Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Biologi Parasitoid Telur Trichogramma
japonicum Ashmead dan Trichogrammatoidea nana Zehntner (Hymenoptera:
Trichogrammatidae)”. Penulisan tugas akhir penelitian ini merupakan salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Pudjianto, MSi, selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, saran,
arahan, dan masukan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. Ir.
Sri Hendrastuti Hidayat, MSc, selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan
kritik dan saran untuk menyempurnakan penulisan tugas akhir ini, kepada Dr. Efi
Toding Tondok, MScAgr, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan, pengetahuan, dan dukungan selama penulis menuntut
ilmu di Departemen Proteksi Tanaman, serta kepada Dr. Ir. R.Yayi Munara
Kusumah, MSi yang telah memberikan kritik, saran, dan dukungan moral selama
penulisan tugas akhir ini. Terima kasih kepada Ayahanda Kuswara Irianto, Ibunda
Wiwara Widi Hartati, Anjarsana Kusuma Wiwaha dan Icha Mustika yang telah
memberikan doa, kasih sayang, dan dukungan yang luar biasa kepada penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar dan laboran
Departemen Proteksi Tanaman.
Terima kasih penulis ucapkan pada keluarga Laboratorium Pengendalian
Hayati atas dukungan, motivasi, dan saran hingga terselesaikannya skripsi ini, Bu
Adha, Bu Eva, Mbak Ayas, Kak Manda, Kak Ihsan, Kak Susi, Kak Kidung. Kak
Laila, Kak Badrus, Mbak Nita, Pak Ucup, Novi, Iga, dan Donio. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan pada sahabat Andini, Aldila, Rahma, Ruth, Afni,
Nadya, Fara, Mona, dan Asad, sahabat seperjuangan di PTN Aliftya, Anysa,
Barli, Caca, Dede, Gita, Hillda, Ikbal, Irham, Lutfianti, Nugi, Safira, Sri Ningsih,
Suci, Wildan serta teman-teman PTN 48 yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu atas motivasi dan dukungan kepada penulis.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.
Oleh sebab itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi
penulisan yang lebih baik. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan
memberikan pengetahuan bagi siapa saja yang membacanya.
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Metode Penelitian
(a) (b)
Gambar 1 Pemeliharaan C. cephalonica di laboratorium: (a) Kotak
pemeliharaan C. cephalonica (b) Rak pemeliharaan C. cephalonica
Imago yang muncul diambil dengan menggunakan tabung reaksi, lalu
dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam tabung peneluran. Tabung peneluran
4
(Gambar 2a) terbuat dari kertas karton yang berukuran diameter 9 cm dan tinggi
14 cm, pada bagian atas dan bawah diberi kawat kassa dan ditutup dengan kertas.
Tabung peneluran disimpan dalam kotak peneluran (Gambar 2b) pada posisi tegak
dan dialasi dengan kertas buram. Selama dalam tabung peneluran, imago C.
cephalonica tidak memerlukan makanan. Imago C. cephalonica akan meletakkan
telur-telurnya pada bagian atas dan bawah tabung peneluran.
(a) (b)
Gambar 2 Proses peneluran C. cephalonica: (a) Tabung peneluran C.
cephalonica disimpan dengan posisi tegak (b) Kotak peneluran C.
cephalonica
Telur-telur C. cephalonica diambil setiap pagi hari. Telur-telur yang
menempel pada kawat kassa disikat dengan kuas dan ditampung sementara di atas
kertas buram. Setelah terkumpul, telur-telur tersebut dibersihkan dari sisa-sisa
kotoran dan imago yang mati. Hal tersebut dilakukan berulang kali hingga kotoran
dan sisa-sisa imago tidak ada lagi. Telur-telur yang telah bersih dimasukkan ke
dalam cawan petri, kemudian dimasukkan ke dalam freezer dengan suhu -20 ºC
selama dua jam untuk mematikan embrio telur. Bila telur tidak dimatikan, telur
akan menetas dan larva dapat memakan telur-telur C. cephalonica yang lainnya.
Telur dikeluarkan dari dalam freezer dan dibuat pias. Pias dibuat dari kertas
karton manila berukuran 1 cm x 4 cm, pada ujung kertas dioles lem gum arabic
untuk menempelkan telur inang. Telur C. cephalonica ditempelkan dengan cara
ditaburkan pada ujung kertas pias yang telah diberi lem. Telur yang digunakan ±
300 butir telur.
parasitoid. Tabung reaksi ditutup dengan kain hitam dan diikat dengan
menggunakan karet.
Tabung reaksi disimpan pada rak dengan posisi mulut tabung menjauhi
arah datangnya cahaya. Pias diparasitkan selama 24 jam. Setelah itu, pias yang
berada dalam tabung reaksi diambil dan dipindahkan ke tabung reaksi yang baru.
Telur yang terparasit ditandai dengan warna telur yang berubah warna menjadi
kehitaman dan disimpan pada suhu ruang. Imago parasitoid muncul delapan
sampai sepuluh hari setelah telur C. cephalonica terparasit.
Analisis Data
Persentase Parasitisasi (PP). Persentase parasitisasi akan diketahui dengan
menghitung banyaknya telur inang yang terparasit. Telur yang terparasit akan
berwarna kehitaman pada hari ketiga.
PP = × 100%
PLPI = × 100%
e f g h
Gambar 4 Ciri morfologi imago T. japonicum (a-d) dan T. nana (e-h): (a)
imago jantan T. japoicum, (b) antena jantan, (c) antena betina, (d)
sayap depan, (e) imago jantan T. nana, (f) antena jantan, (g) antena
betina, (h) sayap depan (perbesaran 40 × 10)
T. japonicum memiliki antena berbentuk gada tidak beruas untuk imago
jantan dan betina, sedangkan T. nana jantan memiliki antena berbentuk gada
beruas tiga dan memiliki fenikula beruas dua dan antena betina berbentuk gada
dan fenikula beruas dua. T. japonicum memiliki fringe setae yang lebih pendek
daripada T. nana yang memilki fringe setae lebih panjang, T. japonicum memiliki
trichia pada remigium banyak sedangkan T. nana memiliki trichia lebih sedikit,
dan pada sayap depan T. japonicum memiliki Rs1 sedangkan T. nana tidak ada.
Perkembangan biologi T. japonicum dan T. nana bergantung pada pengaruh
suhu. Suhu merupakan faktor penting dalam menentukan lama siklus hidup
parasitoid serta rata-rata reproduksi maksimum dapat terjadi pada suhu
lingkungan 27 ºC dan kelembapan relatif 70%-80% (Sweetman 1963). Total
periode perkembangannya rata-rata tujuh sampai sembilan hari, sama dengan
perkembangan T. chilonis. Menurut Alba (1978), imago parasitoid betina mampu
8
memarasit telur 99.25% pada hari pertama dan rata-rata memproduksi 20.36 telur
ketika memarasit inang dengan nisbah kelamin 1 jantan : 2.9 betina.
Menurut Murtiyarini (2001), parasitoid ini mengalami metamorfosis
sempurna, yaitu fase telur – larva I – larva II – larva III – prapupa – pupa –
dewasa. Fase telur pada parasitoid ini terjadi saat imago betina menusukkan
ovipositornya ke dalam telur inang. Imago betina mampu memproduksi telur
sebanyak 20-50 butir telur (Kalshoven 1981). Masa inkubasi telur T. japonicum
dan T. nana selama ± 22 jam atau satu hari. Perkembangan telur menjadi embrio
terjadi setelah telur berumur 72 jam. Proses pengenalan inang oleh parasitoid
menyangkut berbagai faktor, antara lain ukuran, bentuk, tekstur serta kairomon.
Pada hari ke-tiga setelah diparasitkan, telur inang mulai berubah warna menjadi
hitam keabu-abuan. Menghitamnya kulit telur menandai bahwa mulai
terbentuknya larva parasitoid didalam telur, namun saat pengamatan belum
berhasil menemukan bentuk fase larva dari kedua parasitoid ini. Seiring dengan
mematangnya jaringan embrio serta meningkatnya jumlah sel dalam telur, maka
meningkat pula kompetisi antara larva parasitoid dengan embrio itu sendiri dalam
mendapatkan sumber nutrisi (Goldstein et al. 1983).
(a) (b)
Gambar 5 Kertas pias yang berisikan telur inang C. cephalonica: (a) telur inang
yang belum terparasit, (b) telur inang yang telah terparasit
(perbesaran 40 × 10)
Fase prapupa mulai terbentuk pada hari kelima setelah telur diparasitkan.
Pada fase prapupa ini ditandai dengan terbentuknya mata dan bentuknya lebih
memanjang. Menurut Mangangantung (2001), fase prapupa Hymenoptera
mempunyai dua fase berbeda, yaitu fase eonimfa dan pronimfa. Fase eonimfa
memiliki bentuk yang lebih pendek dan gemuk berwarna putih buram. Fase
pronimfa ditandai dengan bentuk yang lebih panjang dan mata sudah tampak
namun belum terlihat jelas. Fase pupa berwarna kuning muda yang secara
perlahan berubah menjadi coklat kehitaman. Pada fase pupa struktur serangga
dewasa sudah lengkap dengan tampak jelas (Hagens dalam Mangangantung
2001). Pupa T. japonicum dan T. nana berbentuk eksarata yaitu, bakal sayap dan
bakal tungkai nampak jelas dari luar dan bebas (Gambar 6). Imago parasitoid
muncul dengan cara membuat lubang dari korion telur inang. Imago muncul pada
hari ke-8. Pada umumnya imago jantan keluar terlebih dahulu daripada betina.
Ukuran tubuh betina lebih besar daripada jantan. Setelah muncul, imago segera
berkopulasi. Betina hanya berkopulasi satu kali, tetapi imago jantan mampu
berkopulasi berkali-kali (Godfray 1994).
9
(a)
(a) (b)
Gambar 6 Bentuk pupa parasitoid telur, Trichogramma japonicum (a),
Trichogrammatoidea nana (b) (perbesaran 40 × 10)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembiakan massal yang rutin
dilakukan dan umur generasi T. japonicum dan T. nana tidak memengaruhi secara
langsung siklus hidup dari parasitoid tersebut. Siklus hidup T. japonicum dan T.
nana ± 9 hari mulai dari imago diberikan pias sampai muncul imago baru. Rata-
rata lama perkembangan T. japonicum lebih cepat (8.31-8.79 hari), dibandingkan
T. nana (9.04-9.51 hari) (Tabel 1) dengan persentase awal kemunculan imago T.
japonicum lebih tinggi pada hari ke-8 sebesar 63.86%, dibandingkan T. nana lebih
rendah sebesar 35.09%. Imago T. japonicum terakhir muncul pada hari ke-12
sebesar 1.09%, lebih cepat dibandingkan kemunculan imago T. nana sebesar 0.5%
pada hari ke-13 (Gambar 7). T. nana memiliki ketahanan hidup relatif panjang
dibandingkan dengan T. japonicum. Ketahanan setiap masing-masing parasitoid
berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh parasitoid yang telah lama dikembang
biakkan di dalam laboratorium sehingga ketahanan tubuh masing-masing
parasitoid menurun. Ketahanan hidup merupakan salah satu variabel yang
digunakan sebagai dasar untuk memastikan interval pelepasan parasitoid di
lapangan (Sujak dan Sunarto 2011).
Tabel 1 Lama perkembangan parasitoid telur T. japonicum dan T. nana
Lama Perkembangan Parasitoid
Total Imago*
Ulangan Telur (hari)
T. japonicum T. nana T. japonicum T. nana
1 67 67 8.61 9.29
2 65 57 8.46 9.31
3 77 58 8.51 9.51
4 59 66 8.79 9.40
5 54 40 8.31 9.12
6 56 62 8.69 9.04
Rata-rata 8.57 ± 0.17 9.28 ± 0.17
*dari jumlah 100 telur pada pias yang diumpankan
10
100
Persentase kemunculan
80 Trichogramma japonicum
60 Trichogrammatoidea nana
40
20
0
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Hari kemunculan imago
Jumlah imago yang muncul menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata.
Tabel 3 menunjukkan bahwa lamanya pemarasitan tidak memengaruhi pada
kemunculan imago parasitoid T. japonicum dan T. nana. Jumlah imago yang
11
muncul dipengaruhi oleh kuantitas serta kualitas makanan yang diperoleh pada
saat di dalam telur inang (Schmidt 1994).
Imago yang muncul dari telur inang yang terparasit tidak semuanya berhasil,
hal ini bisa terjadi oleh beberapa faktor seperti kebugaran dari telur inang,
kurangnya nutrisi, dan adanya predator. Menurut Usyati (2003), predator utama
Trichogrammatidae adalah semut, larva Chrysopid, dan larva atau imago
Coccinellid.
Tabel 3 Pengaruh lama pemarasitan terhadap jumlah imago yang muncul pada
pengujian waktu memarasit pada parasitoid telur T. japonicum dan T.
nana
Jumlah imago yang muncul*
Lama pemarasitan
T. japonicum T. nana
24 50.32a** 51.89a
12 50.82a 56.43a
6 49.22a 52.77a
3 42.50a 52.05a
* dari jumlah 100 telur pada pias yang diumpankan
** angka yang diikuti oleh huruf kecil yang sama pada kolom yang sama menunjukkan
hasil yang tidak berbeda nyata pada uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%
Faktor biologi, seperti lama hidup, kebugaran, lama generasi, ukuran tubuh,
dan lain-lain yang memengaruhi aktifitas parasitoid. Faktor fisik lingkungan,
seperti cahaya, kelembapan, dan suhu dapat dijadikan sinyal oleh parasitoid untuk
12
Adapun parasitoid yang tidak muncul dari telur inang karena mengalami
kematian. Dari beberapa telur inang yang terparasit, ditemukan telur inang yang
masih utuh tanpa adanya lubang bekas keluar imago. Dari hasil pengamatan,
diketahui parasitoid mati sebelum berhasil menjadi imago yaitu berada dalam fase
pupa. Faktor lain yang mungkin terjadi adalah ketidakcocokan parasitoid terhadap
inang pada saat proses pengenalan inang yang disebabkan oleh umur telur inang
yang sudah terlalu tua. Kecocokan inang ini memengaruhi perkembangan
parasitoid (Vinson dan Iwantch 1980). Selain itu, faktor lain yang dapat juga
memengaruhi tingkat keberhasilan kemunculan imago parasitoid, yaitu sistem
ketahanan dari inang (Susniahti dan Susanto 2005).
Ciri-ciri kebugaran Trichogrammatidae yang telah banyak dipelajari antara
lain, potensi produksi telur, potensi produksi maksimum, lama hidup, dan
keberhasilan kawin setiap individu dalam suatu kompetisi dengan individu lain.
Kebugaran parasitoid betina erat hubungannya dengan kualitas telur inang yang
diparasit (Godfray 1994). Imago betina Trichogrammatidae menentukan ukuran
dan kualitas telur inang dengan cara mengelilingi telur inang, meraba-raba dengan
antenanya untuk beberapa saat, jika merasa siap untuk diparasitkan imago betina
akan menusukkan ovipositornya ke dalam telur inang menembus korion untuk
meletakkan satu telur atau lebih tergantung pada ukuran telur inang tersebut
(Hassan 1993).
13
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Imerial College; London, 18-19 Sept 1985. London (UK): Academic Press
London. hlm 97-136.
Sujak, Sunarto DA. 2011. Kapasitas reproduksi parasitoid telur
Trichogrammatoidea nana Zehntner (Hymenoptera:Trichogrammatidae).
Agrovigor. 4(2): 93-98.
Susniahti N, Susanto A. 2005. Pengaruh umur telur Corcyra cephalonica Stainton
yang diradiasi ultraviolet terhadap perkembangan parasitoid Trichogramma
japonicum Ash. Agrikultura. 16(3) 181-188.
Sweetman HL. 1963. The Principles of Biological Control; Interrelation of Hosts
and Pests and Utilization in Regulation of Animal and Plant Population.
Dubuque (US): WM.C.Brown Co.Inc
Vinson SB, Iwantsch GF. 1980. Host suitability for insect parasitoid.
Ann.Rev.Entomology. 397-419.
Yuanita R. 2002. Pembiakan parasitoid telur Trichogrammatoidea spp.
(Hymenoptera:Trichogrammatidae) selama 100 generasi: implikasinya
terhadap preferensi dan kebugaran parasitoid pada lima jenis inang [skripsi].
Bogor (ID): Departemen HPT, Fakultas Pertanian, IPB.
Zahro’in E. 2014. Upaya pengendalian organisme penganggu tanaman tebu dalam
pengawalan swasembada gula nasional tahun 2014.[Internet].[diunduh 2015
Nov 10]. Tersedia pada: http://ditjenbun.pertanian.go.id/bbpptpsurabaya/
berita-694-upaya-pengendalian-opt-tanaman-tebu-dalam-pengawalan-
program-swasembada-gula-nasional-tahun-2014.
18
19
LAMPIRAN
20
19
21
23
RIWAYAT HIDUP