ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberadaan imunoglobulin Y
(IgY) anti Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC), anti Salmonella Enteritidis,
dan anti virus Avian Influenza H5N1 pada telur anti EPEC, anti Salmonella
Enteritidis, dan anti virus Avian Influenza H5N1 setelah diasinkan. Ayam petelur
divaksinasi dengan antigen EPEC, Salmonella Enteritidis, dan vaksin Avian
Influenza H5N1 (IPB-Shigeta). Sebanyak 9 buah telur direndam dalam larutan
garam NaCl (1:2). Telur dibagi dalam tiga perendaman yaitu selama 10 hari, 15
hari, dan 20 hari. IgY dideteksi dengan menggunakan AGPT dan HI test. Hasil
AGPT menunjukkan bahwa IgY terhadap EPEC dan Salmonella Enteritidis
terdeteksi pada hari perendaman ke-10 dan ke-15. IgY spesifik AI yang dideteksi
dengan HI test menunjukkan rataan titer diatas 24 pada semua waktu perendaman.
Hal menunjukkan bahwa IgY spesifik masih terdeteksi pada telur asin.
ABSTRACT
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam
bentuk apapun tanpa izin IPB.
DETEKSI IMUNOGLOBULIN Y PADA TELUR ASIN
ANTI DIARE DAN FLU BURUNG DENGAN METODE
AGAR GEL PRECIPITATION TEST (AGPT) DAN
HEMAGGLUTINATION INHIBITION TEST (HI TEST)
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor
Disetujui,
Komisi Pembimbing
Dr. Drh. Agustin Indrawati, M.Biomed Prof. Dr. Drh. Retno D Soejoedono, MS
Pembimbing I Pembimbing II
Diketahui,
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan IPB
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmannirrohim.
Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT atas segala kenikmatan dan kesempatan yang diberikan-Nya sehingga
penulisan skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi dengan judul Deteksi
Imunoglobulin Y pada Telur Asin Anti Diare dan Flu Burung dengan Metode
Agar Gel Precipitation Test (AGPT) dan Hemagglutination Inhibition Test (HI
Test) merupakan karya ilmiah yang bertujuan untuk mendeteksi keberadaan IgY
spesifik pada telur asin berkhasiat.
Penulisan skripsi diselesaikan dengan bimbingan, saran, dan sumbangan
pemikiran dari berbagai pihak. Dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima
kasih kepada Ibu Dr. Drh. Agustin Indrawati, M. Biomed. selaku pembimbing
utama dan Ibu Prof. Dr. Drh. Retno D. Soejoedono, MS. yang telah meluangkan
waktu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini
masih jauh dari kesempurnaan. Dengan kerendahan hati penulis menerima
kritikan dan saran yang membangun untuk penulisan karya ilmiah yang lebih baik
lagi di kemudian hari. Akhirnya, penulis berharap agar skripsi ini dapat
bermanfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
Segala puji dan syukur hanya dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan kekuatan, kesabaran, dan pengetahuan kepada penulis dalam
penyelesaian penulisan skripsi ini serta Sholawat salam selalu mengiringi
Rasulullah SAW pembawa cahaya di antara kegelapan jahilliyah.
Dalam kesempatan ini, dengan ketulusan dan kerendahan hati penulis
mengucapkan terima kasih dengan rasa hormat kepada:
1. Mama, ibu terbaik sepanjang masa yang selalu memberikan kasih sayang–
yang meski sederhana namun tak terhingga nilainya dan Papa, seorang ayah
ksatria yang penuh kesabaran, yang selalu bekerja keras demi memberikan
pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya, yang selalu berdzikir di sepertiga
malam untuk keluarganya. Kepada Kakak yang selalu memberikan dukungan
moral maupun material , adik, ayuk, serta keponakan (Ais dan Aya) yang
lucu.
2. Ibu Dr. Drh. Agustin Indrawati, M. Biomed selaku pembimbing utama serta
Ibu Prof. Dr. Drh. Retno D. Soejoedono, MS selaku pembimbing kedua yang
telah mencurahkan ilmu, pikiran, dan waktu selama dalam proses skripsi
berlangsung. Mohon maaf penulis haturkan sebesar-besarnya jika terdapat
kesalahan selama pembimbingan.
3. Drh. Surachmi Setiyaningsih, Ph.D dan Drh. Chaerul Basri, M. Epid selaku
penilai dan moderator seminar.
4. Dr. Drh. Koekoeh Santoso dan Dr. Drh. Amrozi selaku penguji UASKH.
5. Mbak Selyn yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama
penelitian dan penulisan skripsi, Mbak Ade, Pak Agus, Mas Ivan, Pak Engkos,
Mas Wahyu, Pak Nur, Bu Wiwik, dan seluruh staff Bagian Mikrobiologi
Medik, Departemen IPHK yang telah membantu kelancaran penulis.
6. Mbak Ratih, Mbak Ita, Mbak Desi, Mbak Tanti, Mbak Dewi yang telah
membantu penulis selama perbaikan penelitian.
10
8. Keluarga besar Vamdi (Jatil, Vida, Mbak Phyto, Mbak Dona, Mbak Mila,
Mbak Ayis, Mbak Pipit, Mbak Intan, Yuk Yofi, Mbak Dian) yang telah
memberi semangat, pengetahuan, keilmuan, pelajaran hidup, dan keceriaan
selama penulisan skripsi.
9. SALIMAH 1431H dan 134D412 crews yang telah memberikan banyak ilmu,
indahnya ukhuwah, dan beramal jama‟I yang akan menjadi pelajaran yang
sangat berharga seumur hidup.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang selalu membantu
dengan sepenuh hati dalam proses pembuatan tugas akhir ini.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
Latar Belakang
Telur merupakan salah satu sumber protein hewani yang memiliki rasa
yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Telur unggas (ayam) memiliki
kandungan asam amino esensial dan non esensial yang cukup lengkap dan tinggi
mutunya (Iman Rahayu 2003). Kandungan gizi telur yang lengkap dan harga yang
relatif murah menjadikan telur sebagai salah satu bahan pangan yang digemari
mulai dari anak-anak hingga orang tua.
Tidak hanya berpotensi sebagai sumber protein hewani, telur juga
berpotensi sebagai makanan suplemen karena jumlah imunoglobulin Y (IgY) yang
banyak dan mudah untuk diproduksi, relatif stabil, serta cocok dijadikan imunisasi
pasif (Mahdavi et al. 2010). Ayam merupakan sumber produksi antibodi (IgY)
yang sangat baik (Suartha et al. 2006). Mahdavi et al. (2010) melaporkan bahwa
bubuk IgY spesifik mampu melawan bakteri E. coli O78:K80 pada ayam petelur.
Penggunaan IgY anti EPEC dalam telur memungkinkan untuk dilakukan karena
IgY yang terdapat dalam darah lebih mudah ditransfer ke dalam telur dengan
konsentrasi yang sangat tinggi, proses pengebalan ayam mudah dilakukan, dan
produksi telur anti EPEC secara massal dapat dilakukan (Mustopa 1999).
Selama ini, produksi antibodi diambil dari hewan mamalia seperti kelinci,
kuda, kambing, dan lain-lain. Produksi antibodi pada hewan-hewan tersebut
diambil dengan cara pengambilan darah. Hal tersebut dapat menimbulkan
kesakitan pada hewan. Menurut Wibawan et al. (2006), prosedur produksi pada
antibodi anti tetanus pada kuda dapat menyebabkan cekaman baik saat melakukan
imunisasi maupun saat pengambilan darah. Oleh sebab itu, penggunaan telur
ayam sebagai alternatif sumber antibodi diharapkan mengurangi risiko tersebut.
Namun demikian, telur merupakan bahan makanan yang mudah rusak,
baik karena kerusakan alami, kimiawi, maupun kerusakan akibat mikroorganisme
melalui pori-pori telur. IgY merupakan protein yang yang mudah terdenaturasi
terhadap suhu, pH, lama penyimpanan, paparan zat kimia, dan lain-lain (Carlander
2002). Oleh karena itu, perlu dilakukan usaha pengawetan telur agar dapat
disimpan lebih lama dan aman. Pengasinan telur utuh merupakan salah satu usaha
2
Tujuan penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan
Imunoglobulin Y anti EPEC, anti Salmonella Enteritidis, dan anti virus AI H5N1
pada telur anti EPEC, anti Salmonella Enteritidis, dan anti virus AI H5N1 setelah
diasinkan.
3
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan dalam memproduksi
telur asin berkhasiat three in one (anti diare dan anti flu burung) sebagai nilai
tambah telur asin baik dari sisi manfaat maupun sisi ekonomi.
.
TINJAUAN PUSTAKA
Escherichia coli
Genus Escherichia dinamai demikian sebagai bentuk penghormatan bagi
Theordor Escherich, seorang dokter anak yang pertama kali mengisolasi spesies
Escherichia coli. Terdapat lima spesies pada genus Escherichia namun
Escherichia coli yang paling patogen (ditunjukkan pada Gambar 1). Menurut
Todar (2008), klasifikasi Escherichia coli adalah sebagai berikut:
Kingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gamma Proteobacteria
Ordo : Enterobacteriales
Famili : Enterobacteriaceae
Genus : Escherichia
Species : Escherichia coli
Eschericia coli (E. coli) adalah bakteri batang gram negatif fermentatif
dengan panjang 0,4–0,7 µm, lebar 1–3 µm, dan dapat berupa satu individu
maupun berpasangan (Gyles et al. 2010; Songer dan Post 2005). Bakteri ini dapat
tumbuh dengan baik pada media bakteri sederhana, seperti agar MacConkey, dan
membentuk koloni besar berwarna merah. Selain itu, dapat pula diidentifikasi
dengan reaksi positif pada uji indol, reaksi negatif pada uji produksi urease, dan
hidrogen sulfida (Gyles et.al. 2010). E. coli dapat dengan mudah ditumbuhkan
dari spesimen klinis ke media umum atau selektif pada suhu 37°C, dalam kondisi
anaerob (Nataro dan Kaper 1998).
5
Menurut Songer dan Post (2005), habitat E. coli pada sebagian besar
vertebrata adalah ileum bawah dan usus besar. Berkolonisasi pada saluran
pencernaan neonatal dalam waktu satu jam pasca lahir. E.coli merupakan flora
fakultatif utama di dalam usus. Pada umumnya, E. coli menetap secara normal di
lumen usus inang tetapi apabila inang dalam keadaan lemah (immunosupresi) atau
saat sistem pelindung gastrointestinal terganggu maka bakteri normal „non
patogenik‟ tersebut dapat menyebabkan infeksi (Nataro dan Kaper 1998).
Berbeda strain (tipe) akan berbeda pula bentuk penyakitnya. Maka dari itu
sangat penting membedakan antara strain yang patogenik dan nonpatogenik.
Secara serologis, penggolongan E. coli dibedakan berdasarkan antigen permukaan
yaitu antigen O pada lipopolisakarida dan antigen H pada flagella. Antigen O
digunakan untuk menentukan serogrup sedangkan antigen H untuk menentukan
serotipe. Terdapat setidaknya 170 macam antigen O yang saat ini diakui (Nataro
dan Kaper 1998). Selain itu antigen kapsular (K) juga dapat digunakan dalam
penggolongan (Songer dan Post 2005). Keberadaan antigen K ditentukan dengan
uji aglutinasi bakteri bahwa suatu strain E. coli tidak dapat teraglutinasi dengan
antiserum O tetapi teraglutinasi apabila kultur tersebut dipanaskan (Nataro dan
Kaper 1998).
Infeksi E. coli patogenik dapat hanya terjadi pada permukaan mukosa usus
atau dapat pula menyebar ke seluruh tubuh. Tiga gejala umum yang terjadi apabila
terinfeksi E. coli patogen yaitu (1) infeksi saluran urinari, (2) sepsis/ meningitis,
dan (3) diare/ enteritis (Nataro dan Kaper 1998). E. coli patogen merupakan
penyebab diare terbanyak di Jawa Barat (Pudjarwoto et al. 1991). Menurut Nataro
dan Kaper (1998), terdapat enam tipe E. coli yang menyebabkan penyakit diare
yaitu enterotoxigenic E. coli (ETEC), enteroinvasive E. coli (EIEC),
enterohemorrhagic E. coli (EHEC), enterophatogenic E. coli (EPEC),
enteroaggregative E. coli (EAEC), dan diffusely adherent E. coli (DEAC). Bakteri
EPEC menyebabkan diare berair hingga berdarah (Todar 2008). EPEC merupakan
penyebab diare akut dan kronis pada anak-anak di negara berkembang (Jerse et al.
1990).
Ciri khas infeksi EPEC adalah pada gambaran histopatologi attaching-
and-effacing (A/E); melekat dan menghilangkan, yang dapat diamati melalui
6
biopsi (Gambar 2). Hal ini ditandai dengan penghilangan mikrovili dan
menunjukkan perlekatan antara bakteri dan membran sel epitel (Nataro dan Kaper
1998). Proses infeksi dimulai dengan EPEC yang tertelan menempel dengan
bebas pada sel epitel usus kemungkinan dengan melalui adhesin spesifik seperti
AF/R1, AF/R2, dan Ral pada kelinci serta Bfp pada anjing. Sinyal kemudian
dikirim dari bakteri menuju sel epitel, kemungkinan melalui TTSS dan protein
yang disekresikan. Hal tersebut menyebabkan meningkatnya jumlah kalsium
intraseluler, fosforilasi dari protein tertentu sel epitel, aktivasi kinase dan aktivitas
pengikatan reseptor Tir (Gyles et al. 2010).
pada beberapa faktor seperti jumlah bakteri yang masuk, jenis makanan, dan usia
inang serta status imunitas individu. Dosis S. Enteritidis yang dapat menyebabkan
simptom yaitu 105. Pada makanan tinggi lemak seperti kuning telur, keju, dan
coklat, kemungkinan jumlah yang dibutuhkan untuk menginfeksi lebih kecil
karena dapat menyebabkan S.Enteritidis bertahan terhadap lingkungan asam pada
lambung sebelum melalui usus dan berpenetrasi pada mukosa usus (Saeed 1999).
Salmonella pada umumnya masuk melalui mulut menuju usus halus
kemudian melekat dan menyerang fimbrae enterosit. Protein membran luar bakteri
berperan dalam invasi tersebut. Masuknya Salmonella pada infeksi sistemik
terjadi tanpa adanya kerusakan mukosa tetapi pada enteritis terjadi kerusakan
lokal tanpa sepsis (Soner dan Post 2005). Salmonellosis merupakan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Salmonella dan menunjukkan gejala seperti demam, sakit
kepala, muntah-muntah, dan diare (WHO 2007). Salmonellosis adalah penyakit
asal makanan (foodborne illness) utama di sebagian besar negara. Diestimasikan
1,3 juta manusia terkena foodborne illness dan lebih 500 jiwa meninggal akibat
Salmonella setiap tahunnya di Amerika Serikat (Callaway et al. 2008). Selama 20
tahun terakhir, Salmonella enterica serovar Enteritidis merupakan penyebab
utama keracunan makanan di Amerika Serikat (Anonim 1999). Salmonella
Enteritidis sering ditemukan pada produk asal hewan terutama produk unggas,
yaitu telur dan daging (WHO 2002).
Masa inkubasi S. Enteritidis bervariasi mulai dari beberapa jam hingga 72
jam dan durasi kesakitan bervariasi mulai dari 4-10 hari. Simptom yang biasa
terjadi adalah diare dimulai dari 12 jam hingga seminggu setelah mengkonsumsi
makanan yang terkontaminasi, sakit kepala, sakit pada abdomen, nausea, meriang,
demam dan muntah. Kerusakan pada membran mukus pada usus halus dan kolon
akan menyebabkan malabsorpsi dan kekurangan nutrisi. Selain itu, pada beberapa
penderita, dapat mengalami dehidrasi berat, diare berdarah, dan penyebaran S.
Enteritidis menuju tulang, meningen pada anak-anak (Anonim 2005; Saeed 1999).
Flu Burung
Flu burung atau Avian Influenza (AI) adalah penyakit unggas menular
yang disebabkan oleh virus dari keluarga Orthomyxoviridae. Virus AI dibagi
9
dapat bersubtipe H1 hingga H16. Meskipun demikian, virus LPAI subtipe H5 dan
H7 dapat bermutasi menjadi HPAI sehingga LPAI H5 dan H7 serta HPAI
ditetapkan sebagai kasus penyakit yang harus dilaporkan (notifiable disease) oleh
OIE (Suarez 2008).
Imunoglobulin Y
Antibodi merupakan substansi khusus yang dibentuk oleh tubuh sebagai
respon terhadap stimulasi antigenik (Michael 1988). Antibodi adalah molekul
protein yang dihasilkan oleh sel plasma sebagai akibat interaksi antara limfosit B
peka antigen dan antigen khusus (Tizard 1988). Semua molekul antibodi termasuk
ke dalam kelas khusus protein serum yang disebut globulin, meskipun tidak
semua globulin serum merupakan antibodi. Jadi, antibodi juga disebut
imunoglobulin (Michael 1988). Antibodi yang dibentuk akibat reaksi terhadap
suatu antigen akan berbeda susunan asam aminonya dengan antibodi terhadap
antigen yang lain. Hal ini disebut sebagai spesivitas antibodi (Wibawan et al.
2003). Satu unit struktur antibodi adalah glikoprotein yang terdiri dari empat
rantai polipeptida. Semua antibodi memiliki struktur yang sama yaitu dua rantai
pendek (VL) dan dua rantai panjang (VH). kedua bentuk tersebut dihubungkan
dengan bentuk kovalen (disulfida) (Darmono tanpa tahun).
Imunoglobulin utama yang terdapat pada kuning telur ayam adalah
Imunoglobulin Y (IgY) (Gambar 4). IgY memiliki beberapa sifat unik namun
memiliki fungsi yang sama dengan IgG pada mamalia. IgG mamalia
pengendapannya 7S dan berat molekulnya 180.000 dalton sedangkan pada ayam
pengedapannya 8S dan berat molekulnya 200.000 dalton (Tizard 1988). IgY lebih
berperan sebagai sistemik antibodi daripada sekretori antibodi, namun IgY dapat
ditemukan dalam saluran pencernaan duodenum, trachea, dan seminal plasma.
Mekanisme transfer IgY dari serum ke dalam kuning telur berlangsung seperti
proses transfer antibodi lintas plasenta pada mamalia. IgY yang telah diproduksi
oleh limfosit B akan mengalir dalam pembuluh darah ke seluruh bagian tubuh
termasuk ke dalam ovarium. IgY didepositkan melalui jaringan arteri kecil
ovarium-oosit ke dalam kuning telur sebagai bahan perlindungan bagi embrio
yang akan berkembang (Carlander 2002).
11
Telur Asin
Umumnya telur akan mengalami kerusakan setelah disimpan lebih dari
dua minggu (Ginting 2007). Faktor-faktor yang menyebabkan kerusakan telur
diantaranya adalah suhu, kelembaban dan mikroorganisme. Kerusakan telur
selama penyimpanan biasanya ditandai dengan membesarnya kantong udara,
12
pengenceran putih telur dan lemahnya selaput kuning telur sehingga kuning telur
memipih dan pecah yang mengakibatkan kuning telur menjadi bercampur dengan
putih telur (Winarti dan Triyantini 2005). Oleh sebab itu, perlu dilakukan usaha
pengawetan telur. Selain untuk memperpanjang daya simpan, tujuan pengawetan
telur antara lain memperoleh hasil olahan sesuai keinginan, meningkatkan kualitas
dan nilai jual, serta pemenuhan kebutuhan pasar (Hariadi 2010). Secara prinsip
pengawetan telur adalah mencegah masuknya bakteri pembusuk ke dalam telur
dan mencegah keluarnya air dari dalam telur.
Pengawetan telur dapat dilakukan dengan beberapa cara diantaranya
melapisi kulit telur dengan pembungkus kering (dry packing), perendaman
(immersion liquid), penutupan kulit telur dengan bahan pengawet (shell sealing),
dan penyimpanan pada ruangan dingin (cool store). Telur asin adalah salah satu
bentuk pengawetan immersion liquid. Telur asin adalah telur utuh yang diawetkan
dengan adonan yang dibubuhi garam (Depristek 2000). Terdapat tiga cara
pembuatan telur asin yaitu: (1) telur asin dengan adonan garam berbentuk padat
atau kering, (2) telur asin dengan adonan garam ditambah ekstrak daun teh, (3)
telur asin dengan adonan garam dan kemudian direndam dalam ekstrak atau cairan
teh.
Berat pada telur yang diasinkan akan meningkat karena terjadi penetrasi
garam ke dalam telur. Proporsi putih telur semakin meningkat sedangkan proporsi
kuning telur semakin menurun apabila semakin lama waktu pengasinan. Selain
itu, pada albumin, semakin lama waktu pengasinan maka komposisi protein
semakin menurun. Sebaliknya, pada kuning telur, komposisi protein dan lemak
semakin meningkat. Komposisi abu meningkat dan kelembaban menurun pada
albumin dan kuning telur (Kaewmanee et al. 2008).
antigen. Jika homolog maka akan terbentuk garis presipitasi pada daerah gel agar
antara antigen-antibodi (Wibawan et al. 2009).
Perbandingan konsentrasi antigen dan antibodi adalah faktor terpenting
dalam reaksi presiptasi. Dalam campuran yang rasio antara antigen dan antibodi
seimbang, akan terbentuk ikatan silang yang ekstensif dan terjadi pembentukan
kisi-kisi. Kisi-kisi ini berkembang menjadi besar, tidak larut dan akhirnya
mengendap. Ikatan kompleks antigen-antibodi yang mengendap dan terlihat
sebagai garis berwarna putih ini disebut garis presipitasi (Tizard 1988). Wibawan
et al. (2009) menyatakan bahwa reaksi presipitasi terjadi apabila titer IgY di atas
27.
antigen. Pada metode ini yang diencerkan secara seri adalah antibodi. Metode ini
harus melakukan uji Hemaglutinasi (HA) terlebih dahulu untuk membuat virus
standar. Uji HI dapat dilakukan secara makro dan mikro titrasi tergantung volume
reagen-reagen yang digunakan. Pada uji HI mikro titrasi hanya menggunakan
masing-masing reagen sebanyak 25–50 µl (ditunjukkan pada Gambar 5). Virus
standar yang digunakan adalah 4 HAU (Hemagglutination Unit)/ 50 µl (Siregar et
al. 2006).
Metode Penelitian
telurnya untuk diuji keberadaan IgY dan 1 butir direbus untuk uji organoleptik.
Uji organoleptik dilakukan untuk membuktikan rasa asin telah ada pada telur.
Demikian pula pada hari kelima belas dan hari kedua puluh, diambil 4 butir telur
dan dilakukan uji yang sama pada telur asin dengan perendaman 10 hari.
Tahap Uji Keberadaan Antibodi Spesifik dengan Agar Gel Precipitation Test
(AGPT) dan Hemagglutination Inhibition Test (HI Test)
Hasil deteksi keberadaan anti EPEC ditunjukkan pada Tabel 1 dan anti
S. Enteritidis ditunjukkan pada Tabel 2.
Gambar 7 berikut menunjukkan uji AGPT terhadap EPEC adanya garis presipitasi
(garis putih buram) pada sampel perendaman hari ke-10 dan ke-15 sedangkan
pada perendaman hari ke-20 tidak terlihat keberadaan garis presipitasi.
a b c
Gambar 7 Hasil uji AGPT antibodi spesifik terhadap antigen EPEC (E.C) dalam
kuning telur asin
(a) hari ke-10 (b) hari ke-15 (c) hari ke-20. Garis presipitasi (tanda
panah)
22
Gambar 8 menunjukkan hasil uji AGPT terhadap S. Enteritidis yang sama dengan
hasil uji AGPT pada EPEC yaitu terdapat garis prsipitasi pada perendaman hari
ke-10 dan ke-15 sedangkan pada perendaman hari ke-20 tidak terdapat garis
presipitasi.
a b c
Hasil yang diperoleh menunjukkan keberadaan garis presipitasi pada AGPT yang
berarti adanya antibodi spesifik terhadap E. coli dan S. Enteritidis pada telur asin
hari perendaman ke-10 dan ke-15. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963),
Natrium bikarbonat berfungsi sebagai sistem penyangga dalam telur dimana akan
menurun fungsinya apabila semakin lama penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh
keluarnya CO2 melalui kerabang sehingga menurunkan konsentrasi ion
bikarbonat. Dimungkinkan NaCl yang berdifusi melalui kerabang dapat
menambah konsentrasi Na, yang mampu mengikat ion bikarbonat lebih banyak di
dalam telur, sehingga menjaga keawetan IgY.
23
Berbeda halnya dengan perendaman hari ke-20 yaitu tidak terdapat garis
presipitasi pada AGPT. Hal ini berarti tidak terdeteksi keberadaan antibodi
spesifik terhadap kedua antigen, EPEC dan S. Enteritidis. Hasil demikian
dimungkinkan terjadi akibat beberapa faktor misalnya IgY terdenaturasi/ rusak
atau gelasi kuning telur semakin kental sehingga IgY terperangkap dan tidak dapat
berdifusi menuju antigen. Berbeda dengan IgG pada mamalia, IgY memiliki
struktur yang lebih kaku sehingga fleksibilitas IgY terbatas. Hal ini
mempengaruhi kemampuan antibodi untuk memperesipitasi atau mengaglutinasi
antigen. Hanya sebagian IgY yang terpresipitasi pada larutan saline fisiologis dan
kurang lebih 25% antibodi yang terdapat dalam supernatan pada pengendapan
maksimal (Carlander 2002).
Sampel supernatan kuning telur diuji secara duplo pada HI test dan
hasilnya disajikan pada Tabel 3 berikut ini.
Tidak seperti pada hasil AGPT, yaitu tidak terdeteksinya antibodi pada
perendaman garam hari ke-20, hasil uji HI menunjukkan keberadaan antibodi
spesifik terhadap virus AI H5N1 di setiap waktu perendaman. Secara umum
keberadaan antibodi spesifik terhadap virus AI H5N1 menunjukkan hasil positif
sebab menurut standar OIE, titer HI dinyatakan positif apabila terjadi hambatan
pada pengenceran 1/16 (24) (OIE dalam Nurade et al. 2008). Menurut Wibawan et
al. (2009), IgY anti-virus AI H5N1 dengan titer HI 24 mampu menetralisasi virus
AI H5N1.
24
Simpulan
Imunoglobulin Y spesifik terhadap Enteropathogenic Escherichia coli,
Salmonella Enteritidis, dan virus Avian Influenza H5N1 masih terdeteksi pada
telur yang telah diasinkan.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang hubungan sebab akibat
antara lama perendaman garam dengan keberadaan IgY pada telur asin dan
deteksi keberadaan antibodi spesifik dengan menggunakan antigen lain pada telur
asin.
DAFTAR PUSTAKA
Carlander D. 2002. Avian IgY Antibody in Vitro and in Vivo. [Disertasi]. Faculty
of Medicine, Acta Universitatis Upsaliensis: Uppsala
[CDC] Centers for Disease Control and Prevention. 2007. Key Facts about Avian
Influenza (Bird Flu) and Avian Influenza A (H5N1) Virus. http://
www.cdc.gov /flu/avian/gen-info/facts.htm [18 Oktober 2010]
[CVI]. 2010. Protocol of Haemagglutination and Haemagglutination Inhibition.
Lelystad: Netherland
Darmono. Tanpa tahun. Klasifikasi Antibodi. www. geocities.ws/ kuliah_farm/
imunologi/Klasifikasi-antibodi.doc [10 januari 2011]
[Depristek] Departemen Riset dan Teknologi. 2000. Telur Asin.
http://www.ristek.go.id [12 Juli 2010]
[Deptan] Departemen Pertanian. Tanpa tahun. Flu Burung: Penyakit yang
Mematikan. http://www.pustaka-deptan.go.id/publikasi/ wr273057.pdf
[18 Oktober 2010]
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2008. Burung Liar dan Flu Burung:
Pengantar Riset Lapangan Terapan dan Teknik Pengambilan Sampel
Penyakit. D. Whitworth, T. Mundkur, dan P. Harris, penyunting. Food and
Agriculture Organization of United Nations&Wetlands International-
Indonesia Programme: Jakarta
27
Lu Y, J Liu, L Jin, X Li, YH Zhen, H Xue, J You, dan Y Xu. 2008. Passive
Protection of Shrimp Against White Spot Syndrome Virus (WSSV) Using
Specific Antibody from Egg Yolk of Chickens Immunized with
Inactivated Virus or A WSSV-DNA Vaccine. Fish and Shellfish
Immunology 25: 604–610
Mahdavi AH, HR Rahmani, N Nili, AH Samie, dan S Soleimanian-Zad. 2010.
Chicken Egg Yolk Antibody (IgY) Powder Against Escherichia coli
O78:K80. J Anim Vet Adv 9(2): 366–373
Malmarugan S, M Raman, S Jaisree, dan P Elanthalir. 2005. Egg
Immunoglobulins- an Alternative Source of Antibody for Diagnosis of
Infectious Bursal Disease. Vet Arhiv 75(1): 49–56
Manggung RER. 2010. Deteksi Antibodi Antidiare (Escherichia coli dan
Salmonella Enteritidis) dan Anti Flu Burung (H5N1) dari Kuning Telur
Ayam Isa Brown dengan Teknik Imunodifusi dan Uji Hambat
28
Michael J, Pelczar, Jr., dan ECS Chan. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi 2. Ratana
Siri Hadioetomo, Teja Imas, S. Sutarmi Tjitrosomo, Sri Lestari Angka,
penerjemah. UI Press: Jakarta
Muharfiza. 2010. Teknologi Pembuatan Telur Asin. http:// banten. litbang.deptan.
go.id/ ind/ index. php. [14 Desember 2010]
Mustopa AZ. 1999. Telur Anti-Diare. http://www.biotek.lipi.go.id/ index.php/
news/8/334Telur%20Anti%20Diare?PHP. [29 November 2010]
Nurade H, I Parede, dan RMA Adjid. 2008. Isolasi dan Identifikasi Virus Avian
Influenza Asal Bebek. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner hlm 684–689
Nataro JP, JB Kaper. 1998. Diarrheagenic Escherichia coli. Clin Mikrobiol Rev
11(1): 142–201
Pudjarwoto T, CH Simanjuntak, E Raharjo, W Suharyono, dan S Harjining. 1991.
Infeksi Bakteri Enteropatogen pada Penderita Diare Golongan Umur
Balita di Daerah Jawa Barat dan Pola Resistensinya terhadap Antibiotik.
Cermin Kedokteran 72: 31–36
Romanoff AL, AJ Romanoff. 1963. The Avian Egg. John Wiley and Sons Inc:
USA
Saeed AM. 1999. Salmonella enterica Serovar Enteritidis in Humans and
Animals: Epidemiology, Pathogenesis, and Control. Iowa State University
Press: Ames
Siregar AA, J Pamungkas, SSD Yusuf, T Sunartatie, dan ES Pribadi. 2006. Diktat
Penuntun Praktikum Mata Kuliah Mikrobiologi II. Laboratorium
Immunologi Veteriner Departemen IPHK FKH IPB: Bogor
Soejoedono RD. 2005. Pemanfaatan Telur Ayam sebagai Pabrik Biologis
Produksi “Yolk Immunoglobulin” IgY Anti Plaque dan Diare dengan Titik
Berat pada Anti S. mutan, E. coli, dan Salmonella Enteritidis. Riset
Unggulan Terpadu. Laporan Kemajuan Tahap I
Soejoedono RD, E Handharyani. 2005. Flu Burung. Penebar Swadaya: Jakarta
Songer JG, KW Post. 2005. Veterinary Microbiology: Bacterial and Fungal
Agents of Animal Disease. Elsevier Saunders: Missouri
Suarez DL. 2008. Influenza A Virus. Di Dalam: Swayne DE. Avian Influenza.
Blackwell Publishing: USA. Hlm 3–22
Suartha IN, IWT Wibawan, dan IBP Darmono. 2006. Produksi Imunoglobulin Y
Spesifik Antitetanus pada Ayam. J Vet 7(1): 21–28
29