Anda di halaman 1dari 8

PAPER MAMALOGI

Krispinus Arif Sinaga Mali


1813521050

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN


FAKULTAS KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS UDAYANA
BUKIT JIMBARAN
2021
PENDAHULUAN
Perairan Indonesia merupakan salah satu habitat dan jalur migrasi berbagai jenis spesies mamalia
laut dari bangsa Cetacean (paus dan lumba-lumba) dan Sirenia (dugong). Ada sekitar 36 jenis
mamalia laut di Indonesia, yang mencakup ordo Cetacean dan ordo Sirenia. Ordo Cetacean yang
terdiri dari sub ordo Mysticeti dan sub ordo Odontoceti. Sub ordo Mysticeti terdiri dari 9 jenis
paus yang termasuk dalam family Balaenopteridae. Sub ordo Odonteceti terdiri dari 5 famili
yaitu : Delphinidae (18 jenis), Kogiidae (2 jenis), Phocoenidae (1 jenis),penanganan mamalia
laut terdampar kepada masyarakat pesisir di Bali, NTT, NTB dan Jawa Timur untuk memberikan
pemahaman bagaimana menangani jika ada mamalia laut yang terdampar. Metode survei
menggunakan line transect pola zigzag dengan dua kelompok pengamat (WW FHongkong,
2003). Metode line transect zig-zag bertujuan untuk menghindari cahaya yang menyilaukan
(glare) yang ditimbulkan oleh adanya sinar matahari. Pembagian kelompok pengamatan survei
disajikan pada Gambar 1 dengan keterangan sebagai berikut:
1. Seorang pengamat yang disebut big eye menempati posisi di dek bagian atas.
2. Big eye bertugas untuk melihat ke arah cakrawala sejauh 10 kiri dan kanan dari arah haluan
dengan binokuler 12x50 mm.
3. Dua orang pengamat sebelah kiri dan kanan (pengamat utama) yang berada di dek depan
haluan kapal bertugas melihat 500 m dengan sudut pandang 0-90 dari haluan kapal dengan
mata telanjang atau dibantu binokuler berukuran 7x50 mm.
4. Seorang notulen mendampingi big eye mencatat pengamatan big eye dan pengamat kiri dan
kanan serta kondisi cuaca (skala beaufort), posisi geografis, dan kegiatan perikanan di
sekitarnya. Big eye tidak melakukan percakapan dengan pengamat kiri dan kanan untuk
menjamon independensi pengamatan, tetapi kedua pengamat ini dapat berkomunikasi dengan
big eye dan notulen. Sering kali pengamatan mengkonfirmasi pengamatan yang dilakukan big
eye sebelumnya.
PEMBAHASAN
Studi Kasus : FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI
MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR
Frekuensi pemunculan mamalia laut di Laut Sawu didominansi oleh Stenella longirostris
dengan persentase kehadiran pada bulan Juli dan Desember masing-masing 84,1 dan 60,8%.
Perbedaan jumlah individu dan persentase kehadiran dari spesies lumbalumba dan paus yang
ditemukan pada periode bulan Juli dan Desember diduga disebabkan oleh faktor kondisi
lingkungan perairan yang berbeda dan kelimpahan ketersediaan ikan-ikan pelagis sebagai
mangsanya. Pengamatan langsung di lapangan menunjukan bahwa sebagian besar kelompok
lumbalumba yang teramati nampak berenang secara bergerombol pada daerah perairan tertentu
yang diduga sedang mengejar mangsa. Nowak (1997) mengatakan bahwa spesies paus dan
lumba-lumba yang umum ditemukan di perairan daerah tropis di sebelah utara khatulistiwa dan
di sebelah selatan Kepulauan Galapagos mampunyai variasi musiman terutama pada saat suhu
permukaan perairan relatif kecil. Dari hasil pengamatan lumba-lumba sering kali melakukan
aktivitas melompat ke udara dengan terlebih dahulu kepala muncul ke permukaan kemudian
menjatuhkan diri kembali ke air. Aktivitas ini dinamakan dengan istilah breaching. Menurut
Carwadine (1995) aktivitas ini bertujuan untuk menghilangkan parasit yang menempel dalam
tubuh, sebagai pertanda memperlihatkan kekuatan atau hanya sekedar kesenangan atau
merupakan suatu bentuk komunikasi pada kelompoknya (Carwadine et al., 1997). Evans (1987)
mengatakan bahwa mamalia laut sub ordo Odontoceti cenderung untuk membentuk suatu
kelompok yang hidup bersama. Lumba-lumba pelagis seperti genus Stella, Delphinus, dan
Lagenorhynchus sering membentuk kelompok besar yang terdiri atas lima sampai ratusan
individu. Keuntungan hidup berkelompok akan mempermudah pencarian makanan, proses
perkawinan, proses membesarkan anak, serta melindungi diri dari ancaman pemangsa.

Studi Kasus : Sebaran dan Keanekaragaman Cetacea saat Musim Timur di Perairan
Tejakula, Buleleng, Bali

Sebaran cetacea dapat dipengaruhi oleh kondisi perairan dan ruaya dari setiap spesies. Sebaran
cetacea selama bulan Juli,Agustus dan September pada perairan Kecamatan Tejakula adalah
sebagai berikut: Dari hasil survey lapangan dan wawancara ditemukan bahwa titik-titik
kemunculan cetacea pada bulan Juli cenderung berada pada bagian barat dari lokasi penelitian.
Sebaran cetacea pada bulan ini cenderung berada pada jarak 5-10 km kearah laut. Titik
kemunculan cetacea pada bulan ini lebih banyak terdapat diluar dari wilayah pencadangan
konservasi. Keanekaragaman (H’) cetacea yang berada pada perairan Kecamatan Tejakula,
dibagi pada setiap bulan dimana keanekaragaman pada bulan Juli adalah 0,55, pada bulan
Agustus adalah 1,24, dan September adalah 0,9. Keanekaragaman pada bulan Juli adalah rendah,
pada bulan Agustus adalah sedang dan pada bulan September adalah rendah. Pada tiga bulan ini
terdapat spesies dominan yaitu spesies Stenella longirostris, dimana spesies ini muncul pada
setiap bulan. Nilai ini dapat berubah sesuai dengan kondisi perairan dan waktu pengambilan
data, dimana jika pengambilan data dilakukan pada kondisi perairan yang tenang maka dapat
meningkatkan nilai indeks keanekaragaman. Nilai Indeks keanekaragaman cetacea pada pada
wilayah penelitian juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu ada daerah luar pencadangan
konservasi dan daerah dalam pencadangan konservasi. Indeks keanekaragaman pada daerah luar
pencadangan konservasi adalah 1,22, dimana nilai ini menunjukkan bahwa keanekaragaman
cetacea pada daerah luar pencadangan konservasi memiliki kriteria sedang dimana 1 < H’ < 3.
Sedangkan indeks keanekaragaman pada daerah dalam pencadangan konservasi adalah 0,55
yaitu dengan kriteria rendah H’ < 1, sesuai dengan ketentuan Shannon. (1948).

Studi Kasus : KONSERVASI MAMALIA LAUT (CETACEA) DI PERAIRAN LAUT


SAWU NUSA TENGGARA TIMUR
Sebagai langkah awal, terdapat 3 (tiga) tujuan pengelolaan mamalia laut dari faktor ekologi yang
diusulkan, yakni : (i) melindungi spesies dan habitatnya dalam kawasan konservasi; (ii)
melindungi ekosistem dan rantai makanan bagi spesies yang dilindungi; dan (iii) melindungi
spesies migrasi dalam alur migrasinya (Notarbartolo, dkk., 2008). Tujuan pengelolaan ini
dikhususkan pada perlindungan populasi mamalia laut dan habitatnya, tetapi dapat diperluas
pada tingkat ekosistem yang berhubungan dengan proses makan-memakan pada populasi
Cetacean dan proses biologis-fisik untuk mempertinggi produktifitas Cetacea yang ada di
perairan
1. Melindungi mamalia laut (cetacean) dan habitatnya
2. Melindungi rantai makanan Cetacea dan ekosistem
3. Melindungi Cetacea spesies peruayayang ada pada daerah konservasi
Dengan mempertimbangkankebiasaan masyarakat Lamalera yang menangkap paus secara
tradisional di sekitar perairan yang terdapat 566 pulau tersebut, maka pemerintah merencanakan
suatu pengelolaan sumberdaya dengan sistem zonasi yang mengakomodasi berbagai
kepentingan, dan pendekatan kolaboratif serta adaptif yang melibatkan berbagai pihak. Dengan
pembentukan zonasi dan tata ruang laut, diharapkan kegiatan perburuan paus ini menjadi lebih
terkontrol.Selain itu penataan tata ruang ini juga diharapkan menghasilkan mata pencaharian
laternatif bagi masyarakat setempat. Penetapan zonasi akan membagi perairan-perairan mana
saja yang boleh dijadikan zona konservasi dan zona pemanfaatan. Jadi kegiatan berburu bisa
dilakukan di luar zona konservasi dan lebih terkontrol lagi.

Studi Kasus : KEBERADAAN PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI MAHAKAM,


KALIMANTAN TIMUR
Pesut termasuk dalam satwa liar yang mempunyai peran bagi kehidupan manusia. Nilai-nilai
pada satwa liar meliputi nilai ekonomis, nilai rekreasi, nilai keindahan dan estetika, dan nilai
ilmu pengetahuan (Alikodra, 2002). Berdasarkan pada nilai-nilai tersebut, maka stategi
pengelolaan perlindungan terhadap satwa liar terutama untuk spesies yang terancam punah perlu
segera mendapatkan perhatian. Keberadaan pesut di dunia semakin hari semakin menurun.
Populasi pesut sangat dipengaruhi oleh degradasi kualitas lingkungan perairan yang terkait
dengan pasokan sumber makanan. Salah satu strategi atau action plan untuk melindungi populasi
pesut
Untuk menggambarkan strategi perlindungan yang terkait dengan biologi dari pesut, yaitu salah
satunya adalah bahwa 80% dari seluruh hidup adalah aktivitas mencari makan. Adapun makanan
utama bagi pesut adalah ikan, sehingga strategi yang mungkin dilakukan adalah dengan
memperbaiki tempat-tempat yang menjadi sumber makanan. Selain itu, diagram ini
menggambarkan juga pihak-pihak yang terkait dalam usaha pengelolaan perlindungan pesut.
Jadi, pengelolaan perlindungan bagi spesies ini tidak hanya menjadi tanggung jawab instansi
tertentu ataupun hanya pemerintah, namun merupakan tanggung jawab semua pihak yaitu
instansi pemerintah (pusat dan daerah) dan masyarakat.
Perkembangan dan aktivitas penduduk di sekitar habitat pesut dapat menjadi ancaman bagi
populasi pesut di Sungai Mahakam. Beberapa ancaman tersebut adalah sebagai berikut:
1. Degradasi habitat (habitat degradation).
2. Terjebak dalam jaring nelayan (incedental catch).
3. Penangkapan ikan yang berlebihan (overfishing).
4. Polusi. Dari ancaman-ancaman terhadap populasi pesut tersebut terdapat juga
beberapa peluang untuk melindungi populasi pesut yang ada. Peluang tersebut adalah:
1. Perbaikan habitat.
2. Pengelolaan suaka perikanan.
3. Tidak ada penangkapan oleh penduduk sekitar habitat.
PENUTUP
Studi Kasus : FREKUENSI PEMUNCULAN, TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI
MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA TENGGARA TIMUR
Kesimpulan : 1. Selama penelitian di Laut Sawu pada bulan Juli dan Desember 2005, paling
tidak terdapat delapan spesies yang terdiri atas ikan paus dan lumbalumba. Lumba-lumba parung
panjang merupakan spesies dominan. 2. Berbagai tingkah laku mamalia laut yang nampak
diperlihatkan oleh lumba-lumba adalah tingkah laku hunting (berburu mangsa). 3. Distribusi
mamalia laut sebagian besar terdapat di perairan Pantar dan Alor. Diduga di sekitar perairan
tersebut merupakan daerah agregasi dan jalur migrasi mamalia laut.

Studi Kasus : Sebaran dan Keanekaragaman Cetacea saat Musim Timur di Perairan
Tejakula, Buleleng, Bali
Kesimpulan : Sebaran cetacea pada perairan Kecamatan Tejakula pada bulan Juli, Agustus dan
September hampir diseluruh perairan Kecamatan Tejakula. Sebaran cetacea pada perairan
Kecamatan Tejakula sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan. Kondisi perairan yang memiliki
gelombang berkekuatan tinggi pada waktu tertentu mengakibatkan kemunculan cetacea menjadi
sangat sulit ditemukan dan membuat sebaran cetacea pun menjadi sedikit. Namun, jika kondisi
perairan sangat tenang akan membuat tingkat kemunculan cetacea menjadi sangat tinggi dan titik
sebaran cetacea menjadi banyak. Keanekaragaman cetacea pada perairan Kecamatan Tejakula
pada bulan Juli adalah 0,55, pada bulan Agustus adalah 1,24, dan September adalah 0,9.
Keanekaragaman pada bulan Juli adalah rendah, pada bulan Agustus adalah sedang dan pada
bulan September adalah rendah.

Studi Kasus : KONSERVASI MAMALIA LAUT (CETACEA) DI PERAIRAN LAUT


SAWU NUSA TENGGARA TIMUR
Kesimpulan : Cetacean adalah sebutan umum bagi mamalia laut dari Ordo Cetacea, antara lain
paus, lumba-lumba, dan pesut.Mamalia laut ditetapkan sebagai hewan yang dilindungi karena
terancam punah oleh penangkapan/perburuan.Konservasi daerah merupakan suatu bentuk
perlindungan spesies yang terancam punah.Salah satu contoh upaya konservasi daerah yakni
Laut Sawu, NTT sebagai tempat perlindungan spesies-spesies migrasi, khususnya mamalia laut.
Ada 3 bentuk pengelolaan bagi perlindungan mamalia laut, yakni 1)Melindungi mamalia laut
(cetacean) dan habitatnya; 2) Melindungi rantai makanan Cetacea dan ekosistem, dan
3)Melindungi Cetacea spesies peruaya yang ada pada daerah konservasi. Untuk keberlanjutan
suatu daerah konservasi bagi mamalia laut diperlukan penelitian-penelitian yang sifatnya
monitoring untuk melihat distribusi, tingkat kematian dan perubahan tingkah lakunya. Selain itu
pemerintah diharapkan mengeluarkan kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan mamalia laut,
yakni aturan yang melarang praktek penangkapan ikan yang sifatnya merugikan.pembatasan
armada tangkap ikan pada daerah jalur imigrasi maupun daerah konservasi dan penyediaan kapal
patroli untuk memantau wilayah konservasi, khususnya wilayah konservasi untuk jalur imigrasi
ikan paus.

Studi Kasus : KEBERADAAN PESUT (Orcaella brevirostris) DI SUNGAI MAHAKAM,


KALIMANTAN TIMUR
Kesimpulan : Kesimpulan yang didapat adalah sebagai berikut: 1. Populasi pesut di Sungai
Mahakam mengalami penurunan dan terancam punah. 2. Kerja sama yang baik antara
pemerintah dan masyarakat sangat diperlukan dalam pengelolaan perlindungan pesut, terutama
pihak-pihak yang berada langsung di sekitar habitat pesut. 3. Penanganan dan strategi
pengelolaan yang tepat harus segera dilakukan. 4. Dampak lain dari strategi pengelolaan yang
berdasarkan pada pengendalian degradasi habitat dapat berpengaruh pada populasi spesies ikan
yang ada di habitat pesut. 5. Perlu penelitian yang lebih mendalam mengenai biologi pesut di
Sungai Mahakam, antara lain meliputi distribusi, bioekologi, perilaku, dan reproduksi, sehingga
didapatkan informasi dasar bagi strategi pengelolaan perlindungan
DAFTAR PUSTAKA
Oktaviani, D., Nasution, S. H., & Dharmadi, D. (2017). KEBERADAAN PESUT (Orcaella
brevirostris) DI SUNGAI MAHAKAM, KALIMANTAN TIMUR*. BAWAL Widya Riset
Perikanan Tangkap, 1(4), 127-132.
Salim, D. (2011). Konservasi Mamalia Laut (Cetacea) di Perairan Laut Sawu Nusa Tenggara
Timur. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology, 4(1),
24-41.
Purba, A. O., Dharma, I. S., & Faiqoh, E. (2020). Sebaran dan Keanekaragaman Cetacea saat
Musim Timur di Perairan Tejakula, Buleleng, Bali. Journal of Marine and Aquatic
Sciences, 6(2), 216-225.
Dharmadi, D., Faizah, R., & Wiadnyana, N. N. (2017). FREKUENSI PEMUNCULAN,
TINGKAH LAKU, DAN DISTRIBUSI MAMALIA LAUT DI LAUT SAWU, NUSA
TENGGARA TIMUR. BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap, 3(3), 209-216.

Anda mungkin juga menyukai