Anda di halaman 1dari 6

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ikan Nila


2.1.1 Klasifikasi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Kingdom: Animalia
Filum: Chordata
Sub Filum: Vertebrata
Kelas: Pisces
Sub Kelas: Achanthopterygii
Ordo: Perciformes
Familia: Cichlidae
Genus: Oreochromis
Spesies: Oreochromis niloticus

2.1.2 Morfologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Amri dan Khairuman (2007) menemukan bahwa lebar ikan nila umumnya sepertiga dari
panjangnya. Bentuk tubuh ikan nila memanjang dan ramping, serta sisik pada tubuhnya
berukuran besar. Mata menonjol dan besar, dengan tepi putih. Ikan nila memiliki lima sirip
yang terletak di punggung, dada, perut, anus, dan ekornya. Sirip dubur memiliki tiga jari
keras dan sembilan hingga sebelas jari sirip lemah. Sirip ekor memiliki dua duri dan 16-18
sinar. Sirip punggung memiliki total 17 duri dan 13 jari. Sirip dada memiliki satu jari sirip
keras dan lima jari sirip lemah. Sirip perut memiliki satu sirip keras dan lima sirip lemah.
Sisik pada tubuh ikan nila tersusun dalam pola sikloid.
Ikan nila jantan memiliki bentuk tubuh yang bulat sedikit lebih pendek, sedangkan ikan
nila betina memiliki bentuk yang lebih memanjang. Warna ikan nila pada pria umumnya
lebih cerah dibandingkan pada wanita. Pada anus ikan nila jantan terdapat alat kelamin
yang sangat berwarna-warni. Di sisi lain, sisik ikan nila betina sedikit kusam dan memiliki
bentuk tubuh yang agak memanjang. Anus ikan nila betina memiliki dua tonjolan bulat.
Telur keluar dari satu lubang dan produk limbah keluar dari lubang lainnya. Ikan nila
mencapai kematangan pada usia sekitar 4 hingga 5 bulan. Induk betina dapat bertelur
1.000 hingga 2.000 butir. Setelah telur dibuahi oleh induknya, mereka akan diinkubasi di
dalam mulut induk betina untuk menjadi larva.
2.1.3 Kandungan Gizi Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Pada 100 gr Ikan Oreochromis niloticus ada sekitar 128 kal, 0 gr karbohidrat, 26 gr
protein, 3 gr lemak, serta amat melebihnya vitamin dan mineral.

2.1.4 Habitat Dan Kebiasaan Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Tilapia adalah ikan umum yang dapat ditemukan hidup di air tawar dan sedikit asin. Ikan
Oreochromis niloticus dikenal sebagai Ikan yang dapat hidup pada kisaran salinitas yang
luas disebut euryhalines. Tilapia mendiami berbagai habitat air tawar, termasuk saluran air
dangkal, kolam, sungai dan danau. Ikan nila dapat menjadi masalah sebagai spesies
penyerbu untuk habitat air panas, tetapi sebaliknya berlaku di iklim yang lebih hangat,
karena ikan nila tidak dapat bertahan hidup di perairan dingin. Ini umumnya di bawah 21 °
C (Harrysu, 2012).
Menurut Mudjiman (2001), ikan nila (Oreochormis niloticus) merupakan hibrida dari ikan
campuran (omnivora). Ikan nila dapat tumbuh normal pada kisaran suhu 14-38°C, namun
suhu optimum untuk pertumbuhan dan perkembangannya adalah 25-30°C. Pada suhu 14°C
atau suhu tinggi 38°C, pertumbuhan ikan nila akan terganggu. Pada suhu 6°C atau 42°C,
nila akan mati.Kandungan oksigen yang baik untuk pertumbuhan ikan nila minimal 4
mg/L, dengan kandungan karbon dioksida kurang dari 5 mg/L dan pH 5-9.

2.2. Parasit Ikan


Indonesia memiliki iklim yang hangat, yang memungkinkan parasit, jamur,
bakteri, dan virus berkembang biak. Kondisi ini memberikan keuntungan bagi
mikroorganisme tersebut dalam hal perkembangbiakan dan kelangsungan hidup.
Banyak jenis ikan yang rentan terhadap penyakit.Penyakit ikan sebagian besar
disebabkan karena adanya kontaminasi yang berasal dari luar tubuh (eksternal)
baik yang bersifat infeksius maupun non infeksius. Organ-organ yang sering
terpapar oleh agen penyakit diantaranya adalah insang, saluran pencernaan, dan
otot ikan. Salah satu penyebab terjadinya penyakit tersebut adalah parasit (Cheng,
1973).
Penyakit yg ditimbulkan sang aktifitas organisme parasit dianggap
Parasiter. Sedangkan non-parasiter merupakan penyakit yg ditimbulkan sang
syarat lingkungan, pakan, & keturunan. Berdasarkan wilayah penyerangannya,
penyakit yg ditimbulkan sang parasit dibagi sebagai penyakit kulit, penyakit
dalam insang, & penyakit dalam organ dalam (Suwarsito & Mustafidah, 2011).
Pemicu terjadinya serangan penyakit antara lain adanya
ketidakseimbangan antara daya dukung lingkungan dengan kuantitas produksi
dalam satu areal budidaya (infeksi tidak seimbang antara ikan, pathogen, dan
lingkungannya) (Yuliartati, 2011). Menurut Suhendi (2009), penyebaran parasit
ditentukan oleh musim, lokasi geografis, umur, ukuran dan daya tahan inang.
Setiap parasit yang hidup dalam tubuh inang bisa menimbulkan pengaruh yang
berbahaya bagi inang. Pengaruh ini dapat menyebabkan perubahan yang luas pada
organ maupun jaringan, bahkan dapat mengakibatkan perubahan karakter inang
secara umum.
Parasit adalah organisme yang menghuni tubuh organisme lain (inang)
sebagai sumber makanan, dan umumnya memberikan pengaruh yang merugikan
bagi organisme yang didiaminya. Salah satu organisme yang paling sering
diserang parasit adalah ikan. (Akbar, 2011 ). Keberadaan parasit di dalam tubuh
ikan dapat menurunkan produksi dan bobot ikan, serta menurunkan daya tahan
tubuh terhadap penyakit lain (Rahayu et al., 2013).
Kelihatannya diketahui 10.000 spesies parasit yang bisa menyerang ikan,
terdiri menurut (Sasanti, 2000), Hirudinea, Acanthocephala, Monogenea, Digenea,
Cestoda, Protozoa & Crustacea. Dan dari Heryadi & Sutarmanto (1995), dari
agresi parasit dalam hospes, parasit bisa dibedakan sebagai dua yaitu ektoparasit
& endoparasit.

2.2.1. Ektoparasit
Menurut Ohoilum (2002), ektoparasit adalah parasit yang menginfeksi organ
luar seperti sirip, kulit, insang, kelopak mata, hidung, mata, dan kerusakan gigi.
Salah satu organ yang sering diserang ektoparasit adalah insang. Karena insang
merupakan organ pernapasan yang bersentuhan langsung dengan lingkungan,
maka insang menyaring zat terlarut, menyaring partikel pakan, dan mengikat
oksigen (Yuliartati, 2011).
Menurut Sitanggang (2008), gejala wabah parasit pada insang adalah
pelebaran tutup insang dan munculnya bintik-bintik merah. Jika parasit
menyerang terlalu banyak, ikan akan kesulitan bernapas. Kelas parasit ektoparasit
juga meliputi ciliata, flagellata, monogeneas, copepoda, isolegs, dan branchiura
(Yuliartati, 2011).

2.2.2. Endoparasit
Menurut Yuliartati (2011), endoparasit adalah parasit yang menyerang
organ dalam ikan seperti sistem peredaran darah, sistem saraf, dan sistem
pencernaan. Karena sebagian besar nutrisi berada di usus, salah satu organ yang
paling sering diserang oleh endoparasit adalah usus. Dan zat makanan tersebut
dibutuhkan oleh parasit sebagai sumber makanannya (Akbar, 2011).
Masuknya cacing endoparasit ke tubuh ikan merupakan melalui kuliner
misalnya udang, siput, ikan-ikan mini yg semuanya adalah inang mediator pada
daur hayati cacing. Oleh karena itu, ikan yg bersifat hewan pemakan daging &
hewan pemakan daging dan tumbuh-tumbuhan memiliki kemungkinan terinfeksi
cacing endoparasit yg jauh lebih akbar dibandingkan menggunakan ikan herbivora
(Irianto, 2005).
Menurut Yuliartati (2011), tanda-tanda agresi parasit dalam bagian pada
tubuh ikan (usus) akan mengakibatkan perut ikan membengkak & sisiknya berdiri.
Hal ini acapkalikali dialami sang jenis ikan cupang. apabila agresi penyakit ini
hingga dalam gelembung renangnya, ekuilibrium ikan ketika berenang akan
hilang, & beberapa golongan parasit yg masuk grup endoparasit diantaranya
merupakan Digenea, Cestoda, Nematoda, Acantocephala, Coccidia, &
Microsporidia.
Parasit yang menyerang mempengaruhi kehidupan ikan dengan
menghambat pertumbuhan ikan. Efek yang terjadi diawali dengan rusaknya sistem
metabolisme inang dan rusaknya organ tubuh. Makanan yang digunakan ikan
untuk makan dan tumbuh dikonsumsi oleh parasit yang menghuni tubuh inang,
sehingga tubuh inang kekurangan nutrisi. Efek ini timbul dari parasit yang
menempel dan tumbuh pada organ inang, dan dari parasit yang dapat merusak
organ bahkan mempengaruhi pertumbuhan dan kematian inang (Hadiroseyani,
2006).

2.3. Jenis-Jenis Parasit Yang Menyerang Ikan Nila (Oreochromis niloticus)


Jenis-jenis parasit yang umum menyerang Ikan Oreochromis niloticus, antara lain:
2.3.1. Plathyhelminthes
2.3.1.1. Monogenea
Monogenea merupakan parasit yang memiliki siklus hidup langsung (tidak
memerlukan hospes perantara), memiliki dorsoventral datar, simetris, tidak
tersegmentasi, dan tidak memiliki rongga tubuh. Monogenea adalah jenis
ektoparasit yang dapat ditemukan terinfeksi. Kulit, insang, sirip (Fernando et al.,
1972 ). Ditambahkan oleh Noble and Noble (1989 ), monogenea melekat pada
organ-organ ini dengan kait atau jangkar ke pelat lampiran (opisthaptor ).
Monogenea yg tak jarang menyerang ikan galat satunya merupakan
Dactylogyrus. Menurut Yuliartati (2011), Dactylogyrus adalah cacing insang atau
tempat asal hidupnya pada insang ikan. Menurut Kabata (1985), Dactylogyrus
mempunyai 2 pasang bintik mata yg masih ada dalam bagian anterior. Memiliki
empat tonjolan dalam bagian anterior & 14 kait marginal dalam bagian posterior.

2.3.1.2. Digenea
Digenea merupakan parasit yg mempunyai daur hayati nir langsung (membutuhkan inang
perantara), digenea bersifat endoparasit yg hayati dilapisan lumen usus, jaringan tubuh &
pembuluh darah. Digenea mempunyai bentuk tubuh dorsoventral, nir bersegmen, nir
mempunyai rongga tubuh & berbentuk oval. Yang membedakan Monogenea
menggunakan Digenea yaitu terletak dalam sucker, dimana Digenea mempunyai 2 butir
sucker yaitu berkaitan dengan mulut & ventral sucker. Parasit yg tergolong Digenea
merupakan Bucephalus elegans & Fasciola hepatica (Kabata, 1985).
2.3.2. Protozoa
Protozoa merupakan fauna bersel satu yg ukuran mikroskopis, Protozoa
bisa hayati menjadi organism bebas juga parasitik. Protozoa parasit ikan
berbahaya bagi ikan ditimbulkan lantaran kemampuan multiplikasinya yg cepat &
bisa menyerang ikan berdasarkan banyak sekali umur. Protozoa dalam ikan bisa
ditemukan pada sirip, kulit, insang, rongga verbal & saluran pencernaan (Kabata,
1985).
Salah satu protozoa yang paling sering menginfeksi ikan adalah genus
Trichodina dan ichthyophthiri. Menurut Rukyani (1990 ), ciri Trichodina yang
paling dominan adalah jenis gerakannya yang berputar seperti piring terbang
karena dentikel dan silianya.
Menurut Kabata (1985 ), Trichodina memiliki disk koneksi untuk
terhubung ke host. Bentuk dan ukuran sel, bentuk dan jumlah dentikel, dan cincin
silia merupakan dasar untuk mengidentifikasi spesies ini.
Selain Trichodina, terdapat jua parasit yg bisa mengakibatkan penyakit
white spot atau bercak putih. Penyakit ini ditimbulkan sang parasit Ichtyoptirius
yg menginfeksi kulit, insang, & mata. Parasit ini bisa mengakibatkan erupsi berat
dalam kulit yg kadang bisa mengakibatkan kematian inang (Noble and Noble,
1989).

2.3.3. Copepoda
Kabata (1985), mengatakan bahwa lebih dari 1500 jenis copepoda adalah parasit ikan air
tawar, ada 4 genera yang biasa ditemukan pada ikan air tawar di Asia Tenggara, yaitu
Learnea, Caligus, Ergasilus dan Lamproglena.
Parasit yang sering menyerang ikan adalah Caligus dan Learnea. Menurut Sasanti (2000),
famili Caligidae (Caligus) memiliki cephalothorax dorsoventral dengan permukaan ventral
cekung dan permukaan punggung melengkung. Kabel penerima kedua dan maxilliped
dilengkapi dengan paku tajam untuk menghubungkan ke host. Sementara itu, menurut
Dana et al., (1994), Learnea memiliki ciri-ciri tubuh yang tidak bersegmen, parasit ini
sangat merugikan budidaya ikan air tawar karena umumnya berukuran besar.

2.3.4. Nematoda
Sesuai Kabata (1985), Nematoda berbentuk tabung, filiform dan ditutupi oleh kulit kuku
yang dapat beradaptasi. Premis yang signifikan adalah keadaan kepala dan mulut.
Bentuk tubuh nematoda tidak dilindungi, cacing ini juga memiliki kerangka lengkap yang
berhubungan dengan perut mulai dari mulut hingga bagian belakang. Salah satu cacing
nematoda yang paling banyak dikenal adalah Anisakis sp. sebagai penyebab penyakit
Anisakiasis (Noble and Noble, 1989).
2.4. Prevalensi Parasit
Untuk menentukan tingkat atau serangan parasit dalam populasi yang
dikenal dengan commonness, force dan parasite disease (Yuliartati, 2011). Sesuai
Fernando et al., (1972), dominasi menggambarkan sejauh mana ikan tercemar
oleh parasit tertentu dalam populasi tertentu, menggambarkan jumlah parasit
tertentu yang ditemukan pada ikan yang dianalisis dan terkontaminasi, sedangkan
normal adalah jumlah khas parasit. parasit tertentu dalam populasi. baik pada ikan
yang terkontaminasi maupun yang tidak terinfeksi.
peningkatan kapasitas untuk berkembang biak parasit akan membangun
kesamaan parasit dalam tubuh inang. Hal ini dapat menjiwai perluasan dalam
perbanyakan parasit yang dapat merugikan inangnya. Penyakit pada ikan dapat
menyebabkan kerugian usaha dan selanjutnya berdampak buruk bagi
perkembangan hidroponik di suatu tempat (Ramadan et al., 2012).
Dominasi parasit dipengaruhi oleh ukuran ikan, perubahan sesekali dan
latihan pemeliharaan ikan. Perubahan umur ikan menyebabkan perubahan ukuran
ikan, perubahan morfologi, perubahan fisiologis dan perubahan biologis ikan, hal
ini membuat kesamaan dan ukuran ikan tersebut berbeda pada setiap jenis ikan
(Ohailum, 2002).

Anda mungkin juga menyukai