Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Studi Kasus Patologi
Infeksi Protozoa Tetrahymena spp pada Ikan Hias Guppy (Poecilia reticulata )
adalah benar karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari Penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2013
ABSTRACT
The study was aimed to explore the protozoan Tetrahymena spp infection in
Guppy (Poecilia reticulata) fish, with intended to the morphology of parasites in
tissue sections and the resulting tissue lesions. Sample of diseased Guppy fishes
were used in the study. Observation of clinical symptoms of the Guppy were
revealed lethargic, vertical swimming and impaired equilibrium. The fish organs
were observed macroscopically and microscopically. The result of macroscopic
observation showed that there were excessive haemorrhage and ulceration at skin
particularly in the dorsal and lateral abdomen. Protozoan parasite in the skin,
muscles and gill tissues were identified by histopathological examination using
hematoxylin-eosin staining and positive responses to periodic acid Schiff staining.
Study of protozoan morphology revealed a spherical shape pyriform with a
narrow anterior end, have dimension in average 50.5 x 32.4 μm. The parasites
cause skin erosion, and hemorrhage, muscular degeneration and necrosis along
with gills edema. Severe fatty degeneration was presented in liver while there was
edema and congestion in the intestinal mucosa. As these fishes were been cultured
in the aquarium such disease is thought to be caused by the deterioration of water
quality, feed contamination or a poor handling.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor
Disetujui oleh
drh Dewi Ratih A PhD, APVet Dr drh Sri Estuningsih, MSi APVet
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui oleh
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia berupa
nikmat dan rahmat-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Studi Kasus Patologi Protozoa Tetrahymena spp pada Ikan Hias Guppy
(Poecilia reticulata ).”
Terima kasih Penulis ucapkan kepada Drh. Dewi Ratih Agungpriyono Ph.D,
APVet dan Dr. drh. Sri Estuningsih MSi, APVet selaku Dosen Pembimbing
Skripsi, serta Dr. drh. H. Trioso Purnawarman, M.Si selaku Dosen Pembimbing
Akademik yang telah memberikan motivasi, saran dan bimbingan dalam kegiatan
akademik. Di samping itu, penghargaan Penulis sampaikan kepada Toko Ikanku
di Dramaga Bogor yang telah mengizinkan Penulis mengambil sampel ikan dan
memberikan informasi pada penelitian ini. Penghargaan Penulis sampaikan
kepada dr. Farmaditya Eka Putra M.Sc, Ph.D yang telah membantu dalam
pengumpulan data jurnal dan konsultasi penulisan karya ilmiah.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu atas segala doa
dan kasih sayangnya, serta orang-orang yang selalu mendukung dan membantu
Penulis dalam melakukan penelitian: drh. Mawar Subangkit, Bapak Kasnadi,
Bapak Sholeh, Mbak Kiki, dan seluruh staf Bagian Patologi FKH IPB. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada orang-orang terkasih Penulis: Rahma,
Desray, Bolas, Susi, Jenny, Alvi, Mudita, dan teman-teman Avenzoar lainnya
yang tidak bisa Penulis cantumkan semua.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dapat dijadikan penelitian lebih
lanjut untuk memperkaya ilmu pengetahuan di Indonesia. Akhir kata Penulis
memohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan Penulis dalam karya ilmiah
ini.
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
METODE PENELITIAN 4
Waktu dan Tempat 4
Alat dan Bahan 4
Metode Penelitian 5
Studi manajemen budidaya ikan hias 5
Pengambilan sampel 5
Transportasi sampel ke laboratorium 5
Pencatatan data sampel 5
Euthanasi 5
Nekropsi 5
Pemeriksaan patologi anatomi 6
Fiksasi 6
Pembuatan sediaan histopatologi 6
Pemeriksaan histopatologi 6
Identifikasi parasit protozoa 6
Analisis data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Hasil 7
Manajemen budidaya Guppy 7
Pengamatan gejala klinis 7
Pemeriksaan patologi anatomi 8
Pemeriksaan histopatologi 10
Pembahasan 17
SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 25
RIWAYAT HIDUP 27
DAFTAR GAMBAR
1 Poecilia reticulata 3
2 Sampel ikan Guppy berenang secara vertikal 8
3 Ikan Guppy mengalami lesi hemoragi pada kulit 9
4 Insang ikan Guppy terlihat pucat 10
5 Organ internal rongga abdomen ikan Guppy 10
6 Infiltrasi protozoa di kulit 11
7 Infiltrasi protozoa di otot 12
8 Protozoa berespon basofilik terhadap pewarnaan HE 13
9 Protozoa berespon positif terhadap pewarnaan PAS 13
10 Reaksi pigmentasi pada kulit 14
11 Infiltrasi protozoa dan udema di insang 14
12 Udema di insang 15
13 Gambar kongesti dan degenerasi lemak pada hati 15
14 Gambar akumulasi melanophore di serosa 16
15 Lesi udema dan kongesti pada usus ikan Guppy 16
16 Histopatologi Tetrahymena corlissi 18
DAFTAR LAMPIRAN
1 Pembuatan dan pewarnaan sediaan histopatologi 25
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia dikenal memiliki kekayaan sumberdaya perikanan yang cukup
besar, terutama dalam perbendaharaan jenis-jenis ikan. Diperkirakan sekitar 16 %
spesies ikan yang ada di dunia hidup di perairan Indonesia. Menurut data, total
jumlah jenis ikan yang terdapat di perairan Indonesia mencapai 7000 spesies.
Hampir 2000 spesies di antaranya merupakan jenis ikan air tawar (Khairuman dan
Amri 2011). Budidaya ikan hias di Indonesia sampai saat ini masih mengalami
kendala baik dalam hal pemeliharaan maupun pemasarannya. Masalah umum
yang ada pada dunia ikan hias adalah ketidakmampuan memenuhi permintaan
pasar yang cukup besar baik dari kuantitas maupun kualitas (Satyani 2003).
Dibandingkan dengan ikan konsumsi, peranan pemerintah dalam pengembangan
usaha budidaya ikan hias masih terbatas. Berdasarkan survei yang dilakukan,
kegiatan budidaya ikan hias masih terkonsentrasi di kota-kota besar dan
didominasi tangkapan dari alam (Gustiano et al. 2008).
Keberadaan ikan hias saat ini tidak lagi sebagai hiburan atau hobi semata
tetapi telah berkembang menjadi objek yang dimanfaatkan bagi kepentingan dunia
pendidikan, penelitian, medis maupun keperluan konservasi alam. Sampai saat ini
ikan hias air tawar merupakan salah satu jenis komoditas ekspor nonmigas bidang
perikanan yang mampu menyumbang devisa negara yang cukup besar (Gustiano
et al. 2008). Usaha budidaya ikan hias merupakan salah satu usaha yang
memberikan alternatif sumber penghasilan untuk meningkatkan pendapatan
petani/pengusaha ikan hias. Peluang usaha dan potensi ekonomis budidaya ikan
hias lebih menggiurkan dibandingkan dengan ikan konsumsi. Dengan pola
pemeliharaan dan pemberian makanan yang hampir sama dengan ikan konsumsi ,
budidaya ikan hias mampu menghasilkan pemasukan yang lebih besar. Harga ikan
hias yang memiliki bentuk, warna, corak yang indah akan berharga cukup mahal.
Hasil budidaya ikan hias lebih menekankan kualitas sehingga bisa dilakukan di
lahan sempit dan bisa dilakukan sebagai usaha sampingan (Tinangon 2010).
Begitu banyak agen penyakit yang menyerang spesies ikan hias di
Indonesia. Beragam jenis penyakit pada ikan tersebut disebabkan oleh jamur,
bakteri, protozoa maupun virus. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh
protozoa antara lain: Ichtyophthirius multifilis, Trichodina heterodentata,
Tetrahymena sp, dan Cryptocaryon, sedangkan beberapa penyakit yang
disebabkan oleh cacing antara lain: Lernaea sp., Argulus sp., Gyrodactylus sp.,
dan Dactylogyrus sp. (Alifuddin et al. 2002). Penyakit yang disebabkan cendawan
adalah Saprolegnia sp., Achlya sp.. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri yaitu
Aeromonas sp., Pseudomonas sp., Mycobacteria sp., Columnaris sp., Flexibacter
sp., Myxobacteria sp., dan Edwardsiella sp.. Penyakit yang disebabkan oleh virus
adalah Infectious pancreatic necrosis, Channel catfish virus, Viral hemorrhagic
septicemia, Swim bladder inflammation, dan Koi Herpes Virus (Kordi & Ghufran
2004).
Menurut Supriyadi dan Hardjamulia (1986) untuk negara Indonesia masalah
penyakit ikan hanya terbatas menyerang ikan air tawar dan ikan hias, baik
penyakit parasit maupun non parasit. Penyakit ikan yang begitu banyak dan perlu
penanganan lebih lanjut serta dibutuhkannya tenaga yang ahli di bidangnya
2
termasuk dokter hewan yang memiliki peranan yang besar untuk mengatasi
penyakit-penyakit tersebut. Dalam mendukung semuanya itu perlu diterapkannya
ilmu patologi untuk dapat mengetahui lebih lanjut penyakitnya serta tata cara
penanganan penyakit tersebut. Pemeriksaan patologi pada ikan hias bertujuan
untuk mempelajari perubahan patologi anatomi dan histopatologi organ yang
dapat disebabkan oleh gangguan infeksius dan non infeksius. Manfaat dari
pemeriksaan patologi ini adalah dapat diperoleh informasi mengenai perubahan
patologi pada organ-organ ikan hias serta penyebabnya sehingga dapat digunakan
untuk strategi penanggulangan penyakit-penyakit pada ikan hias baik yang
bersifat infeksius maupun non infeksius.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kasus infeksi protozoa
Tetrahymena spp. yang ditemukan, dengan mempelajari morfologi parasit dalam
irisan jaringan ikan Guppy (Poecilia reticulata) serta melakukan analisa
patogenesa penyakit berdasarkan lesi histopatologi yang ditemukan.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diperoleh data mengenai
kasus kejadian penyakit yang terjadi pada ikan Guppy (Poecilia reticulata). Selain
itu, tulisan ini diharapkan dapat memberikan masukkan untuk berbagai pihak yang
berkaitan dengan kesehatan ikan hias untuk mendukung manajemen pengelolaan
budidaya ikan hias
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Guppy (Poecilia reticulata) merupakan salah satu jenis ikan hias air
tawar yang paling populer dan diperdagangkan secara luas di seluruh dunia.
Berdasarkan klasifikasi biologi dari Peters (1859), Guppy termasuk dalam kelas
Actinopterygii, ordo Cyprinodontiformes, famili Poeciliidae, dan subfamili
Poeciliinae. Ikan ini termasuk dalam genus Poecilia dan berasal dari Barbados,
Trinidad, Venezuela dan Brazil (Amerika Selatan dan Tengah). Suhu air untuk
pemeliharaan ikan Guppy berkisar antara 25-27 O C dan pH yang sesuai untuk
ikan ini berkisar 7.0 - 8.0. Ikan Guppy dapat diberi pakan alami seperti cacing dan
kutu air serta pakan buatan. Ikan Guppy memiliki daya adaptasi yang tinggi
sehingga ikan Guppy mudah untuk dibudidayakan (Aryanto 1997; Jeffri 2010;
Anonim 2012).
3
Penyakit yang menyerang spesies ikan hias Guppy beragam. Beragam jenis
penyakit pada ikan tersebut disebabkan oleh jamur, bakteri, parasit maupun virus.
Pada tahun 2001, fungi Achyla bisexualis dilaporkan menginfeksi Guppy di
Thailand. Hasil penelitian tersebut menyatakan Achyla bisexualis merupakan
infeksi sekunder setelah infeksi dari Tetrahymena sp. dan tidak menyebabkan
kematian pada Guppy (Lawhavinit et al. 2002). Saprolegnia juga dilaporkan dapat
menyerang ikan Guppy (Khalil 2010). Penelitian inventaris parasit pada ikan hias
Guppy kobra yang dilalulintaskan melalui Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng,
Jakarta ditemukan parasit Trichodina hetero-dentata dan Lernea di permukaan
tubuhnya (Alifuddin et al. 2002). Infeksi Tetrahymena sp. telah didiagnosa pada
Guppy yang diimpor dari Singapura. Ciliata mengelilingi organ internal, regio
peri-orbital mata dan ditemukan dalam embrio Guppy yang sedang berkembang
(Leibowitz & Zilberg 2009).
Ikan hias Guppy yang diimpor dari Indonesia dilaporkan terinfeksi
Camallanus cotti di Korea pada tahun 2002. Infeksi Camallanus cotti dan
Tetrahymena corlissi menyebabkan kematian pada Guppy (Kim et al. 2002). Ikan
Guppy dilaporkan terinfeksi parasit digenea spesies Diplostomum spathaceum dan
monogenea Gyrodactylus bullatarudis dan Gyrodactylus turnbulli. Parasit
tersebut menyerang organ pencernaan (Schelkle et al. 2011). Pemeriksaan
histopatologi dari ikan Guppy yang berasal dari pembudidaya di sekitar Bangkok
menunjukkan infeksi bakteri Mycobacterium sp. Bakteri patogen lain juga
ditemukan di peternakan Guppy, seperti bakteri Aeromonas hydrophila dan
Flexibacter columnaris. Protozoa Tetrahymena dan Epistylis juga sering diisolasi
dari ikan berpenyakit pada kasus yang lain (Areechon et al. 2001).
4
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan April sampai
September 2012. Penelitian diawali dengan pengambilan sampel ikan hias air
tawar yang terlihat mengalami penyakit. Tempat pengambilan sampel dilakukan
di tempat jual beli ikan hias Toko Ikanku, Babakan Tengah, kelurahan Babakan
Kampus IPB, Dramaga Bogor. Setelah dilakukan pemeriksaan patologi anatomi,
kemudian sampel ikan dijadikan sediaan histopatologi sehingga dapat diperiksa
lebih lanjut. Pembuatan histopatologi, pemeriksaan, dan interpretasi dilakukan di
Laboratorium Diagnostik Patologi, Bagian Patologi Departemen Klinik
Reproduksi dan Patologi (KRP), Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian
Bogor (FKH IPB), dilanjutkan dengan penyusunan laporan hasil pemeriksaan.
Alat dan Bahan Transportasi : kantung plastik dan oksigen. Alat dan bahan
nekropsi meliputi lima ekor ikan Guppy berukuran 3,8 cm, ember, gunting bedah
dan lemari es. Alat dan bahan pembuatan histopatologi: Buffer Neutral Formalin
10%, kaset jaringan, alkohol dengan konsentrasi bertingkat (absolut, 95%, 90%,
80%, 70%), xylol, parafin, freezer, gelas objek, inkubator, pewarna hematoksilin
C.I. 75290, 5% sodium thiosulfate, lithium carbonate, pewarna eosin C.I. 45380,
asam periodik 1%, reagen Schiff, air sulfit, mounting medium, automatic tissue
processor, parafin embedding console, dan mikrotom. Alat pengamatan yaitu
mikroskop cahaya Olympus CH-1. Peralatan dokumentasi memakai kamera.
5
Metode Penelitian
Pengambilan sampel
Pengamatan ikan dilakukan terlebih dahulu untuk dapat mengetahui ikan
mana yang mengalami kelainan. Pengambilan sampel dilakukan pada ikan yang
terlihat mengalami kelainan. Kelainan pada ikan diantaranya tampak ada sesuatu
yang menempel pada tubuh ikan terutama di bawah sisik atau pada pangkal sirip,
terjadi perubahan warna atau bentuk, hilang keseimbangan, ikan berenang
mendekati permukaaan terus menerus, lemah dan nafsu makan turun, kerusakan
pada jaringan insang atau kulit ikan, terdapat luka, dan terdapat pendarahan pada
organ atau jaringan.
Euthanasi
Ikan di-euthanasi dengan cara dimasukkan ke dalam wadah berisi air,
kemudian diletakkan ke dalam freezer dengan suhu -18°C selama 20 menit.
Pendinginan ini akan menurunkan metabolisme dan tidak meningkatkan ambang
nyeri (Noga 2010).
Nekropsi
Ikan yang sudah di-euthanasi diletakkan dengan posisi lateral recumbency,
lalu diinsisi secara memanjang di garis tengah ventral tubuh, mulai dari lubang
anal sampai ruang insang. Kemudian dilanjutkan dengan menginsisi secara
melintang pada kedua ujung dari potongan sebelumnya ke arah dorsal tubuh ikan,
sehingga terlihat organ interna dan diamati apakah terdapat perubahan atau
abnormalitas (Noga 2010). Pengamatan insang dilakukan dengan menggunting
operkulum sehingga insang dapat diamati perubahannya.
6
Fiksasi
Ikan yang sudah dinekropsi dan didokumentasi kemudian difiksasi
menggunakan NBF 10% selama 24 jam. Ikan dapat langsung dimasukkan ke
dalam wadah NBF 10% tanpa memisahkan organ-organ karena ukurannya yang
relatif kecil atau kurang dari 10 cm.
Pemeriksaan histopatologi
Preparat yang telah dibuat kemudian diamati di bawah mikroskop cahaya
untuk melihat perubahan pada sel ataupun organ.
Analisis data
Lesi patologi anatomi dan histopatologi dianalisa secara deskriptif.
Penyusunan patogenesa dilakukan melalui studi literatur.
7
Hasil
Gambar 2 Ikan Guppy sampel ini menunjukkan gejala klinis dengan berenang
secara vertikal.
Gambar 3 (a) Ikan Guppy (Poecilia reticulata) mengalami lesi hemoragi dan
ptekhie pada bagian dorsal dan lateral (panah). (b) Ikan Guppy
(Poecilia reticulata) mengalami lesi hemoragi dan ptekhie pada bagian
lateral dextra (panah). (c) Ikan Guppy (Poecilia reticulata) mengalami
lesi hemoragi dan ptekhie pada bagian lateral sinistra (panah).
10
Gambar 4 Insang ikan Guppy (Poecilia reticulata) terlihat pucat namun tidak
menunjukkan lesi yang spesifik.
a a
c c
b b
Pemeriksaan histopatologi
Hasil pengamatan histopatologi pada sampel ikan Guppy menunjukkan
jaringan kulit mengalami infiltrasi sel radang disertai protozoa yang menginvasi
11
permukaan kulit hingga menembus ke lapisan otot. Pada kulit di sekitar lesi erosi
juga ditemukan fokus-fokus hemoragi yang ditandai adanya sel-sel darah merah.
Protozoa dalam jumlah besar menginfeksi kulit pada bagian epidermis dan dermis.
Epidermis terlepas, mengalami degenerasi, serta terjadi epidermal dermatitis yang
ditandai dengan infiltrasi sel radang mononuklear pada lapisan epidermis dan
dermis.
Gambar 7 Infiltrasi protozoa (panah merah) terlihat di antara lapisan otot yang
lebih dalam. Kerusakan jaringan otot terlihat nekrosa otot (panah
hijau), pewarnaan HE.
Gambar 11 Infiltrasi protozoa (panah hitam) pada lamela primer, pewarnaan PAS.
15
Gambar 14 Gambaran serosa dari gelembung renang ikan Guppy dan akumulasi
melanophore (panah hitam), pewarnaan HE.
Perubahan pada usus ikan Guppy tidak ditemukan parasit baik protozoa,
helminth dan ektoparasit. Lapisan lamina propria dan tunika muskularis tidak
mengalami kelainan spesifik. Lumen usus dan vili rapat. Pada lapisan mukosa
terlihat udema dan kongesti (Gambar 15).
Gambar 15 Udema (panah kuning) dan kongesti pada usus ikan Guppy,
pewarnaan HE.
17
Pembahasan
banyak ditemukan dihubungkan dengan lesi tersebut. Pada jaringan otot yang
terletak jauh dari lesi kulit, Tetrahymena spp. ditemukan di antara serabut otot.
Penampakan insang secara makroskopis tampak pucat dengan lesi yang
tidak spesifik. Pengamatan histopatologi insang pada sampel ikan Guppy kasus ini
menunjukkan jaringan insang yang rusak. Parasit protozoa ditemukan
menginfiltrasi kapiler lamela primer insang. Lesi insang dari infestasi
Tetrahymena spp. yang ditemukan di dalam pembuluh darah lamela primer insang
dilaporkan juga oleh Bruno et al. (2006), Leibowitz & Zilberg (2009) dan Monks
(2012). Udema lamela menyebabkan epitel lamela sekunder hampir terlepas dari
lamela primer. Protozoa yang terakumulasi di kapiler insang dapat menyebabkan
efek obstruksi (trombus). Protozoa menghalangi pengambilan dan penyaluran
oksigen sehingga menyebabkan ikan hipoksia (kekurangan oksigen). Udema
lamela disebabkan meningkatnya tekanan hidrostatik intravaskular yang
menimbulkan perembesan cairan plasma darah keluar ke ruang interstitium.
Kondisi peningkatan tekanan hidrostatik terjadi pada pembuluh darah yang
kongesti karena terdapat trombus yang menyumbat aliran darah.
Kemiripan morfologi serta lesi yang ditimbulkan dengan literatur,
mengarahkan bahwa protozoa kasus ini adalah Tetrahymena spp. Tetrahymena
spp. diklasifikasikan dalam subkelas Hymenostomatia. Protozoa bersilia,
Tetrahymena spp., adalah agen penyebab utama penyakit yang menyerang Guppy
dan umumnya dikenal sebagai 'Guppy-killer parasite ' (Hoffman et al. 1975; Imai
et al. 2000; Leibowitz et al. 2005).
Pengamatan gejala klinis sampel ikan terlihat lesu, gerak renangnya
lambat dan keseimbangannya terganggu sehingga berenang secara vertikal.
Terganggunya keseimbangan berenang ikan ini diduga karena terjadi kerusakan
pada gelembung renang (gas bladder) (Wildgoose 2007). Pengamatan
histopatologi gelembung renang pada sampel ikan Guppy tidak menunjukkan lesi
yang signifikan. Akumulasi melanophore ditemukan pada serosa gelembung
renang. Melanophore yang ditemukan menunjukkan ikan dalam kondisi stres.
Kondisi stres akut menyebabkan kenaikan sekresi kortisol oleh hormon
adrenokortikotropin (ACTH). Melanophore-stimulating hormone (MSH) dan
beta-endorphin (beta-endorphin) juga menstimulasi lepasnya kortisol. Kenaikan
kortisol menyebabkan Alpha-MSH menstimulasi persebaran granula melanin pada
ikan. Pigmentasi terjadi karena adaptasi ikan terhadap lingkungan (Bonga 2011).
Temuan lesi lain yang didapatkan selain pada kulit, otot dan insang adalah
pada hati dan usus. Perubahan histopatologi yang ditemukan pada organ hati
adalah degenerasi lemak dan kongesti. Imai et al. (2000) melaporkan invasi
parasit Tetrahymena spp. pada ikan Guppy ditemukan di rongga abdomen, organ
internal, seperti usus, hati, mata, rongga kepala, dan medulla spinalis. Pada kasus
ini tidak ditemukan lesi signifikan pada usus ikan Guppy, tidak juga ditemukan
parasit baik protozoa ataupun helminth. Udema dan kongesti pada usus
menunjukkan adanya peradangan akut dan ringan.
Perubahan lingkungan akuarium yang memburuk menyebabkan ikan
menjadi stres. Ikan yang stress akan mengalami penurunan sistem imun sehingga
mudah terserang penyakit seperti Tetrahymena spp.. Ikan yang stres juga dapat
mengalami penurunan nafsu makan dan ikan menjadi lesu. Asupan makanan yang
kurang karena nafsu makan menurun menyebabkan terjadi katabolisme cadangan
makanan dalam tubuh seperti glikogen, protein dan lemak. Cadangan glikogen di
20
hati dan otot dipecah untuk mempertahankan kadar glukosa darah melalui proses
glikogenolisis. Pemecahan cadangan lemak dan protein juga terjadi untuk
mendapat sumber energi baru (glukoneogenesis). Penggunaan cadangan glikogen
dan lipolisis dari jaringan adiposa akan meningkatkan kadar asam lemak bebas di
dalam darah. Banyaknya asupan lemak bebas akan terakumulasi di dalam sel hati
sehingga merusak jalur metabolisme lemak. Degenerasi lemak secara mikroskopis
akan memperlihatkan sel hati membesar berisi vakuola lemak pada sitoplasma
(Cheville 1999).
Udema dan kongesti yang ditemukan di usus merupakan tahapan reaksi
peradangan akut. Kongesti dapat disebabkan oleh gangguan sistemik yang dapat
mengganggu pengosongan darah vena. Terkadang kerja jantung untuk memompa
darah gagal, keadaan ini dapat mengakibatkan gangguan aliran darah. Kelainan
pada jantung tidak dapat teramati karena organ jantung tidak terpotong. Udema
adalah bagian dari reaksi peradangan akut. Kenaikan lokal permeabilitas dinding
pembuluh darah terhadap protein memungkinkan molekul-molekul besar ini lolos
dari pembuluh (Abrams 1994).
Perubahan pada saluran pencernaan dapat terjadi karena modifikasi diet
pangan dan kondisi sistem pertahanan tubuh inang. Kondisi stress menyebabkan
menurunnya sistem pertahanan. Penurunan sistem pertahanan menyebabkan
keseimbangan bakteri flora di dalam saluran pencernaan terganggu. Jika jumlah
bakteri patogen lebih banyak dibandingkan jumlah bakteri apatogen, maka bakteri
patogen akan menginvasi usus dan menyebabkan penyakit. Mikrobiota usus yang
apatogen penting untuk pemeliharaan kesehatan inang, menyediakan energi dan
nutrisi seperti vitamin K dan B12 serta perlindungan terhadap invasi organisme
patogen (Woodmansey 2007).
Infeksi parasit protozoa Tetrahymena spp. ini diduga berasal dari air yang
digunakan untuk pemeliharaan ikan. Air berasal dari lingkungan yang kotor
dengan kandungan bahan organik yang tinggi. Pembersihan kotoran di dasar
akuarium yang kurang bersih dan masih menyisakan bahan organik seperti feses
ikan dan sisa pakan, juga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan akuarium.
Kondisi akuarium dengan kotoran yang larut dalam air, amonia tinggi dapat
menghambat pertumbuhan ikan. Lingkungan yang kotor juga dapat menjadi
sumber penularan penyakit. Menurut Leibowitz et al. (2005) kualitas air yang
buruk, termasuk amonia dan bahan organik, dan suhu air rendah meningkatkan
kerentanan ikan terhadap infeksi. Kandungan bahan organik dan nutrisi tinggi
dapat digunakan oleh parasit, sehingga meningkatkan populasinya di dalam air.
Kondisi stres pada ikan juga mengakibatkan meningkatnya kerentanan terhadap
agen infeksius.
Bharati et al. (2001) menyebutkan dalam tulisannya, protozoa bersilia,
seperti Tetrahymena spp. dapat menjadi indikator stress pada lingkungan perairan.
Protozoa ini dapat bertahan pada tingkat oksigen terlarut yang rendah dan
kandungan bahan organik yang tinggi. Menurut Monks (2012), Tetrahymena spp.
memiliki siklus hidup yang mirip dengan protozoa bersilia lainnya. Berkembang
biak secara vegetatif melalui pembelahan sel dan secara seksual melalui konjugasi
dan pertukaran materi genetik antara sel-sel. Tetrahymena spp. tidak
membutuhkan inang untuk melengkapi siklus hidup mereka. Sebagai akibatnya,
parasit ini dapat hidup selama bertahun-tahun di akuarium tanpa menyebabkan
21
penyakit, dan tiba-tiba akan menyebabkan masalah jika kondisi dalam akuarium
memburuk atau ikan yang dipelihara menjadi stres atau memiliki luka.
Petani ikan hias Guppy yang menggunakan air kolam terbuka untuk usaha
budidayanya cenderung tidak memperhatikan kandungan gas dan bahan organik
dalam kolam tersebut. Ikan Guppy dewasa yang siap dijual akan didistribusikan
ke suplier atau ke pengumpul. Transportasi yang tidak sesuai dengan aturan dapat
menyebabkan ikan bergesekan dengan ikan lain sehingga menyebabkan lapisan
lendir rusak. Menurut Leibowitz et al. (2005) ikan lebih rentan terinfeksi protozoa
saat pengiriman ikan. Faktor predisposisi tetrahymenosis ikan adalah akibat
kepadatan populasi ikan yang tinggi, tingginya akumulasi bahan organik, dan
penurunan pH yang disebabkan oleh akumulasi CO2. Kondisi pada saat
pengemasan dan transportasi ikan dapat menyebabkan stress berat, yang
kemungkinan akan meningkatkan kerentanan ikan terhadap patogen (Barton &
Iwama 1991).
Tetrahymena spp. merupakan protozoa bersilia yang hidup bebas di air
tawar. Infeksi Tetrahymena spp. di alam dapat ditransmisikan secara horizontal
dengan perantara air. Protozoa Tetrahymena spp. dapat melekat pada permukaan
kulit dan insang ikan yang mengalami erosi. Protozoa ini memakan bahan organik
seperti bakteri dan potongan sel yang hancur serta bersifat saprozoik bersilia
(Kozloff 1990). Ikan yang stress akan mengalami penurunan nafsu makan
sehingga menyebabkan penurunan imunitas tubuh. Imunitas ikan yang rendah
menyebabkan kegagalan pertahanan tubuh ikan Rute infeksi Tetrahymena spp.
dimulai dari penetrasi parasit ke kulit kemudian masuk ke dalam otot, dari sana
mencapai organ internal dan sirkulasi darah. Selain masuk melalui luka yang
terbuka protozoa ini dapat juga menginfeksi dengan berpenetrasi pada kulit yang
tidak terluka tetapi saat kondisi ikan stress (Imai et al. 2000).
Pengendalian dan pencegahan infeksi parasit protozoa menurut Basson dan
van As (2006) antara lain, menjaga kualitas air dengan membersihkan sisa pakan
yang berlebih, menjaga kestabilan kandungan bahan organik dan kimia, dan
temperatur, serta menjaga air agar terbebas dari patogen dan polutan. Kolam dan
tangki/akuarium harus dikosongkan secara teratur dan dasarnya harus dibersihkan
dengan kapur. Akuarium juga dapat dibuat bebas dari parasit dengan cara
menyiramnya dengan formalin 5%. Jaring untuk menangkap ikan, ember dan
peralatan lain yang dipergunakan dalam budidaya harus bersih. Ikan yang baru
harus selalu rutin diobati dan dikarantina selama beberapa hari sebelum
dimasukkan ke dalam kolam/akuarium yang sudah didesinfeksi. Ikan harus diberi
pakan yang seimbang dan tidak berlebihan. Suplai oksigen harus mencukupi dan
temperatur harus tepat. Kepadatan ikan dalam kolam harus dijaga agar tidak
terlalu padat. Mengurangi penanganan (handling) ikan dan melakukan
pemeriksaan ikan dari parasit secara rutin.
Leibowitz et al. (2010) melaporkan bahwa gabungan aplikasi immuno-
stimulan dan mandi garam mampu mengobati infeksi eksternal secara efektif.
Pengobatan terhadap ikan yang terinfeksi superfisial oleh Tetrahymena spp. dapat
dicoba dengan pemberian parasitisida protozoa seperti formalin dan peningkatan
salinitas. Pengobatan topikal dengan menggunakan imersi dan mandi garam
kurang efektif dalam mengobati infeksi sistemik pada ikan (Astrofsky et al. 2002).
Leibowitz et al. (2010) juga melaporkan pengobatan menggunakan niclosamide
dengan dosis 100 mg kg-1 terhadap infeksi Tetrahymena spp. sangat efektif.
22
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Abrams GD. 1994. Gangguan sirkulasi. Di dalam Price SA, Wilson LM, editor.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Hlm: 93-95.
Alifuddin M, Priyono A, Nurfatimah A. 2002. Inventarisasi parasit pada ikan hias
yang dilalulintaskan di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta.
Jurnal Akuakultur Indonesia 1(3): 123-127.
Anonim. 2012. Gupi. [terhubung berkala]. http://id.wikipedia.org/wiki/Gupi.[26
Agustus 2012].
Anshary H. 2008. Modul Pembelajaran Berbasis Student Center Learning (SCL)
Mata Kuliah Parasitologi Ikan. Makassar: Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Universitas Hasanuddin. Hlm: 27-50.
Areechon N, Chansue N, Ponpornpisit A. 2001. Systemic granulomatosis in
guppies Poecilia reticulata. Kasetsart Journal (Natural Science) 35: 456-
459.
Aryanto H. 1997. Dinamika Populasi Ikan Guppy (Poecilia reticulata Peters).
[skripsi]. Semarang: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Diponegoro. Hlm: 6-9.
Astrofsky KM, Schech JM, Sheppard BJ, Obenschain CA, Chin AM, Kacergis
MC, Laver ER, Bartholomew JL, Fox JG. 2002. High mortality due to
Tetrahymena sp. infection in laboratory-maintained zebrafish
(Brachydanio rerio). Comparative Medicine 52(4): 363-367.
Azad IS, Al-Marzouk A, almatar S, Al-Gharabally H. 2007. Scuticociliatosis-
associated mortalities and histopathology of natural infection in cultured
23
LAMPIRAN
Lampiran 1
RIWAYAT HIDUP