Anda di halaman 1dari 40

1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia sebagai negara kepulauan terletak diantara samudra pasifik dan


samudra hindia dan mempunyai tatanan geografis yang rumit dilihat dari topografi
dasar lautnya. Dasar perairan Indonesia di berbagai tempat, terutama di kawasan
barat, menunjukkan bentuk yang sederhana atau rata dan hampir seragam, tetapi
di tempat lain, terutama dikawasan timur, menunujukkan bentuk-bentuk yang
lebih majemuk tidak teratur dan rumit.
Dinamika populasi merupakan konsep batasan indentifikasi populasi dan
stok serta parameter peubahnya yaitu pendugaan parameter pertumbuhan,
rekruitmen, mortalitas alami dan penangkapan. Para ahli perikanan harus
menelaah dinimika populasi ikan dengan tepat, agar sumberdaya perikanan pada
suatu perairan jangan sampai menurun. Untuk memahami dinamika populasi ikan,
pengetahuan tentang konsep perikanan sangat diperlukan, yaitu meliputi tiga unit
factor yang berinteraksi yaitu : biota, habitat dan manusia.
Populasi ikan di suatu perairan adalah dinamis, mengalami perubahan-
perubahan baik penambahan maupun pengurangan. Penambahan terhadap
populasi dapat disebabkan oleh karena masuknya individu lain, adanya natalitas.
Sedangkan, penyebab dari pengurangan adalah tingkat mortalitas, dan karena
perpidahan individu ketempat lainnya.
Dalam dinamika populasi yang dimaksud dengan biota adalah semua
jenis ikan, phytoplankton, zoo-plankton, bentos serta tumbuhan air tertentu.
Factor habitat terdiri dari komponen fisik seperti kualitas air, substrat,
morpometri, dan geografi perairan yang saling berinteraksi. Komponen manusia
meliputi semua manipulasi sumberdaya biota yang dapat diperbaharuia, pengaruh
manusia terhadap habitat dan biota bias berupa usaha perikanan rekreasi dan
komersial, industry, pertanian, dan berbagai limbah domestic yang dibuang
keperairan. Masalah utama dalam perikanan sebagian besar berasal dari kegiatan
manusia seperti penangkapan, masyarakat perikanan, nelayan, dan pengusaha
termasuk rantai pemasarannya.

1
2

Ilmu statistik dalam mempelajari dinamika populasi sangat membantu,


mengevaluasi, memprediksi dan merupakan dasar dari semua percobaan. Seperti
pendugaan kelimpahan stok dan untuk mengembangkan hubungan secara
matematik dalam bidang perikanan. Disamping itu juga diperlukan aplikasi dari
berbagai disiplin ilmu lainnya, seperti ilmu kimia perairan, ilmu teknik, ilmu
ekonomi, ilmu sosial dan ilmu komputerisasi.

1.2 Tujuan Praktik

Adapun tujuan dari laporan praktikum dinamika populasi adalah untuk


memberikan gambaran tentang jumlah populasi ikan di perairan, factor-faktor
dinamika, dan cara-cara perhitungan populasi ikan. Sedangkan manfaatnya adalah
diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagaimana cara untuk mengetahui
secara langsung gambaran jumlah populasi ikan pada suatu perairan.
Tujuan dari penelitian ini antara lain ialah untuk :
 Mengaplikasikan Model schaefer terhadap hasil tangkapan (catch),
upaya penangkapan (effort) dan hasil tangkapan per upaya penangkapan
(CPUE)
 Mengetahui tingkat pengupayaan alat tangkap dan tingkat pemenpaatan
yang ada di perairan desa bunati.

2
3

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Umum


Ikan adalah hewan yang bertulang belakang (vertebrata) yang berdarah
dingin (poikilothermal) dimana hidupnya dilingkungan air, pergerakan dan
keseimbangan dengan menggunakan sirip serta pada umumnya bernafas dengan
insang (Raharjo, 1980).
Dinamika populasi merupakan konsep batasan identifikasi populasi dan
stok serta parameter perubahnya yaitu pendugaan parameter pertumbuhan,
rekruitmen, mortalitas alami dan penangkapan (Nurdin, 2011).
Gulland (1975), menyatakan stok ikan merupakan suatu sub kelompok dari
suatu spesies dapat diperlakukan sebagai satu stok jika perbedaan-perbedaan
dalam kelompok tersebut dan pencampuran dengan kelompok lain mungkin dapat
diabaikan tanpa membuat kesimpulan yang tidak absah.
Leonart (2002), menyatakan bahwa stok assement merupakan suatu
kegiatan pengaplikasian ilmu statistika dan matematika pada sekelompok data
untuk mengetahui status stok ikan secara kuantitatif untuk kepentingan pendugaan
stok ikan dan alternatif kebijakan kedepan. Dapat dikelompokkan menjadi empat
kelompok: metode Indirect, Survay, Marking, Ecological Approach.
Kembung adalah nama sekelompok ikan yang tergolong ke dalam marga
Rastrelliger, suku Scombridae. Meskipun bertubuh kecil, ikan ini masih sekerabat
dengan tenggiri, tongkol, tuna, madidihang, dan makerel. Di Ambon, ikan ini
dikenal dengan nama lema atau tatare, di Makassar disebut banyar atau banyara.
Dari sini didapat sebutan kembung banjar. Kembung termasuk ikan pelagis kecil
yang memiliki nilai ekonomis menengah, sehingga terhitung sebagai komoditas
yang cukup penting bagi nelayan lokal. Kembung biasanya dijual segar atau
diproses menjadi ikan pindang dan ikan asin yang lebih tahan lama. Ikan kembung
yang masih kecil juga sering digunakan sebagai umpan hidup untuk memancing
cakalang ( Anonim.2014 ).
Tubuh ramping memanjang, memipih dan agak tinggi, 1 : 3,7–6
dibandingkan dengan panjang tubuh FL (fork length). Sisi dorsal gelap, biru
kehijauan hingga kecoklatan, dengan 1–2 deret bintik gelap membujur di dekat

3
4

pangkal sirip punggung; sisik ventral keperakan. Sisik-sisik yang menutupi tubuh
kembung berukuran kecil dan seragam. Sirip punggung dalam dua berkas, diikuti
oleh 5 sirip kecil tambahan (finlet). Jumlah finlet yang sama juga terdapat di
belakang sirip anal, duri pertama sirip anal tipis dan kecil (rudimenter). Sepasang
lunas ekor berukuran kecil terdapat di masing-masing sisi batang ekor. Di depan
dan belakang mata terdapat pelupuk mata berlemak (adipose) Di perairan
Nusantara dikenal tiga spesies kembung, yakni:
 Rastrelliger brachysoma (Bleeker, 1851), kembung perempuan
 Rastrelliger faughni Matsui, 1967, kembung
 Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1817), kembung lelaki ( Anonim.2014 ).

2.2 Prinsip-prinsip Dasar Model Bioekonomi Gordon-Schaefer


Salah satu pertanyaan mendasar dalam pengelolaan sumberdaya ikan
adalah bagaimana memanfaatkan sumberdaya tersebut sehingga menghasilkan
manfaat ekonomi yang tinggi bagi pengguna, namun kelestariannya tetap terjaga.
Pada perikanan terbuka (open acces fishery) dimana terdapat kebebasan
bagi nelayan untuk ikut serta menangkap ikan sehingga terdapat kecenderungan
pada nelayan untuk menangkap sebanyak mungkin sebelum didahului oleh
nelayan lainnya. Kecenderungan ini menyebabkan usaha tidak lagi didasarkan
pada efisiensi ekonomi. Oleh karena itu pengembangan upaya penangkapan ikan
terus dilakukan hingga pendapatan nelayan sama dengan biaya penangkapan ikan,
atau harga ikan setara dengan rata-rata biaya penangkapannya. Dengan kata lain
TR (penerimaan Total) sama dengan TC (Biaya Total). Tingkat Effort pada posisi
ini adalah tingkat effort keseimbangan bionomic dalam kondisi akses terbuka
dimana nelayan atau pelaku perikanan tidak mendapatkan keuntungan
(Soemokaryo, 2001).
Pada kondisi akses terbuka (tidak ada pengaturan) setiap tingkat effort E >
E0 akan menimbulkan biaya yang lebih besar dari penerimaan, sehingga
menyebabkan effort berkurang sampai kembali ke titik E = E0. Sebaliknya , jika
terjadi kondisi dimana E < E0, penerimaan akan lebih besar dari biaya. Dalam
kondisi akses terbuka, hal ini akan menyebabkan entry pada industri perikanan.
Entry ini akan terus terjadi sampai manfaat ekonomi terkuras sampai titik nol
(Fauzi dan Anna, 2005).

4
5

2.3 Hasil Tangkap dan Upaya Penangkapan (Catch-Effort)


Hasil tangkapan dan upaya penangkapan merupakan hal yang sangat
penting dalam manajemen penangkapan. Menurut Suyedi (2001), hasil tangkap
per unit upaya (CpUE) adalah :
 Suatu indeks kelimpahan suatu stok ikan yang dikaitkan dengan tingkat
eksploitasinya.
 CpUE dan jumlah penangkapan sangat berguna untuk menentukan apakah
suatu eksploitasi sumberdaya perikanan sudah dalam keadaan penangkapan
yang berlebih atau dalam taraf under exploited. Perkembangan fishing
ground menyebabkan sumberdaya ikan semakin menurun baik alat tangkap
yang berukuran besar maupun yang berukuran kecil. Dimana kapasitas dari
masing-masing alat tangkap berbeda dalam operasi penangkapan ikan. Seperti
Catch per Unit Effort (CpUE) dari alat tangkap pancing ulur, purse seine dan
jaring tarik serta alat tangkap lainnya berbeda dengan kapasitasnya. Tetapi
setiap ikan dapat didominasi penangkapannya oleh alat tangkap tertentu,
sehingga belum tentu alat tangkap yang besar kapasitasnya akan
mendominasi hasil tangkap dari alat tangkap lain. Dari hal tersebut maka
sangat penting dilakukan suatu standarisasi alat tangkap ikan pelagis bila
dilihat dari CpUE masing-masing alat tangkap.
Catch per Unit Effort (CPUE)
Hasil tangkapan per unit upaya penangkapan (CPUE), mencerminkan
perbandingan antara hasil tangkapan dengan unit effort yang dicurahkan. Hasil
tangkapan pada prinsipnya adalah merupakan output dari kegiatan penangkapan,
sedangkan effort yang diperlukannya pada prinsipnya merupakan input dari
kegiatan penangkapan tersebut. Dalam istilah ekonomi produksi perbandingan
antara ouput dengan input mencerminkan tingkat efisiensi tehnik dari setiap
penggunaan input. Oleh karena itu besaran CPUE dapat juga digunakan sebagai
indikator tingkat efisiensi tehnik dari pengerahan upaya (effort). Dengan kata lain
nilai CPUE yang lebih tinggi mencerminkan tingkat efisiensi penggunaan effort
yang lebih baik (Nahib, 2008).

5
6

2.4 Standarisasi Alat Tangkap Standarisasi


Alat tangkap adalah untuk menyatukan suatu effort ke dalam bentuk satu
satuan yang dianggap standar. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan satuan
effort yang seragam sebelum dilakukan pendugaan kondisi MSY (Maximum
Sustainable Yield), yaitu suatu kondisi dimana stok ikan dipertahankan pada
kondisi keseimbangan (Setyohadi, 1995).

6
7

III. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Waktu dari pelaksanaan praktikum ini dilakukan pada tanggal 30 April


2016 pada pukul 08.00 – 09.00 WITA, bertempat di Desa Bunati Kecamatan
Angsana Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan.

3.2 Alat dan Bahan

Adapun alat yang diperlukan pada praktikum ini, yaitu :


Tabel 1. Alat yang digunakan.
No Alat Kegunaan
Untuk mencatat hasil dari pengukuran panjang
1 Alat tulis
dan berat ikan
Buku penuntun
2 Sebagai buku panduan.
( Modul)

Sedangkan bahan yang diperlukan, yaitu :


Tabel 2. Bahan yang digunakan.
No Bahan Kegunan
1 Microsoft excel Sebagai media untuk me analisis data yang telah
didapat di lapangan.

3.3 Prosedur Kerja

Adapun prosedur kerja yang dilakukan pada praktikum dinamika


populasi dan pendugaan stok, yaitu :
1. Menyiapkan modul praktik lapang dan kuesioner.
2. Kemudian mengisi kuesioner yang telah disiapkan dengan menanyai para
nelayan yang ada di sekitar Desa Bunati.

7
8

3. Melakukan penganalisisan data menggunakan aplikasi microsoft excel.


4. Setelah itu, melakukan analisis data yang telah distandarisai.
3.4. Metode Pengambilan Data
Pengambilan data dengan cara survey dan studi literature. Data yang
dikumpulkan adalah data sekunder.
1. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan melakukan studi literatur, data statistik
dari Dinas Perikanan dan Kelautan, serta informasi lain yang berhubungan dengan
penelitian ini.
3.4. Metode Analisis Data

8
9

9
10

 Menghitung CPUE

 Standarisai upaya penangkapan

 Upaya standar

 Analisis regresi

 Maximum Sustainable Yield (MSY) atau merupakan hasil tangkapan optimum


diperoleh dengan mensubstitusikan nilai upaya penangkapan optimun (fopt
atau Fmsy) kedalam persamaan =
MSY = -a2/4b
 CPUE optimum diperoleh dengan cara membagi nilai hasil tangkapan
optimum (copt atau MSY) yang telah diperoleh dengan nilai optimum atau
fopt:
CPUEopt = MSY/ fopt
CPUEopt = ½ x a
 Tingkat Pengupayaan Penangkapan dan Tingkat Pemanfaatan
a. Tingkat Pengupayaan Penangkapan
TPU = f2008
X 100%
fopt
Keterangan:
TPU = tingkat pengupayaan
f = upaya penangkapan (trip)
fopt = upaya penangkapan optimum (trip)

10
11

b. Tingkat Pemanfaatan
TP = c
X 100%
MSY

Keterangan:
TP = tingkat pemanfaatan
C = hasil tangkapan (ton)
MSY = maximum sustainable yield (ton)

11
12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Tangkapan Ikan (Catch)

Tabel 3. Hasil Tangkapan Ikan oleh Manyarakat di Desa Bunati Kecamatan


Angsana Kabupaten Tanah Bumbu Menggunakan Alat Tangkap Jaring
Insang Hanyut, Trammel Net dan Bagan Tancap Selama 10 Tahun
(1999 – 2008) .
TAHUN Jaring Ing Hanyut Trammel Net Bagan Tancap
1999 794,1 6707,7 7296,5
2000 453,1 7820,8 10797,3
2001 44,2 5371,6 7432,5
2002 851 3081,9 31824,4
2003 2781,1 1406,6 17354,8
2004 320,1 228,9 1044,2
2005 5202,2 505,2 12605,3
2006 4607,3 423,7 11054,4
2007 3681,1 331,6 7895,1
2008 6804,2 3149,5 8368,6
TOTAL 25538,4 29027,5 115673,1
Berdasarkan (Tabel 3) di atas, menunujukkan hasil tangkapan ikan yang diperoleh
oleh para nelayan di Desa Bunati Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu
pada tahun 1999 – 2008 dengan menggunakan 3 alat tangkap, yaitu ; jaring insang
hanyut, trammel net, dan bagan tancap, yaitu :
Berdasarkan Tabel 3, pada tahun 1999 AT I menghasilkan tangkapan ikan
senilai 794,1, kemudian mengalami penurunan pada tahun 2000 – 2001 dengan
nilai hasil tangkapan senilai 453,1 dan 44,2. Pada tahun 2002 – 2003 AT I
mengalami kenaikan hasil penangkapan yang signifikan, dengan nilai 851 -
2781,1. Tahun 2004 – 2005 kembali mengalami gejolak penurunan dan penaikan
hasil tangkapan yang tidak stabil dengan nilai 320,1 - 5202,2 yang selanjutnya
kembali mengalami penurunan hasil tangkapan yang terbilang stabil pada tahun
2006 – 2007 dengan nilai 4607,3 - 3681,1, dan pada tahun 2008 tangkapan ikan
mengalami kenaikan yang sangat signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun
sebelumnya dengan nilai tertinggi yaitu 6804,2, sedangkan nilai terendah untuk
AT I pada 10 tahun berada pada tahun 2001 dengan nilai 44,2 yang disebabkan
karena berkurangnya stok ikan dewasa dan non pelagis di perairan laut.

12
13

Untuk AT II (trammel net) pada tahun 1999 – 2000 memiliki nilai hasil
tangkapan yang bagus dengan nilai 6707,7 - 7820,8. Pada tahun 2001 – 2004 AT
II mengalami penurunan yang cukup signifikan dengan nilai 5371,6, 3081,9, dan
228,9. Pada tahun 2005 jumlah.
Hasil tangkapan AT II mulai meningkat , namun tidak begitu mencolok
dengan nilai 505,2. Namun, pada tahun 2006 – 2007 hasil
tangkapanmenggunakan AT II kembali menurun dengan nilai 423,7 - 331,6, dan
pada tahun 2008 merupakan nilai tertinggi pada 10 tahun (1999 – 2008) dengan
nilai 3149,5 dan nilai terendah berada pada tahun 2007 dengan nilai 331,6 yang
didominasi oleh AT III (bagan tancap) karena pada tahun 2007 tersebut hanya
terdapat ikan pelagis kecil dibandingkan dengan stok ikan-ikan dewasa.
Hasil penangkapan ikan yang diperoleh dengan menggunakan AT III
(bagan tancap) merupakan hasil penagkapan ikan terbanyak selama 10 tahun
(1999 – 2008) di Desa Bunati, Pada tahun 1999 – 2000 hasil tangkapan ikan di
Desa Bunati menggunakan bagan tancap meningkat dengan nilai 7296,5 menjadi
10797,3, pada tahun 2001 hasil tangkapan menurun menjadi 7432,5, tetapi pada
tahun 2001 nilai hasil tangkapan ini merupakan hasil tangkapan terbanyak dari
ketiga alat tangkap ikan tersebut. Pada tahun 2002 hasil tangkapan mengalami
peningkatan yang cukup signifikan dengan nilai 31824,4, dan kembali mengalami
penurunan pada tahun 2003 – 2004 dengan nilai 17354,8 - 1044,2. Kemudian,
pada tahun 2005 hasil tangkapan menggunakan bagan tancap kembali mengalami
kenaikan dengan nilai 12605,3, dan mengalami penurunan kembali pada tahun
2006 – 2007 dengan nilai 11054,4 - 7895,1, kemudian pada tahun 2008 hasil
tangkapan kembali mebgalami kenaikan, namun tidak begitu signifikan dengan
nilai 8368,6.
Pada (Tabel 2) di atas didapatkan perhitungan hasil ikan tangkapan dengan
menggunakan alat tangkap jaring insang hanyut, trammel net, dan bgan tancap
oleh nelayan di Desa Bunati Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu
selama 10 tahun, dimulai dengan tahun 1999 – 2008 menggunakan alat tangkap
(AT) I, II dan III. Pada tahun 1999 AT I hanya menghasilkan ikan tangkapan
dengan nilai total 25538,4 dalam 10 tahun. AT II menghasilkan ikan tangkapan

13
14

dengan total keseluruhan selama 10 tahun sebanyak 29027,5. Sedangkan, AT III


dapat meghasilkan tangkapan ikan sebanyak 115673,1 dalam 10 tahun terakhir,
AT III (bagan tancap) merupakan alat tangkap ikan bagi ikan-ikan pelagis kecil,
sehingga bagan tancap dapat menghasilkan ikan tangkapan lebih banyak
dibandingkan dengan AT I (jaring insang hanyut) dan AT II (trammel net).
Sehingga didapatkan kesimpulan berdasarkan Tabel 2 di atas, bahwa AT III
(bagan tancap) merupakan penangkap ikan terbanyak pertama dengan nilai total
115673,1, AT II (trammel net) merupakan penghasil ikan terbanyak kedua dengan
nilai 29027,5, dan AT I (jaring insang hanyut) merupakan alat tangkap yang
paling sedikit dalam penangkapan ikan di Desa Bunati, dengan nilai 25538,4.

PERSENTASE HASIL TANGKAPAN

Jaring Ing. Hanyut


15%
Trammel Net
17%
Bagan Tancap
68%

Gambar 1. Persentasi Hasil Tangkapan Ikan Selama 10 Tahun (1999 – 2008) di


Desa Bunati Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu dengan
Menggunakan Alat Tangkap Jaring Insang Hnayut, Trammel Net
dan Bagan Tancap.
Berdasarkan Gambar 1 di atas, didapatkan persentase hasil penangkapan
ikan di Desa Bunati dengan menggunakan 3 alat tangkap, yaitu dengan jaring
insang hanyut sebesar 15%, dengan menggunakan trammel net sebesar 17% dan
dengan menggunakan bagan tancap sebesar 68% dalam peiode waktu 10 tahun
(1999 – 2008).

14
15

jaring insang hanyut


8000
7000 6804.2
6000
5202.2
5000 4607.3 jaring
4000 insang
2781.1 hanyut
3000 3681.1
2000
794.1 851
1000
44.2
453.1 320.1
0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Gambar 2. Hasil Tangkapan dengan Menggunakan Jaring Insang Hanyut (Gill


Net) Tahun 1999 - 2008
Gill net atau sering disebut dengan Jaring Insang Hanyut adalah jaring yang
berbentuk empat persegi panjang, memiliki mata jaring yang sama ukuranya pada
seluruh jaring, lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. (Diniah,
2008).
Alat ini dioperasikan dengan cara dihanyutkan, dipasang secara menetap
pada suatu perairan,dengan cara dilingkarkan, ataupun dengan cara menyapu
dasar perairan. Karena jaring ini direntang pada dasar laut, yang demikian berarti
jenis-jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan ialah ikan-ikan dasar (bottom
fish) ataupun ikan-ikan damersal. Jenis-jenis ikan seperti cucut, tuna, yang
mempunyai tubuh sangat besar sehingga tak mungkin terjerat pada mata jaring
ataupun ikan-ikan seperti flatfish yang mempunyai tubuh gepeng lebar, yang
bentuk tubuhnya sukar terjerat pada mata jaring, ikan-ikan seperti ini akan
tertangkap dengan cara terbelit-belit (entangled). Jenis ikan yang tertangkap
berbagai jenis, misalnya herring, cod, halibut, mackerel, yellow tail, sea bream,
tongkol, cakalang, kuwe, layar, selar, dan lain sebagainya. Jenis-jenis udang,
lobster juga menjadi tujuan penangkapan jaring ini.
Pada grafik diatas dapat dilihat hasil tangkapan di Desa Bunati pada tahun
1999 – 2001 dengan penggunaan jenis alat tangkap jaring insang hanyut
mengalami penurunan dengan jumlah tangkapan sebesar 794,1 hingga 44,2
ton/trip. Kemudian terus mengalami kenaikan pada tahun 2002 – 2003 sebesar

15
16

851 sampai 2781,1 ton/trip. Pada tahun 2004 hasil tangkapan ikan kembali
mengalami penurunan sebesar 320,1 ton/trip. Kemudian pada tahun 2005 – 2007
hasil penangkapan ikan mengalami penurunan berkisar antara 5202,2 ton/trip
sampai 3681,1 ton/trip pada tahun 2007. Pada tahun 2008 hasil tangkapan ikan
mengalami kenaikan yang tinggi sebesar 6804,2 ton/trip.

Trammel net
9000
7820.8
8000
7000
6000 6707.7
5000 5371.6
4000 Trammel net
3000 3081.9 3149.5
2000
1406.6
1000 228.9 423.7
0 505.2 331.6
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Gambar 3. Hasil Tangkapan dengan (Trammel Net) Tahun 1999 - 2008

Trammel net merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang banyak
digunakan oleh nelayan. Hasil tangkapannya sebagian besar berupa udang,
walaupun hasilnya masih jauh dibawah pukat harimau (trawl). Di kalangan
nelayan, Trammel net sering disebut juga Jaring kantong, Jaring Gondrong atau
Jaring Udang. Sejak pukat harimau dilarang penggunaannya, Trammel net ini
semakin banyak digunakan oleh nelayan. Trammel net adalah jaring tiga lapis
yang menetap di dasar atau hanyut menurut arus kapal atau ditarik salah satu
sisinya. Dua lapis jaring dindingnya mampunyai mata besar sedangkan yang
didalam hermata lebih kecil dan tergantung longgar. Ikan dapat terpuntal pada
jaring bagian dalam setelah menembus bagian luar.
Alat ini banyak diusahakan untuk penangkapan udang. Sesuai dengan
lingkungan dan cara hidup dari udang dan jenis binatang demersal lainnya. Maka
alat setelah dilepas atau dilabuh diharapkan dapat mendasar dengan baik. Dengan
hal tersebut diharapkan bahwa selain udang dan ikan-ikan demersal yang menjadi

16
17

sasaran penangkapan yang dalam perdagangan mempunyai harga yang layak


dapat tertangkap juga. Contoh : kakap, bawal hitam, bawal putih, manyung, dll.
Daerah yang sering dipilih oleh nelayan ialah daerah perairan pantai yang
kedalaman lautnya sekitar 15 - 30 meter, yang dasar perairannya berupa lumpur,
lumpur campur pasir, bersih daripada kerikil tajam, batu karang dan tonggak
Bagan serta landai.
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat hasil tangkapan berdasarkan jenis
alat tangkap diperoleh nilai tertinggi pada tahun 2000 yaitu sebesar 7820,8kg/trip
dan terendah pada tahun 2004 yaitu 228,9 kg/trip. Jumlah tangkapan dari tahun
1999 – 2008 terjadi fluktuatif. Hal ini terjadi karena selama periode tahun tersebut
terjadi penambahan dan pengurangan jumlah upaya penangkapan (effort).

bagan tancap
35000
31824.4
30000

25000

20000 bagan
17354.8 tancap
15000 10797.3
10000 12605.3 11054.4
8368.6
5000 7296.5 7432.5 7895.1
1044.2
0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010

Gambar 4. Hasil Tangkapan dengan Menggunakan Bagan Tancap Tahun 1999 -


2008

Bagan tancap merupakan rangkaian atau susunan bambu berbentuk segi


empat yang ditancapkan sehingga berdiri kokoh diatas perairan, dimana pada
tengah bangunan tersebut dipasang jaring. Bagan tancap memiliki kedudukan
yang tidak dapat dipindah-pindah dan sekali dipasang (ditanam) berlaku untuk
selama musim penangkapan. Rumah bagan tancap ini berupa anjang-anjang
berbentuk piramid terpancung, berukuran 10 x 10 m pada bagian bawah dan 9,5 x

17
18

9,5 m pada bagian atas. Bagian atas berupa plataran (flat form), dimana terdapat
gulungan (roller) dan tempat nelayan melakukan kegiatan penangkapan. Ciri khas
penangkapan dengan bagan ialah menggunakan lampu (light fishing). Lampu
yang digunakan adalah petromaks (kerosene pressure lamp) berkekuatan antara
200 – 300 lilin, tergantung keadaan perairannya dan kemungkinan adanya
pengaruh cahaya bulan. Pada hari-hari gelap bulan, lampu dipasang (dinyalakan)
sejak matahari terbenam dan ditempatkan pada jarak ± 1 m di atas permukaan air.
Jika telah banyak terkumpul kawanan ikan, kemudian dilakukan pengangkatan
jaring dan begitu seterusnya diulang-ulang sampai mendapatkan hasil yang
diharapkan
Unsur utama dari Bagan adalah penggunaan lampu. Lampu digunakan
untuk menarik kumpulan ikan-ikan yang mempunyai sifat fototaksis positif. Pada
dasarnya susunan dari Bagan terdiri atas 2 bagian yaitu Rumah Bagan dan Daun
Bagan. Daun Bagan ini terbuat dari waring plastik yang berbentuk seperti kantong
besar yang keempat sisinya diikatkan pada bambu. Daun Bagan ini dapat dinaik-
turunkan dengan menggunakan penggulung/roller (sistemnya seperti katrol) yang
diletakkan dibagian atas Bagan atau disebut dengan plataran (flat form). Karena
alat ini sifatnya pasif dan menunggu ikan-ikan kecil supaya mendekat dan
berkumpul/bergerombol dibawah sinar cahaya lampu, maka penangkapan Daun
Bagan tersebut menunggu sampai ikan yang berkumpul banyak. Setelah itu,
barulah alat diangkat keatas secara vertikal sampai bingkai Daun Bagan hampir
menempel pada langit-langit Rumah Bagan. Dengan cara-cara tersebut dapat
diketahui bahwa alat Bagan adalah termasuk kedalam jenis Lift net.
Bagan termasuk light fishing yang menggunakan lampu sebagai alat bantu
untuk merangsang atau menarik ikan untuk berkumpul di bawah cahaya lampu,
kemudian dilakukan penangkapan dengan jaring yang telah tersedia. Ada
beberapa jenis ikan dengan adanya cahaya akan tertarik dan berkumpul dan ada
juga yang menjauhi cahaya dan menyebar.
Biasanya bagan tancap hanya memiliki kedalaman hingga 15 m, sehingga
kebanyakan ikan yang tertangkap adalah jenis ikan pelagis. Karena pada dasarnya
ikan pelagis adalah ikan yang umumnya berenang secara berkelompok mendekati
permukaan perairan hingga kedalaman 200 m. Ikan yang biasanya tertangkap

18
19

adalah ikan terbang, ikan selar, ikan kembung, ikan teri, ikan layur dan cumi-
cumi.
Pada grafik diatas dapat dilihat hasil tangkapan di Desa Bunati pada tahun
1999 – 2001 dengan penggunaan jenis alat tangkap Bagan Tancap diperoleh nilai
tertinggi pada tahun 2002 yaitu sebesar 31824,4 kg/trip dan terendah pada tahun
2004 yaitu 1044,2 kg/trip. Jumlah tangkapan dari tahun 1999 – 2008 terjadi
fluktuatif. Penurunan hasil tangkapan berkaitan dengan turunya upaya oleh
nelayan yang ditunjukkan oleh menurunya jumlah hari dilaut.

4.2 Upaya Penangkapan

4.2.1 Sebelum Standarisasi

Alat tangkap standar yang digunakan dalam melakukan standarisasi upaya


penangkapan adalah:

PERSENTASE TRIP EFFORT

Jaring Ing.
Hanyut
Bagan Tancap
17%
35%

Trammel Net
48%

Gambar 5. Presentase Upaya Penangkapan berdasarkan Jenis Alat yang


Digunakan sebelum standarisasi

Berdasarkan diagram diatas Upaya penangkapan ikan dengan penggunaan


berbagai jenis alat tangkap yang digunakan sebelum dilakukan standarisasi di
Desa Bunati dengan berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan diperoleh
bahwa: untuk alat tangkap jenis Gill net atau biasa disebut Jaring Insang Hanyut
diperoleh presentase sebesar 17 %. Kemudian jenis alat tangkap Trammel Net

19
20

diperoleh presentase sebesar 48 %. Untuk jenis alat tangkap Bagan Tancap, hasil
tangkapan dengan menggunakan alat tersebut memiliki presentase terbesar
daripada jenis alat tangkap lainya yaitu diperoleh sebesar 35 %.

Jaring Ing. Hanyut


7500 180000

150000
6000

120000
4500
Catch
90000
Effort
3000
60000

1500
30000

0 0
1999 2001 2003 2005 2007

Gambar 6. Grafik upaya Penangkapan dan hasil tangkapan dengan Menggunakan


Jaring Insang Hanyut (Gill Net) sebelum standarisasi Tahun 1999 -
2008
Upaya penangkapan berbagai jenis ikan dengan menggunakan Jaring
Insang Hanyut antara tahun 1999 – 2000 cenderung mengalami kenaikan dan
diikuti dengan kenaikan hasil tangkapan pada periode yang sama juga. Kemudian
pada tahun 2001 upaya penangkapan mengalami penurunan seirang dengan
penurunan hasil tangkapan pada tahun itu juga sebesar 1225 setiap tripnya untuk
hasil produksi bernilai 44,2 ton. Kemudian pada tahun 2002 upaya penangkapan
mengalami kenaikan lagi. Kenaikan upaya penangkapan paling tinggi terjadi pada
tahun 2008 yaitu sebesar 156612 setiap tripnya. Namun demikian belum dapat
disimpulkan bahwa upaya penangkapan masih dapat ditambah untuk
meningkatkan produksi karena upaya penangkapan belum distandarisasi. Upaya
penangkapan dengan menggunakan jenis alat tangkap Jaring Insang Hanyut
selama periode 1999 – 2008 memberikan kontribusi sekitar 17%.

20
21

Trammel Net
300000 9000

250000 7500

200000 6000
Effort
150000 4500
Catch
100000 3000

50000 1500

0 0
1999 2001 2003 2005 2007

Gambar 7. Grafik upaya penangkapan dan hasil tangkap dengan (Trammel Net)
sebelum standarisasi Tahun 1999 - 2008

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa upaya penangkapan


berbagai jenis ikan dengan menggunakan Trammel Net antara tahun 1999 – 2000
cenderung mengalami kenaikan dan diikuti juga dengan kenaikan hasil tangkapan
pada periode yang sama juga. Kemudian pada tahun 2001 upaya penangkapan
mengalami penurunan seirang dengan penurunan hasil tangkapan pada tahun itu
juga. Kemudian pada tahun 2002 upaya penangkapan mengalami kenaikan lagi.
Pada tahun 2004 – 2005 upaya penangkapan mengalami penurunan yang tajam.
Upaya penangkapan dengan menggunakan jenis alat tangkap Trammel Net selama
periode 1999 – 2008 memberikan kontribusi sebesar 48%.

21
22

Bagan Tancap
210000 35000

180000 30000

150000 25000

120000 20000 Effort

90000 15000 Catch

60000 10000

30000 5000

0 0
1999 2001 2003 2005 2007

Gambar 8. Grafik Upaya Penangkapan dan hasil tangkap dengan Menggunakan


Bagan Tancap Sebelum Standarisasi Tahun 1999 - 2008

Berdasarkan grafik diatas diperoleh hasil bahwa upaya penangkapan


dengan menggunakan Bagan Tancap cenderung mengalami penurunan. Untuk
kenaikan paling tinggi terjadi pada tahun 2002 bernilai 180208 setiap tripnya dan
pada tahun 2004 – 2005 mengalami penurunan yang tajam. Pola grafik dengan
menggunakan Bagan Tancap ini tidak jauh berbeda juga dengan jenis alat yang
lain. Upaya penangkapan dengan menggunakan jenis alat tangkap Bagan Tancap
memberikan kontribusi sebesar 35%.

4.2.2 Setelah Standarisasi

Penyesuaian standar alat tangkap dilakukan, karena di daerah tropis seperti


Indonesia, satu alat tangkap dapat menangkap banyak spesies ikan dengan
karakteristik ikan yang dapat sangat berbeda, yaitu ikan demersal dan ikan
pelagis. Sebaliknya, satu spesies ikan dapat tertangkap oleh berbagai alat tangkap.
Agar model surplus produksi bisa diterapkan, maka dilakukan penyesuaian
dengan cara melakukan standarisasi semua jenis alat tangkap terhadap salah satu
alat tangkap tertentu (Saputra, 2009).
Penstandarisasi alat tangkap perlu diketahui adanya jumlah trip sehingga
nantinya akan diketahui nilai FPI. Berikut adalah perhitungan dari upaya
penangkapan dari tiap jenis alat tangkap setelah dilakukan standarisasi:

22
23

Rata-rata

Jaring Insang
Hanyut
12%

Trammel Net
16%

Bagan Tancap
72%

Gambar 9. Persentase Upaya Penangkapan berdasarkan Jenis Alat yang


Digunakan Setelah Standarisasi

Berdasarkan diagram diatas Upaya penangkapan ikan dengan penggunaan


berbagai jenis alat tangkap yang digunakan setelah dilakukan standarisasi di Desa
Bunati berdasarkan jenis alat tangkap yang digunakan diperoleh sebagai berikut:
untuk alat tangkap jenis Jaring Insang Hanyut diperoleh presentase sebesar 12 %.
Kemudian jenis alat tangkap Trammel Net diperoleh presentase sebesar 16 %.
Untuk jenis alat tangkap Bagan Tancap, hasil tangkapan dengan menggunakan
alat tersebut memiliki presentase terbesar daripada jenis alat tangkap lainya yaitu
diperoleh sebesar 72 %.

23
24

Tabel 4. Trip Penangkapan oleh Manyarakat di Desa Bunati Kecamatan Angsana


Kabupaten Tanah Bumbu dari Tahun 1999 – 2008 Menggunakan Alat
Tangkap Jaring Insang Hanyut, Trammel Net dan Bagan Tancap.
TAHUN Jaring Ing. Hanyut Trammel Net Bagan Tancap
1999 4128 112416 111420
2000 6929 283448 99348
2001 1225 168896 102380
2002 29968 227224 180208
2003 57608 257528 107224
2004 342 209 1650
2005 342 82 1650
2006 67984 38414 89713
2007 67984 38414 79240
2008 156612 18841 57605
TOTAL 393122 1145472 830438

Pada (Tabel 4) di atas didapatkan perhitungan alat tangkap yang


digunakan oleh nelayan di Desa Bunati Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah
Bumbu selama 10 tahun, yaitu dimulai pada tahun 1999 – 2008 dengan
menggunakan alat tangkap (AT) I, II dan III, yaitu :
Pada tahun 1999 AT I merupakan AT yang paling sedikit digunakan dengan
nilai 4128 dibandingkan AT II dengan nilai 112416 dan dan AT III dengan nilai
111420. Kemudian pada tahun 2000 AT I dan II mengalami peningkatan dengan
nilai 6929 dan 283448, sedangkan AT III mengalami penurunan dengan nilai
99348. Pada tahun 2001 AT I dan II mengalami penurunan dengan nilai 1225 dan
283448, sedangkan III mengalami peningkatan dengan nilai 102380. Pada tahun
2002 – 2003 AT I dan II mengalami peningkatan, sedangkan AT III mengalami
penurunan hingga kurang lebih 8%. Pada tahun 2004 – 2005 AT I mengalami
penurunan dari tahun 2003 kurang lebih mencapai 96% dan kembali mengalami
peningkatan dengan drastis nilai konstan 67984 pada tahun 2006 – 2007
kemudian mengalami peningkatan lebih drastis dari tahun-tahun sebelumnya
dengan nilai 156612 pada tahun 2008. Sedangkam untuk AT II mulai mengalami
penurunan pada tahun 2004 – 2005, pada tahun 2005 AT II merupakan nilai
terendah dari AT lainnyapada periode 10 tahun dengan angka 82. Kemudian
mengalami kenaikan dan nilai konstan 38414 pada tahun 2006 – 2007 dankembali
mengalami penurunan dengan nilai 18841 pada tahun 2008. Pada AT III thun

24
25

2004 – 2005 mengalami penurunan dengan nilai komstan 1650, kemudian


mengalami peningkatan pada tahun 2006 dengan nilai 89713, dan kemabli
mengalami penurunan pada tahun 2007 – 2008. Berdasarkan hasil analisis dari
Tabel 4 tersebut, dapat disimpulkan bahwa Trammel Net (AT II) merupakan alat
tangkap terbanyak yang digunakan masyarakat di Desa Bunati selama periode 10
tahun (1999 – 2008). Sedangkan, alat tangkap jaring insang hanyut (AT I)
merupakan alat tangkap yang paling sedikit atau jarang digunakan masyarakat
selama peiode 10 tahun tersebut.

Jaring Ing. Hanyut


180000
156612
150000

120000 Ket :
90000 57608 Jaring Ing.
67984 67984 Hanyut
60000 29968
1225
30000 6929
4128 342 342
0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
-30000

Gambar 10. Hasil Trip Penangkapan Ikan Menggunakan Alat Tangkap Jaring
Insang Hanyut Pada Tahun 1999 – 2008 di desa Bunati Kecamatan
Angsana Kabupaten Tanah Bumbu.
Berdasarkan Gambar 10 di atas, dapat dilihat nilai perbandingan jumlah
penggunaan alat tangkap jaring insang hanyut dari tahun 1999 – 2008 di Desa
Bunati Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu. Pada tahun 1999 – 2000
jumlah penggunaan jaring insang hanyut meningkat dari 4128 menjadi 6929,
kemudian pada tahun 2001 jumlah penggunaan menurun secara drastis dengan
nilai 1225, pada tahun 2002 – 2003 nilai jumlah penggunaan alat tangkap jaring
insang hanyut ini mengalami kenaikan drastis secara konstan dengan nilai 29968
dan 57608. Tetapi, jaring insang hanyut ini kembali mengalami penurunan secara
drastis dengan nilai konstan 342 pada tahun 2004 – 2005 yang dikarenakan pada
tahun itu kondisi alam yang mempengaruhi laut dan pertumbuhan ikan yang tidak
seimbang, sehingga perlu digunakanan alat tangkap lain yang sesuai atau cocok

25
26

dengan musim pada saat itu sebagai penyesuaian dengan alam bagi para nelayan.
Pada saat tahun 2006 – 2007 jaring insang hanyut ini kembali mengalami
peningkataan penggunaan alat tangkap secara konstan yang lebih tinggi
dibandingkan nilai pada tahun-tahun sebelumnya dengan nilai 67984, pada tahun
2008 terakhir diperoleh nilai tertinggi dari dari 10 tahun dengan nilai 156612.
Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 2 di atas, dapat disimpulkan bahwa alat
tangkap jaring insang hanyut mengalami kenaikan dan penurunan yang terbilang
stabil. Selain itu, juga dapat disimpulkan dalam 10 tahun (1998 – 2008) nilai
terendah dan tertingginya. Pada tahun 2004 – 2005 merupakan tahun dengan nilai
terendah yaitu 342 yang digantikan dengan alat tangkap bagan tancap yang
memang dibuat untuk menangkap ikan pelagis kecil, dan nilai tertinggi pada tahun
2008 adalah 156612, karena pada tahun 2008 kembali terjadi perubahan alam
yang menyebabkan ikan mulai mengalami peningkatan.

Trammel Net
300000 283448
257528
250000
227224
200000
168896
150000 Tram
mel
100000 Net
112416
38414 38414
50000
209 82 18841
0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
-50000

Gambar 11. Hasil Trip Penangkapan Ikan Menggunakan Alat Tangkap


Trammel Net Pada Tahun 1999 – 2008 di desa Bunati Kecamatan
Angsana Kabupaten Tanah Bumbu.

Berdasarkan Gambar 11 di atas, dapat dilihat bahwa pada tahun 1999


angka penggunaan alat tangkap trammel net bernilai 112416 dan mengalami
kenaikan secara drastis pada tahun 2000 dengan nilai 283448, pada tahun 2001
trammel net mengalami penurunan, namun penurunannya tidak drastis dengan
nilai 168896, kemudian mengalami kenaikan yang konstan pada tahun 2002 –

26
27

2003 dengan nilai 227224 dan 257528. Namun, pada tahun 2004 – 2008 angka
penggunaan trammel net tidak mencapai 4000.
Pada tahun 2004 nilai penggunaan trammel net turun drastis dengan nilai
209 dan pada tahun 2005 kembali mengalami penurunan yang memperihatinkan
dengan nilai 82. Pada tahun 2006 – 2007 kembali naik dengan nilai konstan yaitu
38414 dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2008 dengan niai 18841.
Penurunan drastis yang terjadi pada tahun 2004 – 2008 ini disebabkan oleh faktor
alam, teknologi dan pengetahuan, serta perkembangan zaman yang mengharuskan
para nelayan untuk menggunakan alat tangkap seperti bagan tancap dan jaring
insang hanyut. Kemudian, dapat disimpulkan berdasarkan data 10 tahun (1999 –
2008) yang telah dianalisis dari Desa Bunati tersebut bahwa nilai terendah untuk
penggunaan trammel net berada pada tahun 2005 dengan nilai 82 yang digantikan
dengan alat tangkap bagan tancap dan nilai tertinggi pada penggunaan trammel
net berada pada tahun 2000 dengan nilai 283448, karena pada tahun 2000 ini ikan
dewasa masih belum mengalami penyusutan (pengurangan jumlah) yang
disebabkan oleh faktor-faktor alam.

Bagan Tancap
210000
180208
180000

150000

120000 111420 102380


107224 89713 Ket :
90000 Bagan
99348 79240
Tancap
60000
57605
30000
1650 1650
0
1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
-30000

Gambar 12. Hasil Trip Penangkapan Ikan Menggunakan Alat Tangkap Bagan
Tancap Pada Tahun 1999 – 2008 di desa Bunati Kecamatan
Angsana Kabupaten Tanah Bumbu.
Pada Gambar 12 di atas, dapat dilihat perkembangan trip penangkapan
dengan menggunakan alat tangkap bagna tancap selama 10 tahun, yaitu pada

27
28

tahun 1999 – 2008 yang bertempat di Desa Bunati Kecamatan Angsana


Kabupaten Tanah Bumbu. Pada tahun 1999 – 2001 penggunaan alat tangkap
bagan tancap masih terbilang seimbang atau stabil dengan nilai secara berurutan
yaitu 111420, 99348, dan 102380. Meskipun bisa dikatakan pada tahun 2000 –
2001 bagan tancap mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 1999. Pada
tahun 2002 bagan tancap mengalami peningkatan penggunaan secara drastis
dengan nilai 180208, hal ini dikarenakan pada tahun 2002 ikan mengalami
penurunan stok ikan dewasa yang disebabkan oleh faktor-faktor alam disekitarnya
dan menyebabkan alat tangkap seperti jaring insang hanyut dan trammel net tidak
terlalu berfungsi atau tidak dapat digunakan pada tahun 2000 tersebut. Pada tahun
2003 bagan tancap kembali mengalami penurunan dengan nilai 107224, pada
tahun 2004 – 2005 angka kembali mengalami penurunan secara drastis dan
konstan dengan nilai 1650. Tetapi, nilai ini merupakan nilai tertinggi selama tahun
2004 – 2005 dibandingkan dengan alat tangkap jairng insang hanyut dan trammel
net. Hal ini disebabkan oleh karena adanya penurunan jumlah stok ikan di laut
secara drastis yang juga disebabkan oleh alam. Pada tahun 2006 bagan tancap
mengalami peningkatan dengan nilai 89713, kemudian pada tahun 2007 – 2008
bagan tancap mengalami penurunan dengan nilai 79240 dan 57605, penurunan ini
disebabkan oleh karena terjadinya peningkatan jumlah stok ikan dewasa non
pelagis di laut dan membuat kebanyakan para nelayan untuk lebih memilih alat
tangkap jaring insang hanyut ketimbang bagan tancap. Jadi, berdasarkan Gambar
12 di atas, dapat disimpulkan selama 10 tahun (1999 – 2008) bahwa penggunaan
alat tangkap bagan tancap terendah terjadi pada tahun 2004 – 2005 karena
terjadinya penurunan stok ikan di laut dan nilai tertinggi berada pada tahun 2002
dengan nilai 180208 yang juga disebabkan karena terjadinya penurunan stok ikan
secara drastis yang menyebabkan para nelayan harus menggunakan bagan tancap.

28
29

Grafik Perbandingan AT I, II dan III


300000

250000

200000

150000

100000

50000

0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Jaring Ing. Hanyut Trammel Net Bagan Tancap

Gambar 13. Grafik Perbandingan Alat Tangkap I, II, dan III yang digunakan di
Desa Bunati Kecamatan Angsana Kabupaten Tanah Bumbu Pada
Tahun 1999 – 2008.
Pada Gambar 13 menunjukkan ketiga jenis alat tangkap yang lebih sering
atau banyak dan paling jarang digunakan oleh masyarakat nelayan di Desa Bunati
pada tahun 1999 – 2008. Berdasarkan Gambar 13 di atas dapat dilihat bahwa alat
tangkap trammel net merupakan alat tangkap terbanyak yang digunakan oleh
masyarakat Desa Bunati, kemudian alat tangkap bagan tancap juga banyak
digunakan oleh masyarakat dan berada pada posisi kedua diantara ketiga alat
tangkap tersebut, dan alat tangkap yang paling sedikit digunakan adalah alat
tangkap jaring insang hanyut.

29
30

Jaring Ing. Hanyut


8000 175000
C
7000 150000
f std
6000
125000
5000
100000
4000
75000
3000
50000
2000

1000 25000

0 0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Gambar 14. Grafik Upaya Penangkapan dan hasil tangkapan dengan


Menggunakan Jaring Insang Hanyut (Gill Net) setelah standarisasi
Tahun 1999 - 2008

Upaya penangkapan berbagai jenis ikan dengan menggunakan Jaring


Insang Hanyut antara tahun 1999 – 2000 cenderung mengalami kenaikan dan
diikuti dengan kenaikan hasil tangkapan pada periode yang sama juga. Kemudian
pada tahun 2001 upaya penangkapan mengalami penurunan seirang dengan
penurunan hasil tangkapan pada tahun itu juga sebesar 1225 setiap tripnya untuk
hasil produksi bernilai 44,2 ton. Kemudian pada tahun 2002 upaya penangkapan
mengalami kenaikan lagi. Kenaikan upaya penangkapan paling tinggi terjadi pada
tahun 2008 yaitu sebesar 156612 setiap tripnya. Namun demikian belum dapat
disimpulkan bahwa upaya penangkapan masih dapat ditambah untuk
meningkatkan produksi karena upaya penangkapan belum distandarisasi. Upaya
penangkapan dengan menggunakan jenis alat tangkap Jaring Insang Hanyut
selama periode 1999 – 2008 memberikan kontribusi sekitar 12%.

30
31

Trammel Net
9000 180000

7500 150000

6000 120000
C
4500 90000
f std

3000 60000

1500 30000

0 0
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009

Gambar 15. Grafik Fluktuasi Upaya Penangkapan dan Hasil Tangkapan dengan
(Trammel Net) Setelah Standarisasi Tahun 1999 - 2008

Berdasarkan gambar 14 menunjukkan bahwa upaya penangkapan di Desa


Bunati dengan penggunaan jenis alat tangkap Trammel Net yang sudah di
standarisasi mengalami kenaikan namun tidak untuk hasil tangkap ikan yang
semakin tahun mengalami penurunan yang tajam. hal ini diduga penyebabnya
yaitu karena bertambahnya jumlah unit penangkapan yang menyebabkan alokasi
umpan hidup untuk tiap unti penangkapan yang menyebabkan alokasi umpan
hidup untuk tiap unit penangkpan menjadi berkurang. Selain itu hal ini juga dapat
dijadikan indikasi adanya gejala overfishing atau penangkapan secara berlebihan
khususnya dengan penggunaan alat jenis Trammel Net ini. Peningkatan upaya
penangkapan (effort) dan penurunan hasil tangkapan akan mempengaruhi
pendapatan nelayan, karena penerimaan nelayan tergantung dari seberapa besar
hasil tangkapan yang dapat dihasilkan setiap unit penangkapan. Berdasarkan hal
ini dapat diasumsikan bahwa pada batas-batas tertentu, dengan peningkatan effort
akan menurunkan produksi hasil tangkapan. Upaya penangkapan dengan
menggunakan alat tangkap jenis Trammel Net selalma periode tahu 1999 – 2008
memberikan kontribusi sebesar 16 %.

31
32

Bagan Tancap
1200000 35000

1000000 29500

24000
800000
18500 f std
600000
13000 C
400000
7500
200000 2000

0 -3500
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Gambar 16. Grafik Fluktuasi Upaya Penangkapan dan Hasil Tangkapan dengan
Menggunakan Bagan Tancap Setelah Standarisasi Tahun 1999 -
2008
Berdasarkan gambar 16 diperoleh bahwa upaya penangkapan berfluktuatif.
Dan cenderung mengalami kenaikan, pada tahun 2001 – 2002 mengalami
kenaikan yang tajam dan diikuti pula dengan peningkatan hasil tangkapan pada
tahun yang sama juga. Kemudian pada tahun selanjutnya yaitu pada tahun 2003
mengalami penurunan yang cukup tajam yang diikuti juga dengan menurunya
hasil tangkapan dengan tahun yang sama. Dengan demikian diduga hasil
tangkapan dengan menggunakan jenis alat tangkap Bagan Tancap masih dapat
ditingkatkan. Upaya penangkapan pada tahun 1999 – 2008 dari total upaya
penangkapan memberikan kontribusi sebesar 72 %.

32
33

4.3 Hasil Tangkapan per Satuan Upaya Penangkapan (CPUE)


Tabel 5. Data Hasil Catch, effort dan Cpue di Desa Bunati Kecamatan Angsana
Kabupaten Tanah Bumbu selama 10 tahun (1999 – 2008) yang Telah
Distandarisasikan.
CATCH EFFORT CPUE
TAHUN
(TON) (Trip) (TON/Trip)
1999 14798,3 76926,561 0,192
2000 19071,2 291644,99 0,065
2001 12848,3 356089,76 0,036
2002 35757,3 1259194,8 0,028
2003 21542,5 446233,63 0,048
2004 1593,2 1702,201 0,936
2005 18312,7 1203,903 15,211
2006 16085,4 237351,56 0,068
2007 11907,8 219917,93 0,054
2008 18322,3 421723,65 0,043
Jumlah 170239 3311989 16,683
Rata-rata 17023,9 331198,9 1,668
Nilai MAX 35757,3 1259194,8 15,211
Nilai MIN 1593,2 1203,903 0,028
Pada (Tabel 5) di atas, didapatkan jumlah keseluruhan dari ikan hasil
tangkapan menggunakan alat tangkap jaring insang hanyut, trammel net dan
bagan tancap, trip penangkan dengan menggunakan ketiga alat yang sama dengan
alat yang digunakan untuk penangkapan ikan, dan Cpue dari hasil tangkapan ikan
dengan hasil trip penangkapan.
Perhitungan CPUE harus dilakukan standarisasi alat tangkap terlebih
dahulu karena berdasarkan data produksi terjadi lebih dari satu alat tangkap yang
biasa digunakan untuk menangkap ikan. Penstandaran alat tangkap perlu diketahui
adanya jumlah trip sehingga nantinya akan diketahui nilai CPUE masing-masing
alat tangkap sehingga akan diketahui nilai FPI. Berdasarkan produksi dan trip
maka dapat dihitung nilai CPUE tiap alat tangkap, dengan rumus catch (produksi)
tiap alat tangkap dibagi dengan effort (trip) tiap alat tangkap.
Jumlah hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE) diperoleh
berdasarkan hasil tangkapan gabungan antara jenis alat tangkap Jaring Insang
Hanyut, Trammel Net dan Bagan Tancap serta data upaya penangkapan hasil

33
34

tangkapan ikan yang telah distandarisasi. Diperoleh hasil yaitu rata-rata untuk
hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan (CPUE) setelah dilakukan
standarisasi selama periode 1999 – 2008 adalah sebesar 1,668 ton/trip setiap
tahunya.
Hasil yang didapatkan berdasarkan data selama 10 tahun yang bertempat
di Desa Bunati yaitu, jumlah hasil tangkapan sebesar 170239, dengan nilai rata-
rata sebesar 17023,9, nilai maksimum sebesar 35757,3 dan nilai minimum sebesar
1593,2. Kemudian, juga didapatkan hasil dari jumlah trip penangkapan sebesar
3311989, dengannilai rata-rata 331198,9, nilai maksimal 35757,3 dan nilai
minimun sebesar 1593,2. Sedangkan, nilai yang didapatkan untuk jumlah Cpue
adalah sebesar 16,683, dengan nilai rata-rata 1,668, nilai maksimum sebesar
15,211 dan nilai minimum sebesar 0,028.
4.4. Hubungan Upaya Penangkapan (effort) dengan CPUE

Berdasarkan grafik dibawah menggambarkan hubungan antara upaya


penangkapan dengan CPUE grafik tersebut dibuat dan kemudian dianalisa untuk
mengetahui nilai korelasi antara keduanya yaitu dalam arti untuk mengetahui
hubungan antara upaya penangkapan dengan CPUE.
Hubungan effort dan CPUE menggambarkan keadaan sumberdaya ikan
yang ada di suatu perairan. Bila hubungan effort dan CPUE negatif, berarti
sumberdaya ikan mengalami overfishing. Bila hubungan Effort dan CPUE tidak
berubah (datar), maka sumberdaya ikan telah melampaui titik puncak MSY,
sedangkan hubungan positif maka sumberdaya ikan berada dibawah titik puncak
MSY (Telleng 2010, Personal Communication).
Berdasarkan hasil analisis tersebut menghasilkan persamaan linier y = -
5E-06x + 3,1611. Dengan Y adalah jumlah hasil tangkapan per trip (CPUE) dan
variabel x adalah upaya penangkapan . dari persamaan tersebut menunjukkan
bahwa konstanta nilai (a) sebesar 3,1611 dengan artian bahwa jika tidak ada upaya
penangkapan (effort) maka potensi yang tersedia di alam masih sebesar 3,1611
kg/trip. Koefisien regresi (b) sebesar -5E-06 atau -5x10-6 menyatakan hubungan
yang negatif antara produksi dengan effort bahwa setiap pengurangan 1 trip akan
menyebabkan CPUE naik sebesar 0,506 kg/trip begitu pula sebaliknya. Koefisien
determinasi (R2) sebesar 0,118 atau 11,80% menyatakan bahwa naik turunya

34
35

CPUE m sebesar 11,80% dipengaruhi oleh nilai effort atau upaya penangkapanya
sedangkan sisanya sebesar 88,2% dipengaruhi oleh faktor lain atau variabel lain.
Nilai koefisien korelasi (R) sebesar -0,344 menunjukkan bahwa antara CPUE dan
effort memiliki keeratan yang lemah Sedangkan koefisien nilai negatif
menunjukkan hubungan yang tidak searah.

cpue std
20

y = -5E-06x + 3.1611
15
R² = 0.118
Axis Title

10

0
0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000
-5
Axis Title

cpue std Linear (cpue std)

Gambar 17. Grafik Hubungan Upaya Penangkapan dengan CPUE

4.5 Upaya Optimum (fopt)


Upaya optimum atau effort optimum adalah upaya penangkapan yang
dapat dilakukan oleh suatu unit penangkapan untuk mendapatkan hasil tangkapan
yang optimal tanpa merusak kelestarian sumberdaya ikan tersebut. Manfaat
dilakukanya pendugaan tingkat upaya penangkapan yang optimum adalah agar
kerugian waktu, tenaga dan biaya operasi penangkapan dapat diperkecil dan usaha
penangkapan yang dilakukan diharapkan akan selalu mencapai hasil yang optimal.
Berdasarkan persamaan hubungan antara upaya penangkapan dengan
CPUE didapatkan persaman hubungan antara upaya penangkapan dengan hasil
tangkapan dan didapat persamaan -5E-06x + 3,1611f2 . Berdasarkan analisis data
diperoleh nilai optimum yaitu sebesar 350664,62 trip per tahun (Gambar 14) .
Berdasarkan pada (tabel 3) upaya penangkapan (effort) yang belum sampai pada
nilai upaya optimum terjadi pada tahun 1999 – 2000 dan tahun 2004 - 2007.
Kemudian, pada tahun 2001 upaya penangkapan hampir mendekati nilai optimum

35
36

yaitu dengan nilai 356089,76 dari upaya penangkapanya. Kemudian upaya


penangkapan yang telah melampaui batas nilai upaya optimum terjadi pada tahun
2003, 2004 dan 2008 yaitu dengan nilai antara lain: 1259194,79 ; 446233,63 ;
421723,65.
Agar upaya penangkapan dapat optimum maka perlu dilakukan
pengalokasian jumlah unit penangkapan menurut skala ruang atau daerah
penangkapan ikan (spasial) dan musim penangkpan (temporal).

4.6 Maximum Sustainable Yield (MSY)


MSY atau hasil tangkapan maksimum lestari adalah besarnya jumlah stok
ikan tertinggi yang dapat ditangkap secara terus menerus dari suatu potensi yang
ada tanpa mempengaruhi kelestarian stok ikan tersebut. Dengan diketahuinya nilai
MSY maka tingkat pemanfaatan suatu sumberdaya ikan diharapkan tidak melebihi
nilai MSY-nya agar kelestarian sumberdaya tersebut dapat tetap terjaga. Dengan
kata lain jumlah hasil tangkapan yang optimal perlu diketahui agar setiap usaha
penangkapan tidak merugikan kelangsungan sumberdaya tersebut.
Berdasarkan analisis data didapatkan nilai hasil tangkapan yang optimal
atau Maximum Sustainable Yield (MSY) di Desa Bunati sebesar 554245,5181 ton
per tahunnya. Kemudian berdasarkan hasil perhitungan menggunakan metode
schaefer diperoleh dugaan upaya penangkapan (effort) optimum yaitu sebesar
350664,62 dengan potensi lestari maksimum lestari sebesar 554245,52 ton/tahun.
Berdasarkan (tabel 3) menunjukkan bahwa hasil tangkapan periode 1999 – 2008
jumlah hasil tangkapan berada jauh dengan nilai MSY, pada tahun 2003
merupakan penangkapan dengan nilai yang paling tinggi yaitu sebesar 35757,300
namun masih dikatakan jumlah hasil tangkapan berada diatas nilai MSY atau
underfishing.
Kemudian, jika melihat dari kurva keseimbangan stok MSY dibawah
dapat dilihat bahwa titik tertinggi MSY yakni sebesar 5542303 yang berarti
bahwa hasil penangkapan sudah mendekati nilai MSY. Namun, antara upaya
penangkapan (effort) dan hasil tangkapan (catch) pada kurva tersebut
menunjukkan nilai yang semakin meningkat. Dan hal ini menunjukkan adanya
tingkat keakuratan dari data yang diolah. Kurva tersebut menunjukkan

36
37

keuntungan ekonomi tertinggi dari kegiatan usaha penangkapan yang dilakukan.


Apabila telah melewati titik optimum MSY dapat diartikan telah terjadi
overfishing.
Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil tangkapan maksimum lestari (MSY)
di Desa Bunati pemanfaatan potensi sumberdaya ikan dikatakan underfishing atau
tidak melebihi titik optimum MSY dan kelestarian stok tidak terancam.
4.7 CPUE Optimum
Untuk mendapatkan nilai CPUE optimum didapatkan dari Maximum
sutainable (MSY) dibagi dengan upaya penangkapan optimum (fopt) dan
didapatkan hasil yaitu 1.581 ton/trip. Berdasarkan pada (tabel 3) didapatkan
bahwa nilai CPUE tidak melebihi nilai CPUE optimum pada tahun 1999 – 2004
namun nilainya semakin menurun. Kemudian pada tahun 2005 nilai CPUE
memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 15,211 ton/trip dan dapat dikatakan bahwa
nilai CPUE tahun 2004 melebihi dari nilai CPUE optimumnya.
4.8 Tingkat Pengupayaan dan Tingkat Pemanfaatan
Dengan diketahuinya nilai upaya penangkapan yang optimum serta nilai
MSYdi Desa Bunati maka tingkat pengupayaan dan tingkat pemanfaatan pada
tahun terakhir dapat diketahui. Berikut perhitunganya :
a. Tingkat Pengupayaan Penangkapan Tahun 2008
Upaya penangkapan pada tahun 2008 (f2008) = 421723,648 trip
Tingkat pengupayaan tahun 2008 = f2008
X 100%
fopt
= 421723,648
X 100%
350664,62
= 120,2%
b. Tingkat Pemanfaatan Pada Tahun 2008
Produksi tahun 2008 (c2008) = 18322,300 ton
Tingkat pemanfaatan tahun 2008 = c2008
X 100%
MSY
= 18322,300
X 100%
554245,5181
= 3,306%

37
38

Berdasarkan perhitungan diatas didapatkan bahwa Jumlah upaya


penangkapan pada semua jenis alat yang digunakan untuk kegiatan penangkapan
pada tahun terakhir (2008) adalah 421723,648 trip. Dengan upaya optimum
sebesar 350664,62 trip per tahun, maka tingkat pengupayaan di Desa Bunati
diperoleh sebesar 120,2%. Hal ini berarti bahwa upaya penangkapan di perairan
Desa Bunati telah berlebih sebesar 20,2%.
Perhitungan tingkat pemanfaatan diperoleh: untuk jumlah hasil tangkapan
pada tahun terakhir (2008) adalah sebesar 18322,300 ton. Dengan jumlah hasil
tangkapan optimum (MSY) sebesar 554245,5181 ton, maka tingkat pemanfaatan
di Desa Bunati sebesar 3,306%. hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk
memanfaatkan sumberdaya di perairan Desa Bunati masih besar yaitu 96,69% dari
potensi maksimum lestarinya atau masih sebesar 535923,2181 to per tahun. Atau
dapat dikatakan pemanfaatan sumberdaya yang ada masih jarang yang
memanfaatkanya.

600000
Hasil Tangkapan (Ton)

500000
MSY = 554245,5181
400000

300000

200000

100000

0
f opt = 350664,6165
0

690000
30000
60000
90000
120000
150000
180000
210000
240000
270000
300000
330000
360000
390000
420000
450000
480000
510000
540000
570000
600000
630000
660000

-100000

Upaya Penangkapan effort (Trip)

Gambar 18. Kurva Hubungan Antara upaya Penangkapan dengan Hasil Tangkpan
di Desa Bunati Selama 10 Tahun (1999 – 2008)

38
39

V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari hasil penelitian yang telah
dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan aplikasi model schaefer terhadap hasil tangkapan, upaya
penangkapan dan hasil tangkapan per upaya penangkapan didapat persamaan:
CPUE= -5E-06x + 3,1611f. Menunjukkan bahwa konstanta nilai (a) sebesar
3,1611 dengan artian bahwa jika tidak ada upaya penangkapan (effort) maka
potensi yang tersedia di alam masih sebesar 3,1611 kg/trip. Koefisien regresi
(b) sebesar -5E-06 atau -5x10-6 menyatakan hubungan yang negatif antara
produksi dengan effort bahwa setiap pengurangan 1 trip akan menyebabkan
CPUE naik sebesar 0,506 kg/trip begitu pula sebaliknya.
2. Hasil tangkapan masksimum lestari (MSY) di perairan Desa Bunati
diperkirakan sebesar 554245,5181 ton per tahun, dengan perkiraan upaya
penangkapan optimumnya adalah sebesar 120,3%. Dengan tingkat
pemanfaatanya 3,306%. hal ini menunjukkan bahwa masih potensi
sumberdaya yang ada di Desa tersebut masih banyak peluang yang bisa
dimanfaatkan sebesar 96,69% sedangkan untuk peluang pengupayaanya telah
melebihi sebesar 20%.

5.2 Saran

Didalam melaksanakan praktik sudah baik, namun perlu ditingkatkan lagi


pelaksanaannya agar didapatkan pengamatan data yang lengkap dari pelaksanaan
praktikum sehingga data yang diperoleh bisa lebih memadai dan efektif.
Kemudian untuk pembuatan laporan perlu bimbingan agar tidak ada kesulitan
dalam pembuatan laporan, baik dari segi penganalisisan datanya maupun format
untuk pembuatan laporan.

39
40

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2014.http://id.wikipedia.org/wiki/Ikan_laut.
Diakses tanggal 03 juni 2014.
Dinas Perikanan Dan Kelautan Provinsi Riau, 2001. Potensi dan tingkat
pemanfaatan sumber daya perikanan dan kelautan propinsi Riau. 45 hal
(tidak diterbitkan).
Feliatra, Arthur Brown, Syafril Nurdin, Kusai, Putu Sedana, Sukendi,
Suparmi,Elberizon. 2003. Pengantar Perikanan dan Ilmu Kelautan
II.Faperikan Press Universitas Riau. Pekanbaru.180 hal.
Yuniarti. 2000. Inventarisasi dan identifikasi ikan Channidae yang terdapat di
Sungai Kampar Propinsi Riau. Laporan Praktek lapang. Fakultas
perikanan dan ilmu kelautan, Universitas Riau, Pekanbaru. 32 hal (tidak
diterbitkan).
Nurdin, Syafril. 2011. Dinamika Populasi. Universitas Riau. Pekanbaru, 83 hal.
(tidak diterbitkan)
Rahardjo, S. 1980. Oseanografi Perikanan I. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan. 141 hal.

40

Anda mungkin juga menyukai