MUHAMMAD IQBAL
(1904124248)
Puji syukur peneliti ucapkan kepada ALLAH SWT yang telah memberikan
penelitian ini disusun agar dapat memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar
ini peneliti mengalami banyak kesulitan sehingga peneliti menyadari bahwa proposal
penelitian ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu, peneliti sangat mengharapkan
kritik beserta saran yang membangun demi menyempurnakan proposal penelitian ini.
yang sebesar-besarnya kepada Ibuk Dr. Ir. Morina Riauwaty, MP dan Ibuk Henni
Syawal, M.Si selaku dosen pembimbing proposal penelitian ini. Peneliti sangat
berharap agar proposal penelitian yang telah disusun ini dapat dan layak dalam
memenuhi syarat awal untuk meraih gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan Universitas Riau. Demikian, peneliti ucapkan terima kasih.
Muhammad Iqbal
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara dengan perairan tawar yang luas dan
memiliki potensi yang besar dalam budidaya dan juga hasil tangkap dari alam dan
beragam jenis ikan tawar. Ikan air tawar banyak dikonsumsi oleh masyarakat
Indonesia dikarenakan ikan air tawar mengandung protein yang tinggi dan memiliki
cita rasa yang lezat dan murah.
Salah satu ikan air tawar ialah ikan sepat rawa (Trichogaster
trichopterus),ikan sepat rawa dapat ditemukan dalam perairan rawa, danau, lahan
basah dataran rendah, dan aliran air dengan suhu sekitar 22-28 oC dan pH 6-8. Ikan
sepat rawa bersifat omnivore, yakni memakan zooplankton, krustasea kecil dan larva
serangga(Jusmaldi et al., 2021). Ikan sepat rawa banyak diperjual belikan di pasaran
baik dalam keadaan segar maupun yang sudah diawetkan atau yang dikenal sebagai
ikan asin(Murjani, 2009).
Salah satu penyakit yang dapat menyerang ikan sepat rawa ialah parasit
Trematoda Digenea, dari genus Clinostomum merupakan parasit yang menyerang
tenggorokan dan esofagus dari burung piscivorous seperti heron, pelican, dan
cormoran. Clinostomum complanatum merupakan salah satu spesies yang memiliki
pootensi besar dalam menyebarkan penyakit terhadap ikan budidaya. Clinostomum
complanatum memiliki siklus hidup yang cukup rumit, dimana parasite dewasa dapat
ditemukan pada burung seperti burung bangau biru (heron), kemudian cacing dapat
menempel menggunakan otot-ototsucker, kemudian cacing dewasa akan
mengeluarkan telur dan masuk ke dalam perairan saat burung makan. Telur akan
mengeluarkan mirasidium dan silia dan berenang di dalam air dan memiliki tonjolan
untuk melakukan penetrasi ke hospes berikutnya yakni siput. Mirasidium
berkembang didalam tubuh siput dan menjadi sporokista yang berisi stadium redia,
1
redia berisikan sekaria yang dapat keluar dan berenang dengan bebas didalam
perairan dan dapat melakukan kontak dengan ikan yang sesuai sebagai hopses
perantara kedua. Serkaria melakukan penetrasi terhadap kulit ikan yakni otot
hospesnya, kemudian melepaskan ekornya dan dapat membentuk kista yang disebut
yellow grub. Burung yang memangsa ikan yang sudah terinfeksi sekaria, dapat
memecahkan kista kemudian menjadi meraserkaria dan berkembang menjadi
dewasa(Riauwaty & Prastowo, 2012).
Penyakit ikan merupakan salah satu rintangan yang paling sering ditemukan
dalam usaha budidaya dan hasil tangkap perairan. Ikan yeng terinfeksi penyakit
biasanya disebabkan oleh beberapa faktor seperti serangan penyakit, pakan dan
kondisi lingkungan yang kurang baik sehingga dapat mempengaruhi kehidupan biota
air.
Parasit merupakan suatu organisme yang dapat hidup pada tubuh organisme
lainnya dan dapat mengakibatkan kerugian pada organisme yang dihinggapi parasit
tersebut. Berdasarkan habitatnya parasite dapat dibedakan menjadi yakni ektoparasit
dan endoparasit, ektoparasit merupakan jenis parasite yang dapat hidup di permukaan
tubuh ikan atau yang berhubungan langsung dengan lingkungan sekunder ikan,
parasite yang paling sering ditemukan dalam bagian ektoparasit ialah cliata,
flagellate, copepoda, isopod, monogenean, linta dan branchiura. Endoparasit
merupakan parasite yang hidup pada organ bagian dalam ikan seperti system
pencernaan dan hati, parasite yang paling sering ditemukan dalam bagian
endoparasite ialah amoeba, trematoda, microdporidia, cestode, coccidia, nematoda
dan acanthocepala(Achmad Ali Fikri, Syamsul Arifin, 2022).
Ikan sepat rawa yang terjangkit parasite trematoda digenea tentu akan
menimbulkan ganguan Kesehatan bagi yang mengkonsumsi nya seperti penyakit
yang bersifat zoonosis, penyakit ini dapat menyerang system saraf pusat bahkan dapat
menyebabkan kematian(Asia et al., 2014).
2
Berdasarkan hal diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai Hematologi
ikan sepat rawa (Trichodus trichopterus) yang terinfeksi parasit Trematoda Digenea
(Clinostomum complanatum). Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan
mengambil sampel darah dari ikan yang terinfeksi parasite dan sampel darah dari ikan
yang tidak terinfeksi parasit, kemudian peneliti akan melakukan perbandingan antara
sel darah ikan yang terinfeksi dan darah ikan yang tidak terinfeksi.
Ikan sepat rawa yang ditemukan di waduk Fakultas Ilmu Perairan dan Ilmu
Kelautan, Universitas Riau, terjangkit parasit Trematoda Digenea (Clinostomum sp.),
kemudian akan dilakukan penelitian untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan
terhadap darah antara ikan sepat rawa yang terinfeksi parasite Trematoda Digenea
(Clinostomum sp.) dan ikan sepat rawa yang sehat.
3
BAB II
METODE PENELITIAN
Bahan dalam penelitian ini yang akan digunakan ialah Ikan Sepat Rawa
(Trichopodus trichopterus) berukuran 8 - 10 cm sebanyak 30 Ekor, yang ditemukan
di dalam Waduk Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Riau, Kota Pekanbaru.
Bahan-bahan yang akan digunakan dalam penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
1
7. Suhu Thermometer Hg Air Sampel
8. DO DO Meter Air Sampel
Air Sampel
9. pH Kotak pH
pH paper
Kertas Saring
Vakum
10. TSS Oven Air Sampel
Desikator
Pengaduk Magnetic
Air Sampel
COD Reactor DS (digestion
11. COD
Spektrofotometer solution)
SA (sulfuric acid)
5
b. Data Sekunder
Sugiyono (2018:456) berpendapat bahwa data sekunder merupakan sumber data
yang bersifat tidak langsung, dimana data sekunder dapat diperoleh melalui
perantara seperti jurnal, buku, artikel dan lain-lain.
Ciri-Ciri Ciri-Ciri
1. Usus Menghitam 1. Seluruh Organ Tubuh
Ikan Berwarna Cerah /
ZOONOSIS
6
2.5. Asumsi
1. Ikan yang diuji memiliki peluang yang sama terinfeksi parasite Trematoda
Digenea (Clinostomum sp.).
2. Ikan \yang di uji dianggap memiliki genetik yang sama.
3. Kemampuan penelitian dalam mengukur setiap parameter dianggap sama.
2.6. Tinjauan Penelitian Terdahulu
7
phalacrocorasis.
4. Scanning Electron Morina Riauwaty, Oral sucker terletak di ujung
Microscopy Dari Kurniasih, Joko terminal, berbentuk elips
Clinostomum Prastowo dan dikelilingi dengan lipatan
Complanatum Windarti / 2011 dengan permukaan halus.
(Digenea: Ventral sucker dekat dengan
Clinostomidae) oral sucker, memiliki papila
Pada Ikan Betok sensoris yang bulat tanpa
(Anabas spina. Permukaan dorsal
Testudineus) Di ditutupi spina. Lubang
Yogyakarta, ekskretori terletak di ujung
Indonesia posterior tubuh.
8
3. Sampel ikan ditimbang dan diukur panjangnya, kemudian dilakukan
pembedahan yang bertujuan agar peneliti dapat mengetahui apakah
ikan yang diteliti terserang parasite atau tidak.
4. Kemudian akan dilakukan pengecekan darah terhadap ikan yang telah
dibedah. Pengambilan sampel darah ikan dilakukan pada 30 ekor ikan
sepat rawa dengan tujuan agar dapat mengetahui total eritrosit, kadar
hemoglobin total leukosit, dan nilai hematokrit.
2.7.3. Metode Pemeriksaan Darah
1. Pengecekan darah ikan dilakukan dengan cara membius ikan
menggunakan larutan anastesi, kemudian menyediakan mikro spuit
berserta jarumnya untuk menghisap antikoagulan hingga memenuhi
dinding syringe, keluarkan larutan antikoagulan (Na Sitrat 3,8%) dari
spuit dan sisakan larutan heparin sebanyak ±50µl di dalam spuit,
tusukkan jarum atau spuit yang telah diisi larutan tikoagulan pada
garis tengah tubuh yang terletak di belakang sirip anal, setelah itu
masukkan jarum sampai kedalam musculuc hingga mencapai tulang
belakang (columna spinal), pastikan tidak terdapat gelembung air
yang ikut masuk kedalam spuit, Tarik perlahan hingga darah mulai
masuk kedalam spuit, setelah darah didapatkan kemudian masukkan
sampel darah tersebut ke dalam tabung ependof.
2. Pengamatan sel darah ikan, dilakukan dengan cara mengambil satu
tetes sampel darah ikan dan diletakkan diatas objek glass kemudian
dibuat hapusan darah dan ditunggu hingga mengering, setelah kering
kemudian diberikan methanol dan diberi pewarna giemsa sebanyak
satu tetes dan dibuat hapusan Kembali, biarkan selama ±20 menit
hingga warna terserap, setelah warna terserap cuci menggunakan air
mengalir dan dikeringkan, setelah itu preparate dapat diamati
dibawah mikroskop.
2.7.4. Pengamatan Jumlah Sel Darah
9
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengamatan jumlah sel darah ikan ialah
pipet eritrosit berukuran 11µl, cover glass, kamar hitung Neubauer, Counter
dan Mikroskop Cahaya, bahan-bahan yang digunakan dalam pengamatan
jumlah sel darah ikan ialah sampel darah ikan, larutan hayem dan Natrium
Sitrat 3,8% (antikoagulan).
Pengamatan jumlah sel darah ikan dilakukan dengan cara, darah ikan yang
telah dicampur anti koagulan dan diambil menggunakan pipet eritorsit
sebanyak 0,5µl dan diencerkan menggunakan larutan hayem didalam pipet
eritrosit hingga menunjukkan angka 11µl. Kemudian darah yang telah
tercamput dikocok hingga homogeny yang terdapat didalam pipet tersebut
tercampur, setelah itu ambil sedikit (20 µl), kemudian buang sebanyak dua
tetes hal ini dilakukan agar larutan yang diambil benar-benar telah homogen
setelah itu masukkan dalam kamar hitung imporved Neubauer kemudian tutup
menggunakan cover glass, hitung jumlah eritrosit yang terdapat didalam kotak
eritrosit menggunakan bantuan mikroskop cahaya.
1. Perhitungan Jumlah Sel Darah Merah (Eritrosit)
Letakkan mikroskop pada permukaan meja yang datar, turunkan lensa
kondensor atau kecilkan diafragma, setelah itu atur fokus memakai lensa
obyektif 10X, atur hingga gambaran kamar hitung bujur sangkar dapat
terlihat jelas batasnya serta distribusi sel darah merah juga tampak jelas.
Ubah lensa obyektif 45X secara perlahan-lahan, hitung sel darah merah
yang terdapat didalam kotak bujur sangkar kecil (warna merah), sel yang
menyinggung garus batas sebelah kiri atau garis atas harus dihitung ulang,
akan tetapi sel yang menyinggung garis batas sebelah kanan atau garis
bawah tidak boleh dihitung. Rumus perhitunggan jumlah eritrosit sebagai
berikut:
1
3
Jumlah eritrosit (sel/mm ) = N x 1 x 200
5 area x (volume)
250
(pengenceran)
10
Keterangan :
N : Jumlah Eritrosit Terhitung
2. Pengamatan Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit)
Darah ikan yang telah dicampur anti koagulan kemudian diambil
menggunakan pipet leukosit sebanyak 0,5 µl, kemudian diencerkan
menggunakan larutan Turk dalam pipet leukosit hingga menunjukkan angka
11 µl. Darah yang telah tercampur kemudian dikocok hingga homogen
dalam pipet tersebut. Ambil 2 tetes campuran tersebut dan masukkan dalam
kamar hitung Haemocytometer dan ditutup menggunakan cover glass,
sebelum dimasukkan dalam Haemocytometer buang 2 tetes larutan tersebut
agar larutan yang diambil benar-benar homogen. Gunakan mikroskop
cahaya sebesar 40X untuk menghitung jumlah leukosit.
Letakkan mikroskop pada permukaan meja yang datar, turunkan lensa
kondensor atau kecilkan diafragma, kamar hitung dengan bidang garisnya
kemudian diletakkan dibawah lensa obyektif dan fokus mikroskop
diarahkan kearah garis-garis tersebut. Leukosit dapat dihitung pada keempat
bidang besar atau kotak berwarna hijau. Perhitungan diawali dari bagian
sudut kiri atas dan terus ke bagian kanan, kemudian turun ke bagian kanan
dan lanjut ke bagian kiri. Cara seperti ini dilakukan kesetiap empat bidang
besar. Perhitungan dapat dilakukan dengan catatan sel yang bersingunggan
dengan baris batas bagian kiri atau garis batas sebelah kanan dan garus
bawah tidak boleh dihitung. Rumus perhitungan jumlah Leukosit ialah:
1
Jumlah Leukosit (sel/mm3) = N x x 20 (pengenceran)
4 area x 0,1(volume )
Keterangan :
N : Jumlah Leukosit Terhitung
2.7.5. Perhitungan Konsentrasi Hemoglobin
Pengukuran kadar hemoglobin dapat dilakukan dengan metode sahli,
metode ini mengandung prinsip mengkonversikan hemoglobin yang
terdapat dalam darah ke dalam bentuk asam hemotin oleh asam klorida.
11
Pipet sahli dapat digunakan untuk menghisab darah hingga mencapai skala
20 mm3 kemudian dipindahkan ke tabung hemoglobin yang berisi HCL
0,1 N hingga skala 10 (warna kuning), diamkan selama 3-5 menit agar
hemoglobin bereaksi dengan HCL membentuk asam hemotin. Setelah itu
aduk dan tambahkan akuades sedikit demi sedikit hingga warna berubah
menjadi warna standar. Pembacaan skala lajur gram/100 ml artinya
banyaknya hemoglobin dalam gram per 100 ml darah.
2.7.6. Perhitungan Nilai Hematokrit
Perhitungan nilai hematokrit dilakukan menggunakan metode
mikrohematokrit. Mikrohematokrit berheparin dimasukkan kedalam
sampel darah, hingga terisi kurang lebih tiga per empat bagian pipa
kaplier. Sumbat salah satu ujung pipa kapiler dengan memasukkan lilin
penyumbat. Kemudian disentrifugasi selama 5 menit menggunakan
microhematocrit centrifuge menggunakan kecepatan 1.500 rpm. Selain itu
dibaca dengan menggunakan hematocrit reader dan hasilnya
dikategorikan dalam %.
Menurut Santosa dan Waenah pengukuran hematokrit dilakukan dengan
metode mikro, metode ini dilakukan dengan cara isi tabung mikro kapiler
tanpa antikoagulan dengan darah yang mengandung EDTA 10% yang
masing-masing pada volume 10 µl dan 50 µl sampai volume ¾ tabung
kapiler. Sumbat salah satu ujung tabung mikro kapiler menggunakan alat
khusus (malam) atau dibakar, setelah itu masukkan ke dalam alat mikro
sentrifuge dengan bagian yang tersumbat diarahkan ke luar. Putar dengan
kecepatan 11.000-16.000 rpm selama 5 menit. Volume darah yang telah
dipadatkan menggunakan metode skala hematokrit dalam satuan persen
merupakan hasil yang akan dibaca.
2.7.7. Pengamatan Mikronuclei Pada Sel Darah Ikan
Sampel darah ikan perifer dapat diperoleh dari vena caudal yang terdapat
pada sampel darah ikan dan dioleskan pada slide yang bersih. Kemudian
difiksasi menggunakan etanol murni selama 20 menit, biarkan slide kering
12
udara dan lanjut melakukan pewarnaan Giemsa 10% selama 25 menit.
Lakukan pengamatan menggunakan mikroskop Olympus BH2. Lima slide
dibuat dengan masing-masing ikan 1.000 eritrosit dilakukan skoring dari
setiap bagian slide yang diamati dibawah perbesaran 1000 X untuk dapat
menentukan frekuensi inti berlekuk, pemula, inti lobed, memecah belah
dan sel micromuclei, yang dihitung sel per 1000¿) .
Amati setiap sel dan hitung frekuensi micronuclei menggunakan rumus
sebagai berikut :
Ʃ micronuclei x (1000)
Frekuensi Mikronuclei =
Total sel yang dihitung
2.8. .
2.8.1. .
13
DAFTAR PUSTAKA
Achmad Ali Fikri, Syamsul Arifin, M. F. F. (2022). No Title הכי קשה לראות את מה
2005–2003 ,)8.5.2017(2 , הארץ.שבאמת לנגד העינים.
Asia, A., Darmawan, B. D., & Rohaendi, O. E. (2014). Zoonosis : Infeksi penyakit
ikan terhadap manusia akibat kesalahan manajemen dan penanganan ikan
maupun produk olahannya Zoonoses : The Infection of fish diseases on human
due to management and handling errors of fresh and processed fish. Journal of
Aquatropica Asia, 1, 2–9.
Jusmaldi, Dianingrum, A. R., & Hariani, N. (2021). Pola pertumbuhan dan faktor
kondisi ikan sepat rawa Trichopodus trichopterus ( Pallas , 1770 ) dari
Bendungan Lempake , Kalimantan Timur [ The growth pattern and condition
factors of three spot gourami Trichopodus. 21(3), 215–233.
Klempner, S. J., Costa, D. B., Wu, P. A., & Ariyabuddhiphongs, K. D. (2013). Case
Study. 19(8), 729–731.