Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan ini pada hakikatnya tidak bisa terlepas dari masalah. Di mana-pun
manusia hidup pasti akan menghadapi persoalan karena, hal demikian
memang sudah ditetapkan oleh Allah sebagai ujian bagi manusia. Sebuah
ungkapan menyatakan Bahwa hidup merupakan rangkaian dari masalah.
Seluruh problem manusia tersebut menuntut adanya penyelesaian.
Kenyataannya, tidak semua problem dapat diselesaikan sendiri oleh individu,
kadangkala membutuhkan seorang ahli untuk memecahkan problemnya.
Bicara tentang eksistensi Tuhan, merupakan sebuah obyek kajian yang
memang sudah lama ada, tepatnya sejak kemunculan filsafat Pra-Socrates
(masa Anaximandros, Xenophas, hinga Parmenides). Walaupun tidak
membahas tentang tuhan secara utuh, namun para filosof tersebut setidaknya
membahas tentang adanya tuhan.
Kata Tuhan merujuk kepada suatu Zat Abadi dan Supranatural, biasanya
dikatakan mengawasi dan memerintah manusia dan alam semesta atau jagat
raya. Hal ini bisa juga digunakan untuk merujuk kepada beberapa konsep-
konsep yang mirip dengan ini misalkan sebuah bentuk energi atau kesadaran
yang merasuki seluruh alam semesta, dimana keberadaannya membuat alam
semesta ada, sumber segala yang ada, kebijakan yang terbaik dan tertinggi
dalam semua makhluk hidup atau apapun yang tidak bisa dimengerti atau
dijelaskan.
Banyak tafsir daripada nama Tuhan ini yang bertentangan satu sama lain.
Meskipun kepercayaan akan Tuhan ada dalam semua kebudayaan dan
peradaban, tetapi definisinya lain-lain. Istilah Tuan juga banyak kedekatan
makna dengan kata Tuhanm, dimana Tuhan juga merupakan majikan atau
juragannya alam semesta. Tuhan punya hamba sedangkan Tuan punya sahaya
atau budak.
Pertanyaan atheis yang sering muncul adalah Mengapa Tuhan tidak dapat
dilihat? Hal ini disebabkan para atheis hanya menggunakan pancaindranya
saja dalam melihat eksistensi Tuhan. Seandainya para atheis tidak hanya
menggunakan indranya, dan lebih mengoptimalkannya dengan akal dan
hatinya, karena sudah banyak sekali tanda-tanda kekuasaan-Nya dari hal-hal
kecil sampai hal-hal yang amat besar di dunia ini. Jadi bagaimana kita tahu
bahwa Tuhan itu ada? Sebab itulah penulis membuat makalah ini untuk
membahas Eksistensi Tuhan.

1
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana Eksistensi Tuhan?
b. Apa Saja Dalil-dalil Pembuktian Eksistensi Tuhan?

1.3 Metode Pembahasan


Di dalam penulisan makalah ini penulis menggunakan studi pustaka yang
berarti penulis mengambil informasi dari berbagai sumber.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Tuhan

Dalam bahasa lain istilah tuhan disebutilah, god, hyang, ely, dll. Orang
komunis, dengan menggunakan pendekatan diletika material sampai kepada
kesimpulan bahwa Tuhan itu tidak ada. Bukan hanya komunis, banyak lagi
orang di luar itu yang tidak bertuhan (atheis). Akan tetapi al-Quran
menegaskan bahwa semua manusia pasti bertuhan mustahil tidak, paling
tidak, individu tersebut bertuhan kepada hawa nafsunya.

Secara bahasa, Tuhan (Bahasa Indonesia) sinonim dengan kata God, The
Lord God, Almighty God, Deity (bahasa Inggris), Got (Belanda), Golt
(Jerman), Gudd (Swedia, Norwegia), Allon (Phoenicians), Ado (Canaanites),
Adonai, Yahuwa, Elohim, Ekah, Eli(Yahudi).

Secara istilah Tuhan adalah segala sesuatu yang paling dicintai. Apabila
seseorang lebih mencintai mobil barunya daripada segalanya, maka mobil itu
menjadi Tuhan baginya. Apabila jabatan lebih dicintai melebihi segalanya
maka jabatan itu adalah Tuhannya. Dengan demikian ada orang yang
menuhankan harta, tahta, wanita, dll. Dengan kata lain, banyak manusia yang
telah menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhan. Allah menegaskan :








"Maka pernahkah kamu melihat orang-orang yang menjadikan hawa
nafsunya sebagai tuhannya ?" (QS. 45 : 23).

Tuhan dalam bahasa Arab disebut Ilah yang berarti mabud (yang
disembah). Pengertian Tuhan berdasarkan Islam, ialah Dzat yang Yang Maha
Esa, tidak ada lagi Tuhan kecuali Dia. Beberapa ayat Al-Quran yang
mengungkapkan tentang konsep dasar tentang ketuhanan antara lain sebagai
berikut:




Dan Tuahanmu adalah Tuhan yang Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia.
Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang (Al-Baqarah/2: 163).

3
Ayat ini mengindikasikan bahwa Allah Dzat Yang Maha Kuasa, yang
menetapkan segala ketentuan untuk seluruh makhluk, Yang memiliki
Kebesaran, Kesucian, Ketinggian dan hanya kepada-Nya manusia muslim
menyembah dan memohon pertolongan. Dialah Allah yang menentukan
syariah bagi umat manusia dengan wahyu yang disampaikan kepada Nabi
Muhammad s.aw. sebagai agama. Wahyu ini membedakan antara agama
Allah (revealed religion) dengan agama budaya yang dirumuskan oleh
manusia (natural atau cultural religion).

Dalam konsep Islam, Tuhan disebut Allah dan diyakini sebagai Zat Maha Tinggi
Yang Nyata dan Esa, Pencipta Yang Maha Kuat dan Maha Tahu, Yang Abadi,
Penentu Takdir, dan Hakim bagi semesta alam. Islam menitik beratkan
konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa (tauhid). Dia
itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut Al-
Quran terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling
baik") yang mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama
tersebut mengacu pada Allah, nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara
99 nama Allah tersebut, yang paling terkenal dan paling sering digunakan adalah
"Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha Penyayang" (ar-rahim).

Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan


kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya
dan menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan
muncul di mana pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun. Al-Quran
menjelaskan,





"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala
yang kelihatan; dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-
'An'am 6:103).

Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan
yang personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat
nadi manusia. Dia menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan
jika mereka berdoa pada-Nya. Di atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan
yang lurus, jalan yang diridhai-Nya.

2.2 Pengertian Akidah

Sebelum masuk ke dalam pembahasan mengenai keberadaan Allah, akan


dijelaskan mengenai akidah terlebih dahulu, karena akidah merupakan akar

4
atau dasar dari Islam. Pengertian akidah terbagi menjadi dua, yaitu akidah
secara Etimologi (bahasa) dan secara Syara (istilah) :

1. Akidah Secara Etimologi

Akidah berasal dari kata aqd yang berarti pengikatan. Akidah adalah apa
yang diyakini oleh seseorang. Jika dikatakan, Dia mempunyai Akidah
yang benar, berarti Akidahnya bebas dari keraguan.

2. Akidah Secara Terminologi


Yaitu perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan jiwa menjadi tenteram
karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh dan kokoh,
yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbingan. Dengan kata lain,
keimanan yang pasti tidak terkandung suatu keraguan apapun pada orang
yang menyakininya. Dan harus sesuai dengan kenyataannya; yang tidak
menerima keraguan atau prasangka. Jika hal tersebut tidak sampai pada
singkat keyakinan yang kokoh, maka tidak dinamakan akidah. Dinamakan
akidah karena orang itu mengikat hatinya diatas hal tersebut.

3. Akidah Secara Syara

Yaitu iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-


Nya dan kepada hari akhir serta kepada qadar yang baik maupun yang
buruk. Hal ini disebut juga rukun iman. Akidah yang benar adalah
fundamen bagi bangunan agama serta merupakan syarat sahnya amal.
Sebagaimana firman Allah Swt. Pada surat Al-Kahfi ayat 110 :

Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang


diwahyukan kepadaku: "Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah
Tuhan yang Esa." Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia
mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya."

Akidah dengan demikian dapat disintesiskan yaitu kepercayaan dan


keyakinan terhadap Allah sebagai Tuhan, serta beriman dengan adanya
malaikat, kitab-kitab, para Rasul, hari akhir, dan beriman dengan takdir Allah,
dalam menjalani kehidupan di dunia.Untuk dapat berjumpa dengan Tuhannya
dengan mengerjakan amal shaleh dan menjauhi perbuatan yang dibenci
Tuhannya.

5
2.3 Kaidah-kaidah Pokok dalam Berakidah

Kaidah-kaidah ini merupakan tulisan dari Syeikh Ali Ath-Thantawi,


alambukunyaTariif Aam Bi Diinil Islam.

a. Kaidah Pertama :Sesuatu yang dapat ditangkap oleh inderaku, maka tidak
diragukan bahwa itu ada

Kaidah ini merupakan sebuah pernyataan yang dapat diterima oleh akal
manusia. Akan tetapi, berdasarkan pengalaman yang saya alami yaitu
ketika saya berjalan dipadang pasir pada waktu siang hari, saya melihat
dari kejauhan ada segumpalan air diatas tanah. Tetapi, ketika saya dekati,
saya hanya menemukan segumpalan tanah saja, karena pada hakekatnya
yang saya lihat hanyalah fatamorgana belaka.

Dapat disimpulkan bahwa panca indera yang manusia miliki ini terkadang
dapat memberikan informasi yang salah sehingga dapat menipu. Lalu,
apakah karena alasan tersebut lalu harus meragukan apa yang dirasakan
oleh indera manusia? Jelas tidak, sebab jika seseorang meragukan apa
yang dilihatnya, yang didengar dan dirasakan, individu tersebut telah
mencampuradukan antara fakta dengan khayalan. Dengan demikian, tidak
ada bedanya lagi antaranya dengan orang gila. Akan tetapi, ada satu syarat
lain yang hanya diperhatikan untuk memperoleh suatu keyakinan bahwa
sesuatu yang seseorang rasakan itu benar-benar ada. Syarat tersebut adalah
tidak mendasarkan keyakinan itu pada pengalaman pertama saja, karena
terkadang sesuatu yang dirasakan pertama kali hanyalah merupakan
khayalan belaka dan terkadang akal pun tertipu olehnya.

Hal tersebut di atas adalah sesuatu yang dapat menipu atau mengelabui
indera manusia. Akan tetapi , hal-hal tersebut sangatlah terbatas. Oleh
karena itu, adanya hal-hal semacam itu tidak dapat membatalkan kaidah
umum sebagaimana tersebut di atas.

b. Kaidah Kedua : Ada beberapa hal yang belum pernah kita lihat dan kita
rasakan, akan tetapi kita meyakini keberadaan hal-hal tersebut, seperti
halnya kita meyakini hal-hal yang telah kita lihat dan kita rasakan

Sebagai contoh, telah diyakini adanya negara India dan Brasil, padahal
belum pernah mengunjunginya ataupun melihatnya. Sama halnya dengan
kejadian-kejadian sejarah masa lalu, manusia saat ini tak pernah
mengalaminya secara langsung, namun individu inimeyakini hal tersebut
benar-benar terjadi. Jika setiap orang memperhatikan dengan seksama
maka orang itu akan menyimpulkan bahwa banyak hal yang tidak pernah

6
dilihatnya tetapiorang tersebut mempercayai keberadaannya. Lalu
mengapa orang tersebut bisa meyakini keberadaan hal-hal tersebut padahal
orang tersebut tidak pernah melihatnya atau pun merasakan dengan
inderanya? Hal ini tidak lain adalah karena berita mengenai keberadaan
hal-hal tersebut sudah menjadi kesepakatan umum yang terus disampaikan
oleh masyarakat dari zaman ke zaman dan dari generasi ke generasi
melalui berbagai macam sarana informasi. Dengan kata lain, setiap orang
mempercayai kebenaran berita-berita tersebut adalah karena masyarakat
telah menyepakati kebenarannya sehingga tidak ada lagi peluang
berbohong bagi siapa pun dalam menyampaikannya.

Da

pat disimpulkan, kaidah kedua adalah bahwa keyakinan, di samping dapat


diperoleh melalui indera , dapat juga diperoleh melalui berita yang
disampaikan oleh seseorang yang jujur dengan kata lain dapat dipercaya.

c. Kaidah Ketiga : Sejauh manakah pengetahuan yang dapat diperoleh


indera kita? Apakah indera kita dapat mengetahui segala sesuatu yang ada
?

Sesungguhnya perumpamaan antara seseorang dengan panca indera yang


dimilikinya dengan segala sesuatu yang maujud di alam ini adalah seperti
seorang yang dipenjara oleh seorang raja di dalam sebuah ruangan dengan
pintu dan jendela yang tertutup, dan hanya ada beberapa celah di dinding
ruangan. Satu celah menghadap ke arah sungai yang mengalir di sebelah
timur, satu celah menghadap ke arah gunung yang menjulang tinggi di
sebelah barat, satu celah menghadap ke istana yang berada di sebelah
utara, dan satu celah lainnya menghadap ke arah lapangan yang berada di
sebelah selatan. Dalam perumpamaan ini, jiwa seseorang diumpamakan
sebagai orang yang dipenjara, badannya diumpamakan sebagairuang
penjara, sedangkan panca indera yang dimilikinya adalah seperti celah-
celah yang ada pada dinding ruangan tersebut. Hal ini disebabkan karena
indera penglihatan manusia hanya terbatas untuk mengetahui bentuk dan
warna. Indera pendengarannya hanya untuk menangkap berbagai macam
suara. Indera perasanya hanya untuk merasakan berbagai jenis makanan,
minuman dan rasa-rasa lainnya. Indera penciumannya hanya untuk
mengetahui bau-bauan. Sedangkan indera perabanya hanya untuk meraba
berbagai jenis benda untuk mengetahui ukurannya, dari sini muncul
pertanyaan; Apakah manusia dengan semua indera yang dimilikinya itu
dapat mengetahui segala sesuatu yang terdapat di alam semesta yang luas
ini?

7
Seorang yang berada dalam penjara (seperti dalam perumpamaan di atas)
tidak akan dapat melihat seluruh bagian sungai dari balik celah dinding
penjara. Orang itu hanya dapat melihat sebagian kecil saja dari sungai
tersebut. Demikian pula dengan indera yang dimiliki manusia mempunyai
keterbatasan.

Dapat disintesiskan dari semua kaidah-kaidah yang dipaparkan diatas bahwa,


Pancaindera merupakan sebuah alat untuk dapat mengetahui segala sesuatu
didukung dengan adanya akal akan tetapi, Pancaindera memiliki keterbatasan
dan kekurangan dalam hal ruang dan waktu. Pancaindera kadang dapat
memberikan informasi yang salah, contoh dalam fatamorgana diakibatkan
harapan yang menjadi khayalan dan indera mereflesikannya dalam sebuah
bayangan. Dengan keterbatasan ini Tuhan yang Maha Besar tidak mungkin
dapat dilihat hanya dengan Pancaindera, dengan keimanan-pun hanya dapat
merasakan keberadaan-Nya saja, karena melihat wujud Tuhan merupakan
anugrah yang agung bagi seseorang yang berhak dan pantas kelak di Surga
nanti.

2.4 Dalil-dalil Menurut Beberapa Tokoh tentang Adanya Tuhan

a. Imam Syafii

Seorang atheis pernah datang ke majlis Imam Syafii ra. Kemudian ia


bertanya kepadanya Apa dalil yang anda miliki tentang adanya Allah ?.
Imam Syafii pun menjawab :

Dalilku adalah daun Kertau, sebab meskipun daun tersebut memiliki satu
rasa, satu warna, satu bau, dan satu bentuk, akan tetai jika dimakan oleh
ulat sutera ia dapat menghasilkan kain sutera. Jika dimakan oleh lebah, ia
akan menghasilkan madu. Jika dimakan oleh biri-biri , ia dapat menambah
daging dan susu biri-biri tersebut. Dan jika dimakan oleh rusa, ia akan
menggemukannya dan mendatangkan bau wangi di tanduk-tanduknya.
Lalu siapakah yang telah menjadikan binatang-binatang tersebut dapat
menghasilkan sesuatu yang berbeda? Padahal yang dimakan adalah sama,
yaitu daun Kertau.




Jawabannya tidak lain adalah Allah Swt. Maha Sucilah Allah, Pencipta
yang paling baik (QS. Al-Muminuun ayat 14)

8
b. Imam Jafar Ash-Shodiq

Dikisahkan bahwa seorang atheis pernah mendatangi imam Jafar untuk


berdebat dengannya tentang adanya Allah Swt. Maka, Imam Jafar pun
bertanya kepada orang atheis tersebut, Apakah engkau pernah naik
perahu ditengah lautan ?. Orang itu menjawabYa. Imam Jafar bertanya
kembaliApakah engkau pernah merasakan pengalaman yang pahit dan
menakutkan? Ia menjawab Pada suatu hari, perahu yang saya tumpangi
diterjang badai yang sangat besar, hingga perahu tersebut pecah dan
banyak diantara penumpangnya yang tenggelam. Kebetulan, saya
berpegangan pada salah satu papan dari perahu tersebut. Kemudia, papan
itu hanyut terbawa oleh ombak hingga sayapun selamat sampai ke
daratan.

Mendengar itu, Imam Jafarpun berkata :Pada mulanya, engkau hanya


menggantungkan hidupmu pada perahu yang engkau tumpangi. Lalu
setelah perahu itu terpecah , engkau menggantungkannya pada papan yang
telah menghantarkanmu ke tepi lautan. Akan tetapi, bagaimana jika semua
alatitu tidak ada, apakah engkau tetap mengharapkan keselamatan?.
Orang itu menjawab, Ya, aku tetap mengharapkan keselamatan Imam
Jafar berkata lagi, Sungguh hanya Allah-lah yang engkau harapakan pada
saat itu. Sungguh hatimu telah mengakui keberadaan-Nya. Meskipun
ketika engkau telah selamat, mulutmu tidak mau mengakui-Nya. Dan Dia-
lah yang telah menyelamatkanmu sehingga engkau tidak tenggelam.

c. Imam Abu Hanifah

Diriwayatkan bahwa Imam Abu Hanifah ra. adalah bagaikan sebilah


pedang yang sangat tajam di mata kelompok Ad-Dahriyyah. Karena ia
selalu menang dalam berdebat dengan mereka. Kelompok Ad-Dahriyyah
adalah sekelompok orang yang menuhankan masa (waktu) dan
beranggapan bahwa kehidupan manusia hanya di dunia ini saja, tidak ada
kehidupan lagi setelahnya karena sel-sel tubuh manusia akan rusak setelah
terkubur didalam tanah.

Pada suatu hari, ketika Imam sedang berada didalam mesjid, kelompok ini
berniat menyerang dan membunuhnya sehingga mereka tidak akan
terganggu lagi dengan perkataan-perkataannya. Tetapi ketika mereka
hendak membunuhnya, Sang Imam berkata dengan penuh keimanan dan
keteguhan hati, Jawablah pertanyaanku tentang satu permasalahan,
setelah itu perbuatlah sesuka hati kalian, merekapun berkata
Bertanyalah, Maka Imam Abu Hanifah berkata, Apa pendapat kalian

9
jika ada seseorang yang berkata kepada kalian: Saya telah melihat sebuah
perahu yang penuh dengan muatan dan beban, berlayar ditengah samudra
yang luas. Meskipun diterjang ombak dan badai yang sangat besar, perahu
itu tetapberjalan tenang dan tak goyah sedikitpun, padahal tidak ada
seorang nahkodapun yang mengendalikannya. Apakah perkataan Orang
tersebut masuk akal?

Mereka menjawab, Sungguh, ini sesuatu yang tidak dapat diterima oleh
akal. Kemudian Imam abu Hanifah berkata, Maha suci Allah, jika tidak
mungkin ada sebuah perahu yang berjalan ditengah lautan tanpa ada
nahkoda yang mengendalikannya, maka bagaimana mungkin alam semesta
(yang luas dan terdiri dari berbagai macam bentuk dengan gerakan yang
berbeda-beda) ini ada tanpa ada yang menciptakan dan memeliharanya.

Mendengar penjelasan itu, mereka terkejut dan berkata, Engkau benar,


wahai Imam. Kemudian merekapun masuk Islam dan kembali ke rumah
masing-masing dengan hati yang telah bertaubat.

Dari penjelasan beberapa tokoh diatas dapat disimpulkan bahwa Allah itu ada
bagi mereka yang memikirkannya dan juga secara fitrah hati manusiapun
telah mengakui adanya Allah . Bagi mereka yang tak mau berfikir tentang
Allah atau Tuhan dan menutup hatinya, maka orang tersebut tidak mengakui
adanya Tuhan atau Allah. Jangan memikirkan Dzat-Nya tetapi lihatlah apa
yang telah Tuhan ciptakan.

2.5 Dalil-dalil Ilmiah tentang Adanya Tuhan

1. Dalil Fitrah

Manusia diciptakan dengan fitrah bertuhan, sehingga kadangkala disadari


atau tidak, disertai belajar ataupun tidak naluri berketuhanannya itu akan
bangkit. Firman Allah:






Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka
(seraya berfirman): Bukankah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab:
Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi. (al-Araf:172)

10
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka:



Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: Allah,
maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?,
(az-Zukhruf:87)




Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, dan sesungguhnya kedua
orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani atau Majusi (HR.
Al Bukhari)

Ayat dan hadis tersebut menjelaskan kondisi fitrah manusia yang bertuhan.
Ketuhanan ini bisa difahami sebagai ketuhanan Islam, karena
pengakuannya bahwa Allah swt adalah Tuhan. Selain itu adanya
pernyataan kedua orang tua yang menjadikannya sebagai Nasrani, Yahudi
atau Majusi, tanpa menunjukkan kata menjadikan Islam terkandung
maksud bahwa menjadi Islam adalah tuntutan fitrah. Dari sini bisa
disimpulkan bahwa secara fitrah, tidak ada manusia yang menolak adanya
Allah sebagai Tuhan yang hakiki, hanya kadang-kadang faktor luar bisa
membelokkan dari Tuhan yang hakiki menjadi tuhan-tuhan lain yang
menyimpang.

2. Dalil Akal

Akal yang digunakan untuk merenungkan keadaan diri manusia, alam


semesta dia dapat membuktikan adanya Tuhan. Di antara langkah yang
bisa ditempuh untuk membuktikan adanya Tuhan melalui akal adalah
dengan beberapa teori, antara lain;

a. Teori Sebab.

Segala sesuatu pasti ada sebab yang melatarbelakanginya. Adanya


sesuatu pasti ada yang mengadakan, dan adanya perubahan pasti ada
yang mengubahnya. Mustahil sesuatu ada dengan sendirinya. Mustahil
pula sesuatu ada dari ketiadaan. Pemikiran tentang sebab ini akan
berakhir dengan teori sebab yang utama (causa prima), dia adalah
Tuhan.

b. Teori Keteraturan.

11
Alam semesta dengan seluruh isinya, termasuk matahari, bumi, bulan
dan bintang-bintang bergerak dengan sangat teratur. Keteraturan ini
mustahil berjalan dengan sendirinya, tanpa ada yang mengatur.
Siapakah yang mempu mengatur alam semesta ini selain dari Tuhan?

c. Teori Kemungkinan (Problabyitas)

Adakah kemungkinan sebuah komputer ditinggalkan oleh pemiliknya


dalam keadaan menyala. Tiba-tiba datang dua ekor tikus bermain-main
di atas tuts keyboard, dan setelah beberapa saat di monitor muncul bait-
bait puisi yang indah dan penuh makna?

Dalam pelajaran matematika, bila sebuah dadu dilempar kemungkinan


muncul angka 6 adalah 1/6. Dan bila dua dadu dilempar kemungkinan
munculnya angka 5 dan 5 adalah 1/36. Bila ada satu set huruf dari a
sampai z diambil secara acak, kemungkinan muncul huruf a adalah
1/26. Bila ada lima set huruf diambil secara acak, kemungkinan
terbentuknya sebuah kata T-U-H-A-N adalah 1/265 (satu per duapuluh
enam pangkat lima) =1/11881376. Andaikata puisi di layar komputer
itu terdiri dari 100 huruf saja, maka kemungkinannya adalah 1/26100.
Dengan angka kemungkinan sedemikian orang akan menyatakan tidak
mungkin, lalu bagaimanakah alam raya yang terdiri dari sekian jenis
atom, sekian banyak unsur, sekian banyak benda, berapa kemungkinan
dunia ini terjadi secara kebetulan? Kemungkinannya adalah 1/~ (satu
per tak terhingga), atau dengan kata lain tidak mungkin. Jika alam ini
tidak mungkin terjadi dengan kebetulan maka tentunya alam ini ada
yang menciptakannya, yaitu Allah.

3. Dalil Naqli

Meskipun secara fitrah dan akal manusia telah mampu menangkap adanya
Tuhan, namun manusia tetap membutuhkan informasi dari Allah swt untuk
mengenal dzat-Nya. Sebab akal dan fitrah tidak bisa menjelaskan siapa
Tuhan yang sebenarnya.

Allah menjelaskan tentang jati diri-Nya di dalam Al-Quran;

12
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas `Arsy. Dia
menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan
(diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-
masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan
memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta
alam.(al-Araf:54)

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah swt adalah pencipta semesta alam dan
seisinya, dan Dia pulalah yang mengaturnya.

4. Dalil Inderawi

Bukti inderawi tentang wujud Allah swt dapat dijelaskan melalui dua
fenomena:

a. Fenomena Pengabulan doa

Kita dapat mendengar dan menyaksikan terkabulnya doa orang-orang


yang berdoa serta memohon pertolongan-Nya yang diberikan kepada
orang-orang yang mendapatkan musibah. Hal ini menunjukkan secara
pasti tentang wujud Allah Swt. Allah berfirman:



Dan (ingatlah kisah) Nuh, sebelum itu ketika dia berdoa, dan Kami
memperkenankan doanya, lalu Kami selamatkan dia beserta
keluarganya dari bencana yang besar. (Al Anbiya: 76)



(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Robbmu, lalu
diperkenankan-Nya bagimu (Al Anfaal: 9)

Anas bin Malik Ra berkata, Pernah ada seorang badui datang pada hari
Jumat. Pada waktu itu Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tengah
berkhotbah. Lelaki itu berkata Hai Rasul Allah, harta benda kami
telah habis, seluruh warga sudah kelaparan. Oleh karena itu
mohonkanlah kepada Allah Subhanahu wa Taala untuk mengatasi
kesulitan kami. Rasulullah lalu mengangkat kedua tanganya dan
berdoa. Tiba-tiba awan mendung bertebaran bagaikan gunung-gunung.
Rasulullah belum turun dari mimbar, hujan turun membasahi

13
jenggotnya. Pada Jumat yang kedua, orang badui atau orang lain
berdiri dan berkata, Hai Rasul Allah, bangunan kami hancur dan harta
bendapun tenggelam, doakanlah akan kami ini (agar selamat) kepada
Allah. Rasulullah lalu mengangkat kedua tangannya, seraya berdoa:
Ya Robbku, turunkanlah hujan di sekeliling kami dan jangan Engkau
turunkan sebagai bencana bagi kami. Akhirnya beliau tidak
mengisyaratkan pada suatu tempat kecuali menjadi terang (tanpa
hujan). (HR. Al Bukhari)

b. Fenomena Mukjizat

Kadang-kadang para nabi diutus dengan disertai tanda-tanda adanya


Allah secara inderawi yang disebut mukjizat. Mukjizat ini dapat
disaksikan atau didengar banyak orang merupakan bukti yang jelas
tentang wujud Yang Mengurus para nabi tersebut, yaitu Allah swt.
Karena hal-hal itu berada di luar kemampuan manusia, Allah
melakukannya sebagai pemerkuat dan penolong bagi para rasul. Ketika
Allah memerintahkan Nabi Musa as. Agar memukul laut dengan
tongkatnya, Musa memukulkannya, lalu terbelahlah laut itu menjadi
dua belas jalur yang kering, sementara air di antara jalur-jalur itu
menjadi seperti gunung-gunung yang bergulung. Allah berfirman,

Lalu Kami wahyukan kepada Musa: Pukullah lautan itu dengan


tongkatmu.: Maka terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah
seperti gunung yang besar. (Asy Syuaraa: 63)

Contoh kedua adalah mukjizat Nabi Isa as. ketika menghidupkan orang-
orang yang sudah mati; lalu mengeluarkannya dari kubur dengan ijin
Allah. Allah swt berfirman:

dan aku menghidupkan orang mati dengan seijin Allah (Ali Imran:
49)

...dan (ingatlah) ketika kamu mengeluarkan orang mati dari kuburnya


(menjadi hidup) dengan ijin-Ku. (Al Maidah 110)

5. Dalil akhlaq

Secara fitrah manusia memiliki moral (akhlaq). Dengan adanya moral


(akhlaq) inilah, ia secar naluriah mau tunduk dan menerima kebenaran
agar hidupnya lurus dan urusannya berjalan teratur dan baik. Zat yang

14
dapat menanamkan akhlaq dalam jiwa manusia adalah Allah, sumber dari
segala sumber kebaikan, cinta dan keindahan. Keberadaan moral yang
mendominasi jiwa manusia merupakan bukti eksistensi Allah. (QS. 91:7-8)

6. Dalil wahyu

Para rasul diutus ke berbagai umat yang berbeda pada zaman yang
berbeda. Semua rasul menjalankan misi dari langit dengan perantaraan
wahtu. Dengan membawa bukti yang nyata (kitab/wahyu dan mukzijat)
mengajak umatnya agar beriman kepada Allah, mengesakan-Nya dan
menjalin hubungan baik dengan-Nya, serta memberi peringatan akan
akibat buruk dari syirik/berpaling dari-Nya (QS.6:91). Siapa yang
mengutus mereka dengan tugas yang persis sama? Siapa yang memberikan
kekuatan, mendukung dan mempersenjatai mereka dengan mukzijat?
Tentu suatu zat yang eksis (maujud), Yang Maha Kuat dan Perkasa, yaitu
Allah. Keberadaan para rasul ini merupakan bukti eksistensi Allah.

7. Dalil sejarah

Semua umat manusia di berbagai budaya, suku, bangsa dan zaman,


percaya akan adanya Tuhan yang patut disembah dan diagungkan.
Semuanya telah mengenal iman kepada Allah menurut cara masing-
masing. Konsensus sejarah ini merupakan bukti yang memperkuat
eksistensi Allah. (QS.47:10; perkataan ahli sejarah Yunani kuno bernama
Plutarch).

8. Teori Pendekatan Fisika

Sampai abad ke-19 pendapat yang mengatakan bahwa alam menciptakan


dirinya sendiri (alam bersifat azali) masih banyak pengikutnya. Tetapi
setelah ditemukan hukum kedua termodinamika (Second law of
Thermodynamics), pernyataan ini telah kehilangan landasan berpijak.

Hukum tersebut yang dikenal dengan hukum keterbatasan energi atau teori
pembatasan perubahan energi panas membuktikan bahwa adanya alam
tidak mungkin bersifat azali. Hukum tersebut menerangkan bahwa energi
panas selalu berpindah dari keadaan panas beralih menjadi tidak panas.
Sedang kebalikannya tidak mungkin, yakni energi panas tidak mungkin
berubah dari keadaan yang tidak panas menjadi panas. Perubahan energi
panas dikendalikan oleh keseimbangan antara energi yang ada dengan
energi yang tidak ada.

15
Bertitik tolak dari kenyataan bahwa proses kerja kimia dan fisika di alam
terus berlangsung, serta kehidupan tetap berjalan. Hal itu membuktikan
secara pasti bahwa alam bukan bersifat azali. Seandainya alam ini azali,
maka sejak dulu alam sudah kehilangan energinya, sesuai dengan hukum
tersebut dan tidak akan ada lagi kehidupan di alam ini. Oleh karena itu
pasti ada yang menciptakan alam yaitu Tuhan.

9. Teori Pendekatan Astronomi

Benda alam yang paling dekat dengan bumi adalah bulan, yang jaraknya
dari bumi sekitar 240.000 mil, yang bergerak mengelilingi bumi dan
menyelesaikan setiap edarannya selama dua puluh sembilan hari sekali.
Demikian pula bumi yang terletak 93.000.000.000 mil dari matahari
berputar pada porosnya dengan kecepatan seribu mil per jam dan
menempuh garis edarnya sepanjang 190.000.000 mil setiap setahun sekali.
Di samping bumi terdapat gugus sembilan planet tata surya, termasuk
bumi, yang mengelilingi matahari dengan kecepatan luar biasa.

Matahari tidak berhenti pada suatu tempat tertentu, tetapi ia beredar


bersama-sama dengan planet-planet dan asteroid mengelilingi garis
edarnya dengan kecepatan 600.000 mil per jam. Di samping itu masih ada
ribuan sistem selain sistem tata surya kita dan setiap sistem mempunyai
kumpulan atau galaxy sendiri-sendiri. Galaxy-galaxy tersebut juga beredar
pada garis edarnya. Galaxy dimana terletak sistem matahari kita, beredar
pada sumbunya dan menyelesaikan edarannya sekali dalam 200.000.000
tahun cahaya.

Logika manusia dengan memperhatikan sistem yang luar biasa dan


organisasi yang teliti, akan berkesimpulan bahwa mustahil semuanya ini
terjadi dengan sendirinya, bahkan akan menyimpulkan bahwa di balik
semuanya itu ada kekuatan maha besar yang membuat dan mengendalikan
sistem yang luar biasa tersebut, kekuatan maha besar tersebut adalah
Tuhan.

10.Teori dalam Tinjauan Filsafat

a.Argumen Ontologis

Pembuktian ini diperkenalkan oleh Anselmus (1033-1109) untuk


memenuhi permintaan seseorang biarawan untuk menyusun argumen yang
membuktikan adanya Tuhan atas dasar rasio dan tidak atas dasar kitab
suci. Memenuhi permintaan ini, Anselm menyusun argumen yang terkenal
dengan sebutan argumen ontologi. Menurut Anselmus yang Maha Besar

16
(yang Maha Tinggi) dari segala sesuatu yang dapat dipikirkan itu mustahil
hanya terdapat di dalam alam pikiran saja. Sebab andai kata demikian
halnya, sudah barang tentu dapat dipikirkan pula bahwa yang Maha Besar
itu juga terdapat di dalam alam kenyataan, hingga dengan demikian yang
Maha Besar itu makin menjadi yang Terbesar. Jadi tidak boleh tidak yang
Maha Besar dan Maha Tinggi itu harus ada pula di dalam kenyataan. Dari
hal inilah titik tolak argumen Anselmus melalui jalan ontologis untuk
menuju Tuhan.

b. Argumen Kosmologi

Albertus Magnus (1193-1280) juga menolak argumen ontologi Anselmus


dan sebagai gantinya ia mengajukan argumen kosmologi. Secara kongkrit,
argumen ini mengatakan bahwa pembuktian ini pada dasarnya diperoleh
mlalui observasi langsung terhadap alam semesta. Pembuktian ini sangat
beragam, baik segi pendekatan maupun data-data yang diolah. Tetapi yang
jelas pembuktian ini berangkat dari problematika yang terjadi di alam
semesta, baik keteraturan, kejadian, peristiwa yang berlangsung di alam,
sesungguhnya bukanlah terjadi secara kebetulan, tetapi ada yang mengatur.
Pada akhirnya argumen ini sampai pada kesimpulan puncak bahwa yang
mengatur itu adalah Tuhan Yang Maha pengatur.

c. Argumen Teleologi

Pembuktian teolologis merupakan pembuktian yang lebih spesifik dari


pembuktian kosmologis. Pembuktian ini pada dasarnya berangkat dari
kenyataan tentang adanya aturan-aturan yang terdapat dalam alam semesta
yang tertib, rapi dan bertujuan. Dengan demikian, secara sederhana,
pembuktian ini beranggapan adalah: 1). Serba teraturnya alam memiliki
tujuan, 2). Serba teraturnya dan keharmonisan alam ini tidaklah oleh
kemampuan alam itu sendiri, 3) Di balik alam ini ada sebab yang maha
bijak.

d. Argumen Moral

Pembuktian moral mengenai adanya Tuhan merupakan pembuktian yang


paling sahih dan dapat dipertanggung jawabkan secara rasional-intelektual
diantara bukti-bukti lainnya tentang adanya Tuhan. Pembuktian moral ini
pertama kali dicetuskan oleh Immanuel Kant yang merasakan bahwa
pembuktian logis tentang Tuhan berdasarkan pada fakta kosmologis tidak
dapat membawa pada kesimpulan yang cukup valid bahwa Tuhan itu ada.
Itulah kritikan Kant tentang pembuktian Kosmologis. Untuk itu, Kant

17
memberikan solusi melalui pembuktian moral. Menurut Kant perasaan
manusialah yang dapat membuktikan dengan memuaskan tentang adanya
Tuhan.

pembuktian moral secara ringkas dapat dikemukakan sebagai berikut :


bahwa manusia memiliki perasaan moral yang telah tertanam dalam
jiwanya sejak ia dilahirkan. Manusia merasa mempunyai kewajiban untuk
menjauhi, perbuatan buruk dan menjalankan perbuatan baik. Perintah yang
terdapat di sanubarinya ini bersifat mutlak dan universal karena perintah
ini dirasakan oleh seluruh manusia, sehingga adanya kebajikan itu bersifat
universal. Adanya perasaan universal ini membuat kita akan mampu
melakukan ataupun menjauhi sesuatu yang baik dan buruk. Adanya
perasaan ini membuat manusia melakukan kebajikan karena adanya zat
yang akan memberikan balasan. Zat yang memberikan balasan inilah yang
disebut Tuhan.

2.6 Dalil-dalil Al-Quran tentang Adanya Tuhan

Berikut adalah dalil-dalil tentang adanya wujud Tuhan yang diterangkan oleh
Al-Qur'an secara logika, Allah taala berfirman:



Yakni, Tuhan adalah Dia Yang telah menganugerahkan kepada tiap sesuatu
penciptaan/kelahiran yang sesuai dengan keadaannya, kemudian
menunjukinya jalan untuk mencapai kesempurnaannya yang diinginkan
(20:50).

Kini jika memperhatikan makna ayat tersebut kita menelaah bentuk ciptaan --
mulai dari manusia hingga binatang-binatang daratan dan lautan serta burung-
burung -- maka timbul ingatan akan kekuasaan Ilahi. Yakni, bentuk ciptaan
setiap benda tampak sesuai dengan keadaannya. Para pembaca dipersilahkan
memikirkannya sendiri, sebab masalah ini sangat luas.

Dalil kedua mengenai adanya Tuhan ialah, Al-quran Suci telah menyatakan
Allah Taala sebagai sebab dasar dari segala sebab, sebagaimana Alquran
Suci menyatakan:

18
Yakni seluruh rangkaian sebab dan akibat berakhir pada Tuhan engkau
(53:42).

Rincian dalil ini ialah, berdasarkan penelaahan cermat akan diketahui bahwa
seluruh alam semesta ini terjalin dalam rangkaian sebab dan akibat. Dan oleh
karena itu, di dunia ini timbul berbagai macam ilmu. Sebab, karena tiada
bagian ciptaan yang terlepas dari tatanan itu. Sebagian merupakan landasan
bagi yang lain, dan sebagian lagi merupakan pengembangan-
pengembangannya. Adalah jelas bahwa suatu sebab timbul karena zat-Nya
sendiri, atau berlandaskan pada sebab yang lain. Kemudian sebab yang lain
itu pun berlandaskan pada sebab yang lain lagi. Dan demikianlah seterusnya.
Tidak benar bahwa di dalam dunia yang terbatas ini rangkaian sebab dan
akibat tidak mempunyai kesudahan dan tiada berhingga, Maka terpaksa
diakui bahwa rangkaian ini pasti berakhir pada suatu sebab terakhir.

Jadi, puncak terakhir semuanya itu ialah Tuhan. Perhatikanlah dengan


seksama betapa ayat: Wa anna ilaa rabbikal-muntahaa itu dengan kata-
katanya yang ringkas telah menjelaskan dalil tersebut di atas, yang artinya,
puncak terakhir segala rangkaian ialah Tuhan engkau.

Kemudian satu dalil lagi mengenai adanya Tuhan ialah, sebagaimana firman-
Nya:





Yakni, matahari tidak dapat mengejar bulan dan juga malam yang merupakan
penampakkan bulan tidak dapat mendahului siang yang merupakan
penampakkan matahari. Yakni, tidak ada satu pun di antara mereka yang
keluar dari batas-batas yang ditetapkan bagi mereka (36:41).

Jika di balik semua itu tidak ada Wujud Sang Perencana, niscaya segala
rangkaian tersebut akan hancur. Dalil ini sangat bermanfaat bagi orang-orang
yang gemar menelaah benda-benda langit, sebab benda-benda langit tersebut
merupakan bola-bola raksasa yang tiada terhitung banyaknya, sehingga
dengan sedikit saja terganggu maka seluruh dunia dapat hancur. Betapa ini
merupakan suatu kekuasaan yang hakiki sehingga benda-benda langit itu
tidak saling bertabrakkan dan kecepatannya tidak berubah seujung rambut
pun, serta tidak aus walau telah sekian lama bekerja dan tidak terjadi
perubahan sedikit pun. Sekiranya tidak ada Sang Penjaga, bagaimana
mungkin jalinan kerja yang demikian besar ini dapat berjalan dengan

19
sendirinya sepanjang masa. Dengan mengisyaratkan kepada hikmah-hikmah
itulah, di tempat lain Allah Taala berfirman:




Yakni, dapatkah Wujud Tuhan Yang telah menciptakan langit dan bumi
demikian itu diragukan? (14:10)

Lalu sebuah dalil lagi tentang keberadaan-Nya, difirmankan:



Yakni, tiap sesuatu akan mengalami kepunahan dan yang kekal itu hanyalah
Tuhan Yang memiliki kebesaran dan kemuliaan (55:27,28).

Kini perhatikanlah! Jika kita bayangkan dunia ini menjadi hancur-lebur dan
benda-benda langit pun pecah berkeping-keping, serta bertiup angin yang
melenyapkan seluruh jejak benda-benda itu, namun demikian akal mengakui
serta menerima -- bahkan hati nurani menganggapnya mutlak -- bahwa
sesudah segala kebinasaan itu terjadi, pasti ada sesuatu yang bertahan yang
tidak mengalami kepunahan serta perubahan-perubahan dan tetap utuh seperti
keadaannya semula. Jadi, itulah Tuhan yang telah menciptakan semua wujud
fana (tidak kekal), sedangkan Dia sendiri terpelihara dari kepunahan

Kemudian satu dalil lagi berkenaan dengan keberadaan-Nya yang Dia


kemukakan di dalam Alquran Suci adalah :


Yakni, Aku berkata kepada setiap ruh: Bukankah Aku Tuhan kamu?
Mereka berkata, Ya, sungguh benar! (7:172).

Di dalam ayat ini Allah Taala menerangkan dalam bentuk kisah, suatu ciri
khas ruh yang telah ditanamkan-Nya di dalam fitrat mereka. Ciri khas itu
ialah, pada fitratnya tiada satu ruh pun yang dapat mengingkari hanyalah
karena mereka tidak menemukan apa pun di dalam pikiran mereka. Kendati
mereka ingkar, mereka mengakui bahwa tiap-tiap kejadian pasti ada
penyebabnya. Di dunia ini tidak ada orang yang begitu bodohnya, misalnya
jika pada tubuhnya timbul suatu penyakit, dia tetap bersikeras menyatakan
bahwa sebenarnya tidak ada suatu sebab yang menimbulkan penyakit itu.
Seandainya rangkaian dunia ini tidak terjalin oleh sebab dan akibat, maka
tidaklah mungkin dapat membuat prakiraan bahwa pada tanggal sekian akan
datang taufan atau badai; akan terjadi gerhana matahari atau gerhana bulan;

20
atau seseorang yang sakit akan wafat pada waktu tertentu; atau sampai pada
waktu tertentu suatu penyakit akan muncul bersamaan dengan penyakit lain.
Jadi, seorang peneliti, walaupun tidak mengakui Wujud Tuhan, namun dari
satu segi dia telah mengakuinya. Yakni ia pun, seperti halnya kita, mencari-
cari penyebab dari sebab akibat. Jadi, itu pun merupakan suatu bentuk
pengakuan, walaupun bukan pengakuan yang sempurna.

Selain itu, apabila seseorang yang mengingkari Wujud Tuhan, dengan cara
tertentu kesadarannya dihilangkan -- yaitu ia sama sekali dijauhkan dari
segala keinginan rendah ini dan segala hasratnya dihilangkan, lalu diserahkan
ke dalam kendali Wujud Yang Maha Tinggi -- maka dalam keadaan demikian
ia akan mengakui Wujud Tuhan, tidak akan ingkar. Hal serupa itu telah
dibuktikan melalui percobaan orang-orang yang berpengalaman luas.

Jadi, ke arah kondisi demikianlah isyarat yang terdapat di dalam ayat itu. Dan
makna ayat itu adalah, pengingkaran Wujud Tuhan hanya terjadi sebatas
kehidupan rendah saja. Sebab, fitrat yang asli dipenuhi oleh pengakuan itu.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manusia senantiasa mencari siapa penguasa tertingi (ultimate reality) di dunia
ini. Penguasa tertinggi itu kemudian disebutlah Tuhan.Secara bahasa, Tuhan
(Bahasa Indonesia) sinonim dengan kata God, The Lord God, Almighty God,
Deity (bahasa Inggris), Got (Belanda),Golt (Jerman), Gudd (Swedia,
Norwegia), Allon (Phoenicians), Ado (Canaanites), Adonai, Yahuwa,
Elohim, Ekah, Eli (Yahudi).Secara istilah Tuhan adalah segala sesuatu yang
paling dicintai. Membicarakan Tuhan atau yang ghaib tentulah membahas
akidah, dalam berakidah itu ada kaidah-kaidahnya, dan Syeikh Ali Ath-
Thantawi memberikan pemikirannya , yaitu :
1. Sesuatu yang dapat ditangkap oleh inderaku, maka tidak diragukan bahwa
itu ada.
2. Ada beberapa hal yang belum pernah kita lihat dan kita rasakan, akan tetapi
kita meyakini keberadaan hal-hal tersebut, seperti halnya kita meyakini hal-
hal yang telah kita lihat dan kita rasakan
3. Sejauh manakah pengetahuan yang dapat diperoleh indera kita? Apakah
indera kita dapat mengetahui segala sesuatu yang ada ?
Kebenaran Allah telah begitu banyak tersebar di alam ini. Bukti-bukti itu
telah pula didukung oleh ilmu dan teknologi modern abad ini. Manusia harus
menggunakan akal dan hatinya untuk mengobservasi bukti-bukti tersebut
untuk kemudian tunduk kepada Allah dan mengakui akan eksistensi-Nya.
Meyakini akan eksistensi Allah merupakan cerminan dan sikap muslim yang
beriman. Tidak ada orang beriman yang tidak meyakini eksistensi Allah Swt.

22
Kufur terhadap eksistensi Allah sudah barang tentu akan merusak bahkan
dapat dikatakan kafir, tidak beriman kepada yang ghaib.

3.2 Saran

Hadirkan Allah dalam hati kita setiap saat maka akan selamatlah kita. Karena
dosa terjadi ketika manusia lupa menghadirkan Allah dalam hatinya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2012. Dalil-dalil Al-quran tentang Adanya Tuhan.


http://www.artikelislam.blogspot.com

Ausop, Asep Zaenal. Pendidikan Agama Islam. Bandung : ITB

Irawan, Hendri. 2013. Makalah Argumen Eksistensi Tuhan.


http://www.libraianshedriirawan.blogspot.co.id

Syafieh. 2013. Argumen Tentang Tuhan: Sebuah Tinjauab Filsafat Ketuhanan.


http://epistom.blogspot.co.id/2013/04/argumen-tentang-tuhan-sebuah-
tinjauan.html

23

Anda mungkin juga menyukai