Anda di halaman 1dari 72

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

LAPORAN TUGAS AKHIR


KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)
NATA DE CASSAVA
Di Home Industri Inti Cassava, Bantul, Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Gelar Ahli Madya


Teknologi Hasil Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

Ririn Setyantini
H3108095

PROGRAM DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN


Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) NATA DE CASSAVA
Di Home Industri Inti Cassava, Bantul, Yogyakarta

Ririn Setyantini 1
H 3108095
Esti Widowati, S.Si, M.P 2 dan Ir. Choiroel Anam M.P, M.T 3

ABSTRAK

Nata adalah produk olahan makanan yang berserat dibuat melalui


proses fermentasi gula oleh bakteri Acetobacter xylinum. Praktek Quality
Control Di Home Industri Inti Cassava Bantul yang memproduksi nata de
cassava dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui proses pembuatan nata de
cassava, mengevaluasi konsep pengendalian mutu dan menganalisis konsep
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada bahan baku, proses
produksi hingga produk akhir. Data diperoleh melalui wawancara, observasi,
studi pustaka dan dokumentasi. Pengendalian mutu pada pembuatan nata de
cassava meliputi pengendalian mutu bahan baku, proses produksi dan produk
akhir. Setiap proses tersebut selalu diperhatikan pengendalian mutunya supaya
diperoleh nata yang berkualitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa bahan baku
limbah cair tapioka, starter Acetobacter xylinum sudah baik dalam
penanganannya. Sedangkan untuk pengendalian mutu proses produksi harus
diperhatikan pada waktu perebusan, fermentasi dan kebersihan alat serta
tempat produksi supaya nata yang dihasilkan mempunyai kualitas yang bagus.
Uji produk akhir nata dilakukan pengujian secara mikrobiologis pada produk
nata de cassava mentah, jenis uji yang dilakukan adalah uji Angka Lempeng
Total (ALT) nata mentah didapatkan hasil sebesar 3,1 x10 7 CFU/g dan serat
pangan sebesar 1,1 %. Perancangan konsep HACCP pada proses pembuatan
nata de cassava ini dilakukan dengan menggunakan analisis pengambilan
keputusan (Decision tree). Identifikasi menunjukkan bahaya yang merupakan
Critical Control Point (CCP) pada proses pembuatan nata de cassava adalah
perebusan limbah cair tapioca dan pendinginan, pemberian starter (inokulasi).

Kata kunci : HACCP, Pengendalian mutu, Proses pembuatan nata de cassava,

Keterangan :
1. Mahasiswa Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan Nama Ririn
Setyantini NIM H3108095
2. Dosen Pembimbing I/Penguji I
3. Dosen Pembimbing II/Penguji II

commit to user

iii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

MOTTO

M asa depan tidak selalu lebih baik dari pada masa lalu,
tapi persiapkanlah diri anda untuk hadapi masa depan,
agar masa depan anda menjadi lebih baik dari pada masa
...............lalu
( Komang Leo Triandana Arizona)

commit to user

iv
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

PERSEMBAHAN

Segala puji syukur bagi Allah SWT Pencipta dan Penguasa seluruh
jagat raya yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Akhir konsep
pengendalian mutu dan HACCP. Tugas ini merupakan refleksi dari
perjuangan yang telah penulis lakukan, karya yang merupakan kumpulan
dari tawa, keringat dan air mata ini saya persembahkan kepada:
 Allah SWT yang telah memberikan rahmatnya hingga diberikan
kelancaran, kesehatan dan keselamatan pada hambanya, semoga rahmat
yang diberikan tidak akan ada habisnya hingga semasa hidup
Amien………
 Ayah dan Ibu yang selalu terjaga dikala malam, hanya untuk mendoakanku
dan berjuang untuk biaya kuliahku serta memberikan dukungan moral,
spiritual bahkan financial yang tanpa pamrih. Adikku tersayang yang selalu
menghiburku dikala kakak sedang sedih. Tetap semangat sekolah semoga
bisa membanggakan orangtua dan semua saudaraku yang sudah memberi
dukungan penuh hingga sekarang
 Jatmoko, terima kasih atas dukunganmu dan kasih sayang yang diberikan,
nasehat-nasehatmu membuat aku selalu kuat dan tabah. Maafkan aku jika
aku terkadang menjengkelkan.
 Teman-teman tujuh kurcaci (Mita, Afri, Cemplux (ika), Funny, joy (dyah),
lupie) terima kasih atas dukungan kalian semua, kebersamaan dengan
kalian tak akan aku lupakan.
 Teman-teman seperjuanganku selama tiga tahun..... anak-anak D III THP
2008. Perjuangan kita masih panjang. Selalu semangat.........

commit to user

v
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat dan petujukNya, sehingga penyusun dapat
menyelesaikan penulisan Laporan Tugas Akhir Konsep Pengendalian Mutu
dan Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) nata de cassava di
Home Industri Inti Cassava ini dengan lancar.
Penulisan laporan ini merupakan salah satu tugas akhir sebagai
salah satu syarat kelulusan untuk meraih gelar Ahli Madya Teknologi Hasil
Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Isi singkat dari laporan tugas akhir ini yaitu membahas tentang
konsep pengendalian mutu lembaran nata de cassava pada home industri
inti cassava, bantul, yogyakarta.
Pada kesempatan kali ini penyusun ingin menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas sebelas Maret.
2. Ir. Choiroel Anam M.P, M.T selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Pertanian Diploma III Fakultas Pertanian.
3. Esti Widowati, S.Si, M.P selaku Dosen Pembimbing pertama tugas akhir
Program Studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian, terima kasih atas
bimbingan dan arahan yang diberikan.
4. Ir. Choiroel Anam M.P, M.T selaku Dosen Pembimbing kedua tugas akhir
Program Studi Diploma III Teknologi Hasil Pertanian, terima kasih atas
bimbingan dan arahan yang diberikan
5. Bapak Mayasto Selaku Pemilik Home Industri Inti Cassava.
6. Ayah, ibu dan adik yang selalu memberikan segalanya untukku.
7. Teman-teman satu angkatan, kakak dan adik tingkat Diploma III Teknologi
Hasil Pertanian, terimakasih atas kebersamaannya.
8. Dosen serta karyawan THP terima kasih atas ilmu dan fasilitas yang
diberikan
commit to user

vi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

9. Serta semua pihak yang telah ikut membantu menyelesaikan laporan


magang ini.

Penulis menyadari bahwa laporan tugas akhir ini masih sangat


kurang dari sempurna, sehingga besar harapan penulis akan adanya saran
dan kritik yang mendukung dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap
semoga laporan yang sederhana ini dapat bermanfaat nantinya.

Surakarta, Juli 2011

Penulis

commit to user

vii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i


HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ii
ABSTRAK .............................................................................................................. iii
MOTTO ...................................................................................................................iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. v
KATA PENGANTAR ............................................................................................vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL .................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nata De Cassava ............................................................................................ 4
2.2 Bahan Baku dan Bahan Pembantu ............................................................... 11
2.2.1 Limbah cair tapioka .............................................................................. 11
2.2.2 Ammonium sulfat (ZA) ........................................................................ 11
2.2.3 Acetobacter xylinum .............................................................................. 12
2.3 Pengawasan Mutu ........................................................................................ 13
2.4 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) ...................................... 17
BAB III METODE PELAKSANAAN
3.1 Pelaksana ..................................................................................................... 21
3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan .................................................................. 21
3.3 Metode Pelaksanaan..................................................................................... 21
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Proses Pembuatan Nata De Cassava ............................................................ 28
4.2 Konsep Pengendalian Mutu ......................................................................... 34
commit to user

viii
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4.2.1 Pengendalian Mutu Bahan Baku ........................................................... 34


4.2.2 Pengendalian Mutu Proses Produksi ...................................................... 37
4.2.3 Pengendalian Mutu Produk Akhir ......................................................... 40
4.2.4 Hasil Pengujian Produk ......................................................................... 45
4.3 Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) .......................... 46
4.3.1 Deskripsi Produk ................................................................................... 47
4.3.2 Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahan ........................................... 47
4.3.3 Penetapan Critical Control Point (CCP) ................................................ 51
4.3.4 Parameter CCP, Penentuan batas kritis, Monitoring dan Tindakan
Koreksi ................................................................................................. 54

4.4 Sanitasi Home Industri ................................................................................. 55


4.4.1 Sanitasi Ruangan Industri ...................................................................... 55
4.4.2 Sanitasi Peralatan .................................................................................. 56
4.4.3 Sanitasi Tenaga Kerja ............................................................................ 57
4.4.4 Sanitasi Bahan Baku .............................................................................. 58
4.4.5 Sanitasi Limbah ..................................................................................... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan .................................................................................................. 59
5.2 Saran ............................................................................................................ 60
DAFTAR PUSTAKA 61

commit to user

ix
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kandungan Gizi Nata De Cassava ..................................................... 4


Tabel 2.2 Syarat Mutu Nata dalam Kemasan ................................................. 10
Tabel 4.1 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Bahan Baku ................. 36
Tabel 4.2 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Proses Produksi............ 39
Tabel 4.3 Kecacatan pada Nata De Cassava .................................................... 41
Tabel 4.4 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Produk Akhir ............... 45
Tabel 4.5 Analisis Bahaya pada Proses dan Cara Pengendalian ...................... 48
Tabel 4.6 Analisis Bahaya pada Bahan Baku dan Cara Pengendalian ............. 50
Tabel 4.7 Penetapan CCP pada Bahan Baku.................................................... 52
Tabel 4.8 Penetapan CCP pada Tahapan Proses .............................................. 53
Tabel 4.9 Rencana HACCP ............................................................................. 54

commit to user

x
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Proses Pembuatan Nata de cassava ............................................... 7


Gambar 2.2 Bakteri Acetobacter xylinum ........................................................ 12
Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto ............................................................... 15
Gambar 2.4 Contoh Diagram Tulang Ikan....................................................... 17
Gambar 2.5 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP ............ 20
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Uji Serat Makanan ...................................... 27
Gambar 4.1 Proses Penambahan Gula pasir dan Ammonium sulfat ................ 28
Gambar 4.2 Pewadahan Media pada Nampan ................................................. 29
Gambar 4.3 Pemberian Starter......................................................................... 30
Gambar 4.4 Nampan-nampan yang Disusun pada Rak Fermentasi ................. 31
Gambar 4.5 Lembaran Nata yang Baik............................................................ 31
Gambar 4.6 Lembaran Nata Bersih Ditempatkan dalam Drum Plastik ............ 32
Gambar 4.7 Diagram Alir Pembuatan Nata De Cassava.................................. 33
Gambar 4.8 Starter Nata .................................................................................. 36
Gambar 4.9 Diagram Pareto Kecacatan Nata .................................................. 41
Gambar 4.10 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Warna Nata
tidak Putih ................................................................................. 42
Gambar 4.11 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Tekstur Nata tidak
Kenyal ....................................................................................... 43
Gambar 4.12 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Ketebalan Nata
tidak Seragam ............................................................................ 44
Gambar 4.13 Decision Tree Pada Bahan Baku dan Penetapan CCP
Pada Tahapan Proses ................................................................. 51

commit to user

xi
KONSEP PENGENDALIAN MUTU DAN
HAZARD ANALYSIS CRITICAL CONTROL POINT
(HACCP) NATA DE CASSAVA
Di Home Industri Inti Cassava, Bantul, Yogyakarta

Ririn Setyantini 1
H 3108095
Esti Widowati, S.Si, M.P 2 dan Ir. Choiroel Anam M.P, M.T 3

ABSTRAK

Nata adalah produk olahan makanan yang berserat dibuat melalui proses fermentasi gula oleh
bakteri Acetobacter xylinum. Praktek Quality Control Di Home Industri Inti Cassava Bantul
yang memproduksi nata de cassava dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui proses
pembuatan nata de cassava, mengevaluasi konsep pengendalian mutu dan menganalisis
konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) pada bahan baku, proses produksi
hingga produk akhir. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, studi pustaka dan
dokumentasi. Pengendalian mutu pada pembuatan nata de cassava meliputi pengendalian
mutu bahan baku, proses produksi dan produk akhir. Setiap proses tersebut selalu diperhatikan
pengendalian mutunya supaya diperoleh nata yang berkualitas. Hasil analisis menunjukkan
bahwa bahan baku limbah cair tapioka, starter Acetobacter xylinum sudah baik dalam
penanganannya, namun pengendalian mutu bahan baku harus tetap diawasi lagi. Sedangkan
untuk pengendalian mutu proses produksi harus diperhatikan pada waktu perebusan,
fermentasi dan kebersihan alat serta tempat produksi supaya nata yang dihasilkan mempunyai
kualitas yang bagus. Uji produk akhir nata dilakukan pengujian secara mikrobiologis pada
produk nata de cassava mentah, jenis uji yang dilakukan adalah uji Angka Lempeng Total
(ALT) dan serat pangan. Berdasarkan ALT nata mentah didapatkan hasil sebesar 3,1 x10 7
CFU/g dan serat pangan sebesar 1,1 %. Perancangan konsep HACCP pada proses pembuatan
nata de cassava ini dilakukan dengan menggunakan analisis pengambilan keputusan (Decision
tree). Identifikasi menunjukkan bahaya yang merupakan Critical Control Point (CCP) pada
proses pembuatan nata de cassava adalah perebusan limbah cair tapioca dan pendinginan;
pemberian starter (inokulasi).

Kata kunci : HACCP, Pengendalian mutu, Proses pembuatan nata de cassava,

Keterangan :
1. Mahasiswa Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta dengan Nama Ririn Setyantini NIM H3108095
2. Dosen Pembimbing I/Penguji I
3. Dosen Pembimbing II/Penguji II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Produk makanan saat ini semakin beragam di pasaran. Seiring dengan
berjalannya waktu perhatian masyarakat terhadap pangan mulai mengarah
pada nilai gizi dan keamanan pangan. Banyak makanan di pasaran yang tidak
memperhatikan mutu produknya. Oleh karena itu pengendalian mutu produk
sangat diperlukan untuk menjaga mutu produk hingga ke tangan konsumen.
Salah satu produk olahan hasil pertanian yang bersaing di pasaran adalah
produk Nata De Cassava.
Dalam rangka menghasilkan produk pangan yang berkualitas tinggi
dengan harga yang sesuai dan bersaing dibutuhkan suatu sistem pengendalian
mutu, yang dimulai dari pengendalian mutu bahan baku, proses produksi
hingga produk akhir.
Industri pengolahan ketela pohon di Indonesia pada umumnya
mengolah limbah tanpa menggunakan sistem yang tepat sehingga
menyebabkan berbagai permasalahan bagi lingkungan sekitar. Salah satunya
adalah limbah cair sisa pengendapan pati yang dapat menyebabkan aroma
tidak sedap dan sebagai sumber penyakit. Air sisa pengendapan pati ini
sebenarnya memiliki potensi menjadi bahan baku pada produksi nata karena
kandungan karbohidrat tinggi . Salah satu cara alternatif pemanfaatannya
adalah mengolah limbah cair ini menjadi nata yang disebut Nata De Cassava.
Ketersediaan limbah cair tapioka sebagai bahan pembuat nata
melimpah dan mudah didapat, berdasarkan pengamatan di salah satu pembuat
pati tapioka yang terletak di Nangsri, Pundong, Bantul, untuk memproduksi
pati tapioka dari 2 kwintal singkong akan menghasilkan limbah cair sebanyak
300 liter. Di pundong, Bantul terdapat hampir 120 pembuat pati tapioka,
dengan kapasitas produksi 2-4 kuintal singkong/pembuat. Sehingga dihasilkan
jumlah limbah cair melimpah (Inti cassava, 2011).

commit to user

1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
2

Nata de Cassava merupakan inovasi baru produk makanan berserat


yang layak dalam persaingan industri makanan di Indonesia. Nata De Cassava
adalah salah satu diversifikasi (varian) produk dari Nata De Coco. Nata De
Cassava merupakan jenis minuman yang merupakan selulosa (dietary fiber)
yang dihasilkan dari limbah cair tepung tapioka melalui proses fermentasi
yang melibatkan mikroorganisme yang disebut bibit nata (Pambayun, 2002).
Pembuatan nata pada prinsipnya adalah pembentukan selulosa melalui
fermentasi gula oleh bakteri Acetobacter xylinum (Winarno, 2002). Proses
pembuatan nata de cassava melalui beberapa tahap proses antara lain
pencampuran limbah cair tapioka dengan parutan singkong, perebusan,
penyaringan, pewadahan dan pendinginan, pemberian bibit dan fermentasi.
Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan
dalam media yang berisi dengan karbon (C) dan nitrogen (N), melalui proses
terkontrol. Bakteri akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat
mempolimerisasi gula menjadi homopolimer serat (Pambayun, 2002).
Produk Nata De Cassava salah satu produk baru yang muncul di
pasaran Indonesia. Supaya produk tersebut dapat bersaing dan bertahan di
pasaran maka perlu dilakukan pengendalian mutu dengan baik dan efisien
sehingga produk tersebut mempunyai kualitas yang bermutu. Pengendalian
mutu dimulai dari pengendalian mutu bahan baku, proses produksi hingga
produk akhir.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana potensi limbah cair tapioka yang digunakan sebagai bahan
bakan baku pembuatan nata de cassava dan proses pembuatan nata de
cassava?
2. Bagaimana konsep pengendalian mutu yang sudah diterapkan pada bahan
baku, proses produksi sampai produk akhir nata de cassava ?
3. Bagaimana konsep HACCP yang diterapkan pada bahan baku dan proses
produksi nata de cassava?

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
3

1.3 Tujuan
Tujuan dari pelaksanaan Praktek Quality Control “Pengendalian Mutu
Nata De Cassava” ini adalah :
1. Untuk mengetahui proses pembuatan nata de cassava.
2. Untuk mengevaluasi konsep pengendalian mutu yang sudah diterapkan
pada bahan baku, proses produksi sampai produk akhir nata de cassava.
3. Untuk menganalisis konsep HACCP pada bahan baku dan proses produksi
nata de cassava.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nata De Cassava


Nata berasal dari Philifina. Nata digunakan untuk menyebut suatu
pembentukan gel (agar-agar) yang terapung di permukaan. Gel tersebut
merupakan sellulosa yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum
(Collado, 1987 dan Moat, 1988). Bakteri Acetobacter xylinum tersebut
dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam media yang berisi karbon
dan nitrogen melalui proses terkontrol. Bakteri tersebut akan menghasilkan
enzim ekstraseluler yang dapat mempolimerisasi gula menjadi
homopolimer serat (Pambayun, 2002).
Nata de cassava merupakan hasil fermentasi secara mikrobiologis
dengan menggunakan bahan baku limbah cair tapioka dan starter
Acetobacter xylinum. Karakteristik fisik produk ini yaitu berwarna putih,
kenyal, dan produk mentahnya beraroma tape. Rasa dari nata de cassava
hampir sama dengan nata de coco (Inti Cassava, 2011). Kandungan gizi
nata de cassava (Tabel 2.1) menurut home industri inti cassava antara lain
mengandung air, abu, protein, lemak dan serat kasar. Menurut penelitian
dari Balai Mikrobiologi, Puslitbang Biologi LIPI, di dalam 100 gram nata
de coco terkandung nutrisi, antara lain lemak 20 %, karbohidrat 36,1 %,
Ca 12 %, Fosfor 2 %, Fe 0,5 % dan mengandung air yang cukup banyak
(sekitar 80%).
Tabel 2.1 Kandungan Nata De Cassava
Kandungan Kadar (%)
Air 97,83
Abu 0,3
Protein 0,04
Lemak 0
Serat Kasar 1,7

Sumber : Home industri inti cassava bantul, 2011

commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5

Nata sangat baik apabila diolah menjadi makanan ataupun


minuman penyegar karena nata mengandung serat pangan (dietary fibre).
Nata sangat berperan dalam proses pencernaan makanan yang terjadi di
usus halus dan penyerapan air dalam usus besar, sehingga sangat
bermanfaat dalam pencernaan dan sangat baik bagi kesehatan (Pambayun,
2002).
Tahapan proses pembuatan nata de cassava (Arviyanti dan
Yuliamarta, 2009) sebagai berikut:
1. Penyaringan
Limbah cair tapioka melalui tahapan proses penyaringan untuk
memisahkan ampas. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan
penyaring plastik, namun akan lebih baik apabila dilakukan dengan
menggunakan kain penyaring yang biasa digunakan dalam
penyaringan sari kedelai saat pembuatan tahu. Filtrat yang digunakan
sebanyak 250 ml.
2. Perebusan
Filtrat yang sudah diperoleh direbus dengan penambahan gula
25 g dan ammonium sulfat 1 g. Penggunaan ammonium sulfat dapat
diganti dengan dengan alternatif lain seperti urea, tetapi secara teknis
ammonium sulfat (ZA) mempunyai kelebihan dibandingkan urea.
Kelebihannya adalah murah dan mudah larut dalam air. Perebusan
dilakukan hingga mendidih (suhu 100 0C) sesekali dilakukan
pengadukan dan dipertahankan selama 3 menit. Perebusan media
menggunakan dandang atau panci besar yang terbuat dari bahan
antikarat seperti stainless steel dan menggunakan kompor atau
tungku dengan bahan bakar kayu.
3. Pendinginan
Setelah perebusan selesai, media langsung dituangkan
kedalam nampan. Pendinginan paling baik dilakukan dengan cara
membiarkan media dalam nampan selama 1 malam sampai mencapai
suhu ruang 300C. Nampan yang sudah berisi media ditutup dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
6

menggunakan kertas koran, karena harganya relatif lebih murah dan


mudah dalam penggunaannya. Sekeliling bibir nampan kemudian
diikat dengan karet.
4. Inokulasi
Penambahan bibit nata atau starter (Acetobacter xylinum)
dilakukan apabila media benar-benar dalam keadaan dingin. Apabila
pemberian starter dilakukan pada waktu media masih dalam keadaan
panas atau hangat, maka starter dapat mengalami kematian, sehingga
proses fermentasi tidak dapat berlangsung. Starter yang digunakan
sebanyak 50 ml.
5. Fermentasi
Media yang sudah diberi starter dibiarkan selama 12 hari
supaya terjadi fermentasi dan terbentuk nata. Fermentasi dilakukan
dalam suhu ruang 300C-310C. Faktor yang mempengaruhi fermentasi
adalah suhu dan kelembaban. Fermentasi dilakukan dalam nampan-
nampan yang disusun diatas rak-rak fermentasi. Rak-rak fermentasi
diletakkan ditempat yang bebas dari getaran.
6. Pemanenan
Pemanenan dilakukan apabila telah terbentuk nata. Pemanenan
juga dapat dilakukan setelah fermentasi mencapai 12 hari.
Penundaan pemanenan hanya sampai pada hari keempat belas. Jika
penundaan dilakukan melebihi batas maksimal tersebut maka nata
yang sudah terbentuk akan ditumbuhi oleh jamur dan menjadi rusak.
7. Pencucian
Pemanenan dilakukan dengan cara mengambil nata dari setiap
nampan. Selanjutnya, dilakukan proses pencucian lembaran nata
menggunakan air. Tujuan pencucian untuk menghilangkan lendir
yang menempel pada nata. Diagram alir proses pembuatan nata de
cassava dapat dilihat pada Gambar 2.1.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

Limbah cair tapioka


250 ml

Penyaringan

Gula 25 g dan Perebusan sampai suhu 1000C dan


ammonium sulfat dipertahankan selama 3 menit
1g

Pendinginan hingga mencapai suhu 300C

Inokulasi (Pemberian starter) 50 ml

Fermentasi (12 hari)

Pemanenan nata

Pencucian nata

Nata de cassava

Gambar 2.1 Proses Pembuatan Nata de cassava

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

Penyiapan Starter
Starter adalah bibit A. xylinum yang telah ditumbuhkan dalam
substrat pertumbuhan kultur tersebut sehingga populasi bakteri A.
xylinum mencapai karapatan optimal untuk proses pembuatan nata yaitu 1
x 109 sel/ml. Biasanya karapatan ini akan dicapai pada pertumbuhan
kultur tersebut dalam susbtrat selama 48 jam (2 hari) (Misgiyardi, 2007).
Proses pembuatan starter nata dilakukan dengan cara yang hampir
sama dengan pembuatan nata. Perbedaannya adalah pada pembuatan nata
yaitu media dimasukkan dalam nampan. Sedangkan pada pembuatan
starter, media dimasukkan dalam botol kaca transparan. Seperti
pembuatan nata, inokulasi dilakukan setelah media dalam botol dingin
dengan suhu 280C-320C. Starter yang diinokulasi sebanyak 10% (v/v).
Setelah diinkubasi selama 6 hari, starter tersebut dapat digunakan untuk
diinokulasikan pada media pembuatan lembaran nata (Alaban, 1961).
Kualitas starter harus diketahui terlebih dahulu secara pasti, sebelum
starter digunakan.
Indikator kualitas starter yang baik secara visual dapat diketahui
seperti kekeruhan yang timbul secara merata, terbentuknya lapisan nata
pada permukaan cairan dan tidak berbuih. Kekeruhan yang timbul tidak
merata memungkinkan starter terkontaminasi oleh jamur. Terbentuknya
buih menunjukkan adanya gas CO 2 atau NH3 yang terbentuk akibat
mikrobia kontaminan (Pambayun, 2002).
Substrat atau media pertumbuhan bakteri A. xylinum berbentuk cair
dan mengandung nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Ada
beberapa faktor yang berkaitan dengan kondisi nutrisi. Senyawa sumber
karbon yang digunakan dalam fermentasi nata adalah monosakarida dan
disakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis
menjadi bentuk yang lebih sederhana. Monosakarida meliputi glukosa,
galaktosa, fruktosa. Sedangkan disakarida adalah karbohidrat yang
tersusun dari 2 molekul monosakarida, yang dihubungkan oleh ikatan
glikosida. Disakarida meliputi maltosa, sukrosa, laktosa. Pembentukan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

nata dapat terjadi pada media yang mengandung senyawa-senyawa


glukosa, sukrosa dan laktosa. Sumber karbon yang sering digunakan
adalah sukrosa atau gula pasir, berdasarkan pertimbangan ekonomis.
Konsentrasi gula pada medium juga akan mempengaruhi produktivitas
selulosa. Jumlah yang dibutuhkan menurut Alaban, (1961) adalah sukrosa
5-8 %.
Sumber nitrogen merupakan faktor pendukung pertumbuhan
bakteri nata dapat berasal dari senyawa organik maupun senyawa
anorganik. Senyawa organik seperti protein dan ekstrak yeast. Senyawa
anorganik seperti urea dan ammonium sulfat. Sumber nitrogen anorganik
sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan dengan sumber
nitrogen organik. Bahkan diantara sumber nitrogen anorganik yaitu
ammonium sulfat, memiliki kelebihan seperti murah dan mudah larut
dalam air. Ammonium sulfat merupakan bahan yang lebih cocok
digunakan berdasarkan kualitas nata yang dihasilkan (Alaban, 1961).
Menurut penelitian yang dilakukan Anam (2010), bahwa
penggunaan Ammonium sulfat (ZA) lebih baik dalam produksi
pembuatan nata. Ammonium sulfat (ZA) menghasilkan nata kurang lebih
50 gram pada media yang sama, lebih banyak apabila dibandingkan
dengan pemberian urea yang hanya mampu memproduksi nata sebesar
kurang lebih 20 gram.
Penggunaan sumber N dan sumber C pada media pembuatan nata
digunakan sebagai nutrisi pertumbuhan bakteri A. xylinum. Nutrisi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri A.
xylinum. Sumber N yang digunakan adalah ammonium sulfat sebanyak
maksimal 0,5% sedangkan sumber C berasal dari gula penggunaannya
sebanyak minimal 2,5% (Pambayun, 2002).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

Tabel 2.2 Syarat Mutu Nata dalam Kemasan

No. Jenis uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan
1.1 Bau - Normal
1.2 Rasa - Normal
1.3 Warna - Normal
1.4 Tekstur - Normal
2 Bahan asing - Tidak boleh ada
3 Bobot tuntas % Min. 50
4 Jumlah gula (dihitung sebagai
sakarosa % Min. 15
5 Serat makanan % Maks. 4,5
6 Bahan Tambahan Makanan
6.1 Pemanis buatan :
- Sakarin Tidak boleh ada
- Siklamat Tidak boleh ada
6.2 Pewarna tambahan Sesuai SNI 01-0222-1995
6.3 Pengawet (Na Benzoat) Sesuai SNI 01-0222-1995
7 Cemaran Logam :
7.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0,2
7.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 2
7.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 5,0
7.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40,0/250,0*)
8 Cemaran Arsen (As) Maks. 0,1
9 Cemaran Mikroba :
9.1 Angka lempeng total Koloni/g Maks. 2,0 x 102
9.2 Coliform APM/g <3
9.3 Kapang Koloni/g Maks. 50
9.4 Khamir Koloni/g Maks. 50
*) Dikemas dalam kaleng
Sumber : SNI No 01-4317-1996

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

2.2 Bahan Baku dan Bahan Pembantu


Bahan baku dan bahan pembantu dalam proses pembuatan Nata De
Cassava meliputi limbah cair tapioka, ammonium sulfat dan starter
Acetobacter xylinum.
2.2.1 Limbah cair tapioka
Bahan baku Nata de cassava berasal dari limbah cair tapioka.
Oleh karena itu limbah cair tapioka dihasilkan dari proses pembuatan
tepung tapioka, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses
pemisahan pati dari airnya atau pengendapan (Tim cassava, 2008).
Limbah cair tapioka masih mengandung bahan-bahan organik,
komponen terbesarnya adalah kandungan zat organik yaitu karbohidrat
sebesar 0,260%, protein 0,250%, lemak 0,035%, serat kasar 0,200%
dan kadar air 99,250% (Yuniarti, 2010).
Kandungan asam dalam limbah cair tapioka merupakan salah
satu persyaratan dalam pembuatan nata de cassava. Limbah cair yang
digunakan sebagai bahan baku nata de cassava adalah limbah yang
masih segar berumur maksimal 3 hari setelah pengendapan pati. Hal
ini disebabkan karena semakin lama umur limbah maka kandungan
asam semakin meningkat. Secara visual limbah cair yang sudah
berumur lebih dari dari 3 hari akan ditumbuhi jamur, berwarna kuning
dan berbau kurang enak (Inti Cassava, 2011).
2.2.2 Ammonium sulfat (ZA)
Ammonium sulfat adalah pupuk kimia buatan yang dirancang
untuk memberi tambahan nitrogen dan belerang. Nama ZA adalah
singkatan dari istilah bahasa Belanda, zwavelzure ammoniak, yang
berarti ammonium sulfat. Jenis pupuk ini diberikan sebagai sumber
nitrogen dalam proses pembuatan nata (Anam, 2010).
Pemberian Ammonium sulfat atau Zink ammonium sulfat (ZA)
sebagai sumber nitrogen akan membantu pertumbuhan bakteri dan
merangsang terbentuknya struktur nata yang tebal dan kompak
(Wahyudi, 2003). Ammonium sulfat tidak selalu meningkatkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

pembentukan selulosa dan mempengaruhi ketebalan nata. Penggunaan


ammonium sulfat yang berlebihan akan menurunkan pH medium
sehingga menyebabkan kondisi fermentasi menjadi terlalu asam
(Rosario, 1978).
2.2.3 Acetobacter xylinum
Bakteri pembentuk Nata adalah Acetobacter xylinum (Gambar
2.2) yang mempunyai ciri antara lain berbentuk batang, termasuk
bakteri dengan panjang 2 mikron dan lebar 0.6 mikron, bakteri Gram
negatif, bersifat aerobik dan menghasilkan asam asetat (Munawar,
2009). Menurut Munawar (2009) klasifikasi dari Acetobacter xylinum
adalah:

Divisio :Protophyta
Class :Schizomycetes
Ordo :Pseudomonadales
Famili :Pseudomonadaceae
Genus :Acetobacter
Species :Acetobacter xylinum

Gambar 2.2 Bakteri Acetobacter xylinum

Acetobacter xylinum secara luas terdapat di alam dan umumnya


merupakan kontaminan dalam industri vinegar yang menggunakan A.
acetii. A. xylinum dapat diisolasi dari buah yang busuk, sayuran dan air
kelapa yang terfermentasi. A. xylinum mampu tumbuh pada pH sekitar
3,5 meskipun umumnya perkembangan pembentukan selulosa terjadi

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

pada pH 4,0 – 5,0 (Hidayat, 2009). Bakteri nata A. xylinum merupakan


mikrobia aerobik. Dalam pertumbuhan, perkembangan dan
aktivitasnya, bakteri ini sangat memerlukan oksigen. Bila kekurangan
oksigen bakteri ini akan mengalami gangguan atau hambatan dalam
pertumbuhannya bahkan akan mengalami kematian. Untuk membuat
suasana aerob wadah untuk fermentasi memiliki permukaan yang luas
dan penutupan dengan penutup yang masih dapat ditembus oleh udara,
misalnya dengan kertas yang berpori–pori (Pambayun, 2002).
Bakteri Acetobacter xylinum memiliki kemampuan untuk
membentuk selaput tebal pada permukaan cairan fermentasi yaitu
komponen selulosa. Komponen inilah yang lebih lanjut disebut nata
(Stainer et al, 1963). Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
dan keoptimalan produksi selulosa dari Acetobacter xylinum dalam
pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi dalam medium, sumber
karbon, sumber nitrogen, derajat keasaman media, suhu, dan oksigen
(Judoamidjojo dan Darwis, 1992).

2.3 Pengawasan Mutu


Pengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek
kebijaksanaan, standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan
mutu dan perundang-undangan (Soekarto, 1990). Pengendalian mutu
pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil
produksi berdasarkan penyebab kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan
melalui perbaikan proses produksi yang dimulai dari tahap pengembangan,
perencanaan, produksi, pemasaran, pelayanan hasil produksi dan jasa pada
tingkat biaya yang efektif, optimum untuk memuaskan konsumen.
Kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu yaitu, penetapan
standar (pengkelasan), penilaian kesesuaian dengan standar (inspeksi dan
pengendalian), serta melakukan tindak koreksi (Hubies, 1997).
Untuk mempertahankan mutu produk pangan sesuai dengan yang
diharapkan oleh konsumen serta mampu untuk bersaing secara global
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

maka perusahaan-perusahaan mengacu sistem pengendalian mutu yang


dapat ditempuh dengan upaya-upaya sebagai berikut (Kadarisman, 1994) :
1. Pengadaan Bahan Baku. Pengadaan bahan baku bahan tambahan
industri harus direncanakan dan dikendalikan dengan baik.
2. Pengendalian Proses Produksi. Pengendalian proses produksi
dilakukan secara terus menerus meliputi kegiatan-kegiatan antara lain,
pengendalian bahan dan kemampuan telusur dengan inti kegiatan ini
adalah sebagai inventory system, dengan tujuan untuk pengendalian
kerusakan bahan baku, pengendalian dan pemeliharaan alat, proses
khusus, yaitu proses produksi yang kegiatan pengendaliannya
merupakan hal yang sangat penting terhadap mutu produk dan yang
terakhir yaitu pengendalian dan perubahan proses produksi.
3. Pengendalian Produk Akhir. Tujuan utama dari pengendalian mutu
produk akhir adalah untuk mengetahui apakah item atau lot yang
dihasilkan dapat memenuhi persyaratan sesuai dengan prosedur yang
telah ditetapkan oleh perusahaan.
Beberapa macam alat yang digunakan dalam mendeteksi dan
memecahkan masalah dalam sebuah pengendalian mutu antara lain :
a. Diagram Pareto
Diagram pareto merupakan alat bantu berupa diagram batang
terurut berdasarkan data yang paling besar ke nilai data yang paling
kecil. Data yang diplot kebanyakan data persentase kecacatan atau
penyebab kecacatan. Dengan diagram pareto dapat dilihat adanya
faktor-faktor yang memiliki dampak paling besar terhadap proses,
yang kemudian dapat mempermudah untuk menganalisis dan
menemukan solusi yang paling tepat untuk sebuah perusahaan
(Kadarisman, dan Wirakartakusumah, 1995).
Langkah-langkah dalam pembuatan diagram pareto, antara lain
menurut (Kadarisman, dan Wirakartakusumah, 1995) :

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

1. menentukan metode yang akan digunakan untuk mengklarifikasi


data berdasarkan jenis permasalahan, penyebab kecacatan dan lain-
lain.
2. menetapkan parameter yang akan digunakan untuk membuat
urutan dari karakteristik.
3. mengumpulkan data dalam interval waktu yang sesuai.
4. menjumlahkan data kemudian mengurutkannya dari yang terbesar
ke yang terkecil.
5. menghitung persentase kumulatif.
6. membuat diagram pareto dan mencari karakteristik data yang
memiliki nilai frekuensi terbesar.
Pembuatan diagram pareto bertujuan untuk menunjukkan urutan
prioritas dari sejumlah masalah yang biasanya terkonsentrasi hanya
pada satu atau dua jenis masalah utama saja dari berbagai jenis
masalah yang muncul selama pengamatan. Pembuatan diagram pareto
umumnya dilakukan sebagai lanjutan dari analisis-analisis sebelumnya
seperti brainstorming dan pembuatan check sheet. Hasil-hasil dari
analisis terdahulu tersebut kemudian divisualisasikan dengan
menggunakan diagram pareto untuk menunjukkan bagaimana
pentingnya menanggulangi masalah utama yang ditunjukkan dalam
diagram pareto tersebut (Alli, 2004). Contoh diagram pareto dapat
dilihat pada Gambar 2.3

Gambar 2.3 Contoh Diagram Pareto (Wildan, 2010).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

b. Diagram Tulang Ikan


Diagram tulang ikan merupakan suatu alat bantu yang berbentuk
garis yang tersusun dari garis-garis dan simbol untuk menggambarkan
hubungan sebab dan akibat dari permasalahan. Dengan adanya
diagram tulang ikan ini maka dapat memudahkan dalam mengetahui
berbagai penyebab suatu masalah secara terorganisir sehingga
memudahkan dalam mencari atau memberikan solusi dari
permasalahan tersebut dan memudahkan untuk menganalisis
permasalahan tersebut. Sebab-sebab yang ada dikelompokkan menjadi
beberapa sebab utama, yaitu material, pekerja (man), metode kerja
(method), mesin (machine), dan lingkungan (environtment)
(Nurrahman, 2009).
Langkah-langkah pembuatan diagram tulang ikan atau fishbone
diagram untuk mengidentifikasi sebab-sebab adalah sebagai berikut
(Nurrahman, 2009) :
1. menentukan karakteristik mutu yang akan diperbaiki.
2. memilih karakteristik mutu dan menulisnya pada sebuah kotak
disebelah kanan, kemudian memberi gambar tulang ikan ke
belakang. Sebab-sebab utama (material, machine, man dan lain-
lain) yang mempengaruhi karakteristik mutu sebagai tulang yang
besar dituliskan pada tulang-tulang yang besar.
3. menulis sebab-sebab kedua yang mempengaruhi tulang besar
(sebab utama) sebagai tulang ukuran sedang dan menulis sebab-
sebab ketiga pada tulang ukuran sedang sebagai tulang bahan
paling kecil.
4. menentukan kepentingan tiap faktor dan memberi tanda pada
faktor yang kelihatannya memiliki pengaruh paling besar pada
karakteristik mutu.
5. mencatat informasi yang diperlukan.
6. memeriksa kembali apakah semua item yang mungkin telah
menyebabkan penyimpangan telah tercantum dalam diagram. Bila
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

semua telah tercantum dan hubungan sebab akibat juga telah


tergambar dengan tepat, maka diagram tersebut telah lengkap.
Diagram ini memang lebih banyak diterapkan oleh departemen
kualitas di perusahaan manufacturing atau jasa. Pada sektor lain juga
dapat mengaplikasikan seperti pelayanan masyarakat, sosial dan
bahkan politik. Hal ini disebabkan sifat metode ini mudah dibuat dan
bersifat visual. Kelemahan metode ini ada pada subjektivitas pembuat.
Contoh diagram tulang ikan dapat dilihat pada (Gambar 2.4) (Toto,
2008).

Gambar 2.4 Contoh Diagram Tulang Ikan

2.4 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)


Sistem keamanan pangan berdasarkan (Hazard Analysis Critical
Control Point) HACCP didasarkan pada ilmu pengetahuan dan sistematika
dalam mengidentifikasi bahaya serta tindakan pengendaliannya. HACCP
adalah suatu piranti untuk menilai suatu bahaya spesifik dan menetapkan
sistem pengendalian yang menfokuskan pada pencegahan daripada
mengandalkan pengujian produk akhir (Thaheer, 2005).
Menurut Hadiwihardjo (1998), sistem HACCP mempunyai tiga
pendekatan penting dalam pengawasan dan pengendalian mutu produk
pangan, yaitu (1) keamanan pangan (food safety) aspek-aspek dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit; (2)


kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan
karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi
produk atau fasilitas sanitasi dan higiene; (3) kecurangan ekonomi
(economic fraud), yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat
merugikan konsumen.
Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah
untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat digunakan sebagai
jaminan mutu pangan untuk memenuhi tuntutan konsumen. HACCP
bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan
sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Oleh karena itu
dengan diterapkannya sistem HACCP akan mencegah resiko komplain
karena adanya bahaya pada suatu produk pangan. Selain itu, HACCP juga
dapat berfungsi sebagai promosi perdagangan di era pasar global yang
memiliki daya saing kompetitif (Food Science and Technology, 2005).
Konsep HACCP merupakan suatu metode manajemen keamanan
pangan yang bersifat sistematis dan didasarkan pada prinsip-prinsip yang
sudah dikenal, yang ditujukan untuk mengidentifikasi hazard (bahaya)
yang kemungkinan dapat terjadi pada setiap tahapan dalam rantai
persediaan makanan dan tindakan pengendalian ditempatkan untuk
mencegah munculnya hazard tersebut (Habibie, 2010).
Bahaya adalah suatu kemungkinan terjadinya masalah atau resiko
secara fisik, kimia dan biologi dalam suatu produk pangan yang dapat
menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia. Beberapa bahaya yang
ada dapat dicegah atau diminimalkan melalui penerapan prasyarat dasar
pendukung sistem HACCP seperti Good Manufacturing Practices (GMP),
Sanitation Standard Operational Procedure (SSOP), Standard
Operational Procedure (SOP) dan sistem pendukung lainnya (Habibie,
2010).
Analisis bahaya adalah salah satu hal yang sangat penting dalam
penyusunan suatu rencana HACCP. Untuk menetapkan rencana dalam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

rangka mencegah bahaya keamanan pangan, maka bahaya yang signifikan


atau beresiko tinggi dan tindakan pencegahan harus diidentifikasi. Hanya
bahaya yang signifikan atau yang memiliki resiko tinggi yang perlu
dipertimbangkan dalam penetapan critical control point (Habibie, 2010).
Critical control point (CCP) atau Titik Kendali Kritis didefinisikan
sebagai suatu titik, langkah atau prosedur yaitu pengendalian dapat
diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau
diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang
telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu
atau beberapa CCP yaitu suatu bahaya dapat dikendalikan (Habibie, 2010).
Pemantauan merupakan kegiatan pengamatan titik kendali kritis
(TTK) yang berhubungan dengan batas kritis. Prosedur pemantauan titik
kendali kritis harus dapat menemukan ketidakterkendalian pada titik
kendali kritis (Thaheer, 2005).
Penetapan tindakan koreksi, tindakan koreksi yang spesifik harus
dikembangkan untuk setiap titik kendali kritis (TKK) dalam sistem
HACCP supaya dapat menangani penyimpangan yang terjadi. Tindakan-
tindakan harus memastikan bahwa CCP telah berada dibawah kendali.
Tindakan-tindakan harus mencakup disposisi yang tepat dan produk yang
terpengaruh. Penyimpangan dan prosedur disposisi produk harus
didokumentasikan dalam catatan HACCP.
Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) atau Good
Manufacturing Practices (GMP) adalah suatu pedoman cara memproduksi
pangan yang bertujuan supaya produsen memenuhi persyaratan–
persyaratan yang telah ditentukan untuk menghasilkan produk makanan
bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen. Dengan menerapkan
CPPB, diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan produk pangan
yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan konsumen,
bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global. Dua hal yang
berkaitan dengan penerapan CPPB di industri pangan adalah CCP dan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

HACCP (Fardiaz, 1997). Langkah penyusunan dan implementasi sistem


HACCP dapat dilihat pada Gambar 2.5

Identifikasi bahaya (fisik, kimia, biologi)

CCP

Batas Kritis CCP

Bila terjadi
Pemantauan CCP penyimpangan

Tindakan koreksi

Tindakan verifikasi

Dokumentasi

Gambar 2.5 Langkah Penyusunan dan Implementasi Sistem HACCP (Habibie,


2010)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Pelaksana
Ririn Setyantini : H 3108095
Program studi : D III Teknologi Hasil Pertanian

3.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan


Kegiatan pembuatan Tugas Akhir ini dilakukan penelitian pada bulan
Maret sampai April 2011 di home industri inti cassava di Dukuh Nangsri,
Pundong, Srihardono, Bantul, Yogyakarta.

3.3 Metode Pelaksanaan


Pengambilan data yang dilakukan secara:
3.3.1 Langsung
Melakukan wawancara, observasi, dan dokumentasi langsung pada
tempat home industri inti cassava.
3.3.2 Tidak langsung
Studi pustaka
Adalah mencari dan mempelajari pustaka mengenai permasalahan-
permasalahan yang berkaitan dengan pelaksanaan praktek quality control.
3.3.3 Pengujian produk
Pengujian secara mikrobiologis pada produk lembaran nata de
cassava dan jenis uji yang dilakukan adalah uji Angka Lempeng Total
(ALT). Uji lain yang dilakukan adalah uji keadaan, bahan asing,
pengukuran ketebalan nata dan serat makanan.
1. Keadaan
Syarat mutu keadaan nata sesuai dengan SNI No 01-4317-
1996 (Syarat Mutu Nata Dalam Kemasan) dan cara pengujian keadaan
sesuai dengan SNI 01-2891-1992, Cara Uji Makanan dan Minuman,

commit to user

21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

butir 1.2 uji dilakukan pada produk siap dikonsumsi. Uji keadaan
meliputi bau nata, warna nata, tekstur nata.
2. Bahan asing
Syarat mutu bahan asing nata sesuai dengan SNI No 01-4317-
1996 (Syarat Mutu Nata Dalam Kemasan) dan cara pengujian bahan-
bahan asing sesuai dengan SNI 01-2891-1992, Cara Uji Makanan dan
Minuman, butir 1.3. Pengujian dilakukan dengan cara memeriksa
sampel apakah mengandung bahan-bahan lain yang tidak sesuai.
Contoh bahan yang tidak sesuai seperti terdapat rambut, kerikil atau
bahan lain yang seharusnya tidak terdapat dalam produk jadi.
3. Uji angka lempeng total menurut (Badan Pengawasan Obat dan
Makanan, 2006). Kelebihan menggunakan metode Total Plate Count
(TPC) adalah dapat mengetahui jumlah mikroba dan mengetahui
adanya mikroba jenis lain yang terdapat dalam contoh.
a. Peralatan yang digunakan adalah inkubator (binder), autoclaf (GEA
model YX280B), alat gelas (pyrex) antara lain Erlenmeyer 500 ml,
tabung reaksi dan cawan petri, pipet ukur 1ml (iwaki), pipet ukur
25ml (iwaki), propipet (glasfirn.ni.num), Vortex (heidolp), hot
plate stirer (Maspion), pengaduk,
b. Bahan yang digunakan adalah aquadest dan Plate Count Agar
(PCA)
c. Cara uji Angka Lempeng Total (ALT)
1. Sampel ditimbang 1 gram kantong stomacher steril. Sampel
ditambahkan 99 ml aquadest steril secara aseptis dan
dihomogenkan dengan stomacher selama 30 detik sehingga
diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1.
2. Lima tabung reaksi disiapkan masing-masing berisi 9 ml air
steril. Hasil dari homogenisasi pada penyiapan sampel yang
merupakan pengenceran 10-1 dipipet sebanyak 1 ml kedalam
cawan petri PCA pertama. Selanjutnya sampel dihomogenkan
hingga diperoleh pengenceran 10-2 dan selanjutnya hingga
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

diperoleh pengenceran 10-6 atau sesuai dengan pengenceran


yang diperlukan.
3. Setiap pengenceran dipipet 1 ml kedalam cawan petri duplo.
Dituang kedalam cawan petri segera digoyang dan diputar
membentuk angka 8 hingga suspensi tersebar merata. Setelah
media memadat, cawan diinkubasi pada suhu 35 0C-370C
selama 24-48 jam dengan posisi terbalik.
4. Cawan diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh.
Cara perhitungan jumlah koloni adalah:
1. Dipilih cawan petri dari satu pengenceran yang menunjukkan
jumlah koloni antara 25-250. Jumlah koloni rata-rata dari kedua
cawan (duplo) dihitung kemudian dikalikan dengan faktor
pengencernya. Hasil dinyatakan sebagai angka lempeng total
dalam tiap gram atau tiap ml sampel.
2. Disalah satu cawan petri menunjukkan jumlah koloni kurang
dari 25 atau lebih dari 250 koloni, dihitung jumlah rata-rata
koloni kemudian dikalikan dengan faktor pengencernya. Hasil
dinyatakan sebagai angka lempeng total dalam tiap gram atau
tiap ml sampel dengan menuliskan bahwa jumlah koloni (<25).
3. Jika terdapat cawan-cawan dari dua tingkat pengenceran yang
berurutan menunjukan jumlah koloni antara 25-250, maka
dihitung jumlah koloni dari masing-masing tingkat
pengenceran kemudian dikalikan dengan faktor
pengencerannya. Apabila hasil perhitungan pada tingkat yang
lebih tinggi diperoleh jumlah koloni rata-rata lebih besar dua
kali jumlah koloni rata-rata pengenceran dibawahnya maka
angka lempeng total dipilih dari tingkat pengenceran yang lebih
rendah (misal pada pengenceran 10 -2 jumlah koloni rata-rata
140, pada pengenceran 10-3 jumlah koloni rata-rata 32, maka
dipilih jumlah koloni 140x10 -2CFU). Bila hasil perhitungan
pada tingkat pengenceran lebih tinggi diperoleh jumlah koloni
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

rata-rata kurang dari dua kali jumlah rata-rata pada


pengenceran dibawahnya, maka angka lempeng total dihitung
dari rata-rata jumlah koloni kedua tingkat pengenceran tersebut
(misal pada 10-2 jumlah koloni rata-rata 240, pada pengenceran
10-3 jumlah koloni rata-rata 410), maka angka lempeng total
adalah :
240  410
x 102 = 325x102
2
4. Bila tidak satupun koloni dalam cawan maka angka lempeng
total dinyatakan sebagai kurang dari satu dikalikan faktor
pengenceran terendah.
5. Jika seluruh cawan menunjukan jumlah koloni lebih dari 250,
dipilih cawan dari tingkat pengenceran tertinggi kemudian
dibagi menjadi beberapa sektor (2,4 atau 8) dan dihitung
jumlah koloni dikalikan jumlah sektor kemudian dihitung rata-
rata dari kedua cawan dan dikalikan dengan faktor
pengenceran.
6. Jumlah koloni rata-rata dari 1/8 bagan cawan lebih dari 200,
maka angka lempeng total dinyatakan lebih besar dari 200x8
dikalikan faktor pengenceran.
7. Perhitungan dan pencatatan hasil angka lempeng total hanya
ditulis dalam dua angka. Angka berikutnya dibulatkan kebawah
bila kurang dari 5 dan dibulatkan keatas apabila lebih dari 5.
0,1 ml kedalam 10 ml media PCA
Sebagai contoh :
52,3 x 103 dibulatkan menjadi 52 x 104 kol/g
83,6 x 103 dibulatkan menjadi 84 x 103 kol/g
8. Jika dijumpai koloni “Spreader” meliputi seperempat sampai
setengah bagian cawan, maka dihitung koloni yang tumbuh
diluar spreader. Jika 75% dari seluruh cawan mempunyai
koloni “Spreader” dengan keadaan seperti di atas, maka dicatat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

sebagai “Spreader”. Untuk keadaan ini harus dicari


penyebabnya dan diperbaiki cara kerjanya (pengujian diulang).
9. Jika dijumpai koloni “Spreader” tipe rantai, maka satu deret
koloni yang terpisah sebagai satu koloni, dan bila dalam
kelompok “Spreader” terdiri dari beberapa rantai, maka tiap
rantai dihitung sebagai satu koloni.
4. Serat makanan (AOAC, volume 46, 1963)
a. Prinsip
Ekstraksi dengan larutan detergen untuk memisahkan serat
makanan dari bahan lain.
b. Pereaksi yang digunakan adalah
1. Larutan detergen netral :
Kedalam 1 liter air suling ditambahkan 30 gram natrium lauril
sulfat, 18,61 gram EDTA, 4,56 gram Na hydrogen fosfat
anhidrat, 10 ml etoksi etanol, 6,81 gram natrium borat
2. Naphtalen dekahidrat 2 gram
3. Aseton p.a.
4. Natrium sulfit 0,5 gram
c. Peralatan yang digunakan adalah Erlenmeyer asah 500 ml (pyrex),
Pemanas listrik, Refluks, Cawan kaca masir G2, Oven (memert).
d. Prosedur untuk analisis serat makanan dan diagram alir uji serat
makanan dapat dilihat pada Gambar 3.1 menurut (AOAC,
volume 46, 1963).
a. Timbang 2-3 gram cuplikan dalam pinggan porselen,
keringkan di oven 105°C selama 3 jam.
b. Dinginkan dalam eksikator, kemudian timbang (W) gram.
c. Pindahkan cuplikan yang telah kering kedalam erlenmeyer
asah 500 ml dengan bantuan pelarut detergen 100 ml yang
ditambahkan sedikit demi sedikit, 1-2 gram Naptalen
dekahidrat dan 0,5 gram natrium sulfit.
d. Refluks selama 60 menit (hati-hati).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

e. Saring dengan kaca masin G2 yang telah diketahui bobotnya


(W1) dengan bantuan pompa vacum.
f. Bilas dengan air panas, terakhir dengan aseton.
g. Keringkan pada suhu 100°C selama 8 jam.
h. Dinginkan dan timbang (W2)
i. Hitung kandungan serat makanan dari contoh atas dasar bahan
kering.
e. Perhitungan
Kandungan serat makanan dalam contoh dinyatakan
sebagai persen bobot, dihitung sampai dua desimal dengan
menggunakan rumus :
W2 - W1
Serat makanan (%) = -------------- x 100
W
Keterangan:
W1 = bobot kaca masir kosong (g)
W2 = bobot setelah pengeringan (g)
W = bobot contoh (g)

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

2-3 gram cuplikan

keringkan di oven 105°C selama 3 jam

Dinginkan dalam eksikator (W)

1-2 gram Naptalen Pindahkan cuplikan yang telah kering


dekahidrat dan 0,5 kedalam erlenmeyer 500 ml dengan
gram natrium sulfit bantuan pelarut detergen 100 ml

Refluks selama 60 menit (hati-hati)

Saring dengan kaca masin G2 yang telah diketahui


bobotnya (W1) dengan bantuan pompa vacum

Bilas dengan aseton

Keringkan pada suhu 100°C selama 8 jam

Dinginkan (W2)

kandungan serat makanan

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Uji Serat Makanan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Proses Pembuatan Nata De Cassava


Proses pembuatan nata de cassava di home industri inti cassava
Bantul melalui beberapa tahapan proses antara lain penyaringan, penambahan
gula dan ammonium sulfat (ZA), perebusan, pewadahan dan pendinginan,
pemberian starter, fermentasi dan pemanenan.
4.1.1 Proses penyaringan limbah cair tapioka
Limbah cair tapioka yang digunakan pada home industri inti
cassava mempunyai karakteristik fisik berwarna putih keruh, bersih dari
kotoran dan bau tidak menyimpang. Limbah cair tapioka ini berupa air
yang digunakan untuk memeras parutan singkong dan mengendapkan pati
tapioka. Tujuan dari penyaringan yaitu untuk memisahkan kotoran atau
benda-benda asing yang tercampur dengan limbah cair tapioka, seperti
ampas singkong. Penyaringan dilakukan dengan menggunakan kain
penyaring tanpa ada pelapis.
4.1.2 Penambahan gula pasir dan ammonium sulfat (ZA)
Sebagai nutrisi pertumbuhan bakteri dan pembentukan nata pada
limbah cair tapioka ditambahkan gula pasir dan ammonium sulfat. Gula
pasir yang digunakan sebanyak 300 g dan ammonium sulfat sebanyak 20 g
untuk limbah cair sebanyak 10 liter. Karena air limbah bersifat asam maka
tidak membutuhkan penambahan asam cuka. Proses penambahan gula dan
ammonium sulfat dapat dilihat pada Gambar 4.1

Gambar 4.1 Proses Penambahan Gula pasir dan Ammonium sulfat


commit to user

28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

4.1.3 Proses perebusan


Perebusan dilakukan dengan menggunakan panci besar yang
terbuat dari stainless steel. Perebusan media dilakukan hingga mendidih.
Pendidihan media dipertahankan selama 5 menit. Tujuan dipertahankan 5
menit setelah mendidih yaitu untuk memastikan bahwa mikroorganisme
(bakteri) telah mati dan untuk menyempurnakan pelarutan gula pasir dan
ammonium sulfat. Pengadukan dilakukan untuk melarutkan gula pasir dan
ammonium sulfat supaya tercampur secara merata. Perebusan di home
industri inti cassava menggunakan tungku dengan bahan bakar kayu.
4.1.4 Proses pewadahan dan pendinginan
Media yang sudah melalui proses perebusan langsung dituangkan
dalam nampan yang bersih berukuran (21cm x 32cm x 6cm) sebanyak +
1,2 liter. Penuangan dilakukan dengan cepat untuk menghindari
kontaminan pada media. Media yang dituangkan dalam nampan masih
dalam keadaan panas dan langsung ditutup dengan koran. Koran yang
digunakan bersih (tidak lapuk, tidak bekas minyak, tidak basah, sobek dan
berlubang). Pada pinggiran nampan diikat dengan karet gelang.
Pendinginan dilakukan selama 1 malam, untuk memastikan media benar-
benar dalam keadaan dingin dan untuk memastikan pada saat pewadahan
tidak terjadi kontaminasi. Proses pewadahan dapat dilihat pada Gambar
4.2

Gambar 4.2 Pewadahan Media pada Nampan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

4.1.5 Pemberian starter (Acetobacter xylinum)


Pemberian starter dilakukan apabila media dalam keadaan dingin
bersuhu + 300C. Nampan yang berisi media kemudian diberi starter
sebanyak 120 ml atau 10% (v/v). Setiap 1 botol starter sebanyak 600 ml
digunakan untuk 5-6 nampan yang berisi +1,2 liter media.
Penginokulasian dilakukan dengan cepat dan aseptis, hanya dilakukan
dengan cara membuka disalah satu sudut nampan tanpa membuka seluruh
nampan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kontaminasi dari udara.
Proses penginokulasian dapat dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4.3 Pemberian Starter


4.1.6 Fermentasi
Proses fermentasi dilakukan setelah media diberi starter kemudian
didiamkan dalam suhu kamar selama 7-8 hari. Setelah 8 hari diharapkan
media yang berupa cairan akan menjadi nata. Fermentasi dilakukan
dengan menempatkan nampan-nampan pada rak-rak fermentasi. Selama
fermentasi nampan tidak boleh terkena goncangan atau dipindah-
pindahkan karena dapat menyebabkan lembaran nata berlapis. Suhu
ruangan fermentasi dikondisikan pada suhu kamar 300C-310C. Oleh karena
itu digunakan lampu pijar untuk membantu memanaskan ruangan selama
musim hujan. Penempatan nampan-nampan pada rak-rak fermentasi dapat
dilihat pada Gambar 4.4.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

Gambar 4.4 Nampan-nampan yang disusun pada Rak Fermentasi


4.1.7 Pemanenan nata
Pemanenan dilakukan setelah fermentasi selama 8 hari. Nata
dipisahkan dari nampan. Selanjutnya dilakukan pemilahan nata yang
memenuhi kriteria mutu dan yang cacat (berlubang) untuk ditempatkan
dalam wadah yang berbeda. Cairan nata yang tidak jadi dan tercemar
jamur dibuang. Kriteria pemanenan nata yang baik yaitu terbentuknya nata
berwarna putih, tidak terdapat jamur dan noda, ketebalan 1-2 cm,
permukaan rata sempurna dan tidak ada cacat. Cairan yang tersisa pada
nampan fermentasi hampir tidak ada/kering. Nata yang memenuhi kriteria
mutu di home industri inti cassava dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5 Nata yang Baik

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

4.1.8 Pencucian
Nata yang telah dipisahkan kemudian ditempatkan dalam ember
untuk selanjutnya dilakukan proses pencucian. Pencucian dilakukan
dengan menggunakan air bersih yang mengalir. Tujuan dari pencucian
yaitu untuk menghilangkan lendir yang menempel pada nata. Nata yang
sudah bersih kemudian ditempatkan pada drum-drum plastik besar untuk
dijual kepada pengepul. Lembaran-lembaran nata yang bersih dapat dilihat
pada Gambar 4.6. Diagram alir keseluruhan tahap pembuatan nata de
cassava pada home indutri inti cassava dapat dilihat pada Gambar 4.7.

Gambar 4.6 Nata Bersih ditempatkan dalam Drum plastik

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

Limbah cair tapioka

Penyaringan limbah dengan alat penyaring

gula sebanyak
Filtrat 10 liter
300 g, ammonium
sulfat 20 g

Perebusan sampai mendidih, mencapai suhu 1000C dan


perebusan dipertahankan selama 5 menit

Pendinginan ditempatkan pada nampan selama 1 malam


hingga mencapai suhu 300C ditutup dengan koran

Inokulasi secara aseptis sebanyak 120 ml untuk 1 nampan


media +1,2 liter

Fermentasi (7-8 hari)

Pemanenan nata de cassava

Pencucian nata de cassava menggunakan air mengalir

nata bersih

Gambar 4.7 Diagram Alir Pembuatan Nata De Cassava


Sumber: Home Industi Inti Cassava, Bantul, 2011.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
34

4.2 Konsep Pengendalian Mutu


Definisi pengendalian mutu pangan menurut ISO 8402,
pengendalian mutu merupakan teknik-teknik dan aktivitas operasional
yang digunakan untuk memenuhi persyaratan mutu.
4.2.1 Pengendalian Mutu Bahan Baku
Bahan baku merupakan faktor yang menentukan dalam proses
produksi atau pengolahan bahan makanan. Jika bahan baku yang
digunakan bermutu baik, maka diharapkan produk yang dihasilkan juga
berkualitas baik. Menurut Kadarisman (1994), pengadaan bahan baku
dan bahan tambahan industri harus direncanakan dan dikendalikan
dengan baik. Aspek-aspek penting yang perlu diperhatikan, yaitu
persyaratan-persyaratan dalam kontrak pembelian, pemilihan pemasok,
kesepakatan tentang metode-metode verifikasi, penyelesaian
perselisihan mutu, perencanaan dan pengendalian pemeriksaan dan
catatan-catatan mutu penerimaan bahan baku.
Bahan baku pada proses pembuatan nata de cassava
menggunakan limbah cair tapioka. Limbah cair tapioka merupakan
bahan utama atau bahan pokok yang diperlukan dalam pembuatan nata
de cassava. Setiap penerimaan bahan baku yang berupa limbah cair
tapioka dianalisis dahulu untuk menentukan kondisi dan mutunya.
Spesifikasi mutu standar yang telah ditetapkan dari home industri inti
cassava yaitu warna air limbah putih agak keruh, tidak kuning, bau
tidak menyimpang, tidak ada pertumbuhan jamur dan pH 3-4.
Mutu limbah cair yang sesuai dengan persyaratan tersebut akan
disimpan paling lama tiga hari pada bak penampung. Sedangkan untuk
mutu limbah cair yang tidak memenuhi kriteria seperti diatas akan
ditangani sesuai kesepakatan antara pabrik dan supplier. Limbah cair
yang tidak memenuhi kriteria akan ditolak oleh pabrik. Pengendalian
mutu pada limbah cair tapioka dilakukan dengan pengecekan secara
visual dan pengecekan pH pada limbah cair tapioka.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
35

Menurut Alaban (1961), penggunaan kultur siap pakai untuk


pembuatan bibit nata (starter) syarat pertama yang harus diperhatikan
adalah botol yang digunakan harus benar-benar bersih dan transparan
sehingga kondisi bibit dapat diamati dari luar. Pembuatan starter
dilakukan dengan cara mencampurkan bahan antara lain air kelapa,
gula, ammonium sulfat dan cuka kemudian dilakukan perebusan. Media
yang sudah dingin dimasukkan dalam botol kaca dan ditambah dengan
starter. Starter yang diinokulasi sebanyak 10% (v/v).
Pengendalian mutu kualitas starter di home industri inti cassava
menggunakan starter siap pakai. Pembuatan starter yang dilakukan oleh
home industri inti cassava sudah sesuai dengan pernyataan yang
dikemukakan oleh Alaban (1961). Pembuatan starter melalui tahapan
pencampuran bahan seperti air kelapa sebanyak 10 liter, 10 % gula dan
0,5% ammonium sulfat dan 6-8 mililiter cuka kemudian dilakukan
proses perebusan hingga mendidih. Media dimasukkan dalam botol
kaca bersih volume 540 ml dan dilakukan pendinginan selama 1 malam.
Pemberian starter dilakukan setelah media mencapai suhu kamar.
Starter yang digunakan setiap 1 botol kaca bervolume 540 mililiter
digunakan sebanyak 60 ml starter. Setelah 6 hari media dalam botol
siap untuk digunakan sebagai bibit nata (starter) dan dapat diperbanyak
untuk inokulasi berikutnya.
Menurut Pambayun (2002), beberapa indikator kualitas starter
yang baik adalah kekeruhan yang timbul secara merata, terbentuknya
lapisan nata pada permukaan cairan dan tidak berbuih. Kekeruhan yang
timbul tidak merata memungkinkan starter terkontaminasi oleh jamur.
Terbentuknya buih menunjukkan adanya gas CO 2 atau NH3 yang
terbentuk akibat mikroorganisme kontaminan. Starter yang baik dapat
dilihat pada Gambar 4.8.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
36

Gambar 4.8 Starter Nata


Sumber: Home industri inti cassava bantul, 2011
Karakter ammonium sulfat dan gula pasir yang baik ialah warna
putih, berbau khas, bebas dari kotoran. Apabila telah memenuhi syarat
tersebut maka dapat digunakan untuk semua tahapan proses pembuatan
nata. Namun apabila tidak sesuai perlu dilakukan beberapa perlakukan
untuk memperbaiki dilakukan sortasi.

Tabel 4.1 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Bahan Baku


Bahan Baku Pengawasan Mutu Pengendalian Mutu
Limbah cair tapioka Warna limbah putih keruh Penyimpanan bahan baku
Bau tidak menyimpang tidak lebih dari 3 hari
pH 3-4 Menambahkan asam
glasial jika pH tinggi
Bersih dari benda asing Dilakukan penyaringan

Starter Acetobacter xylinum Media starter harus steril Pembuatan starter


dan starter murni dilakukan secara aseptis
supaya tidak terjadi
kontaminasi yang
mengakibatkan starter
tidak murni

Ammonium sulfat dan gula pasir Warna harus putih Dilakukan sortasi jika
Berbau khas tidak memenuhi syarat
Bebas dari kotoran tersebut

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
37

4.2.2 Pengendalian Mutu Proses Produksi


Pengendalian proses bertujuan untuk menekan keragaman suatu
nilai yang dapat diterima baik secara teknis maupun ekonomis.
Kegunaan pengendalian proses adalah untuk mengenali penyebab
keragaman mutu, memberi peringatan dini kesalahan proses, serta
menetapkan waktu yang tepat untuk koreksi kesalahan. Kegiatan yang
dilakukan dalam pengendalian proses menurut Aqela (2008), sebagai
berikut analisis faktor yang menyebabkan keragaman, mencari
penyebab keragaman, melakukan tindakan koreksi proses, memonitor
dan mengevaluasi mutu secara terus menerus.
Pengendalian mutu proses bertujuan untuk mencegah terjadinya
variasi mutu selama proses berlangsung. Pengendalian mutu dilakukan
di seluruh tahapan proses yang meliputi penyaringan, perebusan,
pendinginan, inokulasi, fermentasi, pemanenan lembaran nata dan
pencucian lembaran nata.
Pengendalian mutu proses penyaringan dilakukan dengan cara
menggunakan penyaring plastik atau kain penyaring yang bersih.
Tujuan dari penyaringan adalah untuk memisahkan kotoran atau benda-
benda asing yang tercampur dengan limbah cair tepung tapioka. Limbah
cair yang mengandung banyak kotoran akan menghasilkan nata yang
keruh dengan penampakan yang kurang menarik. Saat penyaringan dan
penuangan cairan, cairan diusahakan supaya tidak terlalu sering kontak
dengan tangan karena cairan akan cepat rusak karena terkontaminasi.
Proses perebusan dilakukan pengendalian mutu dengan cara
perebusan dilakukan hingga limbah cair mendidih selama 3 menit dan
setelah mendidih (1000C) dipertahankan selama 5-10 menit untuk
menyempurnakan pelarutan gula pasir dan ammonium sulfat yang
ditambahkan dan pengaturan jumlah penambahan gula dan ammonium
sulfat juga perlu diperhatikan. Homogenitas larutan menentukan
kualitas nata yang dihasilkan. Pengadukan tidak merata akan
menyebabkan nata yang terbentuk memiliki permukaan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
38

bergelombang, karena gula dan ammonium sulfat tidak tercampur


secara merata. Perebusan menggunakan panci yang berbahan antikarat.
Pada proses pendinginan pengendalian mutu dilakukan dengan
cara membiarkan media dalam nampan selama 1 malam, hingga media
mencapai suhu 300C. Pendinginan dilakukan pada nampan yang diberi
penutup kertas yang berpori-pori dan bagian pinggiran nampan diikat
dengan karet supaya media tidak terkontaminasi.
Pengendalian mutu pada proses inokulasi dilakukan setelah
media benar-benar dalam keadaan dingin supaya starter tidak
mengalami kematian. Inokulasi dilakukan secara aseptis dan cepat.
Proses inokulasi dilakukan disalah satu sudut nampan dan tanpa diaduk.
Proses pengadukan dengan menggunakan pengaduk justru akan
menyebabkan terjadinya kontaminasi.
Pada proses fermentasi dilakukan pengendalian mutu dengan
mengatur suhu penyimpanan fermentasi dalam suhu 30 0C-310C karena
suhu dan kelembaban mempengaruhi faktor keberhasilan fermentasi.
Suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri A. xylinum menurut
Pambayun (2002) adalah 280C-310C.
Pengendalian mutu pada proses pencucian dilakukan dengan
mencuci nata dengan menggunakan air bersih yang mengalir. Air yang
digunakan adalah air sumur atau air pam. Tujuan pencucian untuk
menghilangkan lendir yang terdapat dalam nata. Lendir yang terdapat
dalam nata harus dihilangkan karena dapat mempengaruhi kualitas nata
yang dihasilkan. Bila lendir tidak dihilangkan kenampakan nata terlihat
tidak bagus pada produk jadinya.
Standar mutu pengendalian proses yang digunakan untuk
mengawasi mutu supaya memenuhi syarat menurut Wahyudi (2003),
dalam Standard Operating Process (SOP) memproduksi lembaran nata
adalah melaksanakan SOP personalia, melaksanakan sanitasi ruangan
dan alat, peralatan proses dicek dan siap digunakan, nampan disiapkan
sesuai kriteria mutu nampan yang baik (nampan dicuci sampai tidak
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
39

terdapat kotoran, nampan dijemur sampai kering dan digosok dengan


lap bersih) koran disiapkan dan dijemur, formula telah dihitung sesuai
kebutuhan, bahan baku dan bahan tambahan memenuhi syarat mutu,
masing-masing jenis bahan tambahan ditimbang secara tepat, limbah
cair tapioka disaring dari kotoran dan diukur sesuai formula, perebusan
dilakukan sampai mendidih dan busa dibuang, pemasukkan cairan ke
dalam nampan sesuai dengan volume yang telah ditentukan,
pendinginan sampai dengan suhu kamar dalam kondisi nampan tertutup
koran, pemberian Acetobacter xylinum dalam kondisi aseptis, nampan
segera ditutup dengan koran dan diikat dengan karet gelang, fermentasi
dilakukan selama 8 hari dalam ruangan sesuai kondisi hidup optimal
bakteri A. xylinum dan melakukan seleksi lembaran nata hasil panen
sesuai kriteria mutu. Standar pengawasan mutu pada proses pembuatan
nata diatas merupakan batasan bahwa mutu yang dihasilkan pada
produk akhir telah dapat diawasi dan memenuhi syarat.

Tabel 4.2 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Proses Produksi


Tahapan Proses Pengawasan Mutu Pengendalian Mutu
Penyaringan Alat penyaring harus bersih Pemeliharaan alat penyaring
Kotoran tidak terikut Menggunakan penyaring ukuran mesh
kecil

Perebusan Suhu perebusan 1000C Suhu dinaikkan jika kurang dari 1000C
Ammonium sulfat dan gula pasir Dilakukan pengadukan sesekali
terlarut merata

Pendinginan Media tidak terkontaminasi Media ditutup secara rapat


menggunakan kertas berpori-pori
untuk mencegah kontaminasi

Inokulasi Media dalam keadaan dingin Dilakukan pendinginan selama 1


malam untuk memastikan media
benar-benar dalam keadaan dingin
Tidak terjadi kontaminasi Inokulasi dilakukan secara aseptis dan
oleh pekerja cepat, dilakukan disalah satu sudut
nampan dan tidak diaduk

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
40

Tahapan Proses Pengawasan Mutu Pengendalian Mutu


Fermentasi Suhu penyimpanan fermentasi Menaikkan suhu ruang apabila kurang
300C-310C dari 300C dengan cara menggunakan
lampu pijar untuk menghangatkan
ruangan

Pencucian Tidak ada lendir dan bersih Pencucian dilakukan beberapa kali
hingga bersih menggunakan air bersih
mengalir

4.2.3 Pengendalian Mutu Produk Akhir


Menurut Wahyudi (2003), dalam Standard Operating Process
(SOP) memproduksi nata, produk akhir nata de cassava yang
berkualitas adalah berwarna putih transparan, tidak terdapat jamur dan
noda dan dengan ketebalan 1,5-2 cm, memiliki permukaan yang halus
dan rata memiliki ketebalan sama disemua bagian tidak ada cacat,
memiliki selaput tipis dipermukaan bagian atas yang dapat dengan
mudah dipisahkan dan memiliki lapisan lembek dibagian bawah dan
cairan yang tersisa di nampan fermentasi hampir tidak ada/kering.
Pengendalian mutu produk akhir pada nata de cassava bertujuan
untuk menganalisis faktor yang menyebabkan adanya keragaman yang
dihasilkan pada nata de cassava dan mencari penyebab keragaman yang
dihasilkan. Alat yang digunakan untuk dalam mendeteksi dan
memecahkan masalah dalam sebuah pengendalian mutu antara lain
check sheet, diagram pareto dan diagram tulang ikan.
Menurut Kadarisman dan Wirakartakusumah (1995), diagram
pareto merupakan alat bantu berupa diagram batang terurut berdasarkan
data yang paling besar ke nilai data yang paling kecil. Data yang diplot
kebanyakan data persentase kecacatan atau penyebab kecacatan.
Analisis pareto data kecacatan pada lembaran nata de cassava dapat
dilihat pada Tabel 4.3

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
41

Tabel 4.3 Kecacatan pada Nata De Cassava

Jumlah sampel (N) = 60 nata


Jenis kecacatan Jumlah Persentase
kecacatan kecacatan (%)
Warna nata tidak putih 5 42,8
Tekstur nata tidak kenyal 7 33,3
Ketebalan nata tidak merata 9 23,9
Jumlah 21 100

Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui jenis kecacatan terbanyak


terdapat pada kecacatan ketebalan nata yang tidak merata dengan
jumlah kecacatan tertinggi, persentase sebesar 23,9%. Pada jenis
kecacatan tekstur nata yang tidak kenyal persentase sebesar 33,3% dan
jenis kecacatan warna nata tidak putih jumlah kecacatan terendah
persentase sebesar 42,8%. Besarnya persentase didapat dari hasil
mengalikan jumlah kecacatan dengan banyaknya sampel kemudian
dibagi dengan 100%. Data tersebut diambil pada saat pemanenan yang
dilakukan pada hari Sabtu tanggal 23 maret 2011. Pada setiap kali
pemanenan tidak selalu terjadi kecacatan sebesar pada Tabel 4.1 tetapi
kecacatan tersebut terjadi dengan jumlah yang berbeda-beda setiap
panennya.

20
jumlah kecacatan

15
10
5
0
Warna nata Tekstur nata Ketebalan nata
tidak putih tidak kenyal tidak merata
jenis kecacatan

Gambar 4.9 Diagram Pareto Kecacatan Nata


Berdasarkan Gambar 4.9 dapat diketahui persentase
keseragaman produk akhir nata de cassava. Produk akhir yang
dihasilkan mempunyai kecacatan dengan warna yang tak putih, tekstur
nata tidak kenyal dan ketebalan nata yang dihasilkan tidak merata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
42

Berdasarkan persentase diatas diketahui ketebalan nata yang tidak


merata memiliki persentase terbesar.
Menurut Nurrahman (2009), diagram tulang ikan merupakan
suatu alat bantu yang berbentuk garis yang tersusun dari garis-garis dan
simbol untuk menggambarkan hubungan sebab dan akibat dari
permasalahan. Dengan adanya diagram tulang ikan maka dapat
memudahkan dalam mengetahui berbagai penyebab suatu masalah
secara terorganisir sehingga memudahkan dalam mencari atau
memberikan solusi dari permasalahan.
a. Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Warna Nata tidak putih

Method Material

Penyaringan limbah Pemilihan bahan baku


cair tidak sempurna
Penanganan limbah cair

Warna nata yang


tidak putih
Kebersihan panci Kebersihan alat
untuk merebus penyaring Kebersihan ruangan produksi

Gambar 4.10 putih


Machine Environtment

Gambar 4.10 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Warna Nata tidak Putih

Berdasarkan gambar 4.10 kecacatan warna nata yang tidak putih


dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain material, method, machine
dan environtment. Faktor material berupa bahan baku yang digunakan,
pemilihan bahan baku yang kurang tepat dapat mempengaruhi kualitas
warna nata yang dihasilkan. Limbah cair tapioka sebagai bahan baku
menggunakan limbah cair yang berwarna putih keruh berdasarkan
standar yang ditetapkan oleh home industri nata cassava. Bahan baku
limbah cair tapioka harus ditangani dengan baik sebelum diproses.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
43

Penanganan yang baik sebelum digunakan dengan menempatkan dalam


bak bersih dan bak ditutup supaya tidak ada kotoran dan debu yang
masuk dalam air limbah.
Method yang digunakan kurang baik yaitu pada proses
penyaringan air limbah, penyaringan yang tidak sempurna seperti alat
yang digunakan untuk menyaring harus menggunakan kain penyaring
yang meshnya kecil supaya kotoran tidak lolos, alat penyaring yang
biasa digunakan adalah kain penyaring untuk pembuatan tahu.
Penyaringan yang tidak sempurna menyebabkan kotoran atau benda-
benda asing masih tercampur dengan air limbah yang menghasilkan
nata yang keruh. Faktor machine atau alat yang digunakan seperti panci
yang digunakan untuk proses perebusan harus bersih. Kain yang
digunakan untuk menyaring air limbah juga harus bersih. Faktor
lingkungan juga mempengaruhi warna nata yang dihasilkan, kebersihan
tempat proses penyaringan dan tempat perebusan antara lain atap pada
ruangan harus bersih supaya pada saat perebusan tidak ada kotoran dari
atap yang masuk kedalam perebusan.
b. Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Tekstur Nata Tidak Kenyal

Method Material
Penambahan konsentrasi
Persentase sumber N
gula dan ammonium sulfat
dan C tidak tepat kurang tepat

Tekstur nata tidak


kenyal
Suhu inkubasi
tidak tepat

Environtment

Gambar 4.11 Diagram Tulang Ikan Karakteristik Tekstur Nata Tidak Kenyal
Berdasarkan Gambar 4.11 penambahan konsentrasi gula dan
ammonium sulfat harus sesuai, menurut Pambayun (2002), penambahan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
44

gula minimal 2,5 % dan ammonium sulfat maksimal 0,5%. Jumlah


tersebut bertujuan untuk mencapai rasio karbon dan nitrogen (C dan N)
dalam cairan media hingga menjadi rasio 20. Apabila rasio
menyimpang tekstur nata akan sulit untuk digigit. Penambahan gula dan
ammonium sulfat dilakukan bersamaan dengan proses perebusan,
supaya gula dan ammonium sulfat dapat terlarut sempurna.
Penambahan formula (gula dan ammonium sulfat) harus
dilakukan dengan tepat. Menurut Mashudi (1993), dengan
meningkatnya kadar gula yang ada dalam medium, maka kekerasan dari
nata akan semakin rendah dan kekenyalan meningkat. Hal ini diduga
karena kadar gula yang tinggi akan menyebabkan ikatan yang terbentuk
antar serat lebih longgar dan akibatnya sebagian besar gel yang
terbentuk banyak terisi oleh air dan hanya sedikit oleh padatan.
Suhu yang digunakan untuk proses fermentasi harus tepat, suhu
optimum menurut Pambayun (2002), yaitu suhu ruang (28 0C-300C).
Apabila suhu kurang dari 280C tekstur nata yang dihasilkan akan
lembek, karena pertumbuhan bakteri terhambat, sedangkan suhu lebih
dari 300C bakteri mengalami kematian yang menyebabkan tekstur nata
yang dihasilkan lembek.
c. Diagram Tulang Ikan Karakteristik Ketebalan Nata Tidak Merata

Method material

Pengadukan Persentase sumber Pemilihan bahan baku


tidak homogen N dan C tidak tepat tidak tepat

Ketebalan nata
tidak merata
Suhu inkubasi tidak tepat

environtment

Gambar 4.12 Diagram Tulang Ikan untuk Karakteristik Ketebalan Nata Tidak
Seragam
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
45

Berdasarkan Gambar 4.12 pemilihan limbah cair tapioka yang


tidak tepat dapat mempengaruhi ketebalan nata yang dihasilkan, limbah
cair yang digunakan harus mempunyai derajat keasaman pada pH 4,3.
pH sebesar 4,3 merupakan pH optimal untuk pertumbuhan bakteri nata.
Jika kondisi media dalam suasana basa, bakteri akan mengalami
gangguan metabolisme selnya, sehingga tidak terbentuk ketebalan.
Persentase sumber C dan N yang tidak tepat juga mempengaruhi
ketebalan nata. Menurut Rosario (1978), ammonium sulfat tidak
selamanya meningkatkan perolehan selulosa dan ketebalan nata.
Penggunaan ammonium sulfat yang berlebihan akan menurunkan pH
medium secara drastis sehingga menyebabkan kondisi fermentasi
menjadi terlalu asam. Dengan adanya penambahan ammonium sulfat
yang merupakan sumber nitrogen maka aktivitas dari Acetobacter
xylinum menjadi lebih sempurna sehingga ketebalan lapisan meningkat.

Tabel 4.4 Pengawasan Mutu dan Pengendalian Mutu Produk Akhir


Produk Akhir Pengawasan Mutu Pengendalian Mutu
Nata de cassava Nata bersih dari kotoran Dilakukan pencucian
beberapa kali hingga bersih

Nata berwarna putih Dilakukan penyaringan


pada bahan baku

Tidak berjamur Pada saat fermentasi


dilakukan dengan menutup
media secara rapat

Ketebalan 1,5-2 cm Penimbangan bahan baku


dan formula secara tepat

4.2.4 Hasil Pengujian Produk


Pengujian yang dilalukan pada nata de cassava meliputi
pengujian mikrobiologi menggunakan Angka Lempeng Total (ALT),
selain itu analisis untuk nata adalah keadaan, bahan asing, ketebalan
nata dan serat makanan pada nata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
46

Pengujian mikrobiologi yang dilakukan terhadap sampel nata de


cassava adalah Angka Lempeng Total (ALT). Menurut SNI (1996),
Angka Lempeng Total untuk produk nata dalam kemasan siap santap
maksimum 2.0 x 102 kol/g. Kandungan bakteri sampel produk l nata
mentah rata-rata sebesar 3,1 x 107 CFU/g.
Untuk pengujian keadaan nata dalam kemasan menurut SNI
(1996), keadaan normal. Produk lembaran nata mentah, mempunyai bau
asam yang dihasilkan oleh bakteri Acetobacter xylinum. Nata mentah
mempunyai warna putih, bertekstur kenyal dan tidak terdapat bahan
asing.
Pengukuran ketebalan nata menggunakan alat yang disebut
jangka sorong. Ketebalan pada nata de cassava dari 5 sampel dengan
jumlah perbandingan penambahan bahan yang sama didapat hasil rata-
rata ketebalan sebesar 1,4 cm. Semakin tebal lembaran nata yang
dihasilkan, kualitas nata semakin baik karena nata yang dihasilkan
mempunyai kenampakan yang bagus.
Kandungan serat pangan yang terdapat pada nata de cassava
mentah sebesar 1,1%. Nata dalam kemasan (SNI 1996) mempunyai
kandungan serat pangan maksimal 4,5%. Secara umum nata merupakan
makanan berserat harus mengandung kadar serat yang tinggi, namun
kadarnya tidak boleh terlalu tinggi karena akan mengakibatkan nata
menjadi keras dan sulit digigit. Menurut penelitian Susiantari (1994)
menyimpulkan bahwa semakin tinggi konsentrasi sukrosa kadar serat
yang dihasilkan semakin tinggi.

4.3 Konsep Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)


HACCP adalah suatu sistem pengendalian mutu pangan makanan
dengan cara melakukan identifikasi hazard. Pengidentifikasian kemudian
diteruskan dengan pengendalian baik berupa pencegahan dalam suatu mata
rantai (tahap) produksi makanan atau pangan (Sunarya, 2001). Sistem
HACCP bukan merupakan suatu jaminan keamanan pangan yang tanpa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
47

resiko (zero-risk), tetapi dirancang untuk meminimumkan resiko bahaya


keamanan pangan (Hariyadi, 2001).
Dalam penyusunan rencana HACCP, menggunakan pedoman
BSN 1004-2002 yang mencakup kebijakan mutu, organisasi (pembentukan
tim HACCP, stuktur organisasi, bidang kegiatan, pesonil dan pelatihan),
deskripsi produk, persyaratan dasar, bagan alir, analisis bahaya, lembar
kerja pengendalian mutu, sistem penyimpanan catatan dan prosedur
verifikasi.
4.3.1 Deskripsi Produk
Home industri inti cassava memproduksi nata nata de cassava yaitu
nata dengan bahan baku dari limbah cair tapioka. Spesifikasi produk nata
de cassava adalah berbahan baku limbah cair tapioka dibuat dengan proses
fermentasi oleh starter Acetobacter xylinum dan penambahan ammonium
sulfat dan gula pasir yang digunakan sebagai nutrisi Acetobacter xylinum.
nata de cassava merupakan produk olahan makanan berserat belum siap
santap. Diagram alir proses pembuatan nata de cassava dapat dilihat pada
gambar 4.7.
4.3.2 Analisis Bahaya dan Tindakan Pencegahan
Menurut Mukartini (2001), tujuan analisis bahaya adalah
melakukan identifikasi potensi bahaya, penentuan signifikasi (pentingnya)
bahaya dan tingkat resiko dalam menimbulkan penyakit atau kematian
konsumen yang disebabkan oleh pencemaran biologis, kimia, atau fisik
dan penetapan tindakan pengendaliannya.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
48

Tabel 4.5 Analisis Bahaya pada Proses dan Cara Pengendalian


Tahap Bahaya Penyebab Potensi bahaya Resiko Cara
pengolahan bahaya Peluang Keparahan (T/S/R) pengendalian
(T/S/R) (T/S/R)
Penyaringan Fisik : Alat penyaring -Pemeliharaan
Kerikil, tidak bersih alat penyaring
Rendah Rendah Rendah
ampas dan ukuran
mesh besar
Perebusan Biologi : Suhu perbusan -Perebusan
Bakteri tidak tepat mencapai suhu
Fisik : Berasal dari 1000C
Filth (benang, gula dan
Sedang Sedang Sedang
semut, kutu) ammonium -Penerimaan
sulfat yang bahan sesuai
ditambahkan standar

Pendinginan Biologi : Penutupan


-Penutupan rapat
Kontaminan tidak rapat
Sedang Sedang Sedang pada media
dari udara

inokulasi Biologi :
Higiene dan
Kontaminan
sanitasi -Penginokulasian
dari udara Tinggi Sedang Sedang
pekerja secara aseptis
Fisik :
kurang
rambut
fermentasi Biologi :
Ruang -Menjaga
Kontaminasi
fermentasi Sedang Sedang Sedang kebersihan ruang
udara
kurang higiene fermentasi
Keterangan:
T : Tinggi
S : Sedang
R : Rendah

Analisis bahaya dan cara pengendalian pada tahapan proses


pembuatan lembaran nata de cassava. Pada tahapan penyaringan bahaya
yang muncul adalah bahaya fisik berupa kerikil yang berasal dari bahan
baku yang digunakan. Dalam proses penyaringan menggunakan alat
penyaring yang mempunyai mesh kecil dan bersih. Potensi bahaya berada
dalam potensi rendah. Penggunaan ukuran mesh yang kecil supaya bahan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
49

asing yang berupa pasir kecil tidak terikut pada tahapan selanjutnya.
Pengendalian dilakukan dengan cara pemeliharaan alat penyaring.
Bahaya yang muncul pada proses perebusan adalah bahaya biologi
karena adanya bakteri. Perebusan menggunakan suhu 100 0C supaya
bakteri yang ada pada proses perebusan mati. Bahaya fisik yang muncul
seperti benang, semut, kutu. Bahaya tersebut berasal dari penambahan gula
dan ammonium sulfat pada proses perebusan. Potensi bahaya berada
dalam resiko rendah. Cara pengendalian dilakukan dengan menjaga suhu
perbusan hingga mencapai suhu 100 0C dan menjaga kebersihan tempat
penyimpanan bahan baku dan bahan tambahan.
Bahaya yang muncul pada poses pendinginan adalah bahaya
biologi dan bahaya fisik. Bahaya biologi, adanya kontaminan dari udara
penyebabnya karena proses penutupan yang tidak rapat. Potensi bahaya
berada dalam resiko sedang. Cara pengendalian dilakukan dengan cara
penutupan media secara rapat dan pemeliharaan tempat pendinginan
(nampan).
Pada tahapan proses inokulasi bahaya yang muncul, bahaya biologi
kontaminan udara dan bahaya fisik rambut. Bahaya tersebut berasal dari
kurangnya higiene sanitasi tempat dan pekerja. Potensi bahaya berada
dalam resiko sedang. Cara pengendaliannya dilakukan dengan cara
penginokulasian secara aseptis supaya tidak terjadi kontaminasi.
Sedangkan pada proses fermentasi tingkat potensi bahaya dalam resiko
rendah. Bahaya biologi berasal dari kontaminasi udara, tumbuh jamur pada
produk fermentasi. Ruang fermentasi yang kurang higiene dapat
menyebabkan bahaya tersebut muncul. Pengendaliannya dilakukan dengan
memelihara kebersihan ruang fermentasi.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50

Tabel 4.6 Analisis Bahaya pada Bahan Baku dan Cara Pengendalian
Bahan Baku Bahaya Cara Pengendalian
Limbah Biologi : kontrol pemasok pada penerimaan
Cair Jamur bahan baku di setiap kedatangan,
bahan baku tidak sesuai ditolak

Ammonium Fisik : Sortasi pada bahan baku


sulfat Kerikil Penggunaan ammonium sulfat
Kimia : disesuaikan dengan standar yaitu
Dosis berlebih maksimal 0,5%

Gula Fisik : Sortasi pada gula untuk


Pasir Semut, benang menghilangkan bahaya fisik

Acetobacter Biologi : Pengecekan secara visual, jika


xylinum Jamur starter berbuih tidak digunakan

Analisis bahaya yang terdapat pada bahan baku pembuatan nata de


cassava adalah bahaya biologi berupa jamur pada limbah cair dan starter
Acetobacter xylinum. Cara pengendalian bahaya tersebut pengecekan
secara visual jika terdapat jamur pada bahan baku, pengontrolan dari
pemasok bahan baku dan bahan baku yang tidak sesuai ditolak.
Ammonium sulfat dan gula pasir analisis bahaya yang muncul
adalah bahaya fisik dan kimia. Cara pencegahan bahaya fisik adalah
dengan melakukan sortasi sebelum bahan-bahan tersebut digunakan dalam
proses pembuatan nata de cassava. Bahaya kimia yang muncul pada
ammonium sulfat adalah jika penggunaan ammonium sulfat melebihi
dosis. Cara pencegahan bahaya tersebut dengan cara penggunaan
ammonium sulfat disesuaikan dengan standar yaitu maksimal 0,5%.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
51

4.3.3 Penetapan Critical Control Point (CCP)

Penetapan bahan baku dan penetapan CCP Pada Tahapan Proses

apakah ada bahaya pada tahap ini ? (P1) bukan CCP


tidak
ya

apakah ada tindakan pencegahan untuk mengendalikannya (P2)

ya tidak

Apakah tindakan ini direncanakan


ya Apakah pengendalian diperlukan
khusus untuk menghilangkan potensi
bahaya sampai pada tahap diterima? dalam tahap ini ? ( P2a)
(P3)
tidak
tidak
tidak
Apakah ada kontaminasi meningkat
bukan CCP
pada tingkat yang tidak diterima? (P4)

ya
ya
Adakah PROSES SELANJUTNYA
Bukan CCP
yang dapat menghilangkan / mengurangi
bahaya sampai batas aman ? (P5)

ya tidak

CCP

Gambar 4.13 Decision Tree Pada Bahan Baku /Bahan Pembantu dan penetapan
CCP Pada Tahapan Proses

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52

Tabel 4.7 Penetapan CCP pada Bahan Baku


Bahan Bahaya P1 P2 P2a P3 P4 P5 CCP Ketera
baku ngan
Limbah Biologi : Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak Bukan
Cair Jamur CCP

Ammonium Fisik : Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak


sulfat Kerikil Bukan
Kimia : Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak CCP
Dosis
berlebih
Gula Fisik : Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak Bukan
Pasir Semut CCP
Acetobacter Biologi : Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak Bukan
xylinum Jamur CCP

Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi lembaran nata


de cassava diantaranya limbah cair tapioka, ammonium sulfat, gula pasir
dan Acetobacter xylinum. Identifikasi bahaya yang mungkin ada pada
semua bahan tersebut mencakup bahaya kimia, bahaya fisik, dan bahaya
mikrobiologi.
Peluang bahaya fisik yang ada berasal dari gula pasir dan
ammonium sulfat yaitu berupa semut, filt (rambut, potongan bagian tubuh
serangga). Dari semua jenis bahaya fisik yang terdapat pada bahan baku
ini dapat dikategorikan bukan CCP (masih bisa dikendalikan) karena pada
proses produksi dilakukan proses pengayakan dan penyaringan.
Peluang bahaya kimia yang ada bersumber dari bahan tambahan
ammonium sulfat, penggunaan bahan tambahan ammonium sulfat yang
berlebih dapat memicu bahaya pada produk lembaran nata. Namun bahaya
tesebut dikategorikan bukan CCP karena penggunaannya dikendalikan
seminimal mungkin.
Peluang bahaya biologi pada bahan baku berasal dari limbah cair
tapioka dan starter Acetobacter xylinum yaitu jamur. Bahaya tersebut
dapat dikendalikan pada saat penerimaan bahan baku. Bahan baku yang

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
53

sudah berjamur tidak diterima oleh produsen. Pertumbuhan jamur pada


bahan tersebut dapat diketahui secara visual.

Tabel 4.8 Penetapan CCP Pada Tahapan Proses


Tahapan Bahaya P1 P2 P2a P3 P4 P5 CCP Keterangan
proses
Penerimaan Fisik :
Bahan baku Adanya ampas Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak Bukan CCP
Penyaringan Fisik :
Benda asing Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak Bukan CCP
yang masih bisa
lolos saringan
Perebusan Biologi : Ya Ya - Ya - - Ya CCP 1
Masih adanya
bakteri patogen
Fisik :
Terikutnya benda Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak Bukan CCP
asing dari alat
Pendinginan Biologi : Ya Ya - Ya - - Ya Bukan CCP
Kontaminan dari
udara
Inokulasi Biologi : Ya Ya - Ya - - Ya CCP 2
Kontaminan dari
udara
Fermentasi Fisik : Tidak - - - - - Tidak Bukan CCP
Debu
Pencucian Biologi :
Ya Ya - Tidak Tidak - Tidak Bukan CCP
Nata Masih ada lendir

Berdasarkan hasil penentuan CCP pada tahap proses pembuatan


lembaran nata de cassava adalah tahap perebusan dan tahap inokulasi
dikategorikan sebagai CCP. Titik kendali kritis pada semua tahapan
ditekankan pada bahaya biologi. Sedangkan tahapan lainnya yang tidak
CCP pada proses produksi masih dapat dikendalikan bahayanya.
Peluang bahaya biologi yang mungkin ada pada tahapan CCP
terjadi karena kontaminan dari udara dalam ruangan. Kebersihan sanitasi
pekerja dan sanitasi ruang sangat mempengaruhi adanya kontaminan.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
54

4.3.4 Parameter CCP, Penentuan batas kritis, Monitoring dan Tindakan Koreksi
Tabel 4.9 Rencana HACCP
Tahap Cara Parameter Batas Nilai Monitoring Tindakan
CCP Pengendalian CCP Kritis Target Koreksi
Perebusan Perebusan Suhu Suhu dijaga Bakteri Mengecek Memastikan
hingga perebusan mencapai kontaminan perebusan suhu 1000C
mendidih mencapai 1000C, mati hingga dan
mencapai suhu suhu 1000C selama 10 mendidih memperta
1000C dan menit dan di hankan 10
dipertahankan pertahankan menit
selama 10 selama 10
menit menit

Inokulasi Secara aseptis Media yang Media tidak Starter tumbuh Inokulasi Inokulasi
diinokulasi terkontami sempurna dilakukan secara
tidak nasi dalam media disalah satu aseptis
terkontami dan tidak sudut
nasi terkontaminasi nampan

Rencana HACCP pada tahapan CCP proses pembuatan nata de


cassava. Tahapan CCP antara lain pada tahapan perebusan, pengdinginan
dan inokulasi. Bahaya yang ditekankan pada tahapan CCP adalah bahaya
biologi.
Pada tahapan perebusan bahaya yang muncul adalah kemungkinan
adanya bakteri tahan panas belum mati. Pengendalian yang dilakukan
untuk menghilangkan bahaya yaitu dengan melakukan perebusan hingga
mendidih mencapai suhu 100 0C dan dipertahankan selama 10 menit.
Parameter CCPnya adalah perebusan mencapai suhu 100 0C, batas kritis
yang dilakukan adalah menjaga suhu hingga mencapai 1000C. Nilai target
yang diinginkan bakteri yang berada pada bahan mati pada saat perebusan
suhu 1000C. Kegiatan monitoring dilakukan dengan mengecek perebusan
hingga mendidih dan mempertahankan selama 10 menit. Tindakan
koreksi, memastikan suhu 100 0C dan setelah mencapai suhu 100 0C
dipertahankan selama 10 menit.
Tahapan inokulasi bahaya biologi yang muncul berasal dari
kontaminasi udara dan pekerja. Cara pengendalian bahaya tersebut yaitu
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
55

pada proses penginokulasian dilakukan secara aseptis. Parameter CCPnya


media yang diinokulasi tidak terkontaminasi, karena apabila proses
tersebut tersentuh oleh tangan menyebabkan media terkontaminasi dan
akan tumbuh jamur pada proses fermentasi. Batas kritis pada tahapan ini
media tidak terkontaminasi oleh pekerja dan udara. Nilai target yang
diinginkan starter tumbuh sempurna dalam media dan tidak
terkontaminasi. Monitoring dilakukan dengan cara penginokulasian
dilakukan di salah satu sudut nampan tidak perlu membuka seluruh tutup
nampan dan tidak diaduk. Tindakan koreksi yang dilakukan adalah
inokulasi dilakukan secara aseptis.

4.4 Sanitasi Home Industri


Sanitasi menurut Thaheer (2005), adalah serangkaian proses yang
dilakukan untuk menjaga kebersihan. Sanitasi merupakan hal penting yang
harus dimiliki industri pangan dalam menerapkan Good Manufacturing
Practices (GMP). Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah
penyakit/kecelakaan dari konsumsi pangan yang diproduksi dengan cara
menghilangkan atau mengendalikan faktor-faktor didalam pengolahan
pangan yang berperan dalam pemindahan bahaya (hazard).
Untuk menjalankan aktivitas produksinya, suatu industri pangan
harus memperhatikan sanitasi untuk mendukung aktivitas produksi dan
memberikan kelancaran dalam menjalankan aktivitas dalam produksi.
Berikut adalah sanitasi yang dilakukan di home industri inti cassava
4.4.1 Sanitasi Ruangan Industri
Kebersihan ruangan pabrik adalah salah satu hal yang perlu
diperhatikan. Karena hal ini akan berpengaruh pada kenyamanan pekerja
dan kualitas produk yang dihasilkan. Bangunan tempat proses produksi di
home industri inti cassava dibuat sedemikian rupa sehingga mudah
dibersihkan. Usaha yang perlu dilakukan yaitu menyapu lantai kotor dan
tempat produksi sebelum memulai proses produksi dan sesudah proses
produksi selesai. Namun pada home industri inti cassava tempat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56

produksinya masih dalam satu ruangan tidak bersekat. Ruangan perebusan


bercampur dengan ruangan fermentasi. Hal ini dapat menyebabkan nata
kurang menarik. Nata yang dihasilkan akan berdebu. Tempat pembuatan
nata harus bersih dan saniter, bebas debu dan bahan kontaminan lainnya.
4.4.2 Sanitasi Peralatan
Sanitasi peralatan dilakukan dengan cara membersihkan alat-alat
yang digunakan dalam proses produksi baik sebelum proses produksi dan
sesudah proses produksi, alat-alat ini antara lain adalah nampan, botol
untuk starter, koran, panci (stainless steel), bak penampung limbah dan
drum plastik.
Nampan dibersihkan dengan cara membasahinya dengan air bersih
dan dicuci menggunakan sabun. Sabun yang digunakan seperti sabun
colek atau sabun pembersih yang berbentuk cair. Nampan digosok
menggunakan spon sampai tidak ada kotoran yang menempel kemudian
dibilas menggunakan air bersih hingga bersih dan tidak ada busa. Busa
yang berlebihan, akan meninggalkan noda setelah nampan kering dan
mengganggu pertumbuhan bakteri. Selanjutnya nampan dijemur di bawah
sinar matahari dalam keadaan tengkurap supaya air sisa pencucian yang
masih menempel akan cepat hilang. Penjemuran nampan dilakukan
dilantai jemur. Nampan yang telah dijemur tersebut digosok dengan kain
bersih sampai tidak terdapat noda atau sisa air yang masih menempel.
pengosokan dilakukan dengan teliti, terutama bagian sudut nampan.
Botol yang digunakan dalam pembuatan starter harus bersih. Cara
untuk membersihkan botol dengan cara merendam botol menggunakan
sabun cair dan air, untuk menghilangkan kotoran di dalam botol digunakan
sikat botol kemudian dikocok-kocok sampai bersih. Untuk kotoran yang
ada di luar digosok menggunakan spon busa sampai tidak terdapat lagi
kotoran yang menempel kemudian dibilas menggunakan air bersih sampai
tidak ada kotoran dan busa sabun. Botol yang telah dicuci ditempatkan di
atas rak dengan posisi terbalik bertujuan untuk mempercepat hilangnya air
sisa dari pencucian kemudian dijemur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
57

Panci berbahan stainless steel untuk merebus limbah cair tapioka


dibersihkan dengan menggunakan air bersih dan sabun, bagian dalam
panci digosok menggunakan spon untuk menghilangkan sisa limbah yang
berkerak. Stainless steel merupakan bahan yang standar untuk digunakan
dalam industri pangan karena bersifat kuat, tidak mudah berkarat dan
mudah dibersihkan sehingga aman bagi produk yang dihasilkan.
Bak penampung air limbah tapioka dibersihkan hanya dengan air
bersih, dibersihkan 2 hari sekali. Sedangkan bak penampung nata atau
drum palstik dibersihkan menggunakan air bersih. Drum plastik
dibersihkan sebelum digunakan untuk menampung lembaran nata dan
sesudah digunakan untuk menampung nata.
Koran yang digunakan untuk menutup media harus bersih (tidak
lapuk, bekas minyak, tidak basah, sobek dan bolong). Koran perlu
disterilkan sebelum digunakan untuk penutup, dengan cara dijemur
bersama-sama dengan nampan atau dipanaskan di atas kompor.
4.4.3 Sanitasi Tenaga Kerja
Sanitasi dari pekerja yang menangani produk makanan dalam suatu
industri pangan sangat penting peranannya untuk mencegah kontaminasi
mikroorganisme yang berasal dari manusia yang masuk ke dalam
makanan. Kesehatan karyawan harus diperiksa secara periodik untuk
menjamin agar tidak seorang pun yang sakit karena karyawan yang tidak
sehat dapat menjadi sumber kontaminasi bagi produk.
Pekerja di Home Industri Inti Cassava sebelum memulai bekerja,
seluruh pekerja yang terlibat langsung dalam proses produksi
menggunakan penutup kepala dan untuk mencuci tangan. Penutup kepala
digunakan untuk mencegah supaya rambut tidak jatuh pada proses
pembuatan nata. Kebersihan pekerja sangat diperlukan dalam semua
tahapan pembuatan nata. Pada home industri inti cassava tidak disediakan
tempat untuk mencuci tangan (wastafel).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
58

4.4.4 Sanitasi Bahan Baku


Sanitasi bahan baku sangat menentukan kualitas produk akhir
karena akan menentukan kondisi dari bahan baku yang nantinya akan
diproses. Sanitasi bahan baku ini bertujuan untuk menjamin didapatkannya
bahan baku yang baik sebelum sampai dengan setelah diolah sehingga
diperoleh produk akhir yang baik dan terjamin keamanannya.
Bahan baku yang digunakan adalah limbah cair tapioka. Limbah
cair tersebut sangat mudah terkontaminasi mikroorganisme seperti jamur
karena bersifat asam. Penanganan yang dilakukan oleh home industri Inti
cassava dalam menerapkan sanitasi terhadap limbah cair tapioka adalah
meletakkan dalam bak yang bersih. Bak diletakkan dalam ruangan supaya
tidak terkena air hujan. Jika terkena air hujan limbah cair cepat basi dan
jika berada diluar ruangan diberi penutup yang bersih.
4.4.5 Sanitasi limbah
Limbah yang dihasilkan di home industri inti cassava berupa nata
yang berjamur, sisa media yang tidak semua menjadi nata dan limbah air
pencucian lembaran nata. Penanganan limbah di home industri tersebut
sudah baik limbah air pencucian nata dibuang dan dibuatkan saluran
khusus pembuangan. Sedangkan nata yang berjamur digunakan untuk
pakan ternak, sebelum diberikan pada ternak dicuci dan dipotong kecil-
kecil terlebih dahulu. Untuk sisa media yang tidak terbentuk nata
penanganan limbah tersebut sama dengan limbah air sisa pencucian. Pada
pembuatan nata tidak selalu menghasilkan limbah sisa media.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Pada Laporan Tugas Akhir “Konsep Pengendalian Mutu dan
Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Nata De Cassava” di
Home Industri Inti Cassava di Dukuh Nangsri, Pundong, Srihardono,
Bantul, Yogyakarta ini dapat disimpulkan :
1. Proses pembuatan nata de cassava terdiri beberapa tahapan proses
diantaranya penyaringan, penambahan gula, ammonium sulfat (ZA),
perebusan, pewadahan dan pendinginan, pemberian starter, fermentasi
dan pemanenan.
2. Pengendalian mutu yang dilakukan mulai dari pengendalian bahan
baku, pengendalian proses produksi hingga pengendalian mutu produk
akhir.
3. Pengawasan mutu dan Pengendalian mutu proses produksi
a) Pengawasan pada tahap penyaringan menggunakan alat penyaring
yang bersih dan bahan dapat tersaring sempurna. Pengendalian
mutu dengan cara pemeliharaan alat dan menggunakan alat
penyaring yang mempunyai ukuran mesh kecil.
b) Proses perebusan dilakukan sampai mendidih suhu 1000C.
c) Pendinginan dilakukan dalam kondisi nampan tertutup supaya
tidak terjadi kontaminasi.
d) Proses inokulasi pemberian bibit Acetobacter xylinum dalam
kondisi aseptis dan media dalam keadaan benar-benar dingin. Perlu
pendinginan selama 1 malam untuk memastikan media dingin.
e) Fermentasi dilakukan selama 7-8 hari dalam ruangan sesuai
kondisi hidup optimal bakteri A. xylinum. Suhu penyimpanan
300C-310C.

commit to user

59
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
60

f) Pencucian dilakukan untuk membersihken lendir yang menempel


pada lembaran nata. Pencucian dilakukan berulang-ulang hingga
bersih.
4. Pengendalian mutu produk akhir
a) Pengujian angka lempeng total, uji keadaan, ketebalan nata, bahan
asing dan serat pada nata.
b) Nata de cassava yang berkualitas adalah berwarna putih transparan,
tidak terdapat jamur dan noda dan dengan ketebalan 1,5-2 cm,
memiliki permukaan yang halus dan rata memiliki ketebalan sama
disemua bagian tidak ada cacat, memiliki selaput tipis dipermukaan
bagian atas yang dapat dengan mudah dipisahkan dan memiliki
lapisan lembek dibagian bawah.
5. Ada 2 tahapan proses pembuatan nata de cassava yang merupakan
CCP yaitu perebusan dan inokulasi.

5.2 Saran
1. Perlunya memperhatikan masalah kebersihan dari peralatan yang
digunakan dan sanitasi pekerja. Hal ini perlu diterapkan supaya
meminimalisasi kontaminasi kotoran terhadap produk. Sebelum dan
setelah digunakan, alat harus dibersihkan dahulu.
2. Sebaiknya ruangan tempat produksi terpisah-pisah, tidak dijadikan
dalam satu ruangan. Untuk meminimalisasi terjadinya kontaminasi
bahan mentah dengan produk jadi.
3. Perlunya meningkatkan pengendalian mutu mulai dari bahan baku
hingga produk akhir.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai