Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Mikrobiologi akuatik adalah telah mengenai mikroorganisme serta kegiatannya di perairan tawar,
muara, dan marin, termasuk mata air, danau, sungai, dan laut. Bidang itu menelaah virus, bakteri,
algae, protozoa, dan cendawan mikroskopik yang menghuni perairan alamiah ini (Pelczar,1988.
Dalam Aufa Fadhli, 2011).
Fungsi dari mikroorganisme ini bermacam-macam baik yang berfungsi sebagai pakan, penyaing
maupun yang berfungsi sebagai penyebab penyakit. Kali ini kita akan membahas mikroorganisme
yang dapat menyebabkan penyakit. Mikroorganisme yang dapat mengakitkan penyakit antara lain
bakteri, virus, dan parasit. (Pelczar,1988). Dalam Aufa Fadhli, 2011.
Selanjutnya Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok besar
organisme prokariota, selain archaea, yang berukuran sangat kecil (mikroskopik) serta memiliki peran
besar dalam kehidupan di bumi. Beberapa kelompok bakteri dikenal sebagai agen penyebab infeksi
dan penyakit, sedangkan kelompok lainnya dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi
kehidupan manusia, terutama dibidang pangan, pengobatan, dan industri. Struktur sel bakteri relatif
sederhana: tanpa nukleus/inti sel, kerangka sel, dan organel-organel lain seperti mitokondria dan
kloroplas. Hal inilah yang menjadi dasar perbedaan antara sel prokariot dengan sel eukariot yang
lebih kompleks.
Selanjutnya Kata parasitos berarti jasad yang mengambil makanan, dan logos berarti ilmu.
Berdasarkan istilah, parasitologi adalah ilmu yang mempelajari organisme yang hidup untuk
sementara ataupun tetap di dalam atau pada permukaan organisme lain untuk mengambil makanan
sebagian atau seluruhnya dari organisme tersebut.
Selanjutnya Virus adalah parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme
biologis.

Virus

bersifat

parasit

obligat,

hal

tersebut

disebabkan

karena

virus

hanya

dapat bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan memanfaatkan sel makhluk
hidup karena virus tidak memiliki perlengkapan selular untuk bereproduksi sendiri. Biasanya virus
mengandung sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA, tetapi tidak kombinasi keduanya) yang
diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi
ketiganya. Genomvirus akan diekspresikan menjadi baik protein yang digunakan untuk memuat
bahan genetik maupun protein yang dibutuhkan dalam daur hidupnya.

1.2. Tujuan Dan Kegunaan


a) Tujuan dari praktikum ini adalah untuk Menkelasifikasikin mikro organisme apa saja yang dapat
menimbulkan penyakit pada hewan budidaya.
b) kegunaan dari praktikum ini adalah supaya kita dapat mengetahui dan memahami bagai mana cara
menangani penyakit tersebut seperti parasit, virus, maupun bakteri.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Parasit (Trichodina sp )
Filum: Protozoa
Sub filum: Ciliophora
Kelas: Ciliata
Ordo: Peritrichida
Sub ordo: Mobilina
Famili: Trichodinidae
Genus: Trichodina
Spesies:. Trichodina sp
(Afrianto murah Liviawati,1992. dalam Aufa Fadhli, 2011).
Selanjutnya mengemukakan bahwa protozoa yang menyerang ikan mas dan nila adalah
trichodina sp, penyakitnya disebut trichodiniasis. Trichodiniasis merupakan parasit penyakit pada
larva dan ikan kecil yang disebabkan oleh trichodina ektoparasit. Selanjutnya menurut budi sugianti
(2005), beberapa penelitian membuktikan bahwa ektoparasit trichodina mempunyai peranan yang
sangat result terhadap penurunan daya kebal tubuh ikan dan terjadinya infeksi sekunder.

1. Cara Penyebarannya
Trichodina sp merupakan ektoparasit Yang menyerang / menginfeksi kulit luar insang,
biasanya menginfeksi Semua Jenis ikan air tawar. Populasi Trichodina sp di udara meningkat pada
saat peralihan Musim, Dari Musim panas ke Musim dingin. Menurut Budi Sugianti (2005).
Selanjutnya organisme ini dapat menempel secara adhesi (Dengan tekanan Dari Luar), dan
memakan sel pada Cairan lendir atau Yang terdapat pada epidermis. Parasit ini dapat Hidup jika
diluar inang. Penempelan Trichodina sp, pada Tubuh ikan sebenarnya Hanya sebagai Tempat
pelekatan (substrat), sementara parasit ini mengambil partikel organik dan Bakteri Yang menempel di

kulit ikan. Tetapi karena pelekatan yang kuat dan terdapatnya kait pada cakram, seringkali
mengakibatkan Timbul gatal-gatal pada ikan, sehingga ikan akan menggosok-gosokkan badan ke
Dasar Kolam atau Pinggir Kolam, sehingga dapat menyebabkan luka.
Selanjutnya Ikan Yang terserang parasit Trichodina sp, Akan menjadi lemah dengan tubuh
yang warna pucat kusam dan (tidak Cerah), Produksi lendir berlebihan Yang dan nafsu makan ikan
menjadi turun sehingga ikan Kurus. Beberapa Penelitian membuktikan bahwa ektoparasit Trichodina
sp., mempunyai peranan yang sangat result daya tahan terhadap penurunan tubuh ikan dengan
rendahnya sistem kekebalan tubuh maka akan terjadinya infeksi sekunder. Kematian umumnya
terjadi karena ikan memproduksi lendir secara berlebihan atau mudah kelelahan akhirnya bisa juga
terjadi akibat terganggunya sistem pertukaran oksigen, karena dinding lamela insang dipenuhi oleh
lendir. penularan penyakit ini bisa melalui udara atau kontak langsung dengan ikan mudah terinfeksi
penularannya yang akan didukung oleh rendahnya kualitas udara pada wadah tempat ikan
dipelihara.
2. Jenis Penyebarannya
Ikan yang terserang trichodina biasanya warna tubuhnya terlihat pucat, produksi lendir
berlebihan yang mudah terlihat kuru. Diagnosis dapat dilakukan cara melakukan pengerokan dengan
(menggores) pada kulit, atau mengambil lembaran insang mudah melakukan pemeriksaan secara
mikroskopis. Budi sugianti (2005).
3. Pencegahannya
Pencegahan terhadap wabah penyakit adalah cara pengendalian kualitas dengan lingkungan,
karena dengan berkaitan mewabahnya penyakit rendahnya kualitas lingkungan. Perlakuan terhadap
ikan terinfeksi oleh parasit yang adalah cara perendaman dengan dalam, larutan formalin 200-300
ppm. Budi sugianti (2005).

4. Reproduksinya
Berkembang biak dengan cara pembelahan yang berlangsung di tubuh inang, mudah
berenang secara bebas, dapat melepaskan diri dari inang mampu hidup lebih dari dua hari tanpa
inang. Jenis parasit ini memiliki dua bagian yaitu anterior posterior yang mudah berbentuk cekung
berfungsi sebagai alat penempel pada inang. Parasit ini juga memiliki inti dua, yaitu inti besar dan inti
kecil, inti kecil yang dimiliki berbentuk menyerupai bundar vakuola dan inti besar berbentuk tepal
kuda. (budi sugianti, 2005)

2.2. Penyakit Bakteriosis (aeromonas hydrophila )


Filum : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Pseudanonadeles
Family : Vibrionaceae
Genus : Aeromonas
Spesies : Aeromonas hydrophila
(Afrianto murah Liviawati (1992) dalam Aufa Fadhli, 2011).
Selanjutnya Aeromonas hydrophila merupakan bakteri distribusinya luas. Bakteri ini dapat di
temukan pada air tawar trpulusi maupun pada air laut yang kadar garamnya tinggi. Selain itu bakteri
ini juga ditemukan pada intestinum ikan yang sehat. Dan juga sekarang di temukan menyerang
abalone. Bakteri ini termasuk bakteri gram negatif, motil dan berbentuk batang (0,3-1,0 x 1,0-3,5m).
Selanjutnya organisme yang terinfeksi biasanya dalam keadaan stress karena beberapa faktor
dan menunjukan warna kulit yang gelap dengan hemoragik ireguler yang luas pada permukaan
tubuh. Selain itu Organisme juga menunjukan gejala asites. Hemoragik pada permukaan kulit dapat
mengalami ulserasi dan melanjud menjadi bentukan shallow necrotik lesions. Pada saat nekropsi
organ terlihat mengalami kongesti dengan hemoragik pada organ dalam.
1. Ciri-ciri umum
Tubuh uniseluler (bersel satu)
Tidak berklorofil (meskipun begitu ada beberapa jenis bakteri yang memiliki pigmen seperti klorofil
sehingga mampu berfotosintesis dan hidupnya autotrof
Reproduksi dengan cara membelah diri (dengan pembelahan Amitosis)
Habitat: bakteri hidup dimana-mana (tanah, air, udara, mahluk hidup)
Satuan ukuran bakteri adalah mikron (10-3)
(Afrianto murah Liviawati (1992) dalam Aufa Fadhli, 2011).

2. Bentuk-Bentuk Bakteri
-

Kokus

bentuk

bulat,

monokokus,

diplokokus,

stafilokokus, sarkina
-

Basil

: bentuk batang, diplobasil, streptobasil

Spiral

: bentuk spiral, spirilium (spiri kasar), spirokaet (spiral halus)

streptokokus,

Vibrio

: bentuk koma
(Afrianto murah Liviawati (1992) dalam Aufa Fadhli, 2011).

3. Alat Gerak Bakteri


Selanjutnya beberapa bakteri mampu bergerak dengan menggunakan bulu cambuk/flagel.
Berdasarkan ada tidaknya flagel dan kedudukan flagel tersebut, kita mengenal 5 macam bakteri.
-

Atrich

Monotrich

Lopotrich

Ampitrich

Peritrich

: bakteri tidak berflagel. contoh: Escherichia coli


: mempunyai satu flagel salah satu ujungnya. contoh:
Vibrio cholera
: mempunyai lebih dari satu flagel pada salah satu
ujungnya. contoh: Rhodospirillum rubrum
: mempunyai satu atau lebih flagel pada kedua
ujungnya. contoh: Pseudomonas aeruginosa
: mempunyai flagel pada seluruh permukaan tubuhnya.
contoh: salmonella typhosa,

4. Reproduksi
Sel membelah menjadi 2 yang saling terpisah sehingga membentuk sel sel tunggal, pada
beberapa generasi sel sel membelah searah dan tidak saling terpisah sehingga membentuk filamen
yang terdiri atas deretan mata rantai sel yang disebut trikom. Tempat tempat tertentu dari filamen
baru setelah mengalami dormansi ( istirahat yang panjang ). Heterokist dapat mengikat nitrogen
bebas di udara contoh pada Gleocapsa. Heterokist adalah sel yang pucat, kandungan selnya terlihat
homogen (terlihat dengan mikroskop cahaya) dan memiliki dinding yang transparan. Heterokist
terbentuk oleh penebalan dinding sel vegetatif. Sedangkan akinet terbentuk dari penebalan sel
vegetatif sehingga menjadi besar dan penuh dengan cadangan makanan (granula cyanophycin) dan
penebalan,penabalan eksternal oleh tambahan zat yang kompleks. (Afrianto murah Liviawati (1992).
dalam Aufa Fadhli, 2011).
2.3. VIRUS
Filum : Protophyta
Kelas : Mikrotatobiotes
Ordo : Virales (Virus). (Afrianto murah Liviawati (1992) dalam Aufa Fadhl,2011).
A. INFECTIOUS HYPODERMAL AND HEMATOPOIETIC NECROSIS VIRUS (IHHNV)
IHHNV termasuk dalam golongan parvovirus dengan genom DNA untai tunggal dan
berdiameter kurang lebih 22 nm. Penyebaran penyakit ini sangat luas meliputi Asia hingga Amerika
termasuk Indonesia dengan host alami adalah Litopennaeus vannamei, Pennaeus monodon,
Pennaeus stylirostris, Pennaeus semisulcatus, dan Pennaeus japonicus (Lightner, 1996 dalam Putri,

2006). Penyakit viral ini menyebabkan laju pertumbuhan udang Vanname menjadi lambat dengan
bentuk tubuh yang tidak normal dan cenderung kerdil (Runt Deformity Syndrome, RDS). Penularann
IHHNV dapat terjadi secara vertikal maupun horizontal. Infeksi vertikal IHHNV pada benur udang
disebabkan oleh induk yang menjadi carrier tertular IHHNV sehingga terjadi penurunan sifat genetik
pada benih keturunannya. Infeksi IHHNV menyebabkan kerugian karena menurunnya kualitas udang
berupa tidak seragamnya bentuk tubuh udang yang dipanen (Haliman dan Adijaya, 2005).
Gejala klinis ini yaitu konsumsi pakan menurun dan diikuti dengan perubahan tingkah laku
serta morfologinya. Mula-mula udang akan berenang ke permukaan air, kehilangan gerak dan
akhirnya akan turun ke dasar air. Tingkah laku seperti ini akan berlangsung selama beberapa jam
hingga tubuh udang lemah dan diserang oleh udang lain yang sehat sebagai efek dari kanibalisme.
Pada fase ini, tubuh udang akan timbul bintik putih kekuningan pada kutikula epidermisnya. Hal ini
membuat warna tubuh udang menjadi pucat dan ketika kondisi sekarat, tubuh udang akan berubah
warna menjadi kebiru-biruan serta otot-otot abdominalnya berwarna gelap (Lightner, 1996 dalam
Putri, 2006).
Infeksi scara horizontal menyebabkan udang mengalami pertumbuhan lambat. Penularan ini
tergantung pada periode inkubasi dan tingkat keparahan penyakit yang merujuk pada ukuran serta
umur host di mana juvenil udang sangat rentan terhadap serangan penyakit. Stadium dewasa yang
terserang jarang menunjukkan gejala klinis dan kematian (Lightner, 1996 dalam Putri, 2006).
B. Cegah Bercak Putih (WSSV) Yang Menyerang Udang Di Tambak
Keganasan penyakit bercak putih bakterial (WSSV, White Spot Syndrome Virus) tidak hanya
berdampak pada udang windu (Penaeus monodon) saja, tetapi juga dapat berdampak pada spesies
krustase lainnya. Karena itu wabah penyakit dan penyebarannya harus dicegah, (Admin, 2007).
1. Tanda serangan :

Terdapat tanda seperti bercak pada kulit udang berdiameter 0,5-2 mm.

Udang dalam keadaan lemah, berenang ke permukaan, kemudian mendekat ke pematang dan mati.

Tanda bercak sering tidak terdapat, tetapi pola kematian yang terjadi dalam skala logaritmis, yaitu
kematian pada hari berikutnya mencapai 10 kali lipat, dan biasanya hanya dalam waktu antara 3-5
hari sejak gejala kematian pertama teramati kematian sudah mencapai 100%. (Admin, 2007).

2. Faktor Pemicu Timbulnya Penyakit


Beberapa faktor pemicu timbulnya penyakit adalah :

Blooming fitoplankton kemudian mengalami kematian secara mendadak.

Kadar oksigen rendah.

Terjadi fluktuasi pH harian yang besar.

Rendahnya temperatur air.

Turun hujan secara mendadak.

Pengelolaan pakan yang kurang baik. (Admin, 2007).

3. Organisme Penyebab
Penyebab penyakit WSSV adalah virus SEMBV (Systemic Ectodermal and Mesodermal
Baculo Virus). Virus ini merupakan virus berbahan genetik DNA (Dioxyribonucleic Acid), berbentuk
batang (bacillifrom). Organ yang terinfeksi virus adalah kaki renang, kaki jalan, insang, lambung, otot
abdomen, gonad, intestinum, karapas, jantung sehingga menimbulkan infeksi yang sistemik
(menyeluruh).
Infeksi terutama terjadi pada saat stadia pramolting, sehingga menimbulkan pola bercak pada
saat pasca molting karena kerusakan sel ektodermal yang mengakibatkan penimbunan kalsium ke
karapas terganggu. (Admin, 2007).
4. Cara Penularan Penyakit
Penularan penyakit terjadi hanya melalui perantara karier (pembawa bibit penyakit) berupa
jambret (Mesopodopsis sp.), udang liar, kepiting, rajungan dan benih udang windu yang ditebar
sudah terkontaminasi di pembenihan. Bangkai udang terinfeksi oleh SEMBV apabila dimakan oleh
udang sehat dapat mengakibatkan terjadinya penularan virus. (Admin, 2007).
5.

Pencegahan
Pengendalian penyakit dapat dilakukan hanya dengan cara :

Melakukan penebaran benih yang diketahui bebas virus, melalui pengecekan dengan PCR.

Jangan menggunakan benih yang berasal dari satu induk untuk ditebar pada beberapa petak,
karena dikhawatirkan membawa bibit penyakit.

Benih yang sudah diketahui bebas virus dengan PCR, harus dicuci dengan 200 ppm formalin :
benih dimasukkan kedalam wadah silinder/conical volume 500-1000 ml dengan kepadatan
500 ekor/liter, diberi aerasi dan dimasukkan formalin 100-200 ml dan dibiarkan selama 30
menit, aerasi dihentikan kemudian air diputar, benih yang mengendap disipon dan dibuang
karena benih tersebut kemungkinan masih membawa virus , sedangkan yang sehat langsung
ditebar.

Air untuk pemeliharaan danreservoir harus sudah diperlakukan dengan 30 ppm kaporit atau
krustasid untuk membunuh karier kemudian diaerasi selama 1 minggu.

Hindarkan penyebab ster, untuk itu maka pergantian air harus dilakukan secara rutin.

Jaga kadar oksigen terlarut (DO) >3 ppm.

Pengelolaan pakan harus diperhatikan , hindari pemberian pakan secara berlebihan yang
dapat menimbulkan kerusakan lingkungan.

Hindari pemeliharaan udang pada musim bediding (suhu air terlalu rendah).

Hindarkan pemberian pakan dengan segar, karena dikhawatirkan membawa virus.

Apabila terjadi fluktuasi pH yang besar (>0,5 unit) dalam satu hari, berikan kaptan (kalsium
karbonat) untuk meningkatkan alkalinitas air dengan dosis hingga 300 kg/Ha.

Pemberian pupuk harus dilakukan di petak reservoir untuk mencagah terjadinya blooming di
petak pemeliharaan.

Apabila terjadi udang kehilangan nafsu makan, dapat ditambahkan dengan atraktan berupa
ikan rucah dengan rasio 1 kg. Ikan rucah untuk setiap 5 kg pelet.

Pemberian peptidoglukan (PG) dengan dosis 0,2 mg/kg. Biomass udang dapat meningkatkan
ketahanan tubuh udang.

Lakukan penyiponan untuk mengambil lumpur dasar pada umur 3 bulan setalah tebar.

Apabila terjadi wabah di tambak tetangga tunda pengambilan air dari saluran umum, karena
dikhawatirkan dapat tertulari oleh virus.

Apabila terjadi wabah kematian udang yang serius, segera dilakukan pemanenan terutama
apabila udang sudah layak untuk dijual. (Admin, 2007).

6. Reproduksi Virus
Cara reproduksi virus dikenal sebagai proliferasi yang terdiri dari:
A. Daur litik (litic cycle)
1. Fase Adsorbsi (fase penempelan)
Ditandai dengan melekatnya ekor virus pada sel bakteri. Setelah menempel virus mengeluarkan
enzim lisoenzim (enzim penghancur) sehingga terbentuk lubang pada dinding bakteri untuk
memasukkan asam inti virus.
2. Fase Injeksi (memasukkan asam inti)
Setelah terbentuk lubang pada sel bakteri maka virus akan memasukkan asam inti (DNA) ke
dalam tubuh sel bakteri. Jadi kapsid virus tetap berada di luar sel bakteri dan berfungsi lagi.
3. Fase Sintesis (pembentukan)
DNA virus akan mempengaruhi DNA bakteri untuk mereplikasi bagian-bagian virus, sehingga
terbentuklah bagian-bagian virus. Di dalam sel bakteri yang tidak berdaya itu disintesis virus dan
protein yang dijadikan sebagai kapsid virus, dalam kendali DNA virus.
4. Fase Asemblin (perakitan)
Bagian-bagian virus yang telah terbentuk, oleh bakteri akan dirakit menjadi virus sempurna.
Jumlah virus yang terbentuk sekitar 100-200 buah dalam satu daur litik.

5. Fase Litik (pemecahan sel inang)


Ketika perakitan selesai, maka virus akan menghancurkan dinding sel bakteri dengan enzim
lisoenzim, akhirnya virus akan mencari inang baru.( Reed 1995) dalam Admin 2007).
B. Daur lisogenik (lisogenic cycle)
1. Fase Penggabungan
Dalam menyisip ke DNA bakteri DNA virus harus memutus DNA bakteri, kemudian DNA virus
menyisip di antara benang DNA bakteri yang terputus tersebut. Dengan kata lain, di dalam DNA
bakteri terkandung materi genetik virus.
2. Fase Pembelahan
Setelah menyisip DNA virus tidak aktif disebut profag. Kemudian DNA bakteri mereplikasi untuk
melakukan pembelahan.
3. Fase Sintesis
DNA virus melakukan sintesis untuk membentuk bagian-bagian virus.
4. Fase Perakitan
Setelah virus membentuk bagian-bagian virus, dan kemudian DNA masuk ke dalam akan
membentuk virus baru.
5. Fase Litik
Setelah perakitan selesai terjadilah lisis sel bakteri. Virus yang terlepas

dari inang akan mencari

inang baru. (Admin, 2007).


C. TSV (Taura Syndrome Virus)
Partikel TSV adalah sitoplasmik, berbentuk ikosahedral (segi-12) dengan diameter 30-32 nm (Hasson
et al., 1995). TSV secara tentatif digolongkan sebagai Picornavirus berdasarkan morfologinya, lokasi
replikasi, genom single-stranded RNA (ssRNA) 9 kb dan struktur kapsid polipeptidanya (Brock et al.,
1995; Hasson et al., 1995). TSV umumnya menyerang fase pembenihan udang pada bobot 0.1-5
gram (Lightner, 1994). Selama fase infeksi preakut atau akut, udang biasanya terlihat merah pucat
dan kipas ekornya terlihat merah terang. Selain itu udang juga akan menjadi letargik, menunjukkan
gejala anoreksia serta cangkangnya melunak. Jika infeksinya parah akan menyebabkan kematian,
terutama pada saat terjadi molting yang dapat menyebabkan kematian mencapai 80-95 %
(Chamberlain, 1994). Udang-udang yang terinfeksi kronis saat mengalami penyembuhan biasanya
menunjukkan kerusakan yang menyebar dan berwarna hitam pada kutikulanya. Selain itu, juga ada
kemungkinan kutikula yang lunak dan warna tubuh merah. Kerusakan akibat TSV akan terlihat
menyebar di epithelium kutikular pada permukaan tubuh, appendix, insang, usus belakang, perut,
dan esophagus yang terlihat berwarna bintik-bintik hitam (Lightner, 1994).

BAB III
METODE PRAKTEKUM
3.1. WAKTU DAN TEMPAT
Praktek lapang Mikrobiologi Akuatik dilaksakan pada :
Hari/tanggal : Sabtu 11 JUNI 2011
Waktu
: Pukul 09.00 - selesai
Tempat
: Balai Budidaya Air Payau (BBAP) kab. Takalar.
3.2. Alat dan bahan
a.
1.
2.
3.

Alat
Alat tulis.
Spatula (untuk mencongkel bagian tubuh abalon untuk melihat jenis keleminnya ).
Kamera.

b.
1.
2.
3.
4.

Bahan
Kepiting rajungan.
Abalon.
Udang.
Ikan Kerapu

c. Prosedur kerja
1. Berkonsultasi dengan pihak pengelolah balai budidaya memgenai penyakit apa saja yang menyerang
hewan budidaya.
2. Mengamati organism budidaya yang menjadi preparat
3. Menganalisa jenis penyakit yang sering menyerang baik itu parasit, virus, maupun bakteri.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
A. Trichodina
klasifikasi
Filum

Protozoa

Sub filum

Ciliophora

Klas

Ciliata

Ordo

Petrichida

Sub ordo

Mobilina

Famili

Trichodinidae

Sub famili

Trichodininae

Genus

Trichodina sp

Penyakit yang sering manyerang kepitinng rajungan dan ikan kerapu yaitu penyakit parasitis
atau penyakit yang diakibatkan oleh parasit meskipun pada kepiting jarang ditemukan dan yang
sering ditemukan yaitu pada ikan kerapu dan parasit yang sering menyerang yaitu parasit trichodina
sp.

Gambar 1. Parasit Trichodina sp.

Gambar 2. Ikan kerapu yang terserang parasit trichodina sp.


C. .Aeromonas hydrophil
Klasifikasi
Domain

Bacteria

Kingdom

Proteobacteria

Phylum

Gammaproteobacteria

Class

Aeromonadales

Genus

Aeromonas

Species

A. hydrophila

Penyakit yang sering menyerang abalon yaitu penyakit bakteriosis yaitu penyakit yang
diakibatkan oleh bakteri dan bakteri yang sering manyerang adalah bakteri aeromonas sp.
Gambar 3. Abalon yang terserang bakteri aeromonas sp.
Gambar 4. Bakteri aeromonas sp.
B. VIRUS
Filum : Protophyta
Kelas : Mikrotatobiotes

Ordo : Virales (Virus)


Penyakit yang sering menyerang udang yaitu bakteriosis dan akibat virus, bakteri yang sering
menyerang udang yaitu bakteri vibrio dan virus yang sering menyerang udang yaitu Virus (IHHNV)
Infectious Hypodermal And Hematopoietic Necrosis, WSSV (white spot syndrome virus) dan TSV
(Taura Syndrome Virus).
Udang Yang Terserang Virus WSSV
Virus IHHNV
Udang yang terserang virus IHHNV
Gambar 5. Udang yang terserang virus IHHNV dan virus IHHNV
Virus WSSV
Gambar 6. Udang yang terserang virus WSSV dan virus WSSV
Udang yang terserang
Virus TSV
Virus TSV
Gambar 7. Udang yang terserang TSV dan virus TSV
4.2.Pembahasan
A. Penyakit Akibat Parasit Trichodina sp, Pada Ikan Kerapu
Terserangnya ikan oleh parasit trichodina sp, dapat dilihat dengan jelas karena warna ikan
agak pucat, kusam dan (tidak cerah), dan napsu makan berkurang sehingga ikan menjadi kurus,
memperoduksi lender secara berlebih dan muda kelelahan. Hal ini sesuai dengan pendapat berikut
ini :
ikan yang terserang parasit trichodina sp, akan menjadi lemah dengan tubuh yang warna
pucat kusam (tidak cerah), ikan seringkali gatal-gatal sehingga ikan akan menggosok-gosokkannya
ke Dasar Kolam atau Pinggir kolam, sehingga dapat menyebabkan luka. produksi lendir berlebihan
yang membuat nafsu makan ikan menjadi turun sehingga ikan kurus. kematian umumnya terjadi
karena ikan memproduksi lendir secara berlebihan atau kelelahan akan tetapi bisa juga terjadi akibat
terganggunya sistem pertukaran oksigen, karena dinding lamela insang dipenuhi oleh lendir. (Budi
Suginti, 2005.)
B. Penyakit akibat aeromonas sp. Pada abalon
Organisme yang terserang bakteri aeromonas sp dapat jelas terlihat secara fisik Karena warna
organismenya berubah menjadi gelap dan terjadi kerusakan pada permukaan kulit, pada abalone
terjadi kerusakan pada tubuh bagian dalam sehingga dapat mengakibatkan tubuh abalone akan
terpisah dengan cangkangnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Para ahli :

Organisme yang terinfeksi biasanya dalam keadaan stress karena beberapa faktor dan
menunjukan warna kulit yang gelap dengan hemoragik ireguler yang luas pada permukaan tubuh.
Selain itu Organisme juga menunjukan gejala asites. Hemoragik pada permukaan kulit dapat
mengalami ulserasi dan melanjud menjadi bentukan shallow necrotik lesions. Pada saat nekropsi
organ terlihat mengalami kongesti dengan hemoragik pada organ dalam. Jika dilakukan irisan pada
ginjal dan limpha yang membekak biasanya akan keluar cairan kental yang dari organ tersebut.
(Afrianto murah liviawati, 1992. dalam Aufa fadhli, 2011)

C. Virus Yang Menyerang Pada hewan Budidaya Udang.


a. Infectious Hypodermal and Hematopoietic Necrosis Virus (IHHNV)
Penyakit ini biasanya di temukan pada larva udang dimana susah di lihat tanda adanya
perubahan klinis akan tetapi biasanya di tandai dengan naiknya udang berenang ke permukaan.
Setelah gejala tersebut terjadi biasanya di ikuti dengan terjadinya kematian massal.hal ini sesuai
dengan pernyataan berikut ini :
Larva dan post larva yang terinfeksi secara vertikal tidak menunjukkan adanya gejala klinis.
Namun, setelah stadia PL 35 atau lebih, gejala klinis akan mulai nampak dan kemudian akan diikuti
dengan kematian massal. Gejala klinis ini yaitu konsumsi pakan menurun dan diikuti dengan
perubahan tingkah laku serta morfologinya. Mula-mula udang akan berenang ke permukaan air,
kehilangan gerak dan akhirnya akan turun ke dasar air. Pada fase ini, tubuh udang akan timbul bintik
putih kekuningan pada kutikula epidermisnya. Hal ini membuat warna tubuh udang menjadi pucat
dan ketika kondisi sekarat, tubuh udang akan berubah warna menjadi kebiru-biruan serta otot-otot
abdominalnya berwarna gelap (Lightner, 1996 dalam Putri, 2006).
b. Cegah Bercak Putih (WSSV) Yang Menyerang Udang Di Tambak
Udang yang terserang virus ini akan lebih sering diam dan tidak aktif bergerak dan nafsu
makan udang akan berkurang, warnah udang akan berubah menjadi pucat dengan bintik-bintik putih
di hampir seluruh bagian tubuh udang. Hal ini sesuai dengan pernyataan berikut ini.
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan terhadap semua perlakuan, perubahan tingkah laku
yang terjadi setelah perendaman dalam inokulum virus white spot diantaranya: penurunan respon
makan, penurunan aktivitas gerak (lethargy), adanya ruas tubuh udang uji yang berwarna
kemerahan, hepatopankreas yang berwarna pucat serta gejala klinis lainnya yang mengindikasikan
adanya infeksi virus white spot. Perubahan yang terjadi pada setiap perlakuan hampir sama yaitu
timbulnya gejala klinis seperti yang disebutkan di atas, sedangkan yang membedakan antara
perlakuan diatas adalah waktu timbulnya (kemunculan) gejala klinis yang mengindikasikan infeksi

virus white spot. Pada perlakuan kontrol perubahan tingkah laku mulai terjadi pada hari ke-8 dengan
terjadinya penurunan nafsu makan, pada hari ke-9 warna hepatopankreas udang uji memucat. Waktu
kemunculan perubahan tingkah laku yang terjadi pada perlakuan 120' mulai terjadi pada hari ke-4
dan ke-5, perlakuan 180' mulai terjadi pada hari ke-3 dan 4, sedangkan pada perlakuan 210'
perubahan tingkah laku muncul pada hari ke-2 dan 3. (Firmansyah, Adi Abstract, 2002)
c. TSV (Taura Syndrome Virus)
Udang yang terserang penyakit ini di tandai dengan tubuh yang berwarna merah dan
beberapa dari organ tubuh udang rusak dan terdapat bintik-bintik hitam pada organ tubuh yang rusak
itu. Hal ini sesuai dengan Pendapat para ahli :
Udang-udang yang terinfeksi kronis saat mengalami penyembuhan biasanya menunjukkan
kerusakan yang menyebar dan berwarna hitam pada kutikulanya. Selain itu, juga ada kemungkinan
kutikula yang lunak dan warna tubuh merah. Kerusakan akibat TSV akan terlihat menyebar di
epithelium kutikular pada permukaan tubuh, appendix, insang, usus belakang, perut, dan esophagus
yang terlihat berwarna bintik-bintik hitam (Lightner, 1994).

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penyakit dapat diartikan sebagai organisme yang hidup dan berkembang di dalam tubuh ikan
sehingga organ tubuh ikan terganggu. Jika salah satu atau sebagian organ tubuh terganggu, akan
terganggu pula seluruh jaringan tubuh ikan . Pada prinsipnya penyakit yang menyerang ikan tidak
datang begitu saja, melainkan melalui proses hubungan antara tiga faktor, yaitu kondisi lingkungan
(kondisi di dalam air), kondisi inang (ikan) dan kondisi jasad patogen (agen penyakit). Dari ketiga
hubungan faktor tersebut dapat mengakibatkan ikan sakit. Sumber penyakit atau agen penyakit itu
antara lain adalah parasit, cendawan atau jamur, bakteri dan virus.
B. Saran
Saran yang bisa diberikan untuk para praktikan adalah agar para praktikan benar-benar
melakukan praktikum ini sesuai prosedur yang ada, sehingga hasil yang diperoleh bisa
dipertanggung jawabkan. Karena ilmu yang bisa kita peroleh dari praktikum ini sangat banyak dan
bermanfaat bagi kita kedepannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Admin. Cegah Bercak Putih (WSSV) yang Menyerang Udang di Tambak Lab. Kesehatan Hewan Akuatik
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Jepara, 2007
Budi Susanti, 2005, Jenis parasit Trichodia.sp
http://www.deutsche-welle.de/dw/article/0,,4106397,00.html
http://www.indobic.or.id/berita_detail.php?id_berita=125
http://www.biologi.Ebimbel.net/bakteri/2908-klasifikasi-bakteri.html
http://id.wikipedia.org/wiki/virus
http://materi-pelajaran.blogspot.com/2007/11/virus_14.html

Pelczar, Michael J.1988.Dasar-Dasar Mikrobiologi 2 (diterjemahkan oleh Ratna Siri Hadioetomo, et


al).Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press).Jakarta dalam Aufa Fadhli, 2011
Read more at http://perikananummks.blogspot.com/2012/06/mikrobiologiakuatik.html#cbHMqaMCiT9leoCW.99

Anda mungkin juga menyukai