Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“IMAN KEPADA ALLAH”

Disusun Oleh :

1. A.APRIANA (20500121042)
2. MUTIARA (20500121043
3. SALSA MAR’ATUSHALIHA (20500121044)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR


T.A 2021/2022

i
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT.Tuhan


Yang Maha Esa pengayom segenap alam yang telah memberikan rahmat serta
hidayah-Nya sehingga dalam pembuatan makalah ini kami tidak mengalami
kendala yang berarti hingga terselesaikannya makalah kami yang berjudul “IMAN
KEPADA ALLAH”.

Semoga dengan makalah yang kami buat ini dapat menambah


pengetahuan dan pemahaman kita tentang iman kepada Allah ,kami sadar
dalam penulisan makalah ini banyak terdapat beberapa kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Karena manusia jauh dari kata sempurna yang tidak luput
dari sifat salah dan khilaf,karena sesungguhnya kesempurnaan hanyalah milik
Allah SWT. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi penyempurnaan makalah ini.

……, 7 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR PUSTAKA

HALAMAN JUDUL...........................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang..................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................1

C. Tujuan Penulisan..............................................................................2
BAB III PEMBAHASAN..................................................................................3
A. Pengertian Iman Kepada Allah.................................................3
B. Bukti-bukti Adanya Allah..........................................................5
C. Kemahaesaan Allah.....................................................................6
D. Hikmah Beriman Kepada Allah................................................7
E. Sifat Allah dan Ciri Orang Beriman Kepada Sifat Allah........8
F. Tingkat Iman Kepada Allah dan Cara Mengaplikasikan
Iman Kepada Allah Dalam Kehidupan Sehari-hari..............11
BAB IV PENUTUP..........................................................................................15
A. Kesimpulan......................................................................................15
B. Saran................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA....................................................................16

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beriman kepada Allah adalah salah satu pokok terpenting yang harus
dilakukan oleh seluruh umat islam, selain beriman kepada Malaikat, kitab-
Nya, Rasul-Nya, iman kepada hari akhir, dan kepada qada’ dan qadhar.
Seorang belum dikatakan beriman kepada Tuhanya apabila ia belum dapat
meyakini dalam hatinya, bahwa Tuhan Allah adalah dzat yang Maha Esa
dengan segala keagungan dan sifat-sifatntnya. Adapun beriman kepada sifat
Allah termasuk juga dalam klasifikasi iman kepada Allah.
Terkait keimanan kepada Allah, sudah bukan hal asing jika sebagai
muslim kita dituntut untuk mampu mempelajari dan memahami apa arti iman
kepada Allah. Dalam penulisan makalah ini akan coba kita uraikan makna
iman kepada Allah, juga bagimana kemahaesaan Allah yang selama ini kita
yakini bersama sebagai sifat Allah SWT.
Maka dari itu, sebagai umat muslim kita wajib meyakini bahwa Allah
mempunyai sifat yang melekat pada-Nya, yang patut kita percayai dan kita
imani. Maka dari itu, pada makalah ini  kami akan  membahas mengenai
iman kepada Allah, tidak hanya membahas tentang iman kepada Allah saja,
melainkan juga membahas tentang cara mengaplikasikannya dalam
kehidupan sehari – hari.   
 
B. Rumusan Masalah 
1. Apa itu beriman kepada Allah?
2. Apa bukti-bukti adanya Allah?
3.  Bagaimana kemahaesaan Allah?
4. Apa saja  Hikmah beriman kepada Allah?
5. Bagaimana Sifat Allah swt dan Ciri Orang yang Beriman kepada Sifat
Allah?
6. Bagaimana tingkatan iman kepada Allah ?

1
7. Bagaimana cara mengaplikasikan iman kepada Allah ?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui apa itu beriman kepada Allah.
2. Untuk mengetahui apa saja bukti-bukti adanya Allah
3. Untuk mengetahui bagaimana kemahaesaan Allah
4. Untuk mengetahui apakah hikmah beriman kepada Allah
5. Untuk Mengetahui Sifat Allah swt dan Ciri Orang yang Beriman kepada
Sifat Allah
6. Untuk mengetahui bagaimana cara mengaplikasiakan iman kepada Allah
dalam kehidupan sehari- hari.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Iman Kepada Allah
Apa itu iman? Iman adalah ucapan dan perbuatan. Ucapan hati dan
lisan, serta amal hati. Artinya pengakuan yang di (ucapkan) dalam hati dan
lisan serta bersedia melakukan yang dibenarkannya melalui amal hati. Dari
Abu Hurairah, ia berkata, "Rasulullah   bersabda, 'Iman terbagi lebih dari
tujuh puluh atau enam puluh cabang. Yang paling utama adalah ucapan
laailaa ha illallah dan yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari
jalan. Dan sifat malu termasuk satu cabang dari iman." HR. Muslim Sehingga
dapat disimpulkan iman merupakan suatu yang tersembunyi dalam
jiwa atau pengakuan dalam lubuk hati.
Sebagaimana kita ketahui dalam agama Islam memiliki
Rukun Iman yakni beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada qadla’ dan qadar
(ketentuan). 1
Seorang muslim yang beriman kepada Allah adalah yang membenarkan
adanya Tuhan Yang Maha Agung Tuhan Maha Pencipta langit dan bumi. Dia
mengetahui alam gaib dan alam nyata, Maha Pengatur, raja segala sesuatu.
Tiada Tuhan melainkan Dia. Dialah Yang Maha Agung, Yang memiliki sifat-
sifat maha sempurna. Untuk pertama kalinya kita mendapat petunjuk dari
petunjuk-Nya. (Allah berfirman : Kalaulah bukan karena petunjuk Allah,
tidaklah kita akan mendapat petunjuk .) 2
Iman kepada Allah adalah salah asas dan inti kaidah Islamiyah. Maka ia
adalah pokok, dan semua rukun–rukun akidah dihubungkan kepadanya  atau
mengikutinya. Dari ajaran dasar, timbulah bagian-bagian dan rukun- rukun
iman yang lain. Bahwa beriman kepada Allah adalah beriman pada yang
ghaib, dan beriman kepada yang ghaib memerlukan dalil- dalil yang rasional
untuk membuktikan kebenaran keimanan itu. Dalil- dalil tentang wujud Allah
ada yang berdasarkan akal dan ada juga yang berdasarkan wahyu dan
merupakan dalil lengkap bagi pengetahuan kita tentang Allah. 3

1 Siti Umaiyah, “Makalah Iman Kepada Allah”,


http://sitiumaiyahh.blogspot.co.id/2013/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html  (diakses pada 7
September 2021, pukul 10.15).
2 Abu Bakar Jabir El-Jazair , Pola Hidup Muslim, Bandung : Remaja
Rosdakarya, Cet-1 ,1990 ,hlm 1.
3 Nur Hidayat , Aqidah akhlak dan pembelajarannya . 61

3
Berikut adalah dalil- dalil  tentang iman kepada Allah :
Didalam Al-Qur’anul Karim, Allah memberikan keberadaan, pengaturan,
nama, dan sifat-sifat . Allah berfirman :

H‫ى‬ Hْ ‫ ا‬H‫ َّم‬Hُ‫ ث‬H‫م‬Hٍ H‫ا‬HَّH‫ ي‬Hَ‫ أ‬H‫ ِة‬Hَّ‫ ت‬HHH‫س‬Hِ H‫ ي‬Hِ‫ ف‬H‫ض‬
Hٰ H‫و‬Hَ Hَ‫ ت‬HHH‫س‬H Hَ H‫ر‬Hْ Hَ ‫أْل‬H‫ ا‬H‫ َو‬H‫ت‬ ِ H‫ ا‬H‫ َو‬H‫ ا‬H‫ َم‬HHH‫س‬H
Hَّ ‫ل‬H‫ ا‬H‫ق‬ َ HHHHَ‫ ل‬H‫ َخ‬H‫ ي‬H‫ ِذ‬Hَّ‫ل‬H‫ ا‬Hُ ‫ هَّللا‬H‫ ُم‬H‫ ُك‬HَّH‫ ب‬H‫ َر‬H‫ َّن‬Hِ‫إ‬
H‫ َم‬H‫ و‬HHُH‫ ج‬Hُّ‫ن‬H‫ل‬H‫ ا‬H‫ َو‬H‫ َر‬HHH‫ َم‬Hَ‫ ق‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫و‬Hَ H‫س‬ Hَ H‫ ْم‬HH‫ش‬H ْ Hَ‫ ي‬H‫ َر‬H‫ ا‬Hَ‫ ه‬Hَّ‫ن‬H‫ل‬H‫ ا‬H‫ َل‬H‫ ْي‬Hَّ‫ل‬H‫ل‬H‫ ا‬H‫ ي‬H‫ش‬Hِ H‫غ‬Hْ Hُ‫ ي‬H‫ش‬
Hَّ ‫ل‬H‫ ا‬H‫ َو‬H‫ ا‬Hً‫ث‬H‫ ي‬Hِ‫ ث‬H‫ َح‬Hُ‫ ه‬Hُ‫ب‬Hُ‫ ل‬H‫ط‬ ِ H‫ر‬Hْ H‫ َع‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ ى‬Hَ‫ ل‬H‫َع‬
H‫ن‬H‫ ي‬H‫ ِم‬Hَ‫ل‬H‫ ا‬H‫ َع‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ب‬Hُّ H‫ر‬Hَ Hُ ‫ هَّللا‬H‫ك‬ َ H‫ َر‬H‫ ا‬Hَ‫ ب‬Hَ‫ ت‬Hۗ H‫ ُر‬H‫ ْم‬Hَ ‫أْل‬H‫ ا‬H‫ َو‬H‫ق‬
ُ H‫ ْل‬H‫ َخ‬H‫ ْل‬H‫ ا‬Hُ‫ ه‬Hَ‫ اَل ل‬Hَ‫ أ‬Hۗ H‫ ِه‬H‫ ِر‬H‫ ْم‬Hَ‫ أ‬Hِ‫ ب‬H‫ت‬
ٍ H‫ ا‬H‫ر‬Hَ H‫ َّخ‬H‫ َس‬H‫ُم‬

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan
bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan
malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya
pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada
perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah.
Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (Qs. Al-A’raf : 54)

َّ H‫ل‬H‫ ا‬H‫م‬Hِ Hِ‫ ق‬Hَ‫ أ‬H‫ َو‬H‫ ي‬Hِ‫ ن‬H‫ ْد‬Hُ‫ ب‬H‫ ْع‬H‫ ا‬Hَ‫ ف‬H‫ ا‬Hَ‫ ن‬Hَ‫ اَّل أ‬Hِ‫ إ‬Hَ‫ ه‬Hَ‫ل‬HٰHِ‫ اَل إ‬Hُ ‫ هَّللا‬H‫ ا‬Hَ‫ ن‬Hَ‫ أ‬H‫ ي‬Hِ‫ن‬Hَّ‫ ن‬Hِ‫إ‬
H‫ ي‬H‫ ِر‬H‫ ْك‬H‫ ِذ‬Hِ‫ ل‬Hَ‫ اَل ة‬H‫ص‬
“ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain
Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (Qs.
Thaha : 14)

Ketika menentang ketidak benaran pengakuan akan adanya tuhan selain


Allah , Dia berfirman:

 H‫ ا‬H‫ َّم‬H‫ َع‬H‫ش‬ِ H‫ر‬Hْ H‫ َع‬H‫ ْل‬H‫ ا‬H‫ب‬


ِّ H‫ َر‬Hِ ‫ هَّللا‬H‫ن‬Hَ H‫ ا‬H‫ َح‬H‫ ْب‬H‫ ُس‬Hَ‫ ف‬Hۚ H‫ ا‬Hَ‫ ت‬H‫ َد‬H‫ َس‬Hَ‫ ف‬Hَ‫ ل‬Hُ ‫ اَّل هَّللا‬Hِ‫ إ‬Hٌ‫ ة‬Hَ‫ ه‬Hِ‫ل‬H‫ آ‬H‫ ا‬H‫ َم‬H‫ ِه‬H‫ ي‬Hِ‫ ف‬H‫ن‬Hَ H‫ ا‬H‫ َك‬H‫و‬Hْ Hَ‫ل‬
H‫ َن‬H‫ و‬Hُ‫ ف‬H‫ص‬
Hِ Hَ‫ي‬

“ Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah


keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai
'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (Qs.Al- Anbiyaa : 22)

Berdasarkan dalil aqli yang rasional dan dalil naqli yang dapat didengar
manusiapun meyakini Allah dan pengurusannya terhadap segala sesuatu
bentuk ketuhannannya (bagi orang-orang yang terdahulu dan orang-orang
yang datang kemudian). Atas dasar inilah maka kehidupan muslim, dalam
segala aspeknya, sangat bergantung pada keimanan terhadap Allah SWT.4

4 Abu Bakar Jabir El-Jazair , Pola Hidup Muslim, Bandung : Remaja Rosdakarya,


Cet-1 ,1990 ,hlm 7

4
B. Bukti-bukti adanya Allah
Dijelaskan dalam buku Manifestasi-manifestasi Ilahi bahwa metode yang
paling baik ada dua cara:
1. Mengenal diri kemanusiaan
Dijelaskan dalam surat Al Dzarriyat ayat 21:

ِ ‫َوفِي أَ ْنفُ ِس ُك ْم ۚأَفَاَل تُ ْب‬


َ‫صرُون‬
“Dan didalam dirimu sendiri, tidakkah kalian memperhatikan?”
2. Memperhatikan cakrawala dan diri sendiri
Sebagaimana dalam firman Allah surat Fushshilat ayat 53:

‫ف بِ َربِّكَ أَنَّ ۥهُ َعلَ ٰى ُك ِّل‬


ِ ‫ق ۗ أَ َولَ ْم يَ ْك‬
ُّ ‫اق َوفِ ٓى أَنفُ ِس ِه ْم َحتَّ ٰى يَتَبَيَّنَ لَهُ ْم أَنَّهُ ْٱل َح‬
ِ َ‫َسنُ ِري ِه ْم َءا ٰيَتِنَا فِى ٱلْ َءاف‬
‫َش ْى ٍء َش ِهي ٌد‬

“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan)


Kami dicakrawala dan didalam diri mereka sendiri, sehingga jelas bagi
mereka bahwa Dia-lah Yang Maha Benar (al-Haqq). Tiadakah cukup
bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”

Didalam Al-qur’an banyak ayat tentang metode ini. Oleh karena


itu, Allah memuji orang-orang yang memperhatikan penciptaan langit
dan bumi dan menyanjung orang-orang yang memikirkan jejak-jejak
tindakan dan eksistensi-Nya.[3] Kemudian banyak sumber lain juga
menyebutkan bukti adanya Allah. Apabila kita hendak berbicara tentang
bukti-bukti material, seperti:
1. Makhluk. Dialah yang merupakan bukti nyata yang sepanjang siang
dan malam berada dihadapan kita, itu adalah perkara yang tidak dapat
dibantah oleh siapapun. Tidak ada orang yang bisa mengatakan
(dengan bukti yang masuk akal) bahwa langit dan bumi tercipta
sesudah terciptanya manusia, dalam arti bahwa manusia datang
dengan tidak menemukan bumi sebgai tempat tinggalnya, dan tanpa
adanya matahari yang bercahaya, tanpa adanya siang dan malam.
Dengan demikian, maka dengan menggunakan akal saja sudah cukup
untuk membuktikan bahwa alam telah dicipta dan dipersiapkan bagi
kehidupan manusia sebelum manusia ada. Firman Allah:

 ‫ َو‬H ُ‫ت ۚ َوه‬ ِ ْ‫ق لَ ُك ْم َما فِي اأْل َر‬


َ ‫ َم‬H ‫ض َج ِميعًا ثُ َّم ا ْست ََو ٰى إِلَى ال َّس َما ِء فَ َسوَّاه َُّن َس ْب َع َس‬
ٍ ‫اوا‬ َ َ‫ه َُو الَّ ِذي خَ ل‬
‫بِ ُك ِّل َش ْي ٍء َعلِي ٌم‬

5
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada dibumi untuk
kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit ! Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al-
Baqarah: 29)
2. Perjanjian. Kita mengetahui apa-apa yang dihalalkan dan diharamkan
Allah, dan kita juga mengetahui bagaimana kondisi hati manusia
pada umumnya terhadap apa yang diperbuatnya. Siapakah yang
mengajari manusia terlebih bisa memberikan perasaan cocok bagi
kebaikan yang ada dalam manusia, dan memberikan rasa gelisah
dalam hati manusia. Itu semua karena kuasa sang pencipta, disinilah
diperlukan pentingnya beriman kepada Allah meskipun keberadaan
Allah merupakan hal yang Ghaib.
3. Ayat-ayat Al-qur’an. Yang dimaksud adalah bahwa dalam keadaan
apapun didunia ini, maka ayat Al-qur’an ada. Bagi orang-orang yang
mampu berfikir dan mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah.
Bahwa didalam Al-qur’an telah diatur segalanya, baik dari hukum,
aqidah, maupun ilmu pengetahuan yang lain. Kemudian bentuk
pengingkaran yang biasa dilakukan manusia adalah mengklaim
bahwa dirinya yang menciptakan, pada dasarnya manusia hanyalah
sekedar menemukan. Betapa besar kuasa Allah yang mampu
menggantikan dan menutupi siang dengan malam, begitupun
sebaliknya. 5

C. Kemahaesaan Allah
Kemahaesaan Allah artinya wujud satu yang Haqq atas keberadaan
Allah tuhan semesta Allam, tidak ada yang menyamai wujud Allah
SWT.  Dalam agama islam dikenal istilah syahadat, sebagai syarat yang
utama ketika akan berpegang pada ajaran Islam, hal itu sebagai wujud
pengakuan terhadap kemahaesaan Allah. Selanjutnya dalil dalam Al-qur’an
yang menunjukkan kesaksian bahwa tidak ada tuhan selain Allah:
۟ ُ‫َش ِه َد ٱهَّلل ُ أَنَّهۥُ ٓاَل إ ٰلَهَ إاَّل هُ َو َو ْٱلم ٰلَٓئِ َكةُ َوأُ ۟ول‬
‫وا ْٱل ِع ْل ِم قَٓائِ ۢ ًما بِ ْٱلقِ ْس ِط ۚ ٓاَل إِ ٰلَهَ إِاَّل ه َُو ْٱل َع ِزي ُز ْٱل َح ِكي ُم‬ َ ِ ِ

“Allah menyatakan bahwasannya tidak ada tuhan (yang berhak disembah)


melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada tuhan (yang

5 Mutawalli Asy-Sya’rawi, Bukti-bukti Adanya Allah, (Jakarta: Gema Insani Press,


1997). Hlm.13-72.

6
berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha perkasa lagi Maha
Bijaksana.” (QS.Ali Imran: 18)
Beberapa kata-kata yang menjadi penegasan terhadap keesaan
Allah, Tiada tuhan selain Allah, kalimat tersebut menegaskan bahwa hanya
Dia satu-satunya yang wajib disembah. Seperti yang telah dijelaskan dalam
surat Al-ikhlas bahwa Allah satu dan Tidak ada sekutu bagi-Nya.
[5] Dijelaskan juga bahwa Allah merupakan Dzat yang Maha Esa, dalam
Firman Allah yang lain:
ٍ ‫ضهُ ْم َعلَ ٰى بَع‬
َ‫ْض ۚ ُس ْب َحان‬ َ َ‫َب ُكلُّ إِ ٰلَ ٍه بِ َما خَ ل‬
ُ ‫ق َولَ َعاَل بَ ْع‬ َ ‫َما اتَّ َخ َذ هَّللا ُ ِم ْن َولَ ٍد َو َما َكانَ َم َعهُ ِم ْن إِ ٰلَ ٍه ۚإِ ًذا لَ َذه‬
َ‫صفُون‬ِ َ‫هَّللا ِ َع َّما ي‬
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada tuhan
(yang lain) beserta-Nya, kalau ada tuhan besertaNya, setiap tuhan itu akan
membawa makhluk yang diciptakanNya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu
akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha suci Allah dari apa yang
mereka sifatkan itu” (QS.Al Mu’minun: 91)

Makna yang terkandung dalam ayat tersebut adalah penolakan ibadah


selain Allah dan penetapan ibadah hanya kepadaNya. Tiada sekutu bagiNya
dalam kekuasaanNya. Syarat yang diperlukan agar kesaksian terhadap Allah
mendatangkan manfaat bagi yang mengucapkannya, adalah:
1. Ilmu yang mencakup nafyan (penolakan) dan itsbatan (penetapan)
2. Keyakinan hati
3. Kepatuhan, baik lahir maupun bathin
4. Penerimaan, sedikitpun tidak menolak pada konsekuen shahadat
5. Keikhlasan dalam pelaksanaan
6. Pembenaran dengan hati, bukan sekedar melalui lisan
7. Mencintai islam dan umatnya, serta membela dan melestarikan sesuai
dengan kewajiban yang dituntut kesaksian tersebut. 6

D. Hikmah Beriman Kepada Allah


Kalian percaya kepada sifat-sifat Allah ialah dengan tunduk dan patuh
kepada seluruh perintahNya dan menjauhi laranganNya. Adapun hikmah dari
mempercayai sifat-sifat Allah diantaranya :

6 Syekh Hafizh Ahmad Al Hakami, Loc.cit, 1994, hlm.55-56.

7
1. Dapat menyelamatkan seseorang dari segala sesuatu yang menimpa
dirinya karena orang beriman akan ditolong oleh Allah (Q.S al-Mukmin
ayat 31)
2. Hati menjadi tenang dan tidak gelisah (Q.S ar-Ra’du ayat 28)
3. Mendatangkan keuntungan. Tanpa dibekali iman, seseorang akan berada
dalam kerugian (Q.S al-Asr ayat 1-3).

E. Sifat Allah swt dan Ciri Orang yang Beriman kepada Sifat Allah
1. Sifat – Sifat Allah
Sifat adalah kualitas yang melekat pada dzat. Sifat tidak memiliki
arti tanpa adanya dzat. Sifat Allah yang terkandung dalam asma-Nya
sebagaimana tercantum dalam Al-Quran, secara keseluruhan
menggambarkan kesempurnaan mutlak bagi Allah dan tidak ada satu pun
yang menyamai-Nya. karena itu, selain Allah, tidak ada yang boleh di
lekati sifat-sifat ke-Tuhanan. Adapun sifat Allah diklasifikasikan
menjadi tiga, yakni sifat Wajib, sifat Mustahil, dan sifat Jaiz bagi Allah.

a. Sifat Wajib Allah swt.


Adalah sifat-sifat yang pasti dimiliki oleh Allah swt. Yang
sesuai dengan keagunganya sebagai pencipta alam seisinya. Dalam
ilmu aqa’id, disebutkan bahwa sifat wajib Allah swt ada tiga belas
yaitu:

a) Wujud (ada)
b) Qidam (terdahulu)
c) Baqa’ (kekal)
d) Mukhalafatu lil Hawadisi (Berbeda dengan ciptaan-nya)
e) Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri dengan sendirinya)
f) Wahdaniyah (Maha Esa)
g) Qudrah (Mahakuasa)
h) Iradah (Berkehendak)
i) ‘Alim (Maha Mengetahui)
j) Hayat (Hidup)

8
k)  Sama’(Maha Mendengar)
l) Basar (Maha Melihat)
m) Kalam (Berfirman)

Ada sebagian ulama yang menambahkan dengan tujuh sifat


allah swt, sehingga menjadi dua puluh,yaitu:
a) Qadiran (Maha Kuasa)
b) Muridan (Maha Berkehendak)
c) ‘Aliman (Maha Mengetahui)
d) Hayyan (Maha Hidup)
e) Sami’an (Maha Mendengar)
f) Basiran (Maha Melihat)
g) Mutakalliman (Maha Berbicara)

b. Sifat Mustahil Allah swt


Yaitu sifat-sifat yang secara akal tidak mungkin dimiliki
allah swt. Dalam ilmu tauhid dinyatakan bahwasifat Mustahil Allah
swt ada tiga belas, yaitu:
a) ‘adam (tidak ada)
b) Hudus (permulaan)
c) Fana’ (rusak)
d) Mumasalatu lil-hawadisi (menyerupai makhluk)
e) Qiyamuhu bigairihi (membutuhkan sesuatu selain dirinya)
f) Ta’adud (lebih dari satu)
g) A’jzun (lemah)
h) Karahah (terpaksa)
i) Jahlun (bodoh)
j) Mautun (mati)
k) Summun (tuli)
l) ‘umyun (buta)
m) Bukmun (bisu)

9
c. Sifat Jaiz Allah swt
Berarti sifat kebebasan Allah swt, yakni kebebasan yang dimilikinya
sebagai tuhan semesta alam untuk berbuat sesuatu atau tidak berbuat
sesuatu sesuai dengan kehendaknya yang mutlak.

2. Ciri Orang yang Beriman terhadap Sifat – sifat Allah SWT


Ciri orang yang beriman terhadap sifat wajib Allah antara lain
sebagai berikut :
1. Bersyukur
Manusia diciptakan Allah dalam bentuk yang paling sempurna.
Oleh karena itu pemberian Allah wajib digunakan dengan baik untuk
beribadah kepadaNya. Contoh: mulut digunakan untuk berkata yang
baik dan bermanfaat.
2. Ikhlas
Orang yang beriman kepada Allah senantiasa ikhlas dalam segala
perbuatannya. Ibadah yang dilaksanakan karena mengharap ridla
Allah.
3. Sabar
Sabar artinya tabah, tahan menghadapi cobaan, menyerah kepada
Allah dengan ridla dan lapang dada.
4. Amanah
Anugerah yang diberikan Allah kepda kita perlu kita pelihara.
Orang yang mendapat suatu jabatan tertentu wajib digunakan untuk
hal-hal yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain. Jabatan
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawa, jujur dan amanah.
5. Tidak sombong
Kekayaan atau kepandaian yang Allah berikan kepada kita
seharusnya tidak menjadikan diri kita sombong. Adanya kekayaan
dan kepandaian yang kita miliki menjadikan diri kita rendah diri.

10
6. Sopan dalam perbuatan santun dalam berkata.
Ketika kita berbicara kepada seseorang hendaknya selalu
dengan lemah lembut. Dalam perilaku kita menjaga perbuatan kita
agar tidak menyakiti orang lain.7

F. Tingkat Iman Kepada Allah dan Cara Mengaplikasikan Iman Kepada Allah
Dalam Kehidupan Sehari-hari
1. Tingkatan mengimani Allah (tauhid) yaitu ada lima tingkatan, yaitu :
a. Taqlit
Taqlit secara umum adalah mengikuti pendapat orang lain tanpa
mengetahui sumber atau alasannya. Namun untuk kasus Iman
Kepada Allah ialah taqlit atau mengikuti orang tua, karena saat kita
masih belum bisa menemukan dasar atau ilmu dalam Iman Kepada
Allah alangkah lebih baiknya jika kita mengikuti orang tua kita yang
sudah paham soal Iman Kepada Allah, dan itu sebagai cara agar kita
juga bisa belajar tentang Ilmu Agama lainnya yang diajarkan oleh
Nabi Muhammad.
b. Ilmu yang dimiliki
Ilmu yang kita miliki berguna untuk menemukan bukti
yang dapat meyakinkan kita tentang iman kepada Allah, tentang
keberadaan Allah contohnya, dan semua yang dapat meyakinkan kita
tentang iman kepada Allah. Namun ada satu lagi bukti tentang ilmu
yang kita miliki dan yang Allah miliki, yaitu sepintar apapun kita,
sejenius apapun kita pasti ada sebagian hal yang tidak kita ketahui,
namun berbeda dengan Allah, seperti dalam firman-Nya

ِ ْ‫ت َو َما فِى ااْل َر‬


‫ض َوهللاُ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِ ْي ٌم‬ ِ ‫َوهللاُ يَ ْعلَ ُم َما ِفى ال َّس َم َو‬

“Allah mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi,
dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
c. Selalu diawasi oleh Allah

7 Nanda Mega Kharisma, “Makalah Iman Kepada Allah”,


http://nandamegakharisma.blogspot.com/2015/06/makalah-iman-kepada-allah.html (diakses pada 7
September 2021, pukul 10.50).

11
Bila kita tidak bisa menerapkan keyakinan bahwa Allah
sedang melihat kita, maka kita akan menjadi hamba yang lupa akan
pengawasan Allah, karena kita mengira bahwa Allah tidak
mengetahui apa yang kita kerjakan.Seperti saat kita sedang
berbohong atau berdusta, itu kita lakuakan karena kita tidak
memiliki keyakinan bahwa Allah sedang melihat apa yang kita
lakukan, dan pada umumnya, orang yang telah melakuakan
kebohongan maka ada kecenderungan untuk melakukannya lagi,
lagi, dan lagi.
Mungkin bagi yang melakukan kebohongan atau dusta, baik itu
yang kecil atau besar, lupa bahwa Allah sedang mengawasi kita,
seperti yang tertulis dalam firman-Nya.

‫رًا ِم َّم‬H ‫و ُد ُك ْم َولَ ِك ْن ظَنَ ْنتُ ْم أَ َّن هللاَ اَل يَ ْعلَ ُم َكثِ ْي‬HHُ‫ ْم ُع ُك ْم َواَل ُجل‬H ‫َو َما ُك ْنتُ ْم تَ ْستَتِرُوْ نَ أَ ْن يَ ْشهَ َد َعلَ ْي ُك ْم َس‬
َ‫تَ ْع َملُوْ ن‬

“Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran,


pengelihatan dan kulitmu terhadapmu, bahkan kamu mengira bahwa
Allah tidak mengetahui kebanyakan dari apa yang kamu kerjakan.”
(QS. Fushshilat : 22)
Allah menciptakan telinga, mata, dan kulit bertujuan agar
menjadi saksi atas apa saja yang kita kerjakan selama di dunia,
seperti dalam Al-Qur’an yang berbunyi.

َ‫صا ُرهُ ْم َو ُجلُوْ ُدهُ ْم بِ َما َكانُوْ ا يَ ْع َملُوْ ن‬


َ ‫َحتَّى اِ َذا َما َجاءُوْ هَا َش ِه َد َعلَ ْي ِه ْم َس ْم ُعهُ ْم َواَ ْب‬

“Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran,


pengelihatan, dan kulit mereka menjadi saksi terhadap apa yang
telah mereka lakukan.” (QS. Fushshilat : 20)

Jadi, bila ada dari kita yang kadang masih suka berbohong
atau berdusta, baik dalam hal kecil maupun besar, baiknya segeralah
bertaubat, dan mulai mengamalkan bahwa segala tingkah laku kita
diawasi oleh Allah, sehingga segala yang kita kerjakan haruslah
berisi dengan kebaikan bukan dengan keburukan yang dapat
membuat kita mendapatkan dosa.

12
d. Melihat Allah dengan mata hati
Manusia dapat melihat benda disekitar dengan ke-dua mata
seperti biasanya, namun saat kita ingin melihat Allah, kita melihat
dengan ke-dua mata maka kita tidak akan melihat Allah, namun
Allah hanya bisa dilihat dengan mata hati sebagai mana Allah
berkata dalam firman-nya:

)103:‫صا َر َوهُ َو اللَّ ِطيْفُ ْال َخبِ ْي ُر (األنعام‬


َ ‫ك ااْل َ ْب‬ َ ‫اَل تُ ْد ِر ُكهُ ااْل َ ْب‬
ُ ‫صا ُر َوهُ َو يُ ْد ِر‬

Artinya : Dia tidak dapat dicapai dengan pengelihatan mata, sedang


Dia dapat melihat segala pengelihatan itu  dan Dialah Yang
Mahahalus, Mahateliti.
Kita hanya bisa melihat Allah dengan mata hati apabila kita
sudah merasa diawasi oleh Allah, namun apabila kita tidak merasa
diawasi Allah kita pasti kesulitan untuk melihat Allah dengan mata
hati kita. Dan saat kita tidak dapat melihat Allah dengan mata hati
maka kita bisa saja menjadi tersesat dan keluar dari tuntunan Allah.
Sebagaimana firman Allah :

َ َ‫َو َم ْن َكانَ فِي ه ِذه اَ ْعمى فَهُ َوفِى ااْل ِخ َر ِة اَ ْعمى َوا‬
)72:‫ضلُّ َسبِ ْياًل (االسراء‬

Artinya : Dan barang siapa buta (hatinya) di dunia ini, maka di


akhirat dia akan buta dan tersesat jauh dari jalan (yang benar).

Untuk dapat melihat Allah hati kita haruslah dalam keadaan


bersih, jika hati kita tidak dalam keadaan bersih akan membuat setan
mudah menyesatkan kita.8

e. Semuanya hanya untuk Allah (Zuhud)


Secara harfiah al-zuhud berarti tidak ingin kepada sesuatu
yang bersifat keduniawian.Sedangkan menurut Harun
Nasution zuhud artinya keadaan meninggalkan dunia dan hidup
kematerian.
Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat
penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh kehidupan
dunia. Orang yang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar
kebahagiaan hidup di akhirat yang kekal dan abadi, daripada
8 Harun  Nasution, Falsafah dan Mistisisme dalam islam, Jakarta: Bulan Bintang,
1983, hlm.64.

13
mengejar kehidupan dunia yang fana sepintas lalu. Hal ini dapat
dipahami dari isyarat ayat yang berbunyi.

ْ Hُ‫ت‬                                  
H‫ ْل‬Hُ‫ ق‬H‫ ُع‬H‫ ا‬Hَ‫ ت‬H‫ َم‬H‫ ا‬Hَ‫ ي‬H‫ ْن‬H‫ ُّد‬H‫اٌل ل‬H‫ ي‬Hِ‫ ل‬Hَ‫ ق‬Hُ‫ ة‬H‫ َر‬H‫آْل ِخ‬H‫ ا‬H‫ َو‬H‫ ٌر‬H‫ ْي‬H‫ َخ‬Hِ‫ ن‬H‫ َم‬Hِ‫ ل‬H‫ ٰى‬Hَ‫ ق‬Hَّ‫ت‬H‫ اَل ا‬H‫و‬Hَ ‫اًل‬H‫ ي‬Hِ‫ ت‬Hَ‫ ف‬Hَ‫ن‬H‫ و‬H‫ ُم‬Hَ‫ ل‬H‫ظ‬
Artinya: “Katakanlah kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan
akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa, dan kamu
tidak akan dianiaya sedikitpun” (Q.S. An-Nisa [4]: 77).

‫َواآْل ِخ َرةُ َخ ْي ٌر َوأَ ْبقَ ٰى‬

Artinya: “Sedangkan kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih


kekal” (Q.S. Al-A’la [87]: 17).

Dari ayat di atas memberi petunjuk bahwa kehidupan dunia


yang sekejap ini dibandingkan dengan kehidupan akhirat yang kekal
dan abadi, sungguh tidak sebanding. Kehidupan akhirat lebih baik
dari kehidpan dunia.
Orang yang berpandangan demikian tidak akan mau
mengorbankan kebahagiaan hidupnya di akhirat hanya karena
mengejar duniawi yang sementara. Orang yang demikian akhirnya
akan terpelihara dari melakukan hal-hal yang negatif. Ia selalu
berbuat yang baik-baik saja. Hal ini sejalnya dengan hadis Nabi yang
menyatakan.

“Jika kamu melihat seseorang yang dianugerahi sifat zuhud dalam


dirinya dan selalu lurus sikapnya, maka dekatkanlah orang itu,
karena orang itu yang telah meyakini hikmah.” 9

BAB III

9 al-Naisabury Al-Qusyairi, al-Qusyairiyah fi’Ilm al-Tasawwuf, Mesir: Dar al-


Khair, t.t., hlm.115

14
PENUTUP
A. Kesimpulan
Iman adalah pengakuan yang di (ucapkan) dalam hati dan lisan
serta bersedia melakukan yang dibenarkannya melalui amal
hati. Sebagaimana kita ketahui dalam agama Islam memiliki
Rukun Iman yakni beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya,
rasul-rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada qadla’ dan qadar
(ketentuan). Seorang muslim yang beriman kepada Allah adalah yang
membenarkan adanya Tuhan Yang Maha Agung Tuhan Maha Pencipta langit
dan bumi. Dia mengetahui alam gaib dan alam nyata, Maha Pengatur, raja
segala sesuatu. Tiada Tuhan melainkan Dia. Dialah Yang Maha Agung, Yang
memiliki sifat-sifat maha sempurna. Untuk pertama kalinya kita mendapat
petunjuk dari petunjuk-Nya. Iman kepada Allah adalah salah asas dan inti
kaidah Islamiyah.
Hikmah Beriman Kepada Allah SWT :
1. Dapat menyelamatkan seseorang dari segala sesuatu yang menimpa
dirinya karena orang beriman akan ditolong oleh Allah .
2. Hati menjadi tenang dan tidak gelisah .
3. Mendatangkan keuntungan. Tanpa dibekali iman, seseorang akan berada
dalam kerugian.
Sifat adalah kualitas yang melekat pada dzat. Sifat Allah yang
terkandung dalam asma-Nya sebagaimana tercantum dalam Al-Quran, secara
keseluruhan menggambarkan kesempurnaan mutlak bagi Allah dan tidak ada
satu pun yang menyamai-Nya. karena itu, selain Allah, tidak ada yang boleh
di lekati sifat-sifat ke-Tuhanan. Adapun sifat Allah diklasifikasikan menjadi
tiga, yakni sifat Wajib, sifat Mustahil, dan sifat Jaiz bagi Allah.

B. Saran
Penulis menyadari penulisan dalam makalah masih jauh dari kata
sempurna, untuk ini kedepan nya penulisan akan lebih baik lagi dalam
menyusun makalah diatas dan dapat lebih dipertanggung jawabkan lagi
dalam membuat referensi.

DAFTAR PUSTAKA

15
Umaiyah, Siti. Kamis 26 Oktober 2017. “Makalah Iman Kepada
Allah”, http://sitiumaiyahh.blogspot.co.id/2013/05/v-
behaviorurldefaultvmlo.html.
Bakar Jabir El-Jazair, Abu. 1990. Pola Hidup Muslim. Bandung : Remaja
Rosdakarya. Cet-1.
Al Hakami, Syekh Hafizh. 1994. Benarkah Aqidah Ahlussunah Wal Jamaah.
Jakarta: Gema Press.
Nanda Mega Kharisma, “Makalah Iman Kepada Allah”,
http://nandamegakharisma.blogspot.com/2015/06/makalah-iman-kepada-
allah.html
Nasution, Harun. 1983.Falsafah dan Mistisisme dalam islam. Jakarta: Bulan
Bintang,
Qusyairi, al-Naisabury. t.t. al-Qusyairiyah fi’Ilm al-Tasawwuf. Mesir: Dar al-
Khair

16

Anda mungkin juga menyukai