PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim dengan laut yang cukup luas. Luas
total wilayah indonesia adalah 7,81 juta km² yang terdiri dari 2,01 juta km²
daratan, 3,25 juta km² lautan, dan 2,55 juta km² Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).
(KKP, 2017) Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki garis pantai
terpanjang nomor 2 di dunia dengan panjang 99.093 km, panjang garis pantai
Salah satu sumberdaya kelautan yang merupakan aset strategi untuk dapat
tersedianya pangan dan tempat tinggal bagi ikan cakalang menjadi variabel
Kabupaten Gorontalo Utara bagian utara berbatasan dengan Laut Sulawesi, bagian
1
yang terdiri dari 123 Desa, dengan ibukotanya terletak di Kecamatan Kwandang.
Gorontalo Utara, luas kecamatan Gentuma Raya sekitar 100,336 km². Beberapa
dengan produksi hasil tangkapan yang cukup banyak. Gorontalo Utara merupakan
Kabupaten yang memiliki garis pantai yang cukup panjang, Jumlah perikanan
Perahu Tanpa Motor, 1.777 Perahu Motor Tempel dan 42 Kapal Motor.
Tangkap pada tahun 2017 mencapai 4.970,27 ton. Jenis ikan Cakalang merupakan
jenis ikan dengan produksi paling banyak kedua mencapai 885,66 ton. (BPS
Kabupaten Gorontalo Utara sudah sejak lama dilakukan namun, belum ada
Raya, oleh karena itu, dalam penelitian ini dikaji tentang hubungan panjang-bobot
dan faktor kondisi ikan cakalang tersebut. Informasi yang diperoleh diharapkan
2
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
Raya.
D. Manfaat Penelitian
Gentuma Raya.
ikan cakalang yang tinggi. Penelitian ini mengkaji hubungan panjang bobot Ikan
3
Perairan Laut Gorontalo Utara
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kingdom : Animalia
Phylum :Chordata
Kelas :Pisces
Ordo :Perciformes
Family :Scombroidae
Genus :Katsuwonus
Sumber: www.blogspot.com
Ikan cakalang memiliki tubuh yang membulat atau memanjang dan garis
lateral. Ciri khas dari ikan cakalang memiliki 4-6 garis berwarna hitam yang
berat sekitar 0,5–11,5 kg serta panjang sekitar 30-80 cm. Ikan cakalang
torpedo (fusiform), bulat dan memanjang, serta mempunyai gill rakers (tapis
5
insang) sekitar 53-63 buah. Ikan cakalang memiliki dua sirip 6 punggung yang
letaknya terpisah. Sirip punggung pertama terdapat 14-16 jari-jari keras, pada sirip
punggung perut diikuti oleh 7-9 finlet. Terdapat sebuah rigi-rigi (keel) yang
sangat kuat diantara dua rigi-rigi yang lebih kecil pada masing-masing sisi dan
Ikan Cakalang dikenal sebagai perenang cepat di laut zona pelagik. Ikan
ini umum dijumpai di laut tropis dan subtropis di Samudra Hindia, Samudra
Pasifik dan Samudra Atlantik. Ikan cakalang tidak ditemukan di utara Laut
Tengah. Hidup bergerombol dalam kawanan berjumlah besar (hingga 50 ribu ekor
Ikan cakalang bersifat epipelagis dan oseanik, peruaya jarak jauh dan suhu
air yang disenangi berkisar antara 14.7-300C (FAO, 1983 dalam Permadi, 2004).
Ikan cakalang sangat menyenangi daerah dimana terjadi pertemuan arus atau arus
konvergensi yang banyak terjadi pada daerah yang mempunyai banyak pulau.
Selain itu ikan cakalang juga menyenangi pertemuan antara arus panas dan
arus dingin serta daerah upwelling. Ikan jenis ini sering bergerombol dan
melakukan ruaya di sekitar pulau, dan senang melawan arus. Ikan ini mencari
al., 2018).
6
Kedalaman renang ikan cakalang bervariasi tergantung jenisnya.
Umumnya tuna dan ikan cakalang dapat tertangkap pada kedalaman 0-400 m.
pada perairan dengan kecerahan tinggi, dimana mangsanya terlihat jelas. Usaha
tahun terutama di Laut Maluku, Laut Banda, Laut Seram dan Laut Sulawesi.
besar berasal dari Samudera Pasifik yang memasuki perairan ini mengikuti arus.
Samudra Hindia, oleh karena itu sebagian besar jenis ikan di kedua samudera itu
juga terdapat di Indonesia. Stok ikan yang terdapat di perairan KTI diduga berasal
dari Perairan Zamboanga Samudera Pasifik bagian barat, dan beruaya dari sebelah
timur Philiphina dan sebelah utara Papua Newguinie (Suhendrata, 1987 dalam
Muksin, 2006).
arus air laut, yang umumnya terdapat di sekitar pulau-pulau. Suhu yang ideal
untuk ikan cakalang adalah 260C - 320C dan salinitas 33 ppt. Ikan cakalang
menyebar luas diseluruh perairan sub tropis dan tropis, Anatara lain lautan hindia,
7
atlantik dan pasifik kecuali lautan mediterania. Penyebaran vertikal ikan cakalang,
dimulai dari permukaan sampai kedalaman 260 meter pada siang hari, sedangkan
pada malam hari akan menuju ke sekitar permukaan (diurnal migration) (WWF
Indonesia, 2015).
mencari makanan. Pada umumnya Ikan cakalang termasuk ikan perenang cepat
dan mempunyai sifat makan yang rakus. Ikan ini mencari makan berdasarkan
sewaktu dalam keadaan aktif mencari makan. Jumlah ikan cakalang dalam suatu
gerombolan berkisar beberapa ekor sampai ribuan ekor. Individu suatu schooling
ikan cakalang mempunyai ukuran yang relatif sama. Ikan cakalang yang
berukuran lebih besar berada pada lapisan yang lebih dalam dengan schooling
yang kecil, sedangkan ikan cakalang yang berukuran kecil berada pada lapisan
permukaan dengan kepadatan yang besar. Ikan cakalang ukuran besar berbeda
2017).
cakalang dengan ikan pelagis kecil serta plankton. Dengan semakin banyaknya
ikan kecil dan plankton, maka cakalang akan berkumpul untuk mencari makan.
8
mangsanya. Ikan cakalang sangat rakus pada pagi hari, kemudian menurun pada
tengah hari dan meningkat pada waktu senja (Setya et al., 2014).
utama, yaitu ikan, crustacea dan moluska. Golongan ikan dapat dikelompokkan
pula menjadi dua kelompok yaitu ikan umpan (ikan yang di pakai selama
penangkapan) dan ikan lain selain ikan umpan. Ikan umpan yang sering
penangkapan, maka isi lambung selain ikan umpan dapat digolongkan sebagai
untuk salah satu spesies ikan dari suatu daerah. Meskipun informasi tentang
hubungan panjang bobot untuk salah satu spesies ikan dapat menggunakan ikan
dari daerah lain dalam pengkajian, akan tetapi hubungan panjang bobot ikan yang
terbaik adalah informasi lokal dari suatu daerah. Pertumbuhan adalah perubahan
panjang atau bobot dari suatu organisme dalam waktu tertentu. Pengukuran
panjang dan berat organisme sebagai dasar untuk menghitung dan menguji potensi
atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh pada periode tertentu, yang kemudian
diukur dalam satuan panjang ataupun bobot (Rahardjo, 2011). Hubungan panjang
9
bobot beserta distribusi panjang ikan sangat perlu diketahui untuk mengkonversi
secara statistik hasil tangkapan dalam bobot ke jumlah ikan, untuk menduga
besarnya populasi, dan untuk menduga laju kematiannya salah satu nilai yang
dapat dilihat dari adanya hubungan panjang bobot ikan adalah bentuk atau tipe
Hubungan panjang –berat ikan dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin, tingkat
E. Pertumbuhan Ikan
Ketiga faktor tersebut berkerja saling mempengaruhi, baik dalam arti saling
(Fujaya, 2002).
lebih tua, umumnya lebih panjang dan gemuk. Pada usia yang sama, ikan betina
biasanya lebih berat dari ikan jantan. Pada saat matang telur, ikan mengalami
penambahan berat dan volume. Setelah bertelur beratnya akan kembali turun.
10
Tingkat pertumbuhan ikan juga dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di
dan volume dalam jangka waktu tertentu. Perubahan ikan biasanya ditunjukan
dari penambahan panjang dan berat yang biasanya bertujuan untuk mengetahui
variasi berat harapan untuk panjang tertentu dari ikan secara individual atau
F. Faktor Kondisi
Faktor kondisi atau Ponderal index ini menunjukkan keadaan ikan, baik
dilihat dari segi kapasitas fisik, maupun dari segi survival dan reproduksi.Dalam
menentukan kualitas dan kuantitas daging yang tersedia agar dapat dimakan
ikan tertentu dari bobot rata-rata terhadap panjang pada sekelompok umurnya,
kelompok panjang, atau bagian dari populasi (Weatherley, 1972 dalam Andy
Omar, 2012). Selama dalam pertumbuhan, tiap pertambahan berat material ikan
bertambah panjang dimana perbandingan liniernya akan tetap. Dalam hal ini
dianggap bahwa berat yang ideal sama dengan pangkat tiga dari panjangnya dan
berlaku untuk ikan kecil atau besar. Bila terdapat perubahan berat tanpa diikuti
11
oleh perubahan panjang atau sebaliknya, akan menyebabkan perubahan nilai
perbandingan tadi, Faktor kondisi adalah keadaan atau kemontokkan ikan yang
kondisi menunjukkan keadaan baik dari ikan dilihat dari segi kapasitas fisik
untruk survival dan reproduksi. Nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar
dibandingkan ikan jantan, hal ini menunjukkan bahwa ikan betina memiliki
kondisi yang lebih baik dengan mengisi cell sex untuk proses reproduksinya
12
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Januari sampai Bulan Maret 2019.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada tabel 1
C. Sumber Data
dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder.
1. Data primer
13
Data primer dapat berupa data-data yang bersifat kuantitatif maupun
kualitatif. Data primer merupakan data yang dikumpulkan secara langsung yaitu
2. Data sekunder
terdahulu yang meliputi informasi dan literatur yang sesuai dengan penelitian ini.
D. Tahapan Penelitian
1. Pengambilan sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara acak, dalam penelitian ini ikan yang
ditangkap oleh nelayan dengan menggunakan alat tangkap purse seine. kemudian
hasil tangkapan nelayan diambil sekitar 150 ekor untuk di ukur panjang dan bobot
ikan tersebut.
2. Pengumpulan data
yang di daratkan oleh nelayan sekitar. Ikan yang diukur panjang total dan
berat tubuh diukur secara utuh untuk menghitung berat total ikan menggunakan
dengan menghitung panjang dari ujung mulut ke ujung ekor (panjang total).
14
bulan gelap 1 kali dalam seminggu sedangkan fase bulan terang dilakukan
sebanyak 2 kali setiap 1 minggu (fase bulan gelap dan fase bulan terang) pada
bulan Januari sampai bulan Maret. Jumlah sampel yang diambil dapat dilihat pada
tabel 3.
pada malam 20 jumadil-akhir 1440 H dengan jumlah sampel 61 ekor. Pada fase
bulan terang pengambilan sampel dilakukan pada malam 15 rajab 1440 H dengan
jumlah sampel 39 ekor, dan pengambilan sampel kedua dilakukan pada 17 rajab
1440 H dengan sampel 50 ekor. Fase bulan gelap dan bulan terang diwilayah
menurut nelayan sekitar fase bulan gelap terjadi pada malam ke 20 sampai 5
malam bulan dilangit, dan fase bulan terang terjadi pada bulan ke 6 malam sampai
E. Analisis Data
15
Analisis hubungan panjang bobot ikan cakalang dihitung menggunakan
W =α Lb
log L (8) Interpretasi dari hubungan panjang dan bobot dapat dilihat dari nilai
pertumbuhan bobotnya.
terkecil (Akyol et al., 2007) dan nilai a yang diperoleh harus di-antilogkan.
data uji-t. Nilai thitung dibandingkan dengan nilai ttabel. Jika nilai thitung lebih besar
daripada ttabel maka b berbeda dengan 3, sebaliknya jika thitung lebih kecil maka b
sama dengan 3 dikemukakan Walpole (1982 dalam Andy Omar, 2009). Data
16
kemudian diolah dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel. Untuk
r =N ¿ ¿
pada Tabel 4.
W
K=
a Lb
Keterangan :
K = Faktor kondisi
BAB IV
17
A. Hubungan Panjang Bobot Ikan Cakalang Bulan Gelap Dan Bulan
Terang
Jumlah Sampel Ikan Cakalang yang didapatkan selama penelitian
sebanyak 150 ekor yang diambil pada fase bulan gelap sekitar 61 ekor dan fase
bulan terang 89 ekor. Hasil analisis hubungan panjang bobot dapat dilihat pada
Tabel 5.
pelamis) pada fase bulan gelap memiliki kisaran panjang total 250-570 mm dan
kisaran bobot tubuh 130-474 gram, sedangkan pada fase bulan terang memiliki
kisaran panjang total tubuh 210-590 mm, dan kisaran bobot tubuh 110-474 gram.
Rata-rata bobot tubuh pada fase bulan gelap dan bulan terang adalah 280,5
sedangkan pada bulan terang 265,45. Nilai koefisien regresi pada ikan cakalang
18
fase bulan gelap (b=1.1321) lebih besar dari pada koefisien regresi fase bulan
terang (b=0,9057).
Menurut Lee (2010), bulan gelap terjadi apabila bulan hanya muncul
dengan periode kemunculan hanya berkisar antara 0 – 4 jam dalam satu hari,
sebaliknya bulan terang adalah kondisi bulan penuh dan rata-rata dalam satu hari
muncul selama lebih dari 8,5 jam. Pada fase bulan gelap diperoleh sebanyak 61
ekor, dan pada bulan terang sebanyak 89 ekor. Dari perbedaan jumlah ikan diatas
dapat diketahui bahwa hasil hasil tangkapan yang diperoleh pada bulan gelap
Hasil analisis regresi linier hubungan panjang bobot ikan cakalang dapat
(Khatsuwonus pelamis) yang tertangkap pada fase bulan gelap dan bulan
terang.
19
-0,0086x + 0,9489. Hasil persamaan regresi, nilai konstan bobot ikan cakalang
sebesar -0,0086 keofisien regresi panjang sebesar 0,9489 artinya jika panjang ikan
mengalami kenaikan sebasar 0,9489. Nilai koefisien korelasi (R²) yaitu 0,570.
artinya 57% pertambahan berat tubuh ikan terjadi karena pertambahan panjang
tubuh ikan, Sedangkan 43% pertambahan berat ikan disebabkan oleh faktor
beberapa faktor yaitu faktor dalam dan luar. Faktor dalam umumnya adalah factor
keturunan, jenis kelamin, umur, parasit dan penyakit. Sebaliknya, faktor luar yang
mengetahui Nilai koefisien korelasi (r). Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,755.
Hal ini termasuk korelasi kuat antara bobot tubuh dan panjang ikan Cakalang
Sugiyono (2009), jika Nilai koefisien korelasi (r) berkisar antara 0,60-0,799
Gentuma Raya yang menjadi jalur migrasi ikan pelagis sehingga banyak terdapat
rumpon. Selain itu perairan gentuma memiliki potensi sumberdaya ikan pelagis
besar yang tinggi khususnya ikan cakalang hal ini dapat dibuktikan dengan rata-
rata hasil tangkapan nelayan selama pengoperasian yaitu didominasi oleh ikan
cakalang.
20
Ikan Cakalang (Khatsuwonus pelamis) yang tertangkap pada fase bulan
gelap sebanyak 61 ekor memiliki berat rata-rata 280,525 gr dan panjang tubuh
dengan rata-rata 392,459 mm. Hasil analisis regresi hubungan panjang bobot ikan
400
f(x) = 0.75 x − 12.93
300 R² = 0.59
200
100
0
200 250 300 350 400 450 500 550 600
Panjang Tubuh (mm)
persamaan regresi, nilai konstan bobot ikan cakalang sebesar -0,4950 keofisien
regresi panjang sebesar 1,1321 artinya jika panjang ikan cakalang mengalami
kenaikan 1% maka bobot ikan cakalang akan mengalami kenaikan sebasar 1,1321.
Nilai koefisien korelasi (R²) yaitu 0,608, artinya 60,8% pertambahan berat tubuh
laku ikan yang bergerak aktif dan melakukan ruaya. Ikan cakalang dapat hidup
21
nyaris di semua lautan yang ada di muka bumi ini karena itulah dapat dikatakan
bahwa ikan cakalang termasuk jenis Oseanodrom (hidup dan beruaya atau
panjang bobot ikan Cakalang dengan mengetahui Nilai koefisien korelasi (r).
Nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,779. Hal ini termasuk korelasi kuat antara
bobot tubuh dan panjang ikan Cakalang. Sugiyono (2009), jika nilai koefisien
Menurut hasil wawancara pada nelayan bahwa hasil tangkapan pada bulan
gelap lebih besar, hal ini dipengaruhi oleh cahaya lampu diatas rakit sehingga
penangkapan ikan cakalang lebih efektif. Hal ini dapat dibuktikan dengan rata-rata
berat ikan selama pengumpulan data yang tertinggi yaitu pada bulan gelap rata-
Hasil tangkapan yang diperoleh pada fase bulan terang sebanyak 89 ekor,
dengan berat rata-rata 265,449 gr dengan kisaran 110-474 gr dan panjang tubuh
22
Sumber: Olahan Data Primer 2019
regresi, nilai konstan bobot ikan cakalang sebesar 0,1096 keofisien regresi
panjang sebesar 0,9057 artinya jika panjang ikan cakalang mengalami kenaikan
1% maka bobot ikan cakalang akan mengalami kenaikan sebasar 0,9057. Nilai
koefisien korelasi (R²) yaitu 0,561, artinya 56,1% pertambahan berat tubuh ikan
berat ikan disebabkan oleh faktor lingkungan dan umur. Masyahoro, (2009)
bahwa nilai R2 sebesar 0,90 menunjukkan bahwa 90% variasi nilai bobot badan
ikan (W) dapat dijelaskan oleh panjang cagak (FL) dan sisanya disebabkan oleh
faktor lain di luar dari model yang dikaji. Nilai koefisien korelasi (r) sebesar
Cakalang. Nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh yaitu sebesar 0,749, hal ini
dapat dikatakan bahwa hubungan panjang bobot ikan cakalang pada fase bulan
terang termasuk dalam korelasi kuat. Menurut Sugiyono (2009), jika nilai
koefisien korelasi (r) berkisar antara 0,60-0,799 termasuk korelasi kuat. Menurut
Sudirman dan Natsir (2011) ikan sangat responsif terhadap cahaya sehingga
pada bulan terang kurang efektif karena ikan akan tersebar mengikuti penyebaran
23
cahaya bulan di perairan sehingga jumlah ikan yang terkumpul di bawah cahaya
lampu rakit berkurang. Hal ini di yang menyebabkan hasil tangkapan nelayan
pada bulan terang berkurang dibuktikan dengan rata-rata berat ikan cakalang hasil
berdasarkan fase bulan gelap dan fase bulan terang di perairan Gentuma Raya
1.9677. Jumlah ikan yang diperoleh pada bulan gelap lebih besar dari pada waktu
bulan terang 0,65. Pada bulan terang kurang efektif untuk kegiatan penangkapan
Tabel 7. Faktor Kondisi dan Hubungan Panjang Bobot ikan Cakalang di perairan
Gentuma.
Hubungan Panjang Berat Hasil Pengujian Pola Pertumbuhan
A -0,0086
B 0,9489
R² 0,57 b<3 Alometrik Negatif
L 369,8
W 344,023
24
Kn 0,79
Sumber : Olahan Data Primer 2019
Tabel 7. Menunjukkan, nilai hubungan panjang bobot ikan Cakalang
kondisi fisiologis dan lingkungan seperti suhu, pH, salinitas, letak geografis dan
teknik sampling (Jenning et al., 2001) dan juga kondisi biologis seperti
ini ditemukan nilai b < 3. Shukor et al., (2008), yang menyebutkan bahwa ikan
yang hidup diperairan arus deras umumnya memiliki nilai b yang lebih rendah dan
sebaliknya ikan yang hidup pada perairan tenang akan menghasilkan nilai b yang
besar. Fenomena ini mungkin disebabkan oleh tingkah laku ikan, ini sesuai
nilai b juga dipengaruhi oleh perilaku ikan, misalnya ikan yang berenang aktif
(ikan pelagis) menunjukkan nilai b yang lebih rendah bila dibandingkan dengan
ikan yang berenang pasif (kebanyakan ikan demersal). Mungkin hal ini terkait
oleh kondisi ikan yang bergantung pada makanan, umur, jenis kelamin dan
kematangan gonad. Laju pertumbuhan yang lambat, namun ikan tetap akan
25
tidak mendukung. Peningkatan ukuran panjang umumnya tetap berlangsung
pertumbuhan ikan yang diekspresikan dari nilai b dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti ketersediaan makanan, Ph, suhu, dan oksigen terlarut diperairan,
serta kemampuan ikan berenang secara aktiv atau pasif (Muchlisin et al, 2010).
tubuh yang pipih atau kurang gemuk karena nilai faktor kondisi yang diperoleh
yaitu sebesar 0,79. Menurut Effendie (2002), untuk ikan yang nilai faktor kondisi
0-1, maka ikan tersebut tergolong ikan yang pipih atau tidak gemuk. Besarnya
faktor kondisi tergantung pada banyak hal antara lain jumlah organisme yang ada,
Semakin tinggi nilai faktor kondisi menunjukkan adanya kecocokan antara ikan
bahwa faktor kondisi dapat dihitung untuk menilai kesehatan ikan secara umum,
Faktor kondisi ikan cakalang yang tertangkap pada fase bulan gelap yaitu
Tabel 8. Faktor Kondisi dan Hubungan Panjang Bobot Ikan Cakalang Pada Fase
Bulan Gelap
Hubungan Panjang Berat Hasil Pengujian Pola Pertumbuhan
A -0,495 b<3 Alometrik Negatif
26
B 1,1321
R² 0,608
L 392,459
W 142,128
Kn 1,97
Sumber : Olahan Data Primer 2019
(Khatsuwonus pelamis) pada fase bulan gelap didapatkan nilai b sebesar 1,1321
dibandingkan pertambahan bobotnya. Nilai faktor kondisi ikan cakalang pada fase
bulan gelap yaitu 1,97. Menurut Effendie (2002), ikan-ikan yang badannya kurang
pipih atau montok memiliki harga K berkisar antara 1-3. Nilai faktor kondisi ikan
Cakalang selama penelitian adalah 1.97. Nilai Kn ini tidak jauh berbeda dengan
Kn di Teluk Pelabuhan Ratu yang berkisar antara 0,99 – 1,45 (Fadhilah, 2010).
Faktor kondisi tinggi pada ikan menunjukkan ikan dalam perkembangan gonad
makanan. Faktor kondisi juga akan berbeda tergantung jenis kelamin ikan, musim
atau lokasi penangkapan serta faktor kondisi juga dipengaruhi oleh tingkat
sebelum pemijahan apabila terjadi atresia, yaitu penyerapan kembali oosit oleh
tubuh ikan karena adanya gangguan dalam proses reproduksi pada tahap
27
Faktor kondisi ikan cakalang yang tertangkap pada fase bulan terang yaitu
Tabel 9. Faktor Kondisi dan Hubungan Panjang Bobot ikan Cakalang Pada Fase
Bulan Gelap
Hubungan Panjang Berat Hasil Pengujian Pola Pertumbuhan
A 0,1096
B 0,9057
R² 0,561
b<3 Alometrik Negatif
L 354,27
W 412,97
Kn 0,65
Sumber : Olahan Data Primer 2019
(Khatsuwonus pelamis) pada fase bulan terang didapatkan nilai b sebesar 0,9057
dibandingkan pertambahan bobotnya. Nilai faktor kondisi ikan cakalang pada fase
bulan terang yaitu 0,65. Hal ini dapat dikatakan bahwa rata-rata ikan cakalng yang
tertangkap pada fase bulan terang memiliki ukuran badan yang pipih. Menurut
Effendie (2002), ikan-ikan yang badannya kurang pipih atau montok memiliki
Ikan Cakalang merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis
perairan Gentuma Raya memiliki bentuk tubuh yang pipih atau kurang gemuk.
menggunakan kapal yang bermuatan 26-30 GT (Gross Ton) dengan jumlah tenaga
28
kerja sekitar 25 orang. Ikan yang ditangkap oleh nelayan dijual melalui pelelangan
agar ikan memiliki nilai jual yang lebih stabil. Salah satu yang dapat
BAB V
A. Kesimpulan
pelamis) di Perairan Gentuma Raya adalah allometrik negatif (b < 3), artinya
29
tubuh dan faktor kondisi yang diperoleh yaitu sebesar 1, hal ini berarti ikan
memiliki bentuk tubuh yang pipih atau kurang gemuk karena nilai faktor kondisi.
B. Saran
peneliti:
hasil tangkapan.
DAFTAR PUSTAKA
Andy Omar. 2009. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Antara kompas 2017. https://kilasdaerah.kompas.com/Sulawesi-utara/read/2017/0
1/10/141839726/di.gorontalo.harga.ikan.
Akyol, O., H. Tuncay Kinacigil and Ramazan Sevik. 2007. Lonline fishery and
length-weight relationship for selected fish species in Gokova Bay
(Aegean Sea, STurkey). Internasional Journal of Natural and selected
Sciences 1:1-4
Barus. 2011. Bioekologi ikan bilih (Mystacoleucus padangensis). [Tesis].
program magister biologi. FMIPA USU
30
BPS Kabupaten Gorontalo Utara.2018. Kabupaten Gorontalo Utara Dalam Angka
2018. www.bpsgkabgorontaloutara.go.id. Diakses 4/01/2019
BPS Kabupaten Gorontalo Utara .2018 ..https: //www. bpskabgorontaloutarakab.
Bps.go.id diakses 5/01/2019
Blackweel, B.G., M.L Brown & D.W. Willis, 2000. Relative weight (Wr) status
and current use in fisheries assessment and management. Reviews in
fisheries Science, 8;1-44
Chaliluddin Makwiyah A., Ratna Mutia Aprilla, Junaidi M. Affan, Abdullah A.
Muhammadar, Heri Rahmadani, Edy Miswar dan Firdus Firdus. 2018.
Efektivitas penggunaan rumpon sebagai daerah penangkapan ikan di
Perairan Pusong Kota Lhokseumawe. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan, Pesisir
dan Perikanan. Volume 7, Nomor 2, Hal 119-126
Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Gorontalo Utara. 2010. tentang
produksi ikan.
Erna. 1996. Studi Tentang Beberapa Parameter Biologi Populasi Ikan Layang
(Decapterus ruselliRuppel) di Perairan Kabupaten Barru. [Skripsi].
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
Effendi, M.I. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama. Yogyakarta.
160 hal
Fadhilah, L. N. 2010. Pendugaan Pertumbuhan dan Mortalitas Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis Linnaeus, 1758) yang didaratkan di PPN
Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. [Skripsi].
Institut Pertanian Bogor. 89 hlm.
Fujaya, 2002. Fisiologi Ikan. Dikti Departemen pendidikan nasional
Froes,e R. 2006. Cube law, condition factor and weight–length relationships:
history, metaanalysis and recommendations. Journal of Applied
Ichthyology, Vol. 22 No.4 Hal. 241-253.
Habibun Edwin Akbar. 2011. Aspek pertumbuhan dan reproduksi ikan ekor
kuning (Caesio cuning) yang didaratkan di pangkalan pendaratan ikan
pulau pramuka, kepulauan seribu, Jakarta. [Skripsi]. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
Harmiyati D. 2009. Analisis hasil tangkapan sumberdaya ikan ekor kuning
(Caesio cuning) yang didaratkan di PPI Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu
[skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor 71 hlm.
Hasnia. 1997. Studi Tentang Beberapa Parameter Biologi Populasi Ikan laying
(Decapterus ruselliRuppel) di Perairan Kabupaten Barru. [Skripsi].
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin.
31
Hisab Yaumul. 2017. Kebiasaan Makan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis).
Label: ekologi dan biologi perikanan. http://robinsonbisa.blogspot.com
/2017/03/kebiasaan-makan-ikan-cakalang.html. (Diakses 12 Januari 2019).
Irianto. 2005. Penurunan Voleme Berat Ikan Dan Tingkat Kematangan Gonad
Pada Ikan. journal.392-321 vo.3 no.146
Jufri.2014 journal.pemetaan potensi penangkapan ikan cakalang di peraiaran
Sulawesi.https://ardikadjun-ceritaapasajablogspot.co.id/2013/10/distribusi-
ikan-cakalang-katsuwonus-html)S
Jenning,. 2001. Marine fishery ecology. Blackwell Sciences, Oxford.
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2017. Maritim
indonesia, kemewahan luar biasa. https://kkp.go.id/artikel/2233-maritim-
indonesia-kemewahan-yang-luar-biasa.diakses 24/01/2019
Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2018. Menjaga
ekosistem laut indonesia bersama Ditjen pengelolaan Ruang Laut.
https://kkp.go.id/djprl/artikel/2798-refleksi-2017-dan-outlook-2018-
membangun-dan-menjaga-ekosistem-laut-indonesia-bersama-ditjen-
pengelolaan-ruang-laut. diakses 24/01.2019
King, M. 2003. Fisheries, Biology, Assessment and Management. Fishing New
Books. Blackwell Science. Oxford England. 65 – 66 p
Lee. J. W. 2010. Pengaruh Periode Hari Bulan Terhadap Hasil Tangkapan dan
Tingkat Pendapatan Nelayan Bagan Tancap di Kabupaten Serang. [Tesis].
Sekolah Pasca Sarjana Institusi Pertanian Bogor. Bogor .
Malik. 2009. Hubungan panjang berat dan faktor kondisi ikan layang di perairan
teluk likupang Sulawesi utara. Jurnal. Vol. 63 no 12
Matsumoto. 1984. Klasifikasi dan morfologi ikan cakalang (Katsuwonus pelamis)
Muchlisin, Z.A., M. Musman, M.N. S. Azizah, 2010. Leng Weight Relationships
and Condition Factors of Two Threatened Fishies, Rasbora tawarensis and
Proporopuntius twarensis, endemic to Lake Laut Tawar, Aceh Province,
Indonesia. Journal of Applied Ichtiology, Vol.26 Hal. 949-953.
Muksin D. 2006. Optimalisasi Usaha Perikanan Cakalang (Katsuwonus pelamis)
di Kota Tidore Kepulauan Provinsi Maluku Utara [Tesis]. Bogor:Institut
Pertanian Bogor. 119 Hal.
Mukhtar. 2009. Pantai Kulisusu Buton Utara merupakan tempat pemijahan ikan
cakalang. [terhubung berkala]. http://www.buternews.idrap.or.id [10 Maret
2019].
Masyahoro A. 2009. Model Simulasi Numerik Hubungan Panjang Bobot Ikan
Tongkol (Auxis Thazard) Pada Pangkalan Pendaratan Ikan Labuan Bajo
Kabupaten Donggala. J. Agroland. Vol. 16 No.3 Hal: 274 - 282, ISSN :
0854 – 641X
32
Nofrita et al, 2013 hubungan tampilan pertumbuhan dengan karakteristik habitat
ikan bilih. Jurnal FMIPA. universitas andalas padang.
Permadi, R. 2004. Analisis Hasil Tangkapan Cakalang dan Hubungannya dengan
Kondisi Oseanografi Fisika di Perairan Laut Banda Sulawesi Tenggara.
[Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Raharjo M.F., Affandi. R, D.S. Sjafei, M.F, Sulistionodan J. Hutabarat. 2011.
Ikhtiology. Lubuk Agung. Bandung.
Richer, T. J. 2007. Development and evaluation of standard weight equations for
bridgelip sucker and largescale sucker. North American journal of
Fisheries Managemen. 27: 936-939
Subani et al,. 1989 dalam Lee, 2010. Periode fase bulan terhadap hasil tangkapan
dan tingkat pendapatan nelayan bagan tancap dikabupaten serang.
Sudirman dan Natsir (2011) perikanan dan aspek pengelolaanya. UMM press.
Malang.
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian. C.V. Alfabeta, Bandung.
Shukor, M.Y., A. Samat, A.K. Ahmad, J. Ruziaton. 2008. Comparative anaalysis
of length-weight relationship of Rasbora sumatrana in relation to the
physicochemical characteristic in different geographical areas in
peninsular Malaysia. Malaysian Applied Biology, Vol.37 No.1 Hal:21-29.
Setya Yunika Ayu W., Raden Ario dan Sri Redjeki. 2014. Kondisi Morfometri
Dan Komposisi Isi Lambung Ikan Cakalang (Katsuwonus Pelamis) Yang
Didaratkan Di Wilayah Prigi Jawa Timur. Journal of Marine Research
Volume 3, Nomor 3, Halaman 226-232
Tim Perikanan WWF Indonesia. 2015. Panduan Penangkapan dan Penanganan.
Pole And Line Perikanan Cakalang - Dengan Pancing (Huhate). WWF
Indonesia. Edisi 1. Jakarta Selatan
Tang, S.J., Z.Z. Liu, W.Q. Tang, J.Q. Yang. 2009. A simple method for isolation
of microsatel-lites from the mudskipper (Boleophthal-mus pectinirostris),
without constructing a genomic library. Conservation Genetics, 10:1957-
1959.
Utami, M.N.F., S. Redjeki, dan E.Supriyantini. 2014. Komposisi isi lambung ikan
kembung lelaki (Rastrelliger kanagurta) di Rembang.J. of Marine
Research, 2(3):99-106.
33
34