ِإ نَّ?نِ? ي? َأ نَ? ا? هَّللا ُ? اَل ِإٰ?لَ? هَ? ِإ اَّل َأ نَ? ا? فَ? ا? ْع? بُ? ْد? نِ? ي? َ?و? َأ قِ? ِ?م? ا?ل‬
?‫ص? اَل ةَ? لِ? ِذ? ْك? ِر? ي‬
“Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka
sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Qs. Thaha : 14)
Ketika menentang tidak benaran pengakuan akan adanya tuhan selain Allah ,
Dia berfirman:

ِ ?‫ب? ا? ْل? َع? ْ?ر‬


 ?‫ش? َع? َّم? ا‬ ?ِّ ?‫لَ? ْ?و? َك? ا? َ?ن? فِ? ي? ِه? َم? ا? آ?لِ? هَ? ةٌ? ِإ اَّل هَّللا ُ? لَ? فَ? َس? َد? تَ? ا? ۚ? فَ? ُس? ْب? َ?ح? ا? َ?ن? هَّللا ِ? َ?ر‬
?‫ص? فُ?و? َن‬ ِ ?َ‫ي‬
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya
itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa
yang mereka sifatkan.” (Qs.Al- Anbiyaa : 22)
Atas dasar inilah maka kehidupan muslim, dalam segala aspeknya, sangat
bergantung pada keimanan terhadap Allah SWT.4 Tiada Tuhan selain Allah dapat
disebut dengan Maha Esa yang artinya wujud satu yang Haqq atas keberadaan
Allah tuhan semesta Alam, tidak ada yang menyamai wujud Allah SWT.  Dalam
agama islam dikenal istilah syahadat, sebagai syarat yang utama ketika akan
berpegang pada ajaran Islam, hal itu sebagai wujud pengakuan terhadap
kemahaesaan Allah. Selanjutnya dalil dalam Al-qur’an yang menunjukkan
kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah:

‫ْط ۚ ٓاَل ِإ ٰلَهَ ِإاَّل هُ َو ْٱل َع ِزي ُز ْٱل َح ِكي ُم‬ ۟ ُ‫َش ِه َد ٱهَّلل ُ َأنَّ ۥهُ ٓاَل ٰلَهَ اَّل هُ َو َو ْٱلم ٰلَِٓئ َكةُ َوُأ ۟ول‬
ِ ‫وا ْٱل ِع ْل ِم قَٓاِئ ۢ ًما بِ ْٱلقِس‬ َ ‫ِإ ِإ‬

4 Abu Bakar Jabir El-Jazair , Pola Hidup Muslim, Bandung : Remaja Rosdakarya, Cet-
1 ,1990 ,hlm 7

2
“Allah menyatakan bahwasannya tidak ada tuhan (yang berhak disembah)
melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang
berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada tuhan (yang berhak
disembah) melainkan Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS.Ali
Imran: 18)
Beberapa kata-kata yang menjadi penegasan terhadap keesaan Allah, Tiada
tuhan selain Allah, kalimat tersebut menegaskan bahwa hanya Dia satu-satunya
yang wajib disembah. Seperti yang telah dijelaskan dalam surat Al-ikhlas bahwa
Allah satu dan Tidak ada sekutu bagi-Nya. Dijelaskan juga bahwa Allah
merupakan Dzat yang Maha Esa, dalam Firman Allah yang lain:

‫ْض ۚ ُسب َْحانَ هَّللا ِ َع َّما‬


ٍ ‫ضهُ ْم َعلَ ٰى بَع‬ َ َ‫َب ُكلُّ ِإ ٰلَ ٍه بِ َما َخل‬
ُ ‫ق َولَ َعاَل بَ ْع‬ َ ‫َما اتَّ َخ َذ هَّللا ُ ِم ْن َولَ ٍد َو َما َكانَ َم َعهُ ِم ْن ِإ ٰلَ ٍه ِۚإ ًذا لَ َذه‬
َ‫صفُون‬ ِ َ‫ي‬

“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan (yang
lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan besertaNya, setiap tuhan itu akan membawa
makhluk yang diciptakanNya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan
mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa yang mereka sifatkan
itu” (QS.Al Mu’minun: 91)
Makna yang terkandung dalam ayat tersebut adalah penolakan ibadah selain
Allah dan penetapan ibadah hanya kepada-Nya. Tiada sekutu bagi-Nya dalam
kekuasaan-Nya. Syarat yang diperlukan agar kesaksian terhadap Allah
mendatangkan manfaat bagi yang mengucapkannya, adalah:
1. Ilmu yang mencakup nafyan (penolakan) dan itsbatan (penetapan)
2. Keyakinan hati
3. Kepatuhan, baik lahir maupun bathin
4. Penerimaan, sedikitpun tidak menolak pada konsekuen shahadat
5. Keikhlasan dalam pelaksanaan
6. Pembenaran dengan hati, bukan sekedar melalui lisan
7. Mencintai islam dan umatnya, serta membela dan melestarikan sesuai dengan
kewajiban yang dituntut kesaksian tersebut. 5
B. Hikmah Beriman Kepada Allah

5 Syekh Hafizh Ahmad Al Hakami, Benarkah Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah. Jakarta:
Gema Press. 1994, hlm.55-56.

3
Kalian percaya kepada sifat-sifat Allah ialah dengan tunduk dan patuh kepada
seluruh perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Adapun hikmah dari
mempercayai sifat-sifat Allah diantaranya :
1. Dapat menyelamatkan seseorang dari segala sesuatu yang menimpa dirinya
karena orang beriman akan ditolong oleh Allah (Q.S al-Mukmin ayat 31)
2. Hati menjadi tenang dan tidak gelisah (Q.S ar-Ra’du ayat 28)
3. Mendatangkan keuntungan. Tanpa dibekali iman, seseorang akan berada dalam
kerugian (Q.S al-Asr ayat 1-3).

C. Sifat Allah swt dan Ciri Orang yang Beriman kepada Sifat Allah

1. Sifat – Sifat Allah


Sifat adalah kualitas yang melekat pada dzat. Sifat tidak memiliki arti
tanpa adanya dzat. Sifat Allah yang terkandung dalam asma-Nya sebagaimana
tercantum dalam Al-Quran, secara keseluruhan menggambarkan kesempurnaan
mutlak bagi Allah dan tidak ada satu pun yang menyamai-Nya. karena itu,
selain Allah, tidak ada yang boleh di lekati sifat-sifat ke-Tuhanan. Adapun sifat
Allah diklasifikasikan menjadi tiga, yakni sifat Wajib, sifat Mustahil, dan sifat
Jaiz bagi Allah.
a. Sifat Wajib Allah swt.
Adalah sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Allah swt. Yang sesuai
dengan keagunganya sebagai pencipta alam seisinya. Dalam
ilmu aqa’id, disebutkan bahwa sifat wajib Allah swt ada tiga belas yaitu:
a) Wujud (ada)
b) Qidam (terdahulu)
c) Baqa’ (kekal)
d) Mukhalafatu lil Hawadisi (Berbeda dengan ciptaan-nya)
e) Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri dengan sendirinya)
f) Wahdaniyah (Maha Esa)
g) Qudrah (Mahakuasa)
h) Iradah (Berkehendak)
i) ‘Alim (Maha Mengetahui)
j) Hayat (Hidup)
k)  Sama’(Maha Mendengar)

4
l) Basar (Maha Melihat)
m) Kalam (Berfirman)
Ada sebagian ulama yang menambahkan dengan tujuh sifat allah swt,
sehingga menjadi dua puluh,yaitu:
a) Qadiran (Maha Kuasa)
b) Muridan (Maha Berkehendak)
c) ‘Aliman (Maha Mengetahui)
d) Hayyan (Maha Hidup)
e) Sami’an (Maha Mendengar)
f) Basiran (Maha Melihat)
g) Mutakalliman (Maha Berbicara)
b. Sifat Mustahil Allah swt
Yaitu sifat-sifat yang secara akal tidak mungkin dimiliki Allah SWT.
Dalam ilmu tauhid dinyatakan bahwa sifat Mustahil Allah swt ada 13,
yaitu:
a) ‘adam (tidak ada)
b) Hudus (permulaan)
c) Fana’ (rusak)
d) Mumasalatu lil-hawadisi (menyerupai makhluk)
e) Qiyamuhu bigairihi (membutuhkan sesuatu selain dirinya)
f) Ta’adud (lebih dari satu)
g) A’jzun (lemah)
h) Karahah (terpaksa)
i) Jahlun (bodoh)
j) Mautun (mati)
k) Summun (tuli)
l) ‘umyun (buta)
m) Bukmun (bisu)
c. Sifat Jaiz Allah swt.Berarti sifat kebebasan Allah swt, yakni kebebasan
yang dimilikinya sebagai tuhan semesta alam untuk berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu sesuai dengan kehendaknya yang mutlak.

5
2. Ciri Orang yang Beriman terhadap Sifat – sifat Allah SWT

Ciri orang yang beriman terhadap sifat wajib Allah antara lain sebagai
berikut :
1. Bersyukur
Manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang paling sempurna. Oleh
karena itu pemberian Allah wajib digunakan dengan baik untuk beribadah
kepadaNya. Contoh: mulut digunakan untuk berkata yang baik dan
bermanfaat.
2. Ikhlas
Orang yang beriman kepada Allah senantiasa ikhlas dalam segala
perbuatannya. Ibadah yang dilaksanakan karena mengharap ridla Allah.
3. Sabar
Sabar artinya tabah, tahan menghadapi cobaan, menyerah kepada
Allah dengan ridla dan lapang dada.
4. Amanah
Anugerah yang diberikan Allah kepda kita perlu kita pelihara. Orang
yang mendapat suatu jabatan tertentu wajib digunakan untuk hal-hal yang
bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Jabatan dilaksanakan dengan
penuh tanggung jawa, jujur dan amanah.
5. Tidak sombong
Kekayaan atau kepandaian yang Allah berikan kepada kita
seharusnya tidak menjadikan diri kita sombong. Adanya kekayaan dan
kepandaian yang kita miliki menjadikan diri kita rendah diri.
6. Sopan dalam perbuatan santun dalam berkata.
Ketika kita berbicara kepada seseorang hendaknya selalu dengan lemah
lembut. Dalam perilaku kita menjaga perbuatan kita agar tidak menyakiti
orang lain.6
D. Tingkat Iman Kepada Allah dan Cara Mengaplikasikan Iman Kepada Allah Dalam
Kehidupan Sehari-hari

Tingkatan mengimani Allah (tauhid) yaitu ada lima tingkatan, yaitu :

6 Nanda Mega Kharisma, “Makalah Iman Kepada Allah”,


http://nandamegakharisma.blogspot.com/ 2015/06/ makalah-iman-kepada-allah.html.

6
a. Taqlit
Taqlit secara umum adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa
mengetahui sumber atau alasannya. Namun untuk kasus Iman Kepada
Allah ialah taqlit atau mengikuti orang tua, karena saat kita masih belum
bisa menemukan dasar atau ilmu dalam Iman Kepada Allah alangkah lebih
baiknya jika kita mengikuti orang tua kita yang sudah paham soal Iman
Kepada Allah, dan itu sebagai cara agar kita juga bisa belajar tentang Ilmu
Agama lainnya yang diajarkan oleh Nabi Muhammad.
b. Ilmu yang dimiliki
Ilmu yang kita miliki berguna untuk menemukan bukti yang dapat
meyakinkan kita tentang iman kepada Allah, tentang keberadaan Allah
contohnya, dan semua yang dapat meyakinkan kita tentang iman kepada
Allah. Namun ada satu lagi bukti tentang ilmu yang kita miliki dan yang
Allah miliki, yaitu sepintar apapun kita, sejenius apapun kita pasti ada
sebagian hal yang tidak kita ketahui, namun berbeda dengan Allah, seperti
dalam firman-Nya:

ِ ْ‫ت َو َما فِى ااْل َر‬


‫ض َوهللاُ بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم‬ ِ ‫َوهللاُ يَ ْعلَ ُم َما فِى ال َّس َم َو‬
“Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan
Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
c. Selalu diawasi oleh Allah
Bila kita tidak bisa menerapkan keyakinan bahwa Allah sedang
melihat kita, maka kita akan menjadi hamba yang lupa akan pengawasan
Allah, karena kita mengira bahwa Allah tidak mengetahui apa yang kita
kerjakan.Seperti saat kita sedang berbohong atau berdusta, itu kita
lakuakan karena kita tidak memiliki keyakinan bahwa Allah sedang
melihat apa yang kita lakukan, dan pada umumnya, orang yang telah
melakukan kebohongan maka ada kecenderungan untuk melakukannya
lagi, lagi, dan lagi.
Mungkin bagi yang melakukan kebohongan atau dusta, baik itu yang
kecil atau besar, lupa bahwa Allah sedang mengawasi kita, seperti yang
tertulis dalam firman-Nya.

7
َ‫ظنَ ْنتُ ْم َأ َّن هللاَ اَل يَ ْعلَ ُم َكثِ ْيرًا ِم َّم تَ ْع َملُوْ ن‬
َ ‫َو َما ُك ْنتُ ْم تَ ْستَتِرُوْ نَ َأ ْن يَ ْشهَ َد َعلَ ْي ُك ْم َس ْم ُع ُك ْم َواَل ُجلُو ُد ُك ْم َولَ ِك ْن‬

“Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran,


pengelihatan dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira bahwa Allah
tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.” (QS.
Fushshilat : 22)
Allah menciptakan telinga, mata, dan kulit bertujuan agar menjadi
saksi atas apa saja yang kita kerjakan selama di dunia, seperti dalam Al-
Qur’an yang berbunyi.

َ‫صا ُرهُ ْم َو ُجلُوْ ُدهُ ْم بِ َما َكانُوْ ا يَ ْع َملُوْ ن‬


َ ‫َحتَّى اِ َذا َما َجاءُوْ هَا َش ِه َد َعلَ ْي ِه ْم َس ْم ُعهُ ْم َواَ ْب‬

“Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, pengelihatan,


dan kulit mereka menjadi saksi terhadap apa yang telah mereka lakukan.”
(QS. Fushshilat : 20)
Jadi, bila ada dari kita yang kadang masih suka berbohong atau
berdusta, baik dalam hal kecil maupun besar, baiknya segeralah bertaubat,
dan mulai mengamalkan bahwa segala tingkah laku kita diawasi oleh
Allah, sehingga segala yang kita kerjakan haruslah berisi dengan kebaikan
bukan dengan keburukan yang dapat membuat kita mendapatkan dosa.
d. Melihat Allah dengan mata hati
Manusia dapat melihat benda disekitar dengan ke-dua mata seperti
biasanya, namun saat kita ingin melihat Allah, kita melihat dengan ke-dua
mata maka kita tidak akan melihat Allah, namun Allah hanya bisa dilihat
dengan mata hati sebagai mana Allah berkata dalam firman-nya:

)103:‫ار َوهُ َو اللَّ ِطيْفُ ْالخَ بِ ْي ُر (األنعام‬


َ ‫ص‬َ ‫ك ااْل َ ْب‬ َ ‫اَل تُ ْد ِر ُكهُ ااْل َ ْب‬
ُ ‫صا ُر َوهُ َو يُ ْد ِر‬

Artinya : Dia tidak dapat dicapai dengan pengelihatan mata, sedang Dia
dapat melihat segala pengelihatan itu  dan Dialah Yang Maha Halus,
Maha Teliti.
Kita hanya bisa melihat Allah dengan mata hati apabila kita sudah
merasa diawasi oleh Allah, namun apabila kita tidak merasa diawasi Allah
kita pasti kesulitan untuk melihat Allah dengan mata hati kita. Dan saat
kita tidak dapat melihat Allah dengan mata hati maka kita bisa saja

8
menjadi tersesat dan keluar dari tuntunan Allah. Sebagaimana firman
Allah :

َ َ‫َو َم ْن َكانَ فِي ه ِذه اَ ْعمى فَه َُوفِى ااْل ِخ َر ِة اَ ْعمى َوا‬
)72:‫ضلُّ َسبِ ْياًل (االسراء‬

Artinya : Dan barang siapa buta (hatinya) di dunia ini, maka di akhirat
dia akan buta dan tersesat jauh dari jalan (yang benar).
Untuk dapat melihat Allah hati kita haruslah dalam keadaan bersih,
jika hati kita tidak dalam keadaan bersih akan membuat setan mudah
menyesatkan kita.7
e. Semuanya hanya untuk Allah (Zuhud)
Secara harfiah al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu yang
bersifat keduniawian. Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat
penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan dunia.
Orang yang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar kebahagiaan hidup
di akhirat yang kekal dan abadi, daripada mengejar kehidupan dunia yang
fana sepintas lalu. Hal ini dapat dipahami dari isyarat ayat yang berbunyi.

ْ ?ُ‫ت‬                                  
?‫ظ? لَ? ُم? و?نَ? فَ? تِ? ي?اًل َو? اَل ا?تَّ? قَ? ٰ?ى? لِ? َم? نِ? َ?خ? ْي? ٌر? َ?و? ا?آْل ِ?خ? َ?ر? ةُ? قَ? لِ? ي?اٌل ل? ُّد? ْن? يَ? ا? َم? تَ? ا? ُع? قُ? ْل‬

Artinya: “Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat


itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu tidak akan
dianiaya sedikitpun” (Q.S. An-Nisa [4]: 77).

‫َواآْل ِخ َرةُ خَ ْي ٌر َوَأ ْبقَ ٰى‬


Artinya: “Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih
kekal” (Q.S. Al-A’la [87]: 17).
Dari ayat di atas memberi petunjuk bahwa kehidupan dunia yang
sekejap ini dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal dan abadi,
sungguh tidak sebanding. Kehidupan akhirat lebih baik dari kehidpan
dunia.
Orang yang berpandangan demikian tidak akan mau mengorbankan
kebahagiaan hidupnya di akhirat hanya karena mengejar duniawi yang
sementara.8

7 Harun  Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1983, hlm.64.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Iman adalah pengakuan yang di (ucapkan) dalam hati dan lisan serta bersedia
melakukan yang dibenarkannya melalui amal hati. Sebagaimana kita ketahui dalam
agama Islam memiliki Rukun Iman yakni beriman kepada Allah, malaikat-Nya,
kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada qadla’ dan qadar
(ketentuan). Seorang muslim yang beriman kepada Allah adalah yang
membenarkan adanya Tuhan Yang Maha Agung Tuhan Maha Pencipta langit dan
bumi. Dia mengetahui alam gaib dan alam nyata, Maha Pengatur, raja segala
sesuatu. Tiada Tuhan melainkan Dia. Dialah Yang Maha Agung, Yang memiliki
sifat-sifat maha sempurna. Untuk pertama kalinya kita mendapat petunjuk dari
petunjuk-Nya. Iman kepada Allah adalah salah asas dan inti kaidah Islamiyah.
Hikmah Beriman Kepada Allah SWT antara lain, dapat menyelamatkan
seseorang dari segala sesuatu yang menimpa dirinya karena orang beriman akan
ditolong oleh Allah, kemudian hati menjadi tenang dan tidak gelisah,
mendatangkan keuntungan. Tanpa dibekali iman, seseorang akan berada dalam
kerugian.
Sifat adalah kualitas yang melekat pada dzat. Sifat Allah yang terkandung
dalam asma-Nya sebagaimana tercantum dalam Al-Quran, secara keseluruhan
menggambarkan kesempurnaan mutlak bagi Allah dan tidak ada satu pun yang
menyamai-Nya. karena itu, selain Allah, tidak ada yang boleh di lekati sifat-sifat
ke-Tuhanan. Adapun sifat Allah diklasifikasikan menjadi tiga, yakni sifat Wajib,
sifat Mustahil, dan sifat Jaiz bagi Allah.

8 al-Naisabury Al-Qusyairi, al-Qusyairiyah fi’Ilm al-Tasawwuf, Mesir: Dar al-Khair,


t.t., hlm.115

10
DAFTAR PUSTAKA

Al Hakami, Syekh Hafizh. 1994. Benarkah Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah. Jakarta:
Gema Press.
Bakar Jabir El-Jazair, Abu. 1990. Pola Hidup Muslim. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Cet-1.
Nasution, Harun. 1983.Falsafah dan Mistisisme dalam islam. Jakarta: Bulan Bintang,
Kharisma, Nanda Mega. “Makalah Iman Kepada Allah”,
http://nandamegakharisma.blogspot.com/2015/06/makalah-imankepadaallah .html
Qusyairi, al-Naisabury. t.t. al-Qusyairiyah fi’Ilm al-Tasawwuf. Mesir: Dar al-Khair
Umaiyah, Siti. Kamis 26 Oktober 2017. “Makalah Iman Kepada
Allah”, http://sitiumaiyahh.blogspot.co.id/2013/05/vbehaviorurldefaultvmlo.html.

11

Anda mungkin juga menyukai