PENDAHULUAN
1
dengan 06.00 WIB dengan melakukan hauling sebanyak 4-6 kali per trip. Menurut
nelayan setempat waktu hauling dapat dilakukan 2-3 jam setelah setting.
Secara umum penelitian tentang alat tangkap bagan telah banyak dilakukan
oleh beberapa peneliti yaitu Pengaruh waktu hauling terhadap hasil tangkapan
bagan diesel di perairan Carocok, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat. Telah
dilakukan oleh zulfia (1999) Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil
tangkapan bagan yang optimal pada waktu hauling sesudah tengah malam (jam
24.00-06.00 WIB) sebanyak 3371 kg sedangkan hasil tangkapan terendah pada
waktu hauling sebelum tengah malam (jam 18.00-24.00 WIB) sebanyak 868,5 kg
dengan hasil tangkapan ikan teri (2274 kg dan 255,5 kg), ikan selar (761 kg dan
197 kg), ikan kembung (16 kg dan 137 kg), ikan alu-alu (174 kg dan 106 kg), ikan
tongkol (0 kg dan 150 kg), cumi-cumi ( 5 kg dan 15 kg), ikan layur ( 3 kg dan 5
kg), ikan pepetek (18 kg dan 3 kg), ikan tembang (40 kg dan 0 kg), ikan layang (80
kg dan 0 kg).
Selain itu Manggabarani (2011) juga melakukan penelitian tentang
perbandingan Hasil tangkapan bagan tancap berdasarkan waktu hauling pada jarak
yang berbeda dari pantai di Desa Punagaya Kab. Jeneponto menunjukkan bahwa
hauling tertinggi terdapat saat hauling setelah tengah malam (jam 23.53-02.49)
sebanyak 482,92 kg pada hasil tangkapan bagan relatif jauh dan 262,8 kg pada hasil
tangkapan relatif dekat dengan presentase hasil tangkapan bagan relatif jauh dan
bagan relatif dekat adalah biddo (Tryssa sp) 51% dan 18%, ikan peperek
(Leigonathus sp) 23% dan 16%, ikan balombong (Atherinomonus sp) 11% dan 5%,
ikan teri (Stolephorus commersionii) 5% dan 6%, ikan srinding (Rhabdamia
cypselurus) 3% dan 2%, dan jenis ikan lainnya 7% dan 53%.
Selanjutnya Fauziah (2013), dengan penelitian tentang perbedaan waktu
hauling bagan tancap terhadap hasil tangkapan di perairan Sungsang, Sumatera
Selatan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa rataan hasil tangkapan
tertinggi diperoleh pada periode waktu hauling tengah malam (00.00-02.59 WIB)
sebanyak 78,5 kg dengan hasil tangkapan ikan teri (60,1 kg), ikan cumi (3,9 kg),
dan pepetek (9,1 kg). Periode waktu hauling tengah malam adalah waktu paling
optimal untuk mengoperasikan bagan tancap di perairan Sungsang. Banyaknya
hasil tangkapan ikan pelagis pada periode hauling tengah malam mengindikasikan
2
banyaknya frekuensi kemunculan ikan di catchable area bagan tancap dan ikan
telah beradaptasi dengan sempurna.
Penelitian tentang pengaruh waktu hauling bagan tancap di Danau Kerinci
terhadap hasil tangkapan belum ada dilakukan. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian tentang pengaruh waktu hauling pada alat tangkap
bagan tancap di Danau Kerinci, sehingga nanti penelitian ini dapat dikembangkan
untuk mengetahui waktu hauling yang optimal dalam penangkapan ikan.
1.3 Hipotesis
1) Waktu hauling bagan tancap tidak berpengaruh nyata terhadap hasil
tangkapan
2) Minimal ada satu waktu hauling bagan tancap yang berpengaruh terhadap
hasil tangkapan
1.4 Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui jenis ikan,
jumlah hasil tangkapan ikan (ekor), dan bobot ikan (kg) pada saat pengoperasian
bagan tancap serta menentukan waktu hauling yang paling optimal pada bagan
tancap di Danau Kerinci.
3
1.5 Manfaat
Penelitian ini diharapkan akan menghasilkan informasi tentang jenis ikan
pada hasil tangkapan alat tangkap bagan tancap yang bermanfaat sebagai bahan
acuan untuk peneliti diversifikasi hasil perikanan tangkap dan sebagai informasi
dasar kepada pengelola perikanan tangkap tentang keberadaan spesies-spesies ikan
air tawar yang tertangkap bagan tancap di danau Kerinci dalam pengelolaan
sumberdaya perikanan tangkap skala kecil di perairan ini.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di
permukaan bumi. Secara umum, danau merupakan perairan umum daratan yang
memiliki fungsi dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan
pembangunan nasional (Suharti, 2004).
Iklim Danau Kerinci merupakan iklim tropis basah. Hujan terjadi hampir
setiap bulan dengan maksimum pada bulan Januari (sekitar 250 mm.bulan),
sedangkan bulan Juni-Juli agak kering (sekitar 100 mm/bulan). Curah hujan di
kawasan ini menujukkan pola bipolar, yakni dengan dua puncak, yang primer pada
5
bulan Januari dan sekunder di bulan April. Secara keseluruhan Danau Kerinci
mendapat curah hujan sebesar 2.000 – 3.000 mm/tahun (DPU dan Yaramaya, 1983
dalam Nontji, 2016). Suhu udara rata-rata di kawasan Danau Kerinci berkisar
19,2ºC – 20,2ºC dengan rerata 19,6ºC , sedangkan kelembaban berkisar 81% – 86
% dengan rerata 84 % (DPU dan Yaramaya, 1983 dalam Nontji, 2016).
Bagan merupakan salah satu alat tangkap yang digunakan oleh para nelayan
diseluruh perairan Indonesia. Alat tangkap ini menggunakan alat bantu cahaya
untuk menarik perhatian ikan agar mendekati alat tangkap atau masuk ke areal
penangkapan atau catchable area.Berdasarkan cara pengoperasiannya bagan dapat
dikelompokkan ke dalam jaring angkat (Von Brandt, 1985).
Pada dasarnya alat ini terdiri dari bangunan bagan yang terbuat dari bambu,
jaring yang berbentuk segi empat yang diikatkan pada bingkai yang terbuat dari
6
bambu. Pada keempat sisinya terdapat bambu-bambu menyilang dan melintang
yang dimaksudkan untuk memperkuat berdirinya bagan. Diatas bangunan bagan di
bagian tengah terdapat bangunan rumah yang berfungsi sebagai tempat istirahat,
pelindung lampu dari hujan dan tempat untuk melihat ikan. Diatas bangunan ini
terdapat roller yang terbuat dari bambu yang berfungsi untuk menarik jarring.
Umumnya alat tangkap ini berukuran 9x9 m sedangkan tinggi dari dasar perairan
rata-rata 8 m. Jaring yang biasa digunakan pada alat tangkap ini adalah jaring yang
terbuat dari waring dengan mesh size 0,4 cm. Posisi jaring dari bagan ini terletak
dibagian bawah dari bangunan bagan yang diikatkan pada bingkai bambu yang
berbentuk segi empat. Bingkai bambu tersebut dihubungkan dengan tali pada ke
empat sisinya yang berfungsi untuk menarik jaring. Pada ke empat sisi jaring ini
diberi pemberat yang berfungsi untuk memberikan posisi jaring yang baik selama
dalam air. Ukuran jaring biasanya satu meter lebih kecil dari ukuran bangunan
bagan (Sudirman dan Mallawa,2004).
Pada saat nelayan tiba di bagan maka yang pertama dilakukan adalah
menurunkan jaring dan memasang lampu yaitu pada bulan gelap. Setelah beberapa
jam kemudian (sekitar 4 jam) atau dianggap sudah banyak ikan yang terkumpul di
bawah bagan maka penarikan jaring mulai dilakukan. Penarikan dilakukan dengan
memutar roller, sehingga jaring akan terangkat ke atas. Setelah jaring terangkat
maka pengambilan hasil tangkapan dilakukan dengan menggunakan scoop net.
Dalam satu malam operasi penangkapan bisa dilakukan sampai tiga kali tergantung
umur bulan (Sudirman dan Mallawa, 2004).
7
2.4 Perbedaan Waktu
Tingginya hasil tangkapan pada hauling sebelum tengah malam dan sesudah
tengah malam dan total hasil tangkapan selama penelitian merupakan suatu gejala
tingkah laku ikan yang berhubungan feeding behavior dan sifat phototaxis. Diduga
bahwa waktu tersebut merupakan kebiasaan makan (feeding habits) dan puncak
fhototaxis dari jenis ikan yang dominan tertangkap. Waktu hauling juga
mempengaruhi hasil tangkapan dimana semakin lama waktu yang digunakan saat
hauling maka jumlah hasil tangkapan sedikit. Dimana jika waktu yang digunakan
lama, makan kemungkinan ikan untuk meloloskan diri juga banyak karna ikan akan
mulai jenuh terhadap cahaya kalau waktu yang digunakan lama, dan kemungkinan
ikan meloloskan diri karna adanya predator yang datang mendekat. Dimana waktu
yang digunakan saat hauling sebelum tengah malam dilakukan sekitar jam 19.30-
21.30 WITA, hauling saat tengah malam jam 23.53-02.49 WITA, dan hauling
setelah tengah malam jam 02.50-05.44 WITA. Dimana hauling yang tertinggi
terdapat saat hauling setelah tengah malam dan terendah saat hauling tengah malam
(Andi, 2011).
8
Hasil tangkapan bagan tancap di Jeneponto menunjukkan bahwa hauling
tertinggi terdapat saat hauling setelah tengah malam dan terendah saat hauling
tengah malam (Manggabarani,2011).
9
Habitat ikan nila adalah air tawar seperti sungai, danau, waduk, dan rawa-
rawa tetapi karena toleransi ikan nila tersebut sangat luas terhadap salinitas (eury
haline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di air payau dan air laut. Salinitas
yang cocok untuk nila adalah 0-35 ppt (part per thousand), pertumbuhan ikan
nilasecara optimal pada saat salinitas 0-30 ppt. Nila dapat hidup pada salinitas 31-
35 ppt, tetapi pertumbuhannya lambat (Ghufran, 2011). Ikan nila dapat dilihat pada
Gambar 1.
Ikan barau merupakan penghuni perairan umum seperti sungai, rawa dan
danau yang tersebar di Pulau Jawa, Sumatera dan Kalimantan (Kottelat et al. 1993).
ikan barau akan berlimpah jumlahnya di perairan yang jernih dengan tipe dasar
berpasir, kerikil, atau berbatu. Hal ini disebabkan jenis ikan barau mencari makan
dengan menggunakan indera penglihatannya. Disamping itu, ikan barau yang masih
kecil hidup di daerah dangkal dan ikan dewasanya di daerah perairan dalam. Ikan
barau termasuk jenis ikan yang whitefishes karena selalu aktif bermigrasi dan sangat
sensitif terhadap perubahan lingkungan. (Jubaedah 2004). Ikan barau dapat dilihat
pada Gambar 2.
10
2.5.3 Ikan Medik
Ikan medik menghuni aliran sub-sungai ke dataran tinggi air terjun. Ikan
medik bermigrasi dalam sistem sungai yang lebih besar. Ikan medik bisa pindah ke
hutan banjir yang berdekatan dengan sungai dataran tinggi. Ikan medik dapat dilihat
pada Gambar 3.
11
temperatur dan peningkatan kandungan zat hara yang timbul dari pencampuran
ini akan meningkatkan produktivitas perairan.
2.6.2. pH
Organisme air dapat hidup dalam suatu perairan yang mempunyai nilai
pH netral dengan kisaran toleransi antara asam lemah sampai basa lemah. Nilai
pH yang sangat rendah akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme
dan respirasi. Disamping itu pH yang sangat rendah akan menyebabkan
mobilitas berbagai senyawa logam yang bersifat toksik semakin tinggi yang
tentunya akan mengancam kelangsungan hidup organisme aquatik. Kisaran
nilai pH bagi kehidupan organisme perairan adalah 6 – 9,5 (Effendi, 2003).
12
nilai pH dalam sedimen mempengaruhi sebaran mempengaruhi sebaran
mikroorganisme yang metabolismenya tergantung pada sebaran faktor-faktor
kimia tersebut. Sebagian mikroorganisme sangat peka terhadap perubahan nilai
pH dalam perairan. Nilai pH akan mempengaruhi proses-proses biokimia
perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Effendi,
2003)
2.6.3 Arus
13
sendiri, gravitasi bumi, keadaan dasar perairan, distribusi pantai dan gerakan
rotasi bumi. Arus-arus dipengaruhi oleh 2 faktor lain selain dari angin.
Akibatnya, arus yang mengalir dipermukaan lautan merupakan hasil kerja
gabungan dari 2 faktor tersebut. Faktor-faktor itu adalah bentuk topografi dasar
lautan dan pulau-pulau yang ada disekitarnya (Hutabarat, 2000).
2.6.4 Kedalaman
14
BAB III
METODE PENELITIAN
Materi yang digunakan yaitu Hasil tangkapan bagan tancap (jenis, berat,
jumlah, dan panjang) sebagai objek penelitian. Sedangkan peralatan yang
digunakan yaitu 9 unit penangkapan bagan tancap, Timbangan, thermometer, pH
meter, alat ukur panjang, alat hitung, Kamera, Lembar kerja dan alat tulis.
15
3.3 Metode Penelitian
1. Model linier:
Yij = μ+ τi + εij
Keterangan:
Yij = nilai respon perlakuan waktu hauling bagan tancap ke-i dan
ulangan ke-j
16
μ = rataan umum
τi = pengaruh perlakuan waktu hauling bagan tancap ke-i
εij = pengaruh acak perlakuan waktu hauling bagan tancap ke-i
ulangan ke-j
i = 1,…,t dan j = 1,…,r ; r = ulangan dan t = perlakuan
2. Asumsi:
(1) komponen-komponen μ, τi, dan εij bersifat aditif;
(2) nilai τi tetap, Στi = 0; E(τi) = τi;
(3) εij ~ N(0,σ2);
3. Hipotesis:
H0 : waktu hauling bagan tancap tidak berpengaruh nyata terhadap hasil
tangkapan
H1 : minimal ada satu waktu hauling bagan tancap yang berpengaruh
terhadap hasil tangkapan
4. Analisis sidik ragam Analisis sidik ragam diolah menggunakan software SPSS.
5. Keputusan
Tolak H0 : nilai sig < 0,05 artinya minimal ada satu perlakuan waktu hauling
bagan tancap yang berbeda nyata terhadap hasil tangkapan
Terima H0 : nilai sig > 0,05 artinya tidak ada perbedaan nyata antar
perlakuan waktu hauling bagan tancap terhadap hasil tangkapan
6. Uji lanjut
Uji lanjut Duncan digunakan untuk melihat perlakuan mana yang
berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan.
17
DAFTAR PUSTAKA
18
Punagaya Kabupaten Jeneponto. [Skripsi]. Makasar (ID). Universitas
Hasanuddin.
Marasabessy, M.D., Edward, dan T. Kai-supy. 2005. Kadar oksigen terlarut di
ekosistem terumbu karang kep. Mentawai, nias, dan sibolga untuk
kepentingan biota laut dan pariwisata, prosiding: Seminar Nasional
Perikanan STIP. Jakarta.
Mubarak A. S., D. A. Satyaru U, dan R. Kusdarwati. 2010. Korelasi antara
konsentrasi oksigen terlarut pada kepadatan yang berbeda dengan skoring
warna Daphnia spp. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 2(1) : 45-50.
Nontji, A. 2016. Danau Kerinci. https://anzdoc.com/danau-kerinci-gambar-1-peta-
lokasi-danau-kerinci-gambar-2-pa.html. Diunduh 12 maret 2018. 10 hal
Rachmanda, A. 2011. Estimasi populasi gastropoda di sungai tambak bayan
yogyakarta. Jurnal Ekologi Perairan. 1 : 1-7.
Ramdhan D. 2008. Keramahan gillnet millenium indramayu terhadap lingkungan :
Analisis hasil tangkapan. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 70 hal.
Samuel., N. K Suryati, V. Adiansyah, D. Pribadi, Y. P Pamungkas, dan B. Irawan.
2013. Penelitian bioekologi dan kajian stok ikan di Danau Kerinci Provinsi
Jambi. Laporan Teknis. Balai Penelitian Perikanan Perairan Umum : 103
hal.
Subani, W., dan H. R. Barus, 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut. Jurnal
Penelitian Perikanan Laut No. 5 tahun 1988 (Edisi Khusus). Jakarta. 248 hal
Sudirman dan Mallawa, A. 2004. Teknik Penangkapan Ikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Sudirman dan Natsir. 2011. Perikanan Bagan dan Aspek Pengelolaannya. UMM
Press. Malang.
Suharti, T. 2004. Pengelolaan sungai, danau dan waduk untuk konservasi
sumberdaya air. Makalah Pribadi Falsafah Sains (Pps 702). Sekolah Pasca
Sarjana/S3. Institut Pertanian Bogor. 18 Hal.
Sulaiman H, Mulyono SB, Taurusman AA, Wisudo SH dan Roza Y. 2015. Tingkah
Laku Ikan pada Perikanan Bagan Petepete yang Menggunakan Lampu Led.
Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 7(1):205-223.
Supratno KP, T. 2006. Evaluasi lahan tambak wilayah pesisir jepara untuk
pemanfaatan budidaya ikan kerapu. Tesis. Program Pasca Sarjana.
Universitas Diponegoro. 187 hal.
Von Brant, A.. 1985. Fish Catching Methods of the Word. Third Edition. Fishing
News Books. London.
Zulfia. 1999. Pengaruh perbedaan waktu hauling terhadap hasil tangkapan bagan
diesel di Perairan Carocok, Kabupaten Pesisir Selatan, Propinsi Sumatera
Barat [skripsi]. Bogor: FKIP-IPB.
19