ABSTRAK
Ikan koi Cyprinus carpio merupakan salah satu komoditas ikan hias air tawar yang menjadi ciri khas daerah
Sukabumi. Salah satu hambatan dalam kegiatan budidaya ikan koi adalah munculnya penyakit yang dipicu oleh
infeksi metazoa ektoparasitik ikan koi. Tujuan penelitian ini adalah menginventarisasi berbagai jenis ektoparasit
yang terdapat pada ikan koi yang dipelihara pada fase pendederan di Balai Budidaya Air Tawar Sukabumi
(BPAT Sukabumi). Sebanyak 30 ekor ikan koi diambil, kemudian diperiksa di bagian sisik, sirip, dan insang
dan diwarnai menggunakan asetokarmin. Jenis parasit diidentifikasi dan dianalisis berdasarkan tingkat
prevalensi, juga intensitas dan dominasinya. Metazoa ektoparasitik yang ditemukan menginfeksi ikan koi pada
kolam di BPAT Sukabumi adalah Argulus sp., Dactylogyrus sp., dan Gyrodactilus sp. Parasit golongan
Dactylogyrus sp. mempunyai prevalensi tertinggi sebesar 20% mendominasi bagian insang dengan tingkat
dominansi sebesar 50% dan nilai intensitas sebesar 2,167.
1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan hias merupakan komoditas potensial yang bisa dikembangkan. Menurut Kementerian Kelautan dan
Perikanan (2019), kekayaan sumberdaya ikan Indonesia dari 4.720 jenis ikan air tawar maupun laut, 650 jenis
diantaranya diketahui sebagai ikan hias. Salah satu ikan hias yang dikembangkan yakni ikan koi. Komoditas
ikan hias koi telah menjadi komoditas andalan di beberapa daerah seperti Sukabumi, Cianjur, dan Blitar karena
telah berhasil mengangkat perekonomi masyarakat melalui penyerapan tenaga kerja dan peningkatan nilai
ekspor (Kusrini 2015). Kebanyakan budidaya koi di Sukabumi menggunakan sistem intensif dan digabung
pemeliharaannya dengan ikan nila. Ikan nila berfungsi untuk memakan plankton, detritus dan gulma sehingga
air pemeliharaan ikan koi diharapkan tetap bersih.
Masalah utama dalam budidaya ikan hias di Indonesia hingga saat ini salah satunya adalah tentang
penyakit. Penyakit ini menyebabkan kerugian ekonomis karena dapat menyebabkan pertumbuhan terhambat,
periode pemeliharaan lebih lama, tingginya konversi pakan, padat tebar yang tinggi dan kematian, sehingga
dapat mengakibatkan menurunnya atau hilangnya produksi (Handajani dan Samsundari 2005). Penyakit yang
sering menyerang ikan koi adalah penyekit parasitik oleh Argulus. Terdapat dua jenis parasite, yakni ektoparasit
dan endoparasit. Parasit yang menyerang bagian luar tubuh ikan disebut dengan ektoparasit. Sedangkan, parasite
yang menyerang bagian organ dalam tubuh ikan seperti hati, saluran pencernaan, ginjal, limfa, otak, peredaran
darah, dan organ tubuh lainnya disebut dengan endoparasit. Dampak yang ditimbulkan akibat ektoparasit dapat
terlihat jelas secara fisik dan dapat menyebabkan kematian secara akut tanpa menunjukkan gejala terlebih
dahulu.
Kerugian yang ditimbulkan akibat ektoparasite terhadap ikan adalah ikan terlihat lemas, sisik ikan dapat
mengelupas, tampak bintil-bintil, atau luka dari yang kecil hingga besar sehingga menyebabkan ikan susah
dijual ke konsumen. Infeksi parasite dapat menyebabkan kerusakan organ luar, yaitu kulit, sirip, dan insang.
Serangan parasit dapat menyebabkan penurunan kualitas ikan yang diperdagangkan. Selain itu, serangan parasit
intensitas tinggi akan mengurangi produktivitas ikan yang menyebabkan petani menderita kerugian ekonomi.
Infestasi parasit dalam tubuh ikan juga memicu infeksi sekunder yang berpotensi menyebabkan kematian
massal. Karya-karya sebelumnya pada beberapa ikan air tawar yang dibudidayakan membuktikan bahwa
serangan berbagai jenis ektoparasit, seperti Trichodina sp. Gyrodactylus sp, dan Ichthyoptirius multifiliis sering
SNT2IR - 2019
diikuti oleh malapetaka infeksi bakteri seperti vibriosis, dan motile aeromonad septicemia (MAS) (Nofal dan
Abdel-Latif 2017).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis metazoa parasitik yang menyerang benih ikan koi dan
tingkat prevalensinya.Inventarisasi parasit adalah salah satu pengumpulan data kejadian wabah parasit yang
terjadi di lokasi budidaya dan dilakukan secara teratur. Hasil data berguna untuk memprediksi dan menentukan
tindakan yang tepat untuk pengendalian parasit di masa depan. Penelitian ini dilakukan untuk menginventarisasi
berbagai jenis ektoparasit yang ditemukan pada ikan koi yang dipelihara pada fase pendederan.
Tinjauan Pustaka
1.2.1 Ikan Koi
Ikan koi merupakan ikan hias favorit dan banyak digemari oleh masyarakat luas karena warna tubuhnya
yang mempesona dan harganya relatif mahal. Koi termasuk ke dalam golongan ikan carp. Pemuliaan yang
dilakukan bertahun-tahun menghasilkan garis keturunan yang menjadi standar penilaian ikan koi. Adapun
klasifikasi ikan yaitu sebagai berikut:
Kerajaan : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterygii
Ordo : Cypriniformes
Familia : Cyprinidae
Genus : Cyprinus
Spesies : Cyprinus carpio
Koi memiliki indera berupa sepasang mata (penglihatan), hidung (penciuman), dan sungut (perasa). Koi
memiliki gelembung renang yang membantu koi dalam kegiatan berenang seperti mengapung, menukik, atau
mendongak. Siripnya membantu untuk menjaga keseimbangan. Menurut Susanto (2000), badan koi seperti
torpedo dengan perangkat gerak berupa sirip. Terdapat sebuah sirip punggung, sepasang sirip dada, sepasang
sirip perut, sebuah sirip anus, dan sebuah sirip ekor. Koi mempunyai indera penciuman berupa dua pasang
kumis pada sebelah atas mulutnya. Dengan indera penciumannya ini, koi dapat memisahkan makanannya dari
lumpur yang menutupinya.
Koi juga memiliki gelembung renang yang berguna untuk mengatur keseimbangan tubuhnya di dalam
air. Pertumbuhan koi biasanya diukur dari panjang dan beratnya. Panjang maksimal koi 70-100 cm.
Pertumbuhan koi akan melambat setelah berumur 6 bulan. Pertambahan berat koi maksimal tercapai setelah
beruur 3-4 tahun. Bentuk koi jantan langsing, sedangkan betina membulat. Sampai umur dua tahun, jantan
tumbuh lebih pesat dibandingkan betina. Namun, setelah itu sebaliknya, betina yang lebih pesat. Koi hidup di
daerah beriklim sedang, pada air tawar, dan dapat hidup di temperature 8º C-30º C.
1.2.2 Ektoparasit
Menurut Hardi (2015), parasit adalah organisme hidup diatas atau didalam organisme lain. Parasit bisa
berupa kelompok hewan maupun tumbuhan; berupa virus, bakteri, jamur, protozoa, cacing, antropoda.
Umumnya parasit dibedakan menjadi dua berdasarkan organ targetnya yaitu ektoparasit dan endoparasit.
Ektoparasit adalah golongan parasit yang hidup di luar atau di permukaan tubuh inang. Sedangkan endoparasit
adalah golongan parasit yang selama hidupnya atau sebagian dari siklus hidupnya ada di dalam tubuh inang.
Ektoparasit adalah masalah yang sering ditemukan menjadi kendala budidaya ikan. Walaupun jarang menjadi
wabah, tapi infeksinya dapat terjadi sepanjang tahun. Perbedaan ektoparasit dan endoparasit adalah habitat
hidup parasit di dalam tubuh inang. Ektoparasit ditemukan pada anatomi luar tubuh ikan: kulit, mukosa, sisik,
sirip, operkulum, mata, insang, hidung. Sedangkan endoparasit biasanya ditemukan pada organ dalam ikan.
Ektoparasit terdapat dua jenis, yakni metazoan dan protozoa. Metazoa adalah hewan atau animal yang kita kenal
selama ini merupakan kelompok hewan bersel banyak. Protozoa adalah kelompok hewan bersel satu.
Tripanosoma. Cara lain yang bisa dilakukan oleh cercaria dari Digenea trematoda dengan menyerang jaringan
kulit hingga berkembang menjadi fase berikutnya yaitu metacercaria (Hardi 2015).
Metodologi Penelitian
1.3.1 Pengambilan Sampel
Ikan koi Cyprinus carpio diambil dari Balai Budidaya Air Tawar, Sukabumi pada bulan Oktober 2019.
Ikan yang digunakan sebanyak 30 ekor ikan koi diambil secara acak dengan panjang 11-17 cm dan bobot rata-
rata 42,5 g. Ikan ditransportasikan menggunakan kantong plastik yang diisi air dan oksigen, kemudian
dipindahkan dengan hati-hati ke Laboratorium Akuakultur fasilitas Sekolah Vokasi IPB, Sukabumi. Sebelum
diperiksa, ikan disimpan di bak fiber berukuran p x l x t yakni 200 cm x 100 cm x 50 cm yang dilengkapi
dengan aerasi yang memadai. Selain ikan, pengambilan data kualitas air berupa suhu, Ph, DO, dan amoniak
berfungsi sebagai data pendukung.
1.3.4.1 Prevalensi
Prevalensi adalah jumlah atau banyaknya ikan sampel yang terinfeksi ektoparasit dari jumlah total ikan
yang diamati. Nilai prevalensi berguna untuk melihat banyaknya ikan sampel yang terinfeksi ektoparasit.
Prevalensi dapat dihitung dengan merujuk Cameron (2002) rumus
1.3.4.3 Dominansi
Dominansi adalah jenis ektoparasit tertentu yang ditemukan paling dominan diantara ektoparasit lain
yang ditemukan. Dominansi dapat dihitung dengan rumus :
Tabel 1. Nilai prevalensi, intensitas dan dominansi ektoparasit pada pembesaran ikan koi.
Prevalensi Intensitas Dominansi
Kelompok parasit (ind/ekor) Ranking
(%) (%)
Dactylogyrus sp. 20 2,167 50 1
Argulus sp. 16,67 1,6 30,769 2
Gyrodactilus sp. 10 1,67 19,231 3
Argulus sp. memiliki preferensi di organ sirip dengan nilai prevalensi 16,67%, dominansi 30,769% dan
intensitas 1,6. Menurut Kabata (1985) tubuh argulus terdiri dari cephalothorax, thorax dan abdomen. Pada
cephalothorax terdapat dua pasang maxilla, dimana maxilla pertama termodifikasi menjadi sucker atau alat
penghisap (Gambar 1). Parasit ini lebih sering menempel di pangkal sirip ikan, karena sirip ikan koi memiliki
jari-jari sirip yang lunak dan ikan ki mempunyai sirip yang lebar. Argulus bukanlah parasite dengan inang yang
spesifik, tetapi memliki kecenderungan dalam memilih inangnya. Berdasarkan penelitian Nurlaela (2013),
Argulus lebih menyukai inang dari jenis ikan cyprinid dan anabantoid dikarenakan kedua jenis ikan ini memiliki
sisik yang lunak dan memiliki gerak yang lambat sehingga parasit Argulus sp. sangat mudah menempel pada
tubuh ikan.
Infeksi dari parasit ini menyebabkan ikan lambat dalam bergerak dan nafsu makan menurun. Hal ini
sesuai dengan penelitian Nurlaela (2013) bahwa ikan yang terinfeksi Argulus akan mengalami reaksi yang
lambat atau sama sekali tidak bereaksi ketika disentuh tangan, sisik mudah rontok dan tidak teratur, sirip sering
mengalami kerusakan dan terlihat pendarahan pada bagian tertentu, terdapat luka baik permukaan tubuh maupun
sirip ikan, nafsu makan menurun serta beberapa ikan yang berada di permukaan air. Luka yang membuka ini
dapat menjadi awal terjadinya infeksi sekunder oleh bakteri maupun virus. Kondisi perairan yang baik untuk
pertumbuhan Argulus adalah perairan yang memiliki suhu 20ºC–26ºC selama 30–100 hari dan menghabiskan
banyak waktu dalam hidupnya (perkawinan) dengan berenang di kolom perairan. Argulus dapat hidup pada
inangnya lebih dari 15 hari (Walker 2004). Argulus juga menginfeksi ikan koi di Semarang dengan nilai
prevalensi 66,6% (Azmi 2013).
Genus Dactylogyrus adalah genus helminth (cacing) dan memiliki preferensi penempelan pada insang
dengan nilai prevalensi 20%, dominansi 50% dan intensitas 2,167. Menurut Kabata (1985), parasit ini memiliki
dua pasang bintik mata, mulut penghisap, dan jangkar (Gambar 2). Dactylogyrus sp. ditemukan di bagian insang
yang menunjukkan bahwa parasit Dactylogyrus sp. menunjukkan sifat organ spesifik dalam menyerang
inangnya karena memiliki kebutuhan nutrisi spesifik (Hadiroseyani 2009). Menurut Buchmann dan Lindenstrøm
(2002), berbagai jenis parasit golongan monogenea, memiliki organ reseptor yang dapat digunakan untuk
mendeteksi sinyal kimia yang dikeluarkan oleh organisme inang melalui mukus, seperti asam amino, asam
lemak, dan nukleotida. Beberapa jenis parasit hanya akan menyerang ikan yang mengeluarkan sinyal kimia yang
mengandung nutrisi yang dibutuhkannya. Salah satunya dari genus Dactylogyrus yang memiliki spesifitas organ
penempelan.
Agresi dan toleransi terhadap kondisi fisika dan kimia air merupakan karakteristik keberhasilan genus
Dactylogyrus sp. dalam menyerang inangnya. Dactylogyrus memiliki prevalensi lebih tinggi dibandingkan
dengan gyrodactylus. Hal ini disebabkan karena parasite ini memiliki sifat ovipar (bertelur) dan telur tersebut
dilepas ke perairan. Telur tersebut bisa menempel ke ikan lainnya dalam satu populasi melalui celah dari
lembaran insang. Telur tersebut akan menempel kuat pada bagian lembaran insang hingga menetas dan menjadi
individu yang sudah definitif dengan induknya. Selain itu, parasit ini memakan mukus, sel epitel dan darah yang
terdapat pada insang karena bagian tersebut merupakan tempat terjadinya difusi oksigen sehingga terdapat darah
yang membawa oksigen ke dalam tubuh. Infestasi parasite ini pada insang dapat menyebabkan insang berwarna
putih, pembengkakan pada lamella, dan terjadi nekrosis. Parasit ini juga telah menginfeksi benih ikan koi di
Makassar dengan prevalensi 88% (Anshary 2008). Infestasi Dactylogyrus juga ditemukan pada benih ikan koi di
Surabaya dengan prevalensi 13% (Prasetya 2013).
Gyrodactylus sp. Yang ditemukan memiliki preferensi penempelan di sirip dengan nilai prevalensi 10%,
dominansi 19,231% dan intensitas 1,67. Parasit ini lebih sering menyerang ikan pada bagian kulit sehingga
sering dikenal dengan skin fluke. Parasit ini memiliki tubuh yang memanjang, membawa embrio di dalam
uterusnya, transparan serta tidak memiliki bentuk mata seperti parasit monogenea lainnya. Bagian anterior
terdapat tonjolan sebanyak 2 buah dan pada bagian posteriornya memiliki sepasang jangkar dengan 16 kait.
Parasit ini menyerang inang dengan cara melekat pada bagian tubuh inang dengan menggunakan opisthaptor
yang ada pada bagian ujung tubuh untuk menghisap dan memakan jaringan inang. Parasit di kelas monogenea,
hanya Gyrodactylus sp. yang memiliki sifat reproduksi vivipar (melahirkan). Sifat reproduksi yang dimiliki
parasait ini diduga menjadi strategi dalam meningkatkan populasinya untuk menginfeksi ikan (Buchmann &
Lindenstrom 2002).
Parasit kelas monogenea termasuk parasit obligat (Hadiroseyani et al. 2009) dan bersifat hemafrodit
(Irianto 2005). Parasit ini ditemukan menginfeksi ikan air tawar seperti ikan nila, ikan mas dan ikan lainnya.
Juga menyerang ikan hias seperti ikan mas koki Carrasius auratus di Sao Paulo Brazil (Moyes & Morena
2015), ikan Rainbow Oncorhynchus mykiss dan juga ikan air laut seperti ikan salmon Salmo trutta di Romania
(Hansen et al. 2016). Ikan yang terserang parasite ini menunjukkan gejala seperti warna kulit menjadi pucat,
tedapat lapisan abu-abu yang merupakan produksi lendir yang berlebihan, bercak merah dan hitam kadang
terlihat pada kulit. Pada infeksi berat, sebagian sisik lepas, terjadi gangguan respirasi dan osmoregulasi
(Prayitno dan Sarono 1996). Gyrodactylus pernah ditemukan menginfeksi benih ikan koi di Surabaya dengan
intensitas 0,0721 (Prasetya et al. 2013).
SNT2IR - 2019
PUSTAKA
Anshary H. 2008. Tingkat infeksi parasit pada ikan mas koi (Cyprinus carpio) pada beberapa lokasi budi daya
ikan hias di Makassar dan Gowa. Jurnal Sains & Teknologi, 8 (2): 139– 147.
Azmi H, Indriyanti DR, Kariada N. 2013. Identifikasi Ektoparasit Pada Ikan Koi (Cyprinus Carpio L) Di Pasar
Ikan Hias Jurnatan Semarang. Unnes J Life Sci. 2(2): 64-70.
Buchmann K, Lindenstrøm T. 2002. Interactions between monogenean parasites and their fish hosts.
International Journal for Parasitology. 32 : 309-319
Cameron A. 2002. Survey Toolbox Aquatic Animal Disease. A Practical Manual and Software Package.
ACIAR Monograph No. 94. [internet]. [diacu 8 November 2019]. Tersedia dari : aciar.gov.au.
Hadiroseyani Y, Harti LS, Nuryati S. 2009. Pengendalian infestasi monogenea ektoparasit benih ikan nila
(Orechromis sp.) dengan penambahan garam. Jurnal Akuakultur Indonesia. 8 : 31-38.
Handajani, H. dan S, Samsundari. 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang Press.
Handayani R, Adiputram YT, Wardiyanto. 2014. Identifikasi dan keragaman parasit pada ikan mas koki
(Carrasius auratus) dan ikan mas (Cyprinus carpio) yang berasal dari Lampung dan luar Lampung.
Aquasains Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan. 149-156.
Hansen H, Cojocaru CD, Mo TA. 2016. Infections with Gyrodactylus spp (Monogenea) in Romanian fish
farms : Gyrodactylus salaris Malmberg, 1957 extends its range. Parasit Vectors. 9 : 444.
Hardi EH. 2015. Parasit Biota Akuatik. Samarinda: Mulawarman University Press.
Irianto A. 2005. Patologi Ikan Teleostei. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.
Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropics. London Philadelphia (UK) : Taylor and
Francis. 318 p.
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2019. KKP Serius Garap Potensi Budidaya Ikan Hias Nasional. [internet].
[diacu 8 November 2019]. Tersedia dari https://kkp.go.id/djpb/artikel/12566-kkp-serius-garap-potensi-
budidaya-ikan-hias-nasional.
Kusrini E, Cindelaras S, Prasetio AB. 2015. Pengembangan Budidaya Ikan Hias Koi (Cyprinus carpio) Local Di
Balai Penelitian Dan Pengembangan Budidaya Ikan Hias Depok. Media Akuakultur. 10 (2): 71-78.
Moyses CRS, Morena DDS. 2015. Ectokomensal and ectoparasites in goldfish Carrasius auratus (Linnaeus,
1758) in farmed inthe State of Sao Paulo. Braz J. Vet Parasitol Jaboticabal. 24 : 283-289.
SNT2IR - 2019
Nofal IM, Abdel Latif HMR. 2017. Ectoparasites and Bacterial Co-infections causing summer mortalities
among cultured fishes at Al-Manzala with special reference to water quality parameters. Life Science
Journal. 14(6): 72–83.
Nurhalimah. 2017. Inventarisasi Ektoparasit Pada Pendederan Ikan Nila Merah Oreochromis sp. yang
Dipelihara Di Kolam Percobaan FPIK, IPB, Dramaga, Bogor. [skripsi]. Bogor (ID). IPB University.
Nurlaela A. 2013. Preferensi Pemilihan Inang oleh Parasit Argulus sp. Serta Pengaruhnya terhadap Kondisi
Fisiologis Ikan. [skripsi]. Bogor (ID). IPB University.
Prasetya N, Subekti S, Kismiyati. 2013. Prevalensi Ektoparasit Yang Menyerang Benih Ikan Koi (Cyprinus
carpio) di Bursa Ikan hias Surabaya. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 5(1): 113-116
Prayitno, S.B. dan A. Sarono. 1996. Deskripsi Hama dan Penyakit pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) dan Udang.
Pusat karantina Pertanian dan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Jakarta.
Roberts RJ. 2012. Fish Pathology. 4th ed. Chichester (UK) : John Wiley & Sons, Blackwell Publishing.
Walker P. 2014. The biology of parasites from the genus argulus and a review of the interactions with its host.
Department of Animal Ecology and Ecophysiology. Netherlands. Html.
SNT2IR - 2019
LAMPIRAN
Lampiran 1. Perhitungan prevalensi, intensitas dan dominansi ektoparasit pada pendederan ikan koi.