Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perikanan merupakan salah satu bidang yang sangat penting untuk dikembangkan,
bagi negara yang sedang berkembang sesuai dengan tujuan pembangunan saat ini. Sektor
perikanan diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani ikan dan nelayan dengan cara
meningkatkan usaha perikanan, terutama usaha penangkapan ikan yang menggunakan alat
tangkap tertentu (Bahri, 2014).

Usaha penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan dan
organisme lainya dari perairan. Keberhasilan usaha tersebut ditentukan oleh beberapa faktor
pengetahuan tentang tingkah laku ikan (behavior), alat tangkap ikan (fishing gear), kapal
perikanan (fishing boat), pengoperasian alat (fishing technique) sumber ikan dari suatu
perairan (fishing ground), dan alat-alat bantu penangkapan ikan (instrumentasi) (Ayodyhyoa,
1981).

Alat tagkap ikan yang umum digunakan oleh para nelayan sebagian besar materinya
terbuat dari benang, seperti alat tangkap gill net, jala,pancing, trawl, pukat dan sebagainya.
Jika diklasifikasikan lagi bahan untuk merakit alat-alat ini berasal dari serat alami (natural
fibre) seperti serabut kelapa, rami, katun, ijuk dan dari serat buatan (synthetic fibre) seperti
monofilament dan multifilament (Wahyuni, 2002).

Beragam alat penangkapan ikan yang menggunakan benang salah satunya adalah
benang PE (Polyethylene). Material yang banyak digunakan dalam pembuatan jaring adalah
polyamide (PA), polyester, polypropylene, cotton dan silk. Ukuran atau nomor benang
sangatlah mempengaruhi kekuatan bahan atau alat tangkap, sehingga dalam menentukan
penggunaannya haruslah disesuaikan dengan desain dan konstruksi alat tersebut (Sadhori,
1984).

Alat tangkap yang lama didalam air secara alami akan lebih besar kemungkinannya
mengalami pembusukan dari pada hanya digunakan dalam beberapa waktu. Kemungkinan
pembusukan ini lebih cepat bila alat penangkapan di pajang di dasar perairan sehingga pada

1
bagian ini menempel lumpur dan daya pembusukannya lebih kuat (Klust, 1987). Dijelaskan
lagi bahwa untuk meningkatkan daya tahan alat tangkap terhadap pembusukan telah
dilakukan semenjak penggunaan jaring dari serat tumbuh-tumbuhan dan sampai sekarang
sebagian besar cara pengawetan telah dikembangkan oleh para nelayan secara praktis.

Secara umum tujuan pengawetan alat penangkapan ikan adalah untuk


mempertahankan agar alat tersebut dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang, dapat
menghemat biaya dan tenaga serta untuk memperlancar operasi penangkapan ikan. Cara
praktis yang dapat digunakan nelayan umumnya menggunakan bahan yang terdiri dari ter-
aspal dan ter-kayu yang dicampur bensin. Cara lain adalah dengan menggunakan larutan
catechu (cuth) atau eksrtak kulit kayu atau pohon-pohon tertentu yang menghasilkan bahan-
bahantanin (Klust, 1987). Pada umumnya proses pengawetan ada tiga cara yaitu dengan
penjemuran, perendaman dan penyamakan.

Tujuan pengawetan alat penangkapan ikan adalah untuk menjaga ketahanan


Agar usia alat tangkap dapat bertahan lama, maka upaya yang dapat dilakukan adalah
dengan pengawetan, fungsi pengawetan disini adalah sebagai pelapis yang melindungi
benang jaring dari pengaruh luar. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kekuatan putus
jaring.

1.2 Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini agar kita mengetahui cara pengawetan dan
perawatan alat tangkap

1.3 Manfaat

Manfaat dari makalah ini kita bisa mengetahui informasi Mengenai cara pengawetan
dan perawatan alat tangkap yang benar.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Perawatan alat tangkap

Untuk melakukan perawatan alat tangkap ikan dan untuk memperpanjang usia
pemakaian dan tidak cepat rusak akibat sering digunakan maka alat penangkapan perlu
dilakukan perawatan .dan bentuk dari perawatan tersebut sesuai dengan cara yang biasa
nelayan lakukan.ada perawatan harian ,bulanan dan perawatan apabila alat tangkap ikan
sudah tidak digunakan lagi dan mau disimpan dan mau disimpan dalam gudang.Nelayan
biasanya hanya melakukan perawatan seperti pada alat tangkap gillnet dengan menambal
bagian-bagian berlubang pada gillnet dengan dijurai atau di jahit ulang.

Setiap alat penangkapan ikan yang digunakan dalam usaha penangkapan ikan akan
terjadi penyusutan alat tangkap yang digunakan sehinnga mengakibatkan terjadinya
penurunan nilaii kekuatanya dan dalam jngka waktu tertentu akan rusak sama sekali
sehingga tidak dapat digunakan lagi.

Nilai penyusutan alat tangkap itu dapat ditentukan oleh:

 Pengaruh Mekanis
 Perubahan sifat-sifat bahan karena reaksi kimia
 Pengaruh alam

Sebab-sebab kerusakan bahan yang diakibatkan oleh hal tersebut tidak dapat dicegah
bahwa proses itu terus akan ada selama alat tangkap itu digunakan.Oleh sebab itu perlu
diadakan perawatan yang baik dan benar agar alat tangkap tersebut dapat bertahan lebih lama
dalam penggunaanya.

Kerusakan alat tangkap pada umumnya disebabkan oleh:

 Gesekan alat dengan benda-benda lain(badan kapal)


 Tersangkut dengan benda-benda lain (karang ,Tonggak dll)
 Digigi atau karena sirip ikan atau gerakan ikan untuk meloloskan diri
 Sengaja dirobek oleh nelayan karena terjadi kekusutan

3
Cara melakukan perawatan alat tangkap dan memelihara alat tangkap dengan baik dan benar

 Hindari dari hal-hal yang kemungkinan menimbulkan kerusakan alat tangkap


 Gunakanlah alat tangkap secara hati-hati
 Segera perbaikin sedini mungkin jika alat tangkap terjadi kerudakan meskipun
kerusakan kecil

2.2 Pengawetan Alat tangkap

A. Benang PE (Polyethylene) yang diawetkan dengan ekstrak daun jambu biji (Psidium
guajava L) ,daun pepaya (Carica papaya) dan daun Sirih (Xylocarpus moluccensis
M.Roem)

Benang yang digunakan adalah benang PE (polyethylene) yang berdiameter 0,1 cm


dan yang mempunyai sturktur 3 strand, 60 yarn dengan arah pilinan kekanan (S). Selain itu
PE juga bersifat elastis, berdiameter kecil dan tahan gesekan. Nilai kecepatan tenggelam
benang PE dapat dilihat pada kecepatan tenggelam benang pada tabung yang berisi air laut.
Kecepatan tenggelam adalah kecepatan maksimal yang diperlukan untuk melihat pengaruh
ekstrak terhadap kecepatan tenggelam benang bahan dalam suatu uji yang menggunakan
waktu biasanya ditetapkan dalam satuan detik.
Pengawet Benang PE terhadap ekstrak daun jambu biji, daun papaya dan daun sirih.
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengamati pengaruh pengawetan ekstrak ketiga daun
tersebut terhadap kecepatan tenggelam (sinking speed) benang PE.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Air laut yang digunakan sebanyak 5 liter pada tiap aquarium digunakan sebagai wadah
kecepatan tenggelam benang PE.
2. Menggunakan benang PE yang diberi ekstrak daun jambu biji (PsidiumGuajava), daun
papaya (Carica papaya)dan daun sirih (Xylocarpus moluccensis M.Roem) sepanjang 25 cm
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Tabung bejana yang berukuran 15 cm x 15 cm x 80 cm 5 buah
2. Timbangan Digital dengan merk Xp Thermal cycler blok digunakan untuk mengukur berat
dari benang PE tersebut berjumlah 1 buah
3. Stopwatch, untuk mengukur kecepatan tenggelam benang 1 buah
4. Jangka Sorong untuk mengukur diameter benang tersebut 1 buah

4
5. Kamera Digital untuk mendokumentasikan penelitian 1 buah
6. Alat tulis
Adapun prosedur penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai berikut
1. Persiapan
a. Mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan untuk penelitian
2. Pembuatan bahan pengawet
b. Daun jambu biji, daun pepaya dan daun sirih yang sudah di kumpulkan kemudian
ditimbang berdasarkan berat yang dibutuhkan untuk penelitian dan kemudian diblender yang
diberi 1 liter air untuk mengambil larutan dari masing – masing ekstrak. Kemudian
dimasukkan ke dalam 3 wadah yang telah diberi tanda untuk masing – masing konsentrasi
pengawet yaitu:
- Botol 1 = 0,5 kg daun pepaya/liter air
- Botol 2 = 0,5 kg daun jambu biji/liter air
- Botol 3 = 0,5 kg daun sirih/liter air
c. Kemudian daun papaya, daun jambu biji dan daun sirih disaring sehingga didapatkan
ekstrak dari masing – masing Daun.
3. Pengawetan

Benang yang telah di potong dimasukkan ke dalam wadah yang telah diisi dengan
ekstrak daun papaya daun jambu biji dan daun sirih yang memiliki konsentrasi sama
dibiarkan selama 8 jam perendaman. Menurut klust (1987), proses pengawetan bahan alat
penangkapan ikan sebaiknya dibiarkan selama 8 jam.
4. Penjemuran
Setelah 8 jam direndam, benang dikeluarkan dari wadah dan di jemur dibawah sinar
matahari lansung, mulai dari pukul 09.00 17.00 WIB. Adapun penjemuran ini dilakukan
selama 1minggu.

5. Pemotongan benang uji

Setelah kering benang uji setiap perlakuan dipotong menjadi dengan panjang 25 cm
meter perpotong.

6. Pengujian

a. Benang sampel disimpul, dipotong masing-masing 25 cm sebanyak 10 sampel sebagai


kontrol dan 30 sampel yang sudah diawetkan.

5
b. Benang sampel di rendam selama 15 menit dalam wadah air laut
c. Setelah direndam benang tersebut diangin – anginkan dan kemudian ditimbang berat
kering dan berat basah dari benang tersebut
d. Tabung bejana yang tingginya 80 cm, panjang 15 cm dan lebar 15 cm diisi dengan air laut
setinggi 70 cm.
e. Sampel disiapkan, dan dibantu oleh 6 orang yang sudah siap dengan tugasnya masing-
masing.
f. Lalu dilakukan uji kecepatan tenggelam (Sinking speed) dari masing – masing benang yang
diukur dari 70 cm sampai 10 cm.
g. Pengukuran kecepatan tenggelam yang diukur dengan menggunakan stopwatch.
h. Data ditabulasikan dalam bentuk tabel untuk dianalisis.
i. Pada percobaan ini yang menjadi kontrol (tanpa perlakuan) adalah benang yang belum
diawetkan.

B. Pengawetan Alat Tangkap dengan Perpaduan Serat Daun Nanas dan Kitosan

faktor yang mempengaruhi nilai kekuatan putus suatu material adalah kekakuannya
(stiffnes). Jika serat yang diuji memiliki sifat kaku, maka akan menyebabkan serat semakin
mudah putus (Klust 1987). Pada saat pengujian menggunakan beban akan menghasilkan
ketegangan pada serat uji. Saat ketegangan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh serat, maka
serat tersebut akan putus. Penambahan kitosan pada serat daun nanas diharapkan dapat
mengurangi sifat kekakuan tersebut. Mahaputra (2004) menyatakan bahwa kekuatan putus
benang PA 210 D/9 adalah 4,766 kgf dan benang PE 380 D/9 adalah 10,588 kgf. Kedua jenis
benang tersebut dipakai sebagai material alat tangkap payang. Nilai kekuatan putus serat
daun nanas dalam penelitian ini, jauh lebih besar dibandingkan dengan nilai kekuatan putus
benang PE tersebut. Berdasarkan nilai kekuatan putus tersebut, serat daun nanas memiliki
potensi untuk dijadikan sebagai material alat penangkapan ikan.Menurut hasil penelitian
Mainnah et al. (2016) uji kekuatan putus serat daun nanas tertinggi diperoleh pada perlakuan
pencelupan 45 menit menggunakan kitosan 1%. Nilai kekuatan putus terbaik yaitu 1,8285
kg/mm2 dengan nilai kemuluran sebesar 53,95%. Pencelupan serat daun nanas dalam kitosan
meningkatkan nilai kekuatan putus dan kemuluran serat. Menurut Klust (1987), besarnya
kemuluran bergantung pada tingkat kekerasan pintalan atau kerapatan dari masing-masing
anyaman benang. Hal ini juga dapat berlaku pada nilai kekuatan putus benang. Konsentrasi
dan jenis bahan suatu pengawet dalam hal ini menjadi berpengaruh terhadap penurunan dan

6
peningkatan kekuatan putus serta kemuluran serat. Ini dibuktikan pada penelitian Safitri et al.
(2006) yang melihat pengaruh konsentrasi uba (Adinandar acuminate korth) yang berbeda
terhadap nilai kekuatan putus dan kemuluran pada benang tetoron. Menurutnya, apabila
benang semakin kaku disebabkan karena jumlah konsentrasi pengawet yang menyerap pada
benang, maka akan menyebabkan menurunnya nilai kemuluran. Sehingga, berakibat benang
mudah putus. Sebaliknya, jika konsentrasi pengawet tidak seimbang, maka dapat
mengakibatkan peningkatan nilai kemuluran. Ini menunjukkan bahwa konsentrasi dan jenis
bahan suatu pengawet harus benar-benar tepat sehingga menghasilkan daya awet yang baik
terhadap serat uji.

Pada dasarnya nilai kemuluran serat daun nanas yang dibutuhkan bergantung pada
penggunaannya. Seperti yang telah diketahui bahwa terdapat beberapa kelompok alat tangkap
yang dibedakan berdasarkan prinsip kerjanya. Oleh sebab itu, nilai kemuluran ini bersifat
opsional. Puspito (2009) menginformasikan bahwa kemuluran maksimal untuk benang jaring
nilon polyamide antara 18%- 45% dari panjang awal. Jika penggunaan serat daun nanas
sebagai material tali temali pada tali ris dan tali pelampung untuk alat penangkapan ikan yang
berprinsip kerja pasif, maka tidak begitu perlu untuk memperhatikan kemuluran seratnya.
Berbeda halnya dengan penggunaan serat untuk bahan jaring yang memiliki prinsip kerja
menghadang atau menjerat ikan dan alat tangkap yang berkantong. Pada alat tangkap yang
memiliki kantong jaring, semua hasil tangkapan berkumpul pada bagian kantong.

C. Pengawetan Benang (PA) dengan ekstrak kulit batang jengkol dan kulit batang
salam

Untuk Benang yang digunakan dalam penelitian ini adalah benang PA (polyamide)
yang berdiameter 0,2 cm dan yang mempunyai sturktur 3 strand, 65 yarn dengan arah pilinan
kekanan (S). PA memiliki kekuatan putus tertinggi pada posisi bersimpul dan basah. Selain
itu PA juga bersifat elestis, berdiameter kecil dan tahan gesekan (Klust, 1983) Selama
penelitian dilaksanakan dilakukan pengukuran terhadap suhu ruangan laboratorium yang
berkisar antara 290C–330C.Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Murdani et al.
(2014) benang polyamide yang dijemur di dalam ruangan dengan ekstrak batang jengkol
memiliki nilai tertinggi sebesar 17 kgf dan yang terendah 12,5 kgf. Sedangkan benang yang
dijemur diluar ruangan memiliki kekuatan putus sebesar 15 kgf dan terendah 12 kgf benang
polyamide yang dijemur di dalam ruangan dengan ekstrak batang salam memiliki nilai
tertinggi sebesar 17 kgf dan nilai yang terendah sebesar 13 kgf sedangkan benang yang
7
dijemur di luar ruangan memiliki kekuatan putus sebesar 14 kgf dan terendah 9 kgf. Dari
hasil diatas dapat di simpulkan bahwa benang polyamide yang di awetkan dengan ekstrak
kulit batang jengkol yang dijemur di dalam ruangan dan luar ruangan kekuatan putusnya
lebih tinggi dari ekstrak kulit batang salam hal ini disebabkan kemungkinan ekstrak kulit
batang jengkol memiliki senyawa tannin yang lebih tinggi dari ekstrak kulit batang salam dan
struktur benang dengan ekstrak kulit batang jengkol lebih tegang dari benang ekstrak batang
salam. 7

8
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perawatan dan pengawetan alat tangkap dapat membantu untuk memperpanjang usia
pemakaian dan tidak cepat rusak akibat sering digunakan maka alat penangkapan perlu
dilakukan perawatan .dan bentuk dari perawatan tersebut sesuai dengan cara yang biasa
nelayan lakukan.ada perawatan harian ,bulanan dan perawatan apabila alat tangkap ikan
sudah tidak digunakan lagi dan mau disimpan dan mau disimpan dalam gudang.Nelayan
biasanya hanya melakukan perawatan seperti pada alat tangkap gillnet dengan menambal
bagian-bagian berlubang pada gillnet dengan dijurai atau di jahit ulang.dan proses
pengawetan dapat dilakukan dengan bahan alami seperti seperti ekstrak daun salam, ekstrak
kulit jengkol, ekstrak daun jambu biji, papaya dan sirih.

3.2 Saran

Untuk kedepannya nelayan bisa lebih cermat lagi untuk menjaga dan memelihara alat
tangkap sehinngga tidak terjadi kerusakan yang besar dan bisa mengawetkan alat tangkap
dengan bahan alami sehingga tidak mengeluarkan biaya yang lebih besar dan bisa dicari
dilingkungan sekitar.

9
DAFTAR PUSTAKA

Ayodhyoa, A. U. 1981. Metode Penangkapan Ikan, Yayasan Dewi Sri, Bogor. 97 hal

Bahri.S. 2014. Pengaruh Penggunaan Pengawet Serat Kayu Salam (Syzygium Polyanthum)
Kekuatan Putus (Breaking Strength) Dan Kemuluran (Elongation) Benang Jaring Pukat
Pantai. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unuversitas Riau Pekanbaru. 31 hal
(Tidak diterbitkan).

Klust. 1987. Bahan Jaring untuk Alat Penangkapan Ikan II. Terjemahan Tim BPPI.
Semarang: Fishing News Book Ltd

Mainnah, M., Diniah, Iskandar, B.H., 2016. Perpaduan Serat Daun Nanas (Ananas comosus)
dan Kitosan sebagai Material Alat Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Mar. Fish. 7, 149–
159.

Murdani, A., Isnaniah, Nofrizal, 2014. The Effect of Drying for The Breaking Strength of
Polyamide Yarns which Hava Experienced The Preservation of Jengkol Bark Extract
(Archidendronpaucifiorum) and Salam Bark Extract (Syzygium polyanthum).

Mahaputra SM. 2004. Pengawetan dengan Lateks dan Rui: Pengaruhnya terhadap Kekuatan
Putus dan Sifat–sifat Fisik Benang Polyamide dan Polyetylene [skripsi]. Bogor: Institut
Pertanian Bogor.

Safitri, S.R., Yuspardianto, ML, S., 2006. Pengaruh Konsentrasi Uba (Adinandra acuminata
KORTH) yang Berbeda terhadap Kekuatan Putus dan Kemuluran Benang Tetoron pada Alat
Tangkap Payang di Ulak Karang, Kota Padang. Mangrove dan Pesisir VI, 1–12.

Sadhori,SN.1984.BahanAlatPenangkapanIkan. PenerbitYasaguna. Jakarta. 80 hal.

10

Anda mungkin juga menyukai