PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan ini pada hakikatnya tidak bisa terlepas dari masalah. Di mana-pun
manusia hidup pasti akan menghadapi persoalan karena, hal demikian
memang sudah ditetapkan oleh Allah sebagai ujian bagi manusia. Sebuah
ungkapan menyatakan Bahwa hidup merupakan rangkaian dari masalah.
Seluruh problem manusia tersebut menuntut adanya penyelesaian.
Kenyataannya, tidak semua problem dapat diselesaikan sendiri oleh individu,
kadangkala membutuhkan seorang ahli untuk memecahkan problemnya.
Bicara tentang eksistensi Tuhan, merupakan sebuah obyek kajian yang
memang sudah lama ada, tepatnya sejak kemunculan filsafat Pra-Socrates
(masa Anaximandros, Xenophas, hinga Parmenides). Walaupun tidak
membahas tentang tuhan secara utuh, namun para filosof tersebut setidaknya
membahas tentang adanya tuhan.
Kata Tuhan merujuk kepada suatu Zat Abadi dan Supranatural, biasanya
dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat
raya. Hal ini bisa juga digunakan untuk merujuk kepada beberapa konsep-
konsep yang mirip dengan ini misalkan sebuah bentuk energi atau kesadaran
yang merasuki seluruh alam semesta, dimana keberadaannya membuat alam
semesta ada, sumber segala yang ada, kebijakan yang terbaik dan tertinggi
dalam semua makhluk hidup atau apapun yang tidak bisa dimengerti atau
dijelaskan.
Banyak tafsir daripada nama Tuhan ini yang bertentangan satu sama lain.
Meskipun kepercayaan akan Tuhan ada dalam semua kebudayaan dan
peradaban, tetapi definisinya lain-lain. Istilah Tuan juga banyak kedekatan
makna dengan kata Tuhanm, dimana Tuhan juga merupakan majikan atau
juragannya alam semesta. Tuhan punya hamba sedangkan Tuan punya sahaya
atau budak.
Pertanyaan atheis yang sering muncul adalah Mengapa Tuhan tidak dapat
dilihat? Hal ini disebabkan para atheis hanya menggunakan pancaindranya
saja dalam melihat eksistensi Tuhan. Seandainya para atheis tidak hanya
menggunakan indranya, dan lebih mengoptimalkannya dengan akal dan
hatinya, karena sudah banyak sekali tanda-tanda kekuasaan-Nya dari hal-hal
kecil sampai hal-hal yang amat besar di dunia ini. Jadi bagaimana kita tahu
bahwa Tuhan itu ada? Sebab itulah penulis membuat makalah ini untuk
membahas Eksistensi Tuhan.
1
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana Eksistensi Tuhan?
b. Apa Saja Dalil-dalil Pembuktian Eksistensi Tuhan?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bahasa lain istilah tuhan disebutilah, god, hyang, ely, dll. Orang
komunis, dengan menggunakan pendekatan diletika material sampai kepada
kesimpulan bahwa Tuhan itu tidak ada. Bukan hanya komunis, banyak lagi
orang di luar itu yang tidak bertuhan (atheis). Akan tetapi al-Quran
menegaskan bahwa semua manusia pasti bertuhan mustahil tidak, paling
tidak, individu tersebut bertuhan kepada hawa nafsunya.
Secara bahasa, Tuhan (Bahasa Indonesia) sinonim dengan kata God, The
Lord God, Almighty God, Deity (bahasa Inggris), Got (Belanda), Golt
(Jerman), Gudd (Swedia, Norwegia), Allon (Phoenicians), Ado (Canaanites),
Adonai, Yahuwa, Elohim, Ekah, Eli(Yahudi).
Secara istilah Tuhan adalah segala sesuatu yang paling dicintai. Apabila
seseorang lebih mencintai mobil barunya daripada segalanya, maka mobil itu
menjadi Tuhan baginya. Apabila jabatan lebih dicintai melebihi segalanya
maka jabatan itu adalah Tuhannya. Dengan demikian ada orang yang
menuhankan harta, tahta, wanita, dll. Dengan kata lain, banyak manusia yang
telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan. Allah menegaskan :
"Maka pernahkah kamu melihat orang-orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya ?" (QS. 45 : 23).
Tuhan dalam bahasa Arab disebut Ilah yang berarti mabud (yang
disembah). Pengertian Tuhan berdasarkan Islam, ialah Dzat yang Yang Maha
Esa, tidak ada lagi Tuhan kecuali Dia. Beberapa ayat Al-Quran yang
mengungkapkan tentang konsep dasar tentang ketuhanan antara lain sebagai
berikut:
Dan Tuahanmu adalah Tuhan yang Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia.
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (Al-Baqarah/2: 163).
3
Ayat ini mengindikasikan bahwa Allah Dzat Yang Maha Kuasa, yang
menetapkan segala ketentuan untuk seluruh makhluk, Yang memiliki
Kebesaran, Kesucian, Ketinggian dan hanya kepada-Nya manusia muslim
menyembah dan memohon pertolongan. Dialah Allah yang menentukan
syariah bagi umat manusia dengan wahyu yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad s.aw. sebagai agama. Wahyu ini membedakan antara agama
Allah (revealed religion) dengan agama budaya yang dirumuskan oleh
manusia (natural atau cultural religion).
Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi
Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi,
Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Islam menitik beratkan
konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Dia
itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut Al-
Quran terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling
baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama
tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara
99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah
"Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).
"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-
'An'am 6:103).
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan
yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat
nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan
jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan
yang lurus, jalan yang diridhai-Nya.
4
atau dasar dari Islam. Pengertian akidah terbagi menjadi dua, yaitu akidah
secara Etimologi (bahasa) dan secara Syara (istilah) :
Akidah berasal dari kata aqd yang berarti pengikatan. Akidah adalah apa
yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, Dia mempunyai Akidah
yang benar, berarti Akidahnya bebas dari keraguan.
5
2.3 Kaidah-kaidah Pokok dalam Berakidah
a. Kaidah Pertama :Sesuatu yang dapat ditangkap oleh inderaku, maka tidak
diragukan bahwa itu ada
Kaidah ini merupakan sebuah pernyataan yang dapat diterima oleh akal
manusia. Akan tetapi, berdasarkan pengalaman yang saya alami yaitu
ketika saya berjalan dipadang pasir pada waktu siang hari, saya melihat
dari kejauhan ada segumpalan air diatas tanah. Tetapi, ketika saya dekati,
saya hanya menemukan segumpalan tanah saja, karena pada hakekatnya
yang saya lihat hanyalah fatamorgana belaka.
Dapat disimpulkan bahwa panca indera yang manusia miliki ini terkadang
dapat memberikan informasi yang salah sehingga dapat menipu. Lalu,
apakah karena alasan tersebut lalu harus meragukan apa yang dirasakan
oleh indera manusia? Jelas tidak, sebab jika seseorang meragukan apa
yang dilihatnya, yang didengar dan dirasakan, individu tersebut telah
mencampuradukan antara fakta dengan khayalan. Dengan demikian, tidak
ada bedanya lagi antaranya dengan orang gila. Akan tetapi, ada satu syarat
lain yang hanya diperhatikan untuk memperoleh suatu keyakinan bahwa
sesuatu yang seseorang rasakan itu benar-benar ada. Syarat tersebut adalah
tidak mendasarkan keyakinan itu pada pengalaman pertama saja, karena
terkadang sesuatu yang dirasakan pertama kali hanyalah merupakan
khayalan belaka dan terkadang akal pun tertipu olehnya.
Hal tersebut di atas adalah sesuatu yang dapat menipu atau mengelabui
indera manusia. Akan tetapi , hal-hal tersebut sangatlah terbatas. Oleh
karena itu, adanya hal-hal semacam itu tidak dapat membatalkan kaidah
umum sebagaimana tersebut di atas.
b. Kaidah Kedua : Ada beberapa hal yang belum pernah kita lihat dan kita
rasakan, akan tetapi kita meyakini keberadaan hal-hal tersebut, seperti
halnya kita meyakini hal-hal yang telah kita lihat dan kita rasakan
Sebagai contoh, telah diyakini adanya negara India dan Brasil, padahal
belum pernah mengunjunginya ataupun melihatnya. Sama halnya dengan
kejadian-kejadian sejarah masa lalu, manusia saat ini tak pernah
mengalaminya secara langsung, namun individu inimeyakini hal tersebut
benar-benar terjadi. Jika setiap orang memperhatikan dengan seksama
maka orang itu akan menyimpulkan bahwa banyak hal yang tidak pernah
6
dilihatnya tetapiorang tersebut mempercayai keberadaannya. Lalu
mengapa orang tersebut bisa meyakini keberadaan hal-hal tersebut padahal
orang tersebut tidak pernah melihatnya atau pun merasakan dengan
inderanya? Hal ini tidak lain adalah karena berita mengenai keberadaan
hal-hal tersebut sudah menjadi kesepakatan umum yang terus disampaikan
oleh masyarakat dari zaman ke zaman dan dari generasi ke generasi
melalui berbagai macam sarana informasi. Dengan kata lain, setiap orang
mempercayai kebenaran berita-berita tersebut adalah karena masyarakat
telah menyepakati kebenarannya sehingga tidak ada lagi peluang
berbohong bagi siapa pun dalam menyampaikannya.
Da
7
Seorang yang berada dalam penjara (seperti dalam perumpamaan di atas)
tidak akan dapat melihat seluruh bagian sungai dari balik celah dinding
penjara. Orang itu hanya dapat melihat sebagian kecil saja dari sungai
tersebut. Demikian pula dengan indera yang dimiliki manusia mempunyai
keterbatasan.
a. Imam Syafii
Dalilku adalah daun Kertau, sebab meskipun daun tersebut memiliki satu
rasa, satu warna, satu bau, dan satu bentuk, akan tetai jika dimakan oleh
ulat sutera ia dapat menghasilkan kain sutera. Jika dimakan oleh lebah, ia
akan menghasilkan madu. Jika dimakan oleh biri-biri , ia dapat menambah
daging dan susu biri-biri tersebut. Dan jika dimakan oleh rusa, ia akan
menggemukannya dan mendatangkan bau wangi di tanduk-tanduknya.
Lalu siapakah yang telah menjadikan binatang-binatang tersebut dapat
menghasilkan sesuatu yang berbeda? Padahal yang dimakan adalah sama,
yaitu daun Kertau.
Jawabannya tidak lain adalah Allah Swt. Maha Sucilah Allah, Pencipta
yang paling baik (QS. Al-Muminuun ayat 14)
8
b. Imam Jafar Ash-Shodiq
Pada suatu hari, ketika Imam sedang berada didalam mesjid, kelompok ini
berniat menyerang dan membunuhnya sehingga mereka tidak akan
terganggu lagi dengan perkataan-perkataannya. Tetapi ketika mereka
hendak membunuhnya, Sang Imam berkata dengan penuh keimanan dan
keteguhan hati, Jawablah pertanyaanku tentang satu permasalahan,
setelah itu perbuatlah sesuka hati kalian, merekapun berkata
Bertanyalah, Maka Imam Abu Hanifah berkata, Apa pendapat kalian
9
jika ada seseorang yang berkata kepada kalian: Saya telah melihat sebuah
perahu yang penuh dengan muatan dan beban, berlayar ditengah samudra
yang luas. Meskipun diterjang ombak dan badai yang sangat besar, perahu
itu tetapberjalan tenang dan tak goyah sedikitpun, padahal tidak ada
seorang nahkodapun yang mengendalikannya. Apakah perkataan Orang
tersebut masuk akal?
Mereka menjawab, Sungguh, ini sesuatu yang tidak dapat diterima oleh
akal. Kemudian Imam abu Hanifah berkata, Maha suci Allah, jika tidak
mungkin ada sebuah perahu yang berjalan ditengah lautan tanpa ada
nahkoda yang mengendalikannya, maka bagaimana mungkin alam semesta
(yang luas dan terdiri dari berbagai macam bentuk dengan gerakan yang
berbeda-beda) ini ada tanpa ada yang menciptakan dan memeliharanya.
Dari penjelasan beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa Allah itu ada
bagi mereka yang memikirkannya dan juga secara fitrah hati manusiapun
telah mengakui adanya Allah . Bagi mereka yang tak mau berfikir tentang
Allah atau Tuhan dan menutup hatinya, maka orang tersebut tidak mengakui
adanya Tuhan atau Allah. Jangan memikirkan Dzat-Nya tetapi lihatlah apa
yang telah Tuhan ciptakan.
1. Dalil Fitrah
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab:
Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (al-Araf:172)
10
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka:
Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: Allah,
maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?,
(az-Zukhruf:87)
Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan sesungguhnya kedua
orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR.
Al Bukhari)
Ayat dan hadis tersebut menjelaskan kondisi fitrah manusia yang bertuhan.
Ketuhanan ini bisa difahami sebagai ketuhanan Islam, karena
pengakuannya bahwa Allah swt adalah Tuhan. Selain itu adanya
pernyataan kedua orang tua yang menjadikannya sebagai Nasrani, Yahudi
atau Majusi, tanpa menunjukkan kata menjadikan Islam terkandung
maksud bahwa menjadi Islam adalah tuntutan fitrah. Dari sini bisa
disimpulkan bahwa secara fitrah, tidak ada manusia yang menolak adanya
Allah sebagai Tuhan yang hakiki, hanya kadang-kadang faktor luar bisa
membelokkan dari Tuhan yang hakiki menjadi tuhan-tuhan lain yang
menyimpang.
2. Dalil Akal
a. Teori Sebab.
b. Teori Keteraturan.
11
Alam semesta dengan seluruh isinya, termasuk matahari, bumi, bulan
dan bintang-bintang bergerak dengan sangat teratur. Keteraturan ini
mustahil berjalan dengan sendirinya, tanpa ada yang mengatur.
Siapakah yang mempu mengatur alam semesta ini selain dari Tuhan?
3. Dalil Naqli
Meskipun secara fitrah dan akal manusia telah mampu menangkap adanya
Tuhan, namun manusia tetap membutuhkan informasi dari Allah swt untuk
mengenal dzat-Nya. Sebab akal dan fitrah tidak bisa menjelaskan siapa
Tuhan yang sebenarnya.
12
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-
masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam.(al-Araf:54)
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt adalah pencipta semesta alam dan
seisinya, dan Dia pulalah yang mengaturnya.
4. Dalil Inderawi
Bukti inderawi tentang wujud Allah swt dapat dijelaskan melalui dua
fenomena:
Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami
memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta
keluarganya dari bencana yang besar. (Al Anbiya: 76)
(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Robbmu, lalu
diperkenankan-Nya bagimu (Al Anfaal: 9)
Anas bin Malik Ra berkata, Pernah ada seorang badui datang pada hari
Jumat. Pada waktu itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tengah
berkhotbah. Lelaki itu berkata Hai Rasul Allah, harta benda kami
telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu
mohonkanlah kepada Allah Subhanahu wa Taala untuk mengatasi
kesulitan kami. Rasulullah lalu mengangkat kedua tanganya dan
berdoa. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung.
Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi
13
jenggotnya. Pada Jumat yang kedua, orang badui atau orang lain
berdiri dan berkata, Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta
bendapun tenggelam, doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada
Allah. Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa:
Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan Engkau
turunkan sebagai bencana bagi kami. Akhirnya beliau tidak
mengisyaratkan pada suatu tempat kecuali menjadi terang (tanpa
hujan). (HR. Al Bukhari)
b. Fenomena Mukjizat
Contoh kedua adalah mukjizat Nabi Isa as. ketika menghidupkan orang-
orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan ijin
Allah. Allah swt berfirman:
dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah (Ali Imran:
49)
5. Dalil akhlaq
14
dapat menanamkan akhlaq dalam jiwa manusia adalah Allah, sumber dari
segala sumber kebaikan, cinta dan keindahan. Keberadaan moral yang
mendominasi jiwa manusia merupakan bukti eksistensi Allah. (QS. 91:7-8)
6. Dalil wahyu
Para rasul diutus ke berbagai umat yang berbeda pada zaman yang
berbeda. Semua rasul menjalankan misi dari langit dengan perantaraan
wahtu. Dengan membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan mukzijat)
mengajak umatnya agar beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan
menjalin hubungan baik dengan-Nya, serta memberi peringatan akan
akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya (QS.6:91). Siapa yang
mengutus mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa yang memberikan
kekuatan, mendukung dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat?
Tentu suatu zat yang eksis (maujud), Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu
Allah. Keberadaan para rasul ini merupakan bukti eksistensi Allah.
7. Dalil sejarah
Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori
pembatasan perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam
tidak mungkin bersifat azali. Hukum tersebut menerangkan bahwa energi
panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi tidak panas.
Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin
berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan energi
panas dikendalikan oleh keseimbangan antara energi yang ada dengan
energi yang tidak ada.
15
Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam
terus berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal itu membuktikan
secara pasti bahwa alam bukan bersifat azali. Seandainya alam ini azali,
maka sejak dulu alam sudah kehilangan energinya, sesuai dengan hukum
tersebut dan tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini. Oleh karena itu
pasti ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.
Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya
dari bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan
menyelesaikan setiap edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali.
Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari
berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu mil per jam dan
menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali.
Di samping bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk
bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.
a.Argumen Ontologis
16
(yang Maha Tinggi) dari segala sesuatu yang dapat dipikirkan itu mustahil
hanya terdapat di dalam alam pikiran saja. Sebab andai kata demikian
halnya, sudah barang tentu dapat dipikirkan pula bahwa yang Maha Besar
itu juga terdapat di dalam alam kenyataan, hingga dengan demikian yang
Maha Besar itu makin menjadi yang Terbesar. Jadi tidak boleh tidak yang
Maha Besar dan Maha Tinggi itu harus ada pula di dalam kenyataan. Dari
hal inilah titik tolak argumen Anselmus melalui jalan ontologis untuk
menuju Tuhan.
b. Argumen Kosmologi
c. Argumen Teleologi
d. Argumen Moral
17
memberikan solusi melalui pembuktian moral. Menurut Kant perasaan
manusialah yang dapat membuktikan dengan memuaskan tentang adanya
Tuhan.
Berikut adalah dalil-dalil tentang adanya wujud Tuhan yang diterangkan oleh
Al-Qur'an secara logika, Allah taala berfirman:
Yakni, Tuhan adalah Dia Yang telah menganugerahkan kepada tiap sesuatu
penciptaan/kelahiran yang sesuai dengan keadaannya, kemudian
menunjukinya jalan untuk mencapai kesempurnaannya yang diinginkan
(20:50).
Kini jika memperhatikan makna ayat tersebut kita menelaah bentuk ciptaan --
mulai dari manusia hingga binatang-binatang daratan dan lautan serta burung-
burung -- maka timbul ingatan akan kekuasaan Ilahi. Yakni, bentuk ciptaan
setiap benda tampak sesuai dengan keadaannya. Para pembaca dipersilahkan
memikirkannya sendiri, sebab masalah ini sangat luas.
Dalil kedua mengenai adanya Tuhan ialah, Al-quran Suci telah menyatakan
Allah Taala sebagai sebab dasar dari segala sebab, sebagaimana Alquran
Suci menyatakan:
18
Yakni seluruh rangkaian sebab dan akibat berakhir pada Tuhan engkau
(53:42).
Rincian dalil ini ialah, berdasarkan penelaahan cermat akan diketahui bahwa
seluruh alam semesta ini terjalin dalam rangkaian sebab dan akibat. Dan oleh
karena itu, di dunia ini timbul berbagai macam ilmu. Sebab, karena tiada
bagian ciptaan yang terlepas dari tatanan itu. Sebagian merupakan landasan
bagi yang lain, dan sebagian lagi merupakan pengembangan-
pengembangannya. Adalah jelas bahwa suatu sebab timbul karena zat-Nya
sendiri, atau berlandaskan pada sebab yang lain. Kemudian sebab yang lain
itu pun berlandaskan pada sebab yang lain lagi. Dan demikianlah seterusnya.
Tidak benar bahwa di dalam dunia yang terbatas ini rangkaian sebab dan
akibat tidak mempunyai kesudahan dan tiada berhingga, Maka terpaksa
diakui bahwa rangkaian ini pasti berakhir pada suatu sebab terakhir.
Kemudian satu dalil lagi mengenai adanya Tuhan ialah, sebagaimana firman-
Nya:
Yakni, matahari tidak dapat mengejar bulan dan juga malam yang merupakan
penampakkan bulan tidak dapat mendahului siang yang merupakan
penampakkan matahari. Yakni, tidak ada satu pun di antara mereka yang
keluar dari batas-batas yang ditetapkan bagi mereka (36:41).
Jika di balik semua itu tidak ada Wujud Sang Perencana, niscaya segala
rangkaian tersebut akan hancur. Dalil ini sangat bermanfaat bagi orang-orang
yang gemar menelaah benda-benda langit, sebab benda-benda langit tersebut
merupakan bola-bola raksasa yang tiada terhitung banyaknya, sehingga
dengan sedikit saja terganggu maka seluruh dunia dapat hancur. Betapa ini
merupakan suatu kekuasaan yang hakiki sehingga benda-benda langit itu
tidak saling bertabrakkan dan kecepatannya tidak berubah seujung rambut
pun, serta tidak aus walau telah sekian lama bekerja dan tidak terjadi
perubahan sedikit pun. Sekiranya tidak ada Sang Penjaga, bagaimana
mungkin jalinan kerja yang demikian besar ini dapat berjalan dengan
19
sendirinya sepanjang masa. Dengan mengisyaratkan kepada hikmah-hikmah
itulah, di tempat lain Allah Taala berfirman:
Yakni, dapatkah Wujud Tuhan Yang telah menciptakan langit dan bumi
demikian itu diragukan? (14:10)
Yakni, tiap sesuatu akan mengalami kepunahan dan yang kekal itu hanyalah
Tuhan Yang memiliki kebesaran dan kemuliaan (55:27,28).
Kini perhatikanlah! Jika kita bayangkan dunia ini menjadi hancur-lebur dan
benda-benda langit pun pecah berkeping-keping, serta bertiup angin yang
melenyapkan seluruh jejak benda-benda itu, namun demikian akal mengakui
serta menerima -- bahkan hati nurani menganggapnya mutlak -- bahwa
sesudah segala kebinasaan itu terjadi, pasti ada sesuatu yang bertahan yang
tidak mengalami kepunahan serta perubahan-perubahan dan tetap utuh seperti
keadaannya semula. Jadi, itulah Tuhan yang telah menciptakan semua wujud
fana (tidak kekal), sedangkan Dia sendiri terpelihara dari kepunahan
Yakni, Aku berkata kepada setiap ruh: Bukankah Aku Tuhan kamu?
Mereka berkata, Ya, sungguh benar! (7:172).
Di dalam ayat ini Allah Taala menerangkan dalam bentuk kisah, suatu ciri
khas ruh yang telah ditanamkan-Nya di dalam fitrat mereka. Ciri khas itu
ialah, pada fitratnya tiada satu ruh pun yang dapat mengingkari hanyalah
karena mereka tidak menemukan apa pun di dalam pikiran mereka. Kendati
mereka ingkar, mereka mengakui bahwa tiap-tiap kejadian pasti ada
penyebabnya. Di dunia ini tidak ada orang yang begitu bodohnya, misalnya
jika pada tubuhnya timbul suatu penyakit, dia tetap bersikeras menyatakan
bahwa sebenarnya tidak ada suatu sebab yang menimbulkan penyakit itu.
Seandainya rangkaian dunia ini tidak terjalin oleh sebab dan akibat, maka
tidaklah mungkin dapat membuat prakiraan bahwa pada tanggal sekian akan
datang taufan atau badai; akan terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan;
20
atau seseorang yang sakit akan wafat pada waktu tertentu; atau sampai pada
waktu tertentu suatu penyakit akan muncul bersamaan dengan penyakit lain.
Jadi, seorang peneliti, walaupun tidak mengakui Wujud Tuhan, namun dari
satu segi dia telah mengakuinya. Yakni ia pun, seperti halnya kita, mencari-
cari penyebab dari sebab akibat. Jadi, itu pun merupakan suatu bentuk
pengakuan, walaupun bukan pengakuan yang sempurna.
Selain itu, apabila seseorang yang mengingkari Wujud Tuhan, dengan cara
tertentu kesadarannya dihilangkan -- yaitu ia sama sekali dijauhkan dari
segala keinginan rendah ini dan segala hasratnya dihilangkan, lalu diserahkan
ke dalam kendali Wujud Yang Maha Tinggi -- maka dalam keadaan demikian
ia akan mengakui Wujud Tuhan, tidak akan ingkar. Hal serupa itu telah
dibuktikan melalui percobaan orang-orang yang berpengalaman luas.
Jadi, ke arah kondisi demikianlah isyarat yang terdapat di dalam ayat itu. Dan
makna ayat itu adalah, pengingkaran Wujud Tuhan hanya terjadi sebatas
kehidupan rendah saja. Sebab, fitrat yang asli dipenuhi oleh pengakuan itu.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia senantiasa mencari siapa penguasa tertingi (ultimate reality) di dunia
ini. Penguasa tertinggi itu kemudian disebutlah Tuhan.Secara bahasa, Tuhan
(Bahasa Indonesia) sinonim dengan kata God, The Lord God, Almighty God,
Deity (bahasa Inggris), Got (Belanda),Golt (Jerman), Gudd (Swedia,
Norwegia), Allon (Phoenicians), Ado (Canaanites), Adonai, Yahuwa,
Elohim, Ekah, Eli (Yahudi).Secara istilah Tuhan adalah segala sesuatu yang
paling dicintai. Membicarakan Tuhan atau yang ghaib tentulah membahas
akidah, dalam berakidah itu ada kaidah-kaidahnya, dan Syeikh Ali Ath-
Thantawi memberikan pemikirannya , yaitu :
1. Sesuatu yang dapat ditangkap oleh inderaku, maka tidak diragukan bahwa
itu ada.
2. Ada beberapa hal yang belum pernah kita lihat dan kita rasakan, akan tetapi
kita meyakini keberadaan hal-hal tersebut, seperti halnya kita meyakini hal-
hal yang telah kita lihat dan kita rasakan
3. Sejauh manakah pengetahuan yang dapat diperoleh indera kita? Apakah
indera kita dapat mengetahui segala sesuatu yang ada ?
Kebenaran Allah telah begitu banyak tersebar di alam ini. Bukti-bukti itu
telah pula didukung oleh ilmu dan teknologi modern abad ini. Manusia harus
menggunakan akal dan hatinya untuk mengobservasi bukti-bukti tersebut
untuk kemudian tunduk kepada Allah dan mengakui akan eksistensi-Nya.
Meyakini akan eksistensi Allah merupakan cerminan dan sikap muslim yang
beriman. Tidak ada orang beriman yang tidak meyakini eksistensi Allah Swt.
22
Kufur terhadap eksistensi Allah sudah barang tentu akan merusak bahkan
dapat dikatakan kafir, tidak beriman kepada yang ghaib.
3.2 Saran
Hadirkan Allah dalam hati kita setiap saat maka akan selamatlah kita. Karena
dosa terjadi ketika manusia lupa menghadirkan Allah dalam hatinya.
DAFTAR PUSTAKA
23