Anda di halaman 1dari 13

KARAKTERISTIK DAN PENYEBARAN

SUMBERDAYA IKAN SELAR KUNING (Selaroides leptolepis)

DOSEN: Prof. Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si

DISUSUN OLEH:
IMAM TEGUH SANTAUSA
C451170081

TEKNOLOGI PERIKANAN LAUT

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2017
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Sebaran kelimpahan dan distribusi ikan pelagis tak terlepas dari perubahan
dan dinamika oseanografi perairan. Secara geografis kondisi perairan Laut Jawa
diatur oleh iklim muson dan mendapatkan pengaruh yang signifikan dari massa air
dari Laut Cina Selatan yang dikenal mempunyai suhu dingin dan salinitas rendah.
Kombinasi antara musim dan ENSO turut berperan dalam migrasi ikan yang ada
di perairan.
Dinamika oseanografi berperan dalam mengatur tingkah perilaku ikan.
Beberapa parameter kondisi lingkungan laut tersebut antara lain suhu air laut, arus
laut, salinitas, dan ketersediaan makanan. Suhu merupakan parameter oseanografi
yang berpengaruh sangat dominan terhadap kehidupan ikan. Setiap jenis ikan
mempunyai suhu optimum untuk kehidupannya. Pengetahuan mengenai suhu
optimum dari suatu spesies ikan dapat dijadikan dasar dalam menduga keberadaan
ikan. Pada kondisi suhu yang cocok ikan cenderung memiliki selera makan yang
lebih baik. Gerombolan ikan biasanya dijumpai pada daerah pertemuan antara dua
massa air yang memiliki perbedaan suhu (front suhu). Front suhu dicirikan
pertemuan massa air dingin dengan masa air sekelilingnya yang memiliki
perbedaan suhu 1-200C. Selain suhu, pergerakan migrasi ikan secara alamiah
mengikuti pola pergerakan arus sebagai alat orientasi ikan. Arus laut dapat berupa
arus pasang surut maupun pergerakan massa air secara global. Gerombolan ikan
ikan biasanya dijumpai pada daerah pertemuan antara dua arus (front arus).
Sedangkan salinitas berpengaruh terhadap berlangsungnya proses biologis yang
secara langsung mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang
dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya kelangsungan hidup.
Selain dipengaruhi oleh kondisi oseanografi, kelimpahan ikan juga sangat
tergantung pada ketersediaan makanan. Sumberdaya ikan menduduki tingkat
trofik atas dan tengah dalam rantai makanan di laut. Kelimpahan dan
keberadaannya bergantung pada jumlah biomassa pada tingkat trofik yang lebih
rendah yaitu fitoplankton dan zooplankton. Kelimpahan fitoplankton dalam
perairan dapat direpresentasikan dengan konsentrasi klorofil-a, yang merupakan
salah satu pigmen yang paling dominan terdapat pada fitoplankton dan berperan

1
dalam proses fotosintesis. Fitoplankton menghasilkan zat asam yang berguna bagi
ikan dan berperan sebagai produsen primer dalam rantai makanan di perairan.
Selat Malaka, Laut Jawa dan Selat Sunda, Samudera Hindia, Selat Makasar, Laut
Pasifik, Teluk Tomini, Laut Banda, dan Laut Arafura di kenal sebagai salah satu
ekosistem ikan pelagis kecil. Komoditas tangkapan utama salah satunya adalah,
Ikan selar kuningyang termasuk ikan pemakan plankton (plankton feeder) dalam
rantai.
Sumber daya ikan pelagis kecil merupakan sumber daya ikan cukup
penting di wilayah perairan Indonesia dan hampir menyebar di seluruh wilayah
perairan, terutama perairan di dekat pantai. Berdasarkan hasil Kajian Stok Sumber
daya Ikan tahun 2010 potensi produksi lestari maksimum ikan pelagis kecil di
seluruh wilayah perairan Indonesia sebesar 3,6 juta ton atau sekitar 55% dari total
potensi produksi sumber daya ikan. Beberapa jenis ikan pelagis kecil di Indonesia
yang memiliki nilai ekonomis tinggi salah satunya adalah Ikan selar kuning
((Selaroides leptolepis).
Penelitian sumber daya perikanan (kajian stok) memiliki peran penting
bagi pengelolaan perikanan secara berkelanjutan di suatu wilayah perairan.
Tujuan pengelolaan perikanan adalah sumber daya ikan dapat dimanfaatkan
secara optimal dengan tetap terjaga kelestariannya sehingga dapat memberikan
kemakmuran nelayan dan masyarakat pada umumnya. Penelitian perikanan pada
dasarnya telah berlangsung cukup lama sejalan dengan berkembang dan
berubahnya perikanan, serta mengalami variasi dan modifikasi dalam proses
pengumpulan data walaupun metodologi yang diterapkan dalam analisis bersifat
standar kajian stok sumber daya ikan.

1.2. Tujuan
Adapun tujuan dari tugas tentang Karakteristik dan penyebaran
sumberdaya ikan selar kuning di Indonesia ini adalah :
1. Untuk mengetahui Karakteristik ikan selar kuning di Indonesia.
2. Untuk mengetahui Penyebaran ikan selar kuning di Indonesia.

2
2. Penyebaran Sumberdaya Daya Ikan Selar Kuning
Selar kuning Selaroides leptolepis merupakan salah satu sumberdaya
perikanan pelagis kecil yang potensial di perairan teritorial Indonesia.
Sumberdaya tersebut tersebar pada delapan daerah penangkapan, yaitu Selat
Malaka, Laut Jawa dan Selat Sunda, Samudera Hindia, Selat Makasar, Laut
Pasifik, Teluk Tomini, Laut Banda, dan Laut Arafura. Ikan ini banyak tertangkap
di perairan pantai serta hidup berkelompok sampai kedalaman 80 m.

Selar kuning Selaroides leptolepis (Carangidae); hidup bergerombol,


perairan pantai panjang ikan dapat mencapai 20 cm, umumnya 15 cm. Termasuk
ikan buas, pemakan ikan kecil dan udang-udang kecil, penangkapan dengan
payang, purse seine, sero, jaring insang, dipasarkan dalam bentuk segar, asin-
kering, asin-rebus, harga sedang. Daerah penyebaran; daerah pantai seluruh
Indonesia, Teluk Benggala, Teluk Siam, sepanjang pantai laut Cina Selatan. Ke
selatan meliputi perairan tropis Australia.

2.1 Penyebaran dan Laju Eksploitasi Ikan Selar Kuning di Perairan Selat
Malaka
Pemanfaatan sumberdaya ikan selar secara intensif tanpa memperhatikan
kemampuan pulih akan menimbulkan terjadinya penurunan stok ikan secara terus-
menerus. Untuk menentukan status eksploitasi (tingkat pemanfaatan) stok dapat
diduga dengan rumus:

Berdasarkan penelitian dari Nasution et al. (2015), pendugaan laju


mortalitas alami Ikan Selar Kuning menggunakan rumus empiris Pauly dengan
suhu rata-rata permukaan perairan Selat Malaka 31C. Hasil analisis laju
ekploitasi Ikan Selar Kuning yang diperoleh melebihi 0,5 yaitu 0,91 untuk ikan
betina dan 0,96 untuk ikan jantan.

3
Berdasarkan hasil analisis laju ekploitasi Ikan Selar Kuning yang diperoleh
melebihi 0,5 yaitu 0,91 untuk ikan betina dan 0,96 untuk ikan jantan. Hasil ini
menunjukkan bahwa analisis laju eksploitasi (E) Ikan Selar Kuning di perairan
Selat Malaka memiliki nilai yang hampir mendekati 100% yaitu 0,91 untuk ikan
betina dan 0,98 untuk ikan jantan. Nilai eksploitasi Ikan Selar Kuning melebihi
angka optimal 0,5 yang menunjukkan status eksploitasi Ikan Selar Kuning di
perairan Selat Malaka yaitu overfishing. Menurut Pauly (1984) bahwa nilai
eksploitasi optimal adalah 0,5.

2.2 Penyebaran dan Laju Eksploitasi Ikan Selar Kuning di Kabupaten


Lamongan
Data hasil upaya penangkapan ikan selar kuning di Kabupaten Lamongan
dapat dianalisis dengan menghitung nilai hasil tangkapan per upaya penangkapan
atau analisis tangkapan per satuan upaya. TPSU digunakan sebagai indeks
kelimpahan sumberdaya perikanan. TPSU dihitung dengan rumus sebagai berikut
:

= [ ]

TPSU adalah jumlah tangkapan per satuan upaya, T adalah jumlah
tangkapan bulanan harian, atau tahunan ikan selar kuning (kg) dan U adalah
merupakan jumlah upaya bulanan, harian, atau tahunan ikan selar kuning (hari).
Selanjutnya TPSU ini disajikan dalam bentuk grafik.
Data hasil upaya penangkapan dapat dianalisis dengan menghitung nilai
hasil tangkapan per upaya penangkapan atau analisis Tangkapan Per Satuan
Upaya (TPSU). Adapun manfaat mengetahui nilai TPSU adalah mengetahui
kelimpahan ikan selar kuning dan melihat trend (kecenderungan) ikan selar
kuning setiap tahunnya.
Beberapa ciri yang dapat menjadi patokan suatu perikanan sedang menuju
kondisi upaya tangkap lebih adalah waktu melaut menjadi lebih panjang dari
biasanya, lokasi penangkapan menjadi lebih jauh dari biasanya, ukuran mata
jaring menjadi lebih kecil dari biasanya, yang kemudian diikuti produktivitas
(hasil tangkapan per satuan upaya) yang menurun, ukuran ikan yang semakin
kecil, dan biaya penangkapan yang semakin meningkat.

4
Menurut Damayanti PA (2007), upaya tangkap lebih (overfishing) secara
sederhana dapat diartikan sebagai penerapan sejumlah upaya penangkapan yang
berlebihan terhadap suatu stok ikan dan terbagi ke dalam dua pengertian yaitu growth
overfishing dan recruitment overfishing. Growth overfishing terjadi jika ikan ditangkap
sebelum mereka sempat tumbuh mencapai ukuran dimana peningkatan lebih lanjut dari
pertumbuhan akan mampu membuat seimbang dengan penyusutan stok yang diakibatkan
oleh mortalitas alami. Recruitment overfishing adalah pengurangan melalui penangkapan
terhadap suatu stok sedemikian rupa sehingga jumlah stok induk tidak cukup banyak
untuk memproduksi telur yang kemudian menghasilkan rekrut terhadap stok yang sama.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Masud (2015) terdapat


beberapa indikasi tingginya tekanan penangkapan terhadap sumberdaya ikan selar
kuning yang mengarah kepada gejala tangkap lebih (overfishing) yang diduga
lebih lanjut termasuk kondisi growth overfishing. Beberapa indikasi ditunjukkan
dari perubahan yang terjadi dalam struktur stok ikan, antara lain :
2.1 Jumlah ikan yang tertangkap didominasi oleh ikan berukuran kecil (612
cm) dan berukuran sedang (1320 cm) serta sekitar 80% dari total
tangkapan adalah ikan muda atau mempunyai ukuran di bawah ukuran
pertama kali matang gonad.
2.2 Meningkatnya koefisien pertumbuhan populasi yang berarti umur ikan
untuk mencapai panjang infinitif menjadi lebih pendek.
2.3 Peningkatan jumlah upaya penangkapan cenderung akan meningkatkan
jumlah hasil tangkapan, tetapi berat ratarata ikan

2.3 Status Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Indonesia dengan Kasus Teluk
Tomini (WPP 716)
Sumber daya ikan pelagis adalah jenis-jenis ikan yang sebagian besar dari
siklus hidupnya berada di permukaan atau dekat permukaan perairan, dengan
karakteristik: membentuk gerombolan yang cukup besar, beruaya (migrasi) yang
cukup jauh dengan gerak/aktivitas yang cepat. Salah satu Sumber daya ikan
pelagis kecil yang paling umum salah satunya adalah Ikan Selar kuning
(Selaroides leptolepis).

5
Hasil tangkapan per satuan upaya (Catch Per Unit Effort, CPUE) adalah
salah satu indikator bagi status sumber daya ikan yang merupakan ukuran dari
kelimpahan relatif, sedangkan tingkat produksi dapat merupakan indikator kinerja
ekonomi. Diperolehnya gambaran tentang tren CPUE dari suatu perikanan dapat
merupakan salah satu indikator tentang sehat- nya suatu perikanan. Tren CPUE
yang naik akan merupakan gambaran bahwa tingkat eksploitasi sumber daya ikan
dapat dikatakan masih pada tahapan berkembang.

Tabel 1. Produksi, Upaya, dan CPUE Perikanan pelagis kecil di kawasan


WPP 716
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Suman, Ali et al (2011)
menjelaskan bahwa Tren CPUE yang mendatar merupakan gambaran bahwa
tingkat eksploitasi sumber daya ikan sudah mendekati kejenuhan upaya,
sedangkan tren CPUE yang menurun merupakan indikasi bahwa tingkat
eksploitasi sumber daya ikan akan mengarah kepada suatu keadaan yang disebut
overfishing dan bahkan mengarah kepada tahapan overfished apabila terus
dibiarkan. Dari plot catch, effort, dan CPUE tahun 20052010 tampak bahwa
dinamika perikanan pelagis di WPP 716 (Teluk Tomini) tidak mengikuti pola
umum perikanan yang dieksploitasi, di mana antar tahun 20052008
menunjukkan tren yang naik, sedangan pada dua tahun berikutnya relatif
mendatar.
Dari tren indeks kelimpahan stok sumber daya ikan pelagis kecil di WPP
716 berdasarkan data statistik Perikanan periode 20052010 dapat diduga bahwa
status pemanfaatannya dapat dipisahkan dalam dua tahap, yaitu antara 20052008
dan 20082010. Pada periode 20052008, tren produksi dan CPUE naik,
bersamaan dengan menurunnya tren upaya. Sebaliknya, pada periode 20082010,
tren produksi, CPUE, dan Upaya mengikuti pola umum perikanan yang

6
dieksploitasi. Keadaan tersebut tampak pada tren produksi yang mendatar,
bersamaan dengan naiknya tren upaya, sedangkan tren CPUE menurun. Dari
kondisi tersebut dapat diduga bahwa sebenarnya tingkat pemanfaatan sumber daya
ikan pelagis kecil di WPP 716 sudah berada pada tingkat fully exploited.

Gambar 1. Tren Produksi (Catch), Upaya (Effort) dan Hasil tangkapan per unit
Upaya (CPUE), Perikanan pelagis kecil di WPP 716

2.4 Status Perikanan di WPPNRI 718.


Ikan pelagis kecil yang tertangkap di WPPNRI 718 antara lain adalah selar
(Caranx spp.), layang (Decapterus ruselli), tetengkek (Megalaspis cordyla),
bawal hitam (Formio niger), ikan terbang (Cypselurus spp.), julung-julung
(Hemirhampus spp.), kembung (Rastrelliger spp.), banyar (Rastrelliger
kanagurta), tembang (Sardinella fimbriata) dan ikan biji nangka (Upeneus
vittatus). Perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil ini pada periode waktu
2007-2011 sebagaimana tersebut pada Gambar 4.

Gambar 4. Perkembangan hasil tangkapan ikan pelagis kecil pada periode


2007-2011

7
Pada gambar 4 terlihat bahwa hasil tangkapan ikan pelagis kecil pada periode
2007-2011 berkisar antara 70.000 160.000 ton/tahun. Dampak peningkatan dan
penurunan jumlah upaya tangkap terhadap biomasa stok ikan sebagaimana
tersebut pada Gambar 5.

Gambar 5. Perkembangan jumlah upaya tangkap dan biomasa stok ikan pelagis
kecil di WPPNRI 718 selama periode tahun 2002-2011
Pada gambar 5 terlihat bahwa pada tahun 2002 dan 2003 tingkat biomasa
stok ikan pelagis kecil di WPPNRI 718 sangat baik sekali, berada di atas biomasa
stok yang dapat menghasilkan tangkapan lestari maksimum. Hal ini nampaknya
disebabkan pada periode tersebut jumlah upaya tangkap masih rendah, lebih kecil
dari UTO yaitu upaya tangkap yang menghasilkan tangkapan lestari maksimum.
Pada tahun 2004 terjadi penambahan upaya tangkap yang sangat besar. Kondisi
inilah yang menyebabkan biomasa stok ikan pelagis kecil pada tahun 2004
menurun drastis, jauh lebih rendah dari biomasa stok yang dapat menghasilkan
tangkapan maksimum lestari. Walaupun jumlah upaya tangkap telah berkurang
pada tahun 2005, dampak tingginya upaya tangkap pada tahun sebelumnya
menyebabkan kenaikan biomasa stok ikan tidak terlalu besar. Dampak positif dari
pengurangan jumlah upaya tangkap ini baru terasa setelah dua tahun. Pada tahun
2006 biomasa stok ikan telah meningkat menjadi lebih besar dari biomasa stok
yang menghasilkan tangkapan lestari maksimum. Pada tahun 2007 sampai tahun
2011 jumlah upaya tangkap tahunan dari armada perikanan yang menangkap ikan
pelagis kecil di WPPNRI 718 ini selalu lebih rendah dari UTO, sehingga biomasa
stok ikan pelagis kecil pada periode tersebut bertahan pada tingkat yang sangat
baik yaitu lebih besar dari biomasa stok ikan yang dapat menghasilkan tangkapan

8
lestari maksimum. Berdasarkan hasil analisis ini direkomendasikan bahwa untuk
menjamin keberlanjutan kegiatan perikanan pelagis kecil di WPPNRI 718 ini,
Keputusan Menteri Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
54/Kepmen-Kp/2014 Tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia 718 jumlah upaya tangkap
hendaklah dipertahankan seperti jumlah upaya tangkap pada periode tahun 2006-
2011.
Penjelasan diatas selaras dengan Keputusan Menteri Kelautan Dan
Perikanan Republik Indonesia Nomor 47/KEPMEN-KP/2016 tentang Estimasi
Potensi, Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan, dan Tingkat Pemanfaatan
Sumber Daya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik
Indonesia, dijelaskan bahwa Tingkat Pemanfaatan (E) di WPPNRI 571 (Selat
Malaka) senilai 1,06 status Over-exploited, upaya penangkapan harus dikurangi.;
WPPNRI 718 (Arafura Laut Timor) senilai 0,52 status Fully-exploited, upaya
penangkapan dipertahankan dengan monitor ketat.

9
3. Karakteristik Sumberdaya Daya Ikan Selar
3.1 Morfometrik Ikan Selar
Ikan selar kuning merupakan ikan pelagis kecil perenang cepat dan kuat.
Klasifikasi ikan selar kuning menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Sub kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub ordo : Perciformes
Famili : Carangidae
Genus : Caranx
Subgenus : Selaroides
Spesies : Caranx (Selaroides) leptolepis Cuvier & Valenciennes
Nama umum : Yellowstripe Scad
Nama lokal : Selar (Jakarta), Selar kuning (Banten)

Bentuk tubuh ikan selar kuning lebih kecil daripada ikan selar yang lain.
Panjang tubuh ikan ini sampai dengan 16 cm. Jenis ikan ini ditandai dengan garis
lebar berwarna kuning dari mata sampai ekor. Sirip punggung ikan selar kuning
terpisah dengan jelas, bagian depan disokong oleh jari- jari keras dan banyak jari-jari
lunak. Sirip ekor bercagak dua dengan lekukan yang dalam. Sirip perut terletak di
bawah sirip dada. Ikan selar termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat. (Djuhanda,
1981).

3.2 Habitat Ikan Selar


Ikan selar termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat. Penyebaran ikan ini adalah
semua laut di daerah tropis dan semua lautan Indopasifik. Ikan ini banyak
tertangkap di perairan pantai serta hidup berkelompok (Djuhanda, 1981). Menurut
Nontji (1993) ikan dari genus Caranx/selar teridentifikasi di perairan Indonesia
sebanyak 30 jenis, yang tersebar mulai dari perairan Indonesia Barat sampai
Indonesia Timur. Ikan selar lebih banyak jumlah dan jenisnya di perairan
Indonesia Timur dibandingkan dengan perairan Indonesia Barat.

10
4. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang didapatkan dari tugas tentang Karakteristik dan
penyebaran sumberdaya ikan selar kuning di Indonesia adalah :
4.1 Selar kuning (Selaroides leptolepis) merupakan salah satu sumberdaya
perikanan pelagis kecil yang potensial di perairan teritorial Indonesia.
Panjang tubuh ikan selar kuning (Selaroides leptolepis ) ini sampai dengan
16 cm. Jenis ikan ini ditandai dengan garis lebar berwarna kuning dari mata
sampai ekor. Sirip punggung ikan selar kuning terpisah dengan jelas, bagian
depan disokong oleh jari- jari keras dan banyak jari-jari lunak. Sirip ekor
bercagak dua dengan lekukan yang dalam. Sirip perut terletak di bawah sirip
dada. Ikan selar termasuk ikan laut perenang cepat dan kuat.
4.2 Penyebaran Ikan Selar Kuning (Selaroides leptolepis) , yaitu Selat Malaka,
Laut Jawa dan Selat Sunda, Samudera Hindia, Selat Makasar, Laut Pasifik,
Teluk Tomini, Laut Banda, dan Laut Arafura. Nilai eksploitasi Ikan Selar
Kuning di Selat Malaka melebihi angka optimal 0,5 (0,91) yang
menunjukkan status overfishing. Penangkapan terhadap sumberdaya ikan
selar kuning di Kabupaten Lamongan mengarah kepada gejala tangkap
lebih (overfishing). Di perairan Telok Tomini (WPP 716) pada periode
20082010, tren produksi, CPUE, dan Upaya mengikuti pola umum
perikanan yang dieksploitasi. Dari kondisi tersebut dapat diduga bahwa
sebenarnya tingkat pemanfaatan sumber daya ikan pelagis kecil di WPP
716 sudah berada pada tingkat fully exploited. Keputusan Menteri
Kelautan Dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 54/Kepmen-Kp/2014
Tentang Rencana Pengelolaan Perikanan Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia 718 jumlah upaya tangkap hendaklah
dipertahankan seperti jumlah upaya tangkap pada periode tahun 2006-
2011.

11
DAFTAR PUSTAKA

Djuhanda, T. Dunia Ikan. Bandung (ID):Armico. 1981

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2014. Keputusan Menteri Kelautan Dan


Perikanan Republik Indonesia Nomor 54/KEPMEN-KP/2014 tentang
Rencana Pengelolaan Perikanan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia 718. Jakarta: KKP

Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2016. Keputusan Menteri Kelautan Dan


Perikanan Republik Indonesia Nomor 47/KEPMEN-KP/2016 tentang
Estimasi Potensi, Jumlah Tangkapan Yang Diperbolehkan, dan Tingkat
Pemanfaatan Sumber Daya Ikan Di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia. Jakarta: KKP

Masud, Faisol. 2015. Pengaruh Hasil Tangkapan Sumberdaya Ikan Selar Kuning
(Selaroides leptolepis) Yang Didaratkan Di PPI Desa Kranji Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan. 3(2):1-26

Nasution FA. 2015. Pertumbuhan Dan Laju Eksploitasi Ikan Selar Kuning
(Selaroides leptolepis) Di Perairan Selat Malaka Kecamatan Tanjung
Beringin Kabupaten Serdang Bedagai Provinsi Sumatera Utara : 1-7

Nontji, A. Laut Nusantara. Jakarta (ID): Djambatan. 1993

Saanin, H. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I. Jakarta: Bina Cipta

Suman, Ali et al. Status Pemanfaatan Sumber Daya Ikan di Indonesia dengan
Kasus Teluk Tomini. Bogor (ID): IPB Pr. 2011

12

Anda mungkin juga menyukai