Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kondisi Umum Danau Kerinci


Danau merupakan salah satu bentuk ekosistem air tawar yang ada di
permukaan bumi. Menurut Suharti (2004), secara umum Danau merupakan
perairan umum daratan yang memiliki fungsi dalam pemenuhan kebutuhan
masyarakat dan meningkatkan pembangunan nasional. Danau Kerinci memiliki
luas 4.200 hektar dengan kedalaman 110 meter dan terletak pada ketinggian lebih
kurang 783 meter dari permukaan laut. Secara geografis, Danau Kerinci berada
pada dua Kecamatan dan Kabupaten Kerinci yaitu Kecamatan Danau Kerinci dan
Kecamatan Keliling Danau. Jarak Danau Kerinci dari Kota Jambi lebih kurang
420 km dan dari Kota Sungai Penuh lebih kurang 20 km dengan waktu tempuh
sekitar 30 menit. (Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia, 2014).
Danau Kerinci terletak di Pegungungan Bukit Barisan di Kabupaten
Kerinci,Propinsi Jambi, Sumatra. Secara geografis danau ini berada antara
2°7′28″sampai 2°8′14″ Lintang Selatan dan 101°26′50″ sampai 101°31′34″
BujurTimur. Danau ini beserta daerah tangkapan airnya (catchment area)
merupakan enclave dalam kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat. Ada enam
kecamatan yang berbatasan denganDaerah Tangkapan Air Danau Kerinci yakni:
Kecamatan Sungai Penuh, Air Hangat, GunungKerinci, Danau Kerinci, Sitinjau
Laut dan Gunung Raya (Nontji, 2016).
Iklim Danau Kerinci merupakan iklim tropis. Hujan terjadi hampir setiap
bulan dengan maksimum pada bulan Desember (151,3 mm³), sedangkan bulan
mei - juli agak kering (sekitar 32,6 mm³). Curah hujan dikawasan ini menunjukan
pola bipolar, yakni dengan dua puncak, yang primer pada bulan Desember dan
sekunder di bulan September. Secara keseluruhan Danau Kerinci mendapat curah
hujan sekitar 86,0 mm³. Suhu udara rata-rata dikawasan Danau Kerinci berkisar
16,9 0C - 28,8 0C dengan rata rata 22 0C, sedangkan kelembaban berkisar 78%-
86% dengan rerata 82 % (Badan Pusat Statistik Kabupaten Kerinci, 2010)
Danau Kerinci secara administratif berada dalam wilayah Kabupaten
Kerinci Provinsi Jambi. Tercatat empat kecamatan di Kabupaten tersebut yang
berbatasan langsung dengan Danau Kerinci yaitu Kecamatan Danau Kerinci,
Kecamatan Keliling Danau, Kecamatan Bukit Kerman dan Kecamatan Batang
Merangin (Dirjen Tangkap, 2014)
2.2 Ikan Nilem (Osteochilus waandersii)
2.2.1 Klasifikasi Ikan Nilem (Osteochilus waandersii)
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Class : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Family : Cyprinidae
Genus : Osteochilus
Spesies : Osteochilus waandersii
Ikan Nilem merupakan ikan air tawar asli perairan Indonesia dan salah
satu jenis ikan yang umum dikonsumsi di Sumatera, Jawa dan Kalimantan
(Kottelat, 2013). Ikan Nilem sangat potensial dikembangkan sebagai produk
unggulan budidaya karena mudah dipelihara, serta memiliki sintasan dan
reproduksi tinggi (Cholik et al., 2005).

Gambar 1. Ikan Nilem (Osteochillus waandersii)


Dari aspek ekonomi, nilai jual ikan nilem meningkat jika dijadikan produk
olahan populer yang dikenal dengan baby fish (Rahardjo dan Marliani, 2007).
Telur ikan nilem digemari masyarakat karena rasanya yang lezat dan juga
berpeluang sebagai komoditas ekspor. Dari sisi ekologi karena sifat ikan nilem
yang merupakan pemakan detritus dan perifiton, maka ikan ini berfungsi sebagai
pembersih perairan yang mengalami ledakan populasi fitoplankton atau blooming
(Syandri, 2004).
2.2.2 Morfologi Ikan Nilem (Osteochilus waandersii)
Morfologi ikan nilem dicirikan dengan ujung mulut runcing dengan
moncong (rostral) terlipat, terdapat sungut peraba pada sudut-sudut mulut. Bentuk
tubuh agak pipih, dan bintik hitam besar pada ekor. Sirip punggung terdiri dari
tiga jari jari keras dan 12-18 jari-jari lunak. Sirip ekor berbentuk simetris dan sirip
dubur terdiri dari tiga jari-jari keras dan lima jari-jari lunak serta jumlah sisik-sisik
gurat sisi berkisar antara 33-36 keping (Susanto, 2006).

Gambar 2. Morfologi Ikan Nilem


Hardjamulia dan Atmawinata (1980) menyatakan bahwa spesies ikan
nilem dapat dibedakan dari warna sisik pada dasar sirip punggung yaitu coklat
kehitaman yang biasa disebut Osteochilus hasselti sedangkan hitam kehijauan
adalah Osteochilus vitatus. Rata-rata ikan nilem mempunyai panjang berkisar
antara 25-32 cm dengan bobot 150-310 gr.
2.2.3 Reproduksi Ikan Nilem (Osteochilus waandersii)
Reproduksi adalah kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan
dalam upaya melestarikan suatu spesies atau kelompok. Ikan memiliki waktu
reproduksi yang berbeda tergantung pada jenis, kebiasaan hidup dan habitatnya.
Ikan nilem tergolong ikan yang bertelur secara musiman. Di alam, umumnya
hanya pada musim hujan (Cholik et al, 2005). Jenis reproduksi ikan nilem adalah
pemijahan parsial atau pemijahan ganda. Pemijahan ikan nilem di perairan
dikaitkan dengan fluktuasi tinggi muka air akibat hujan atau banjir (Junaidi et al.,
2015).
Dalam reproduksi, ikan nilem memiliki sebaran diameter telur, sebaran
diameter tersebut akan mencerminkan pola pemijahan. Tempat bertelur Ikan
nilem disukai berupa perairan yang jernih dengan arus yang lambat. Pemijahan
ikan nilem berlangsung pada malam hari dengan suhu air berkisar antara 18-24°C
telur yang telah dibuahi akan menetas dalam waktu 15-17 jam (Rachman et al.,
2015).
2.3 Klasifikasi Alat Tangkap Bagan tancap

Gambar 3. Bagan Tancap


Menurut (Mulyono, 1986) Bagan merupakan salah satu jaring angkat yang
dioperasikan diperairan pantai pada malam hari dengan menggunakan cahaya
lampu sebagai faktor penarik ikan. Tertariknya ikan pada cahaya karena terjadinya
peristiwa phototaxis. Antara lain hal disebutkan bahwa cahaya merangsang ikan
dan menarik (attrack) ikan berkumpul pada sumber cahaya itu atau juga
disebutkan karena rangsangan cahaya (stimulus), kemudian ikan memberikan
responnya. Penangkapan dengan bagan menggunakan bantuan lampu dinamakan
light fishing. Peristiwa phototaxis dimanfaatkan untuk menangkap ikan itu
sendiri. Dapat juga dikatakan dalam light fishing, penangkapan ikan tidak
seluruhnya memaksakan keinginannya secara paksa untuk menangkap ikan tetapi
menyalurkan ikan sesuai dengan nalurinya untuk ditangkap.
Fungsi cahaya pada penangkapan ikan ini ialah untuk mengumpulkan ikan
sampai pada sesuatu catchable area tertentu, lalu penangkapan dilakukan dengan
jaring. Dengan alat jaring ini dapat dikatakan bahwa jaring bersifat pasif, cahaya
berfungsi untuk menarik ikan ke tempat jaring. Peristiwa berkumpulnya ikan di
bawah cahaya ini dapat dibedakan menjadi 2 yaitu peristiwa langsung dan
peristiwa tidak langsung. Peristiwa langsung yaitu ikan tertarik oleh cahaya lalu
berkumpul. Sedangkan peristiwa tidak langsung yaitu dengan adanya cahaya
maka sebagai tempat plankton berkumpul lalu banyak ikan yang berkumpul untuk
memakan plankton tersebut (Ayodhyoa, 1981).
Komponen bagan tancap yang biasanya tidak pernah luput dari pembuatan
bagan itu sendiri adalah rumah bagan, daun bagan, penggiling, tali-tali, lampu dan
serok. Rumah bagan merupakan rumah yang dibuat diatas bagan untuk tempat
istirahat nelayan. Dalam rumah bagan biasanya digunakan juga sebagai tempat
penyimpanan bahan bakar minyak untuk lampu petromaks. Menurut (Subani dan
Barus, 1989), daun bagan terbuat dari waring plastik, berbentuk seperti kantong
besar yang keempat sisinya diikatkan pada bambu. Penggilingan merupakan
bambu yang digunakan untuk menarik dan menggulingkan tali jaring. Tali-tali
merupakan bagian penting pada bagan untuk mrnunjang operasi penangkapan.
Lampu disini digunakan sebagai perangsang atau penarik ikan saat pengoperasian.
Sedangkan serok digunakan untuk mengambil hasil tangkapan saat jaring
dinaikkan. Menurut (Mulyono, 1986), hasil tangkapan yang umumnya tertangkap
dengan alat tangkap bagan ini adalah jenis-jenis ikan pelagis yang umumya
bergerak cepat dan berada di permukaan.
2.4. Hasil Tangkapan Bagan Tancap
Proses penangkapan pada bagan tancap sangat sederhana. Saat malam
semakin gelap, jaring mulai diturunkan. Saat jaring turun, lampu mata ikan mulai
menyala. Setelah 2-3 jam, jaring ditarik menggunakan roller. Waktu yang
dibutuhkan untuk penarikan hanya 10 menit. Setelah itu ikan diangkat ke atas
bagan. Kemudian jaring diturunkan lagi untuk menunggu operasi selanjutnya.
Semalam net lifting dilakukan 4-5 kali (Sudirman dan Nessa, 2011). Ikan yang
mencari makan, jika makanan tersedia, akan tinggal lama di area yang terang
untuk makan dan akan segera meninggalkan area tersebut jika tidak ada makanan.
Positifnya ikan phototaxis akan memilih cahaya yang disukainya. Berenanglah di
atas atau di bawah jaring dan berlama-lama di sekitar lampu yang menyala. Ikan
fototaktik positif dan mencari makan akan sama-sama berada di area iluminasi
saat melakukan aktivitas makan (Sudirman dan Nessa, 2011).
Pengoperasian bagan tancap umumnya dimulai pada saat matahari mulai
tenggelam. Penangkapan diawali dengan penurunan jaring sampai kedalaman
yang diinginkan. Selanjutnya lampu mulai dinyalakan untuk menarik perhatian
ikan agar berkumpul di bawah sinar lampu atau di sekitar bagan. Pengangkatan
jaring dilakukan apabila ikan yang terkumpul sudah cukup banyak dan keadaan
ikan-ikan tersebut cukup tenang. Jaring diangkat sampai berada di atas permukaan
air dan hasil tangkapan diambil dengan menggunakan serok. Pengoperasian
tersebut menggunakan atraktor cahaya sehingga alat ini tidaklah efisien apabila
digunakan pada saat bulan purnama. Adapun tahapan-tahapan metode
pengoperasian bagan tancap adalah sebagai berikut : persiapan, setting, hauling
dan brailing. Persiapan sangat diperlukan sebelum pengoperasian alat tangkap
karena hal ini dapat menentukan keberhasilan dalam penangkapan ikan. Hal yang
biasa dilakukan adalah pengecekan jaring bagan, pengecekan roller untuk
menurunkan dan menarik jaring bagan, dan segala yang dibutuhkan pada saat
pengoperasian (Subani & Barus 1989).
Awal penggunaan alat tangkap yakni penurunan jaring pada bangunan
bagan. Tahap ini merupakan tahap setting dimana jaring biasanya diturunkan
secara perlahan-lahan dengan memutar roller. Penurunan jaring beserta tali
penggantung dilakukan hingga jaring mencapai kedalaman yang diinginkan.
Proses setting tidak membutuhkan waktu begitu lama (Takril 2005). Proses
selanjutnya ialah proses perendaman jaring. Selama jaring berada dalam air,
nelayan melakukan pengamatan terhadap keberadaan ikan di sekitar bangunan
untuk memperkirakan jaring akan diangkat. Proses pengamatan dilanjutkan
dengan pengumpulan ikan yakni dengan menyalakan lampu di atas permukaan air,
yaitu jarak 0,5 m dari permukaan laut bila laut tenang dan 1-1,5 m dari permukaan
laut bila laut bergelombang. Lampu tersebut dibiarkan menyala hingga ikan
tampak berkumpul di lokasi bagan (Subani & Barus 1989).
Adapun ikan yang menjadi target penangkapan bagan adalah jenis ikan
pelagis kecil yang memiliki sifat fototaksis positif atau jenis-jenis ikan yang
tertarik terhadap cahaya. Kecenderungan ini disebabkan daya tembus cahaya yang
pada saat pengoperasian hanya berada di permukaan. Namun, pada kenyataannya
jenis-jenis ikan lain seperti ikan predator dan demersal non-fototaksis positif ikut
tertangkap oleh bagan. Beberapa ikan predator yang tertangkap oleh bagan antara
lain, layur, tenggiri, alu-alu hingga ikan besar seperti albakor dan cakalang juga
tidak jarang ikut tertangkap. Tertangkapnya ikan predator oleh bagan disebabkan
jenis ikan tersebut menemukan gerombolan ikan-ikan kecil di sekitar bagan
sebagai makanan ikan tersebut. Ikan akan mendekati cahaya karena cahaya
merupakan indikasi keberadaan makanan bagi predator (Lee 2010).
Takril (2005) menyebutkan hasil tangkapan bagan selama kurun waktu
1984 hingga 2003 menunjukan bahwa ikan hasil bagan terdiri dari empat
kelompok besar yaitu pelagis kecil, pelagis besar, demersal dan total spesies yang
tertangkap selama kurun waktu tersebut berjumlah 39 jenis. Beberapa spesies
dominan yang tertangkap oleh bagan diantaranya teri (Stolephorus spp), tembang
(Sardinella fimbriata), kembung (Rastrelliger spp), selar (Selaroides sp), layang
(Decapterus spp), pepetek (Leiognathus sp), layur (Trichiurus savala) dan cumi-
cumi (Loligo sp).
2.5. Hubungan Panjang Berat Ikan
Pertumbuhan adalah perubahan panjang atau berat dari suatu organisme
dalam waktu tertentu. Pengukuran panjang dan berat organisme sebagai dasar
untuk menghitung dan menguji potensi yang tersedia dalam suatu perairan (Erna,
1996). Pertumbuhan secara fisik diekspresikan dengan adanya perubahan jumlah
atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh pada periode tertentu, yang kemudian
diukur dalam satuan panjang ataupun bobot (Rahardjo, 2011).
Hubungan bobot panjang beserta distribusi panjang ikan sangat perlu
diketahui untuk mengkonversi secara statistik hasil tangkapan dalam bobot ke
jumlah ikan, untuk menduga besarnya populasi, dan untuk menduga laju
kematiannya (Bayliff, 1966 dalam Andy Omar, 2012). Salah satu nilai yang dapat
dilihat dari adanya hubungan panjang bobot ikan adalah bentuk atau tipe
pertumbuhannya. Apabila harga b = 3 maka dinamakan isometrik yang
menunjukkan ikan tidak berubah bentuknya dan pertambahan ikan seimbang
dengan pertambahan bobotnya. Apabila b < 3 dinamakan alometrik negatif
dimana pertambahan panjangnya lebih cepat dibanding pertambahan bobotnya,
jika b > 3 dinamakan alometrik positif yang menunjukkan bahwa pertambahan
bobotnya cepat dibanding dengan pertambahan panjangnya (Hile, 1963 dalam
Effendie, 1979).
Pertumbuhan merupakan suatu proses yang terjadi di dalam tubuh
organisme yang menyebabkan perubahan ukuran panjang dan bobot tubuh dalam
periode waktu tertentu. Pertumbuhan itu sendiri merupakan proses gabungan dari
tingkah laku dan proses fisiologis.
Hubungan panjang dan bobot merupakan salah satu parameter yang dapat
digunakan untuk menganilisis pola pertumbuhan suatu kelompok ikan atau udang
yang berguna dalam kegiatan pengelolaan perikanan (Sofian dan Yulia, 2018).

2.6. Ukuran Layak Tangkap Ikan Nilem


Pengamatan mengenai tingkat kematangan gonad penting dilakukan untuk
mengetahui ukuran ikan yang didapatkan memang telah layak ditangkap atau
belum. Salah satu parameter yang dapat dijadikan sebagai acuan untuk
menentukan ukuran ikan yang layak ditangkap ialah dengan menghitung panjang
pertama kali matang gonad pada ikan. Ukuran pertama kali matang gonad dapat
dijadikan sebagai parameter penting dalam menentukan ukuran layak tangkap atau
ukuran terkecil ikan boleh ditangkap. Kematangan gonad awal dapat ditentukan
dengan melihat ketika 50% individu dalam suatu populasi telah matang gonad
(Sudirman et al., 2010)
Ukuran panjang pertama kali matang gonad ikan juga dapat dijadikan
sebagai indikator ketersediaan stok reproduktif (Budimawan et al,. 2004)
Ukuran pertama kali matang gonad penting untuk diketahui sebagai acuan
pengelolaan sumberdaya ikan. Ukuran pertama kali matang gonad ikan Nilem
(Lm) yaitu 102,93 mm (Siti Yuliana et al., 2014).

Anda mungkin juga menyukai