Anda di halaman 1dari 23

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan tembang (Sardinella fimbriata) merupakan salah satu sumberdaya ikan

yang memiliki nilai ekonomis serta peranan penting dalam perikanan Indonesia.

Salah satu daerah yang memiliki potensi perikanan tembang yang sangat baik di

Indonesia adalah perairan Selat Sunda, Provinsi Banten. Pentingnya sumberdaya

ikan bagi kebutuhan manusia, baik untuk pemenuhan gizi maupun kegiatan

perekonomian, mendorong manusia mengeksploitasi sumberdaya sebanyak-

banyaknya, termasuk ikan tembang. Pemanfaatan intensif terhadap sumberdaya

ini menuntut adanya upaya pengelolaan yang baik.

Penyebab penyakit infeksius disebabkan oleh organisme patogen dari

golongan bakteri, parasit, jamur dan virus. Patogen parasitik jarang

mengakibatkan wabah penyakit yang sporadis namun pada itensitas penyerangan

yang tinggi dapat menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan karena

mengakibatkan kematian. Infeksi parasit juga dapat menurunkan bobot,

performance serta menurunkan ketahanan tubuh ikan dan akan di manfaatkan port

of entry bagi penginfeksi skunder oleh patogen lain seperti jamur dan bakteri

(Sumiarti dan Aryati, 2010) dalam (Wiguna, 2016)

Serangan parasit dan penyakit mengakibatkan menurunnya produksi dan

kualitas hasil budidaya perikanan. Untuk mengtasi kerugian yang ditimbulkan,

maka diperlukan pengetahuan tentang parasit dan penyakit yang menyerang


2

produk perikanan, terutama untuk jenis komersial. (Rahayu, 1968 dalam Wiguna,

2016).

1.2 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan Praktikum Mata Kuliah Penyakit Organisme Akuatik mengenai

Nekropsi yaitu memberikan dasar pemahaman dan keterampilan tentang

pengujian laboratorium yang dilakukan untuk mendiagnosis penyakit yang

mungkin timbul pada organisme akuatik yang dibudidayakan, adapun kegunaan

dari praktikum dapat memahami dan memiliki keterampilan dalam melakukan

diagnosis dan identifikasi penyakit pada organisme akuakultur. Diharapkan pula

bahwa mahasiswa dapat memiliki pengetahuan tentang pengaruh penyakit

terhadap perubahan patologi yang terjadi di tingkat jaringan, serta memiliki

pengetahuan tentang dampak dari keberadaan hama pada media/lahan budidaya

terhadap organisme akuatik.


3

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Tembang (S.fimbriata)

2.1.1 Klasifikasi Ikan Tembang (S.fimbriata)

Klasifikasi ikan tembang menurut (Saanin, 1979) berdasarkan tingkat

sistematikanya adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Chordata

Kelas : Actinopterygii Ordo : Clupeiformes Famili : Clupeidae Subfamili :

Incertae sedis Genus : Sardinella Spesies : Sardinella fimbriata Nama umum :

Fringle-scale sardinella, fimbriated sardinella

Gambar 1. Ikan Tembang (S.fimbriata)

Menurut Saanin (1979), ikan tembang (S.fimbriata), mempunyai bentuk

tubuh yang memanjang, badan tertutup sisik sampai di kepala, kecuali bagian

moncong sebelah depan. Mulut agak lebar dengan gigi yang lemah, tanda

khususnya adalah sepasang gurat sisi (linea lateralis)membentuk garis yang tak

terputus -putus memanjang mulai dari ujung ekor sampai di ujung tutup insang.

Ikan tembang (S. fimbriata) adalah ikan pelagis kecil yang ditemukan menyebar
4

di Perairan Teluk Persia, Afrika Timur termasuk Madagaskar,Indonesia, Taiwan,

Korea, LautArafura dan Australia bagian Utara. Spesies inihidup bergerombol di

perairan pesisirpada kedalaman antara 10–70 m. Alat tangkap yang biasa

digunakan untuk menangkap ikan tembang adalah purse seine, seinenetsdan set

net.Jenis ikan tembangini termasuk ikan ekonomis penting dan merupakansalah

satu targettangkapan perikanan yang menjanjikan di pesisirIndonesia(Allen, 2000

dalam Ernawati dan Kamal, 2010).

2.1.2 Morfologi Ikan Tembang (S. fimbriata)

Ikan tembang (S. fimbriata) memiliki ciri-ciri bentuk tubuhpipih

memanjang dan tidak begitu kompres. Sirip punggung mempunyai jari-jarilemah

dengan jumlah berkisar 30 – 35dan punggung jari-jari keras berjumlah 8, sirip

dubur terdiri dari dua 69 jari-jari keras bergabung dengan 26–30 jari-jari lemah.

Kebanyakan ikan iniberwarna agak cerah yaitu warna tubuhnya yang bertingkat,

dibagian dorsalberwarna biru kemudian bagian sisik keperak-perakan, dan putih

bagian perut.Panjangtubuh ikanini biasanyamencapai21 cm (Dirjen Perikanan,

1998). Menurut Peristiwady(2006) dalam Izzani, (2012),ikan tembang memiliki

bentuk tubuh memanjang dan pipih serta memiliki duri di bagian bawah badan.

Lengkung kepala bagian atas ikan tembang sampai di atas mata hampir lurus, dan

dari setelah mata sampai awal dasar sirip punggung agak cembung.Tinggi badan
5

ikan tembang lebih besar daripada panjang kepala dengan mata tertutup oleh

kelopak mata. Awal dasar sirip punggung ikan tembang terletak sebelum

pertengahan badan, sedangkan dasar sirip dubur sama panjang dengan dasar sirip

punggung. Kepala dan badan bagian atas ikan tembang berwarna hijau kebiruan,

sedangkan bagian bawah berwarna putih keperakan.Adapun sirip-sirip berwarna

keputihan. Sirip punggung (dorsal) ikan tembang mempunyai 18 jari-jari lemah,

sirip dada (pectoral) mempunyai 15 jari-jari lemah, sirip dubur (anal) memiliki 18

jari-jari lemah, dan sirip perut (ventral) memiliki 8 jari-jari lemah.

2.1.3 Habitat dan Penyebaran Ikan Tembang (S. fimbriata)

Ikan tembang (S. fimbriata) adalah ikan permukaan yang hidup di perairan

pantai serta suka bergerombol pada area yang luas sehingga sering tertangkap

bersama ikan lemuru dan terkonsentrasi pada kedalaman kurang dari 100 m

(Fischer dan Whitehead, 1974 dalam Lubis, 2013). Telur dan larva ikan Tembang

ditemukan di sekitar perairan mangrove. Saat juvenil ikan ini masih ada yang

hidup di mangrove 70 dan mulai memasuki daerah yang memiliki kadar garam

sedang. Ketika dewasa spesies ini hidup bergerombol bersama ikan pelagis

lainnya dan banyak ditemukan pada daerah dekat pantai sampai ke arah laut

(Fishbase, 2014). Penyebarannya meliputi perairan Indonesia menyebar ke utara

sampai ke Taiwan, ke selatan sampai ujung utara Australia dan ke barat sampai ke

laut Merah. Daerah penyebarannya di Indonesia terutama berkumpul di daerah


6

perairan Kalimantan Selatan, Laut Jawa, Sulawesi Selatan, Selat Malaka, dan Laut

Arafura .

Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran suatu jenis ikan di perairan

diantaranya adalah kompetisi antar spesies dan intra spesies, heterogenitas

lingkungan fisik, reproduksi, ketersediaan makanan, arus air, dan angin.

Pergerakan vertikal terjadi karena perubahan siang dan malam, dimana pada

malam hari gerombolan ikan cenderung berenang ke permukaan dan berada pada

permukaan sampai matahari sudah akan terbit dan pada waktu malam terang bulan

gerombolan ikan tersebut agak berpencar atau berada tetap di bawah permukaan

air (Dwiponggo,1998 diacu oleh Izzani, 2012). Menurut Peristiwady (2006) dalam

Syakilla (2009), ikan tembang termasuk ikan pelagis kecil yang hidup di lautan

terbuka, lepas dari dasar perairan. Pergerakan vertikal terjadi karena perubahan

siang dan malam, dimana pada malam hari gerombolan ikan cenderung berenang

ke permukaan dan berada pada permukaan sampai matahari sudah akan terbit dan

pada waktu malam terang bulan gerombolan ikan tersebut agak berpencar atau

berada tetap di bawah permukaan air.

2.2 Nekropsi

Nekropsi merupakan suatu tehnik pembedahan pada hewan baik hewan

terrestrial maupun akuatik. Nekropsi di butuhkan untuk mengamati hingga

mengambil Smpel organ untuk di uji laboratoris. Nekropsi umumnya dilakukan

untuk ikan yang berukuran lebih besar mulai dari tokolan. Ikan berukuran kecil

atau benih sulit sulit diakukan nekropsi, oleh karenanya sampel di ambil secara

utuh (Dokter Ikan, 2018)


7

2.3 Ektoparasit

ektoparasit didefinisikan sebagai parasit yang hidup menempel pada tubuh

inang bagian luar atau kulit. Salah satu sumber penyakit yang sering menyerang

ikan budidaya adalah penyakit yang disebabkan oleh aktifitas organisme parasit.

Parasit adalah organisme yang memanfaatkan organisme lain yang berbeda jenis

untuk tempat berlindung dan mendapatkan makanan (Ode, 2014)

Menurut Irianto (2005) dalam Ode, (2014), serangan parasit merupakan hasil

interaksi yang tidak serasi antara faktor lingkungan, kondisi ikan, dan organisme

parasit.

2.4 Endoparasit

Endoparasit yaitu parasit yang hidup pada organ dalam tubuh seperti hati,

limfa, otak, sistem pencernaan, sirkulasi darah, rongga perut, otot daging dan

jaringan tubuh lainnya. Ektoparasit adalah parasit yang hidup pada permukaan

luar tubuh inang atau di dalam bagian- bagian kulit. Parasit yang menginfeksi ikan

akan menyebabkan pertumbuhan ikan terganggu atau terhambat. Bagian dalam

tubuh ikan lebih sering ditemukan parasit dari kelompok trematoda (digenea) dan

nematoda, sedangkan pada bagian luar tubuh ikan lebih sering ditemukan dari

kelompok monogenea. Bebarapa larva dan cacing parasit dapat menyebabkan

penyakit pada pencernaan serta menghasilkan enzim yang dapat merusak tekstur

dan kualitas dari daging ikan (Agustin dkk., 2019)


8

BAB 3 METODE PRAKTEK

3.1. Waktu dan Tempat

Praktikum penyakit organisme akuakultur dilaksanakan pada hari Rabu

Tanggal 7 April 2021, pada pukul 03.00 Wita sampai dengan selesai, bertempat di

Laboratorium Kualitas air dan Biologi Akuatik, Fakultas Peternakan dan

Perikanan, Universitas Tadulako, Palu.

3.2. Alat dan Bahan

Adapun alat yang di gunakan pada praktikum hama dan penyakit organisme

akuakultur adalah sebagai berikut:

Tabel 3-1. Alat yang digunakan


Alat dan Bahan Kegunaan
1. Cutter Untuk membedah ikan
2. Gunting Untuk Membedah Ikan
3. Mikroskop Melihat Parasit
Tempat Menaruh sampel ke
4. Kaca Preparat
mikroskop
5. Pinset Untuk mengambil organ yang akan di
6. Jarum pentul teliti
7. Sterofom Tempat pembedahan ikan

Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum hama dan penyakit

organisme akuatik adalah sebagai berikut:

Tabel 3-2. Bahan yang digunakan


No
Alat Kegunaan
.
1 Ikan Tembang Organisme

3.3 Prosedur kerja

3.4 3.3.1 Eksternal Anatomi (Pengamatan Ektoparasit)


9

Timbanglah dan ukur panjang totalnya (total length). Tempatkan pada suatu

nampan yang dilapisi paraffin atau talenan yang permukaannya mudah

dibersihkan. Ikan haruslah diletakkan pada posisi sebelah kanan, kepala

menghadap ke kiri dan bagian ventral menghadap penguji/praktikan (Kabata,

1985):

Memeriksa kulit, sirip, mata dan hidung. Amati tanda-tanda akan adanya

parasit (luka, bisul, pendarahan, sisik yang terangkat atau hilang, perubahan

warna/pudar). Periksa akan adanya tanda kemerahan (erythema) pada bagian

apapun dari tubuh ikan. Amati akan adanya warna pucat atau titik putih yang

kecil (white spot) pada kulit. Amati lendir yang berwarna putih hingga abu-abu

atau keberadaan filament pada kulit. Preparat smear dari lendir yang menggumpal

secara abnormal haruslah di observasi. Lihatlah ke dalam mulut jika terdapat

tanda-tanda abnormalitas. Amati apakah ikan kurus (emaciated) dengan mata

melotot atau cekung. Catatlah posisi parasit saat ditemukan. Parasit diangkat dan

segera diidentifikasi atau disimpan untuk diindentifikasi kemudian. Tanda-tanda

abnormalitas haruslah diamati dan dilihat dibawah mikroskop.

Memeriksa area sekitar anus (perianal area), amati kelainan pada kulit,

luka atau parasit. Amati mata sebelah kiri dengan cara memutarnya sehingga kulit

disekelilingnya menjadi tertarik dan dapat terlihat. Jika lubang hidung cukup

besar, masukkan pin yang tumpul untuk memeriksa kuantitas lendir yang tidak

biasa. Biasanya lebih baik untuk melepaskan kulit pada daerah hidung, untuk

mengamati rongga hidung.


10

Parasit yang terdapat pada kulit atau sirip dapat diangkat atau

menempatkannya pada 1 : 4000 larutan formalin selama 20 menit dan memeriksa

dasar dari container yang digunakan. Metode ini tidaklah dapat menentukan

lokasi yang pasti dari parasit tersebut pada kulit. Cara lainnya adalah sirip satu

per satu dilepaskan dengan menggunakan gunting, menempatkannya pada perti

disk yang mengandung air dan mengamatinya di bawah mikroskop.

Memotong operculum bagian kiri hingga rongga insang terbuka. Letakkan

bagian dalam menghadap ke atas dalam sebuah Petri dish dan tutup dengan air.

Amati permukaan bagian dalam pada sebuah mikroskop untuk luka or

vaskularisasi yang tidak normal (yang mungkin menunjukkan adanya parasit

beberapa waktu yang lalu).

Memotong lembaran insang kiri yang pertama dengan menggutingnya

pada bagian ujung ventral dan dorsal. Angkatlah lembaran insang ke Petri dish,

tutup dengan air, amati di bawah mikroskop dengan memegangnya dengan

forceps dan memeriksa filament insang dengan jarum yang tumpul. Amati adanya

parasit, warna yang berubah (discoloration), penggumpalan lendir, dan

abnormalitas lainnya. Jika lembaran insang kecil maka buatlah preparat basah

(wet mount) dengan menempatkan pada air antara slide dan kaca penutup. Jika

lembaran filament terlalu tebal, potonglah sekumpulan filament dan persiapkan

preparat basah. Bilaslah secara perlahan untuk menyebarkan filament, amati

abnormalitas jaringan yang ada, protozoa dan telur cacing. Periksalah lembaran

insang yang tersisa satu demi satu di bawah mikroskop. Observasi dinding dari

rongga insang yang terbuka dengan mengangkat lembaran insang ke empat.


11

Membalikan ikan ke posisi kirinya, sehingga bagian dorsalnya menghadap

ke pemeriksa. Ulangi langkah 1, kecuali pemeriksaan anus. Memotong

operculum sebelah kanan, ulangi langkah ke 2. Memeriksa insang bagian kanan,

ulangi langkah ke 3. Mengembalikan ikan ke posisi semula dimana bagian kiri

menghadap ke atas. Bukalah mulut dengan menekan rahang bawah dengan

forceps, dan periksalah permukaan rongga mulut yang dimulai dari langit-

langitnya. Catatlah kemungkinan adanya parasit atau luka dan juga periksa

bagian belakang dari gigi. Carilah disekeliling lidah. Geruslah beberapa jaringan

dari langit-langit mulut dan periksalah di bawah mikroskop.

3.3.2 Internal Anatomi (Pengamatan Endoparasit)

Pembedahan haruslah dilakukan dengan hati-hati untuk menghindari

terjadinya kontaminasi dari organ bagian luar ke organ bagian dalam terutama jika

kultur bakteri dari organ bagian dalam akan dilakukan (Clark, 1990). Organ luar

diupayakan agar bebas dari lendir (mucus) dan dibersihkan dengan alcohol 70%

sebelum pembedahan dilakukan. Alat bedah (dissecting set) haruslah bebas dari

jaringan (tissue) dan darah dan dicelupkan ke dalam alcohol 70% dan dilewatkan

pada api Bunsen (flamed) setiap saat akan digunakan.

Ikan seperti pada posisi semula (kepala menghadap ke kiri dan bagian

ventral menghadap penguji/praktikan). Bukalah rongga perut dengan

menggunakan gunting bedah mulai dari dinding perut dibagian tengah ventral

line, tepat dibelakang antara pectoral fins, lakukan secara hati-hati dan jangan

terlalu dalam. Guntinglah menuju ke bagian posterior. Angkatlah bagian atas


12

yang telah digunting dengan forceps dan cek posisi dari gunting/pisau agar tetap

berada pada dinding perut dan jauh dari organ bagian dalam perut. Teruslah

menggunting sepanjang ventral line bagian tengah (mid-ventral line) hingga

mencapai bagian anal. Dari titik tersebut arahkan gunting kearah anterior

sepanjang sisi bagian perut. Ketika pengguntingan telah selesai angkatlah bagian

yang telah digunting tersebut sehingga rongga perut sebelah kiri terbuka.

Memeriksa semua organ misalnya hati, jantung, perut, intestine, ginjal, dan

spleen secara in situ untuk melihat posisi yang abnormal, pembengkakan,

diskolorasi (perubahan warna), pendarahan (haemorrhages), nekrosis, cyst dari

parasit pada permukaan organ-organ tersebut, luka dan tanda-tanda patologi

lainnya. Berilah perhatian yang seksama terhadap ukuran, warna, dan konsistensi

dari hati. Cairan yang abnormal haruslah dicatat dan disampling untuk

pemeriksaan bakteri (jika dibutuhkan).


13

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4-1. Hasil pembedahan ikan pertama
No. Inang: 1 Lokasi: Lab
Fork length: Berat: 9,63 g Sex: Female Umur: -
12,2 cm
Kondisi Inang:
Hidup: [ ] Segar/dies: Beku: [✓] Diawetkan: [ ]
[ ]

Pengujian organ luar


Organ luar Gejala Parasit Jumlah Organ luar
klinis
Permukaaan tubuh
(kulit)
Sirip:
 Sirip punggung - -
 Sirip dada - -
 Sirip perut - -
 Sirip anal - -
 Sirip ekor - -

Mata Normal -

Hidung Normal -

Mulut Normal -
14

Anus Normal -

Operculum
Insang:
 Lembar insang - 1
1
 Lembar insang -
2
 Lembar insang -
3
 Lembar insang - 1
4

Pengujian organ dalam


Rongga tubuh - -

Otot Keadaan
ikan sudah
tidak baik
Hati - -

Jantung - -

Gonad - -

(spleen) - -
Ginjal (kidney) - -
Perut (stomach) - -
Intestin - -
15

Pyloric caeca - -

Gelembung renang - -
Otak - -

Tulang - -

Tabel 4-2. Hasil pembedahan ikan kedua


No. Inang: 2 Lokasi: Lab
Fork length: Berat: 9,63 g Sex: Female Umur: -
23,4 cm
Kondisi Inang:
Hidup: [ ] Segar/dies: Beku: [✓] Diawetkan: [ ]
[ ]

Pengujian organ luar


Organ luar Gejala Parasit Jumlah Organ luar
klinis
Permukaaan tubuh Normal
(kulit)
Sirip:
 Sirip punggung - -
 Sirip dada - -
 Sirip perut - -
 Sirip anal - -
 Sirip ekor - -
16

Mata Normal -

Hidung Normal -

Mulut Normal -

Anus Normal -

Operculum

Insang:
 Lembar insang - -
1
 Lembar insang - -
2
 Lembar insang -
3 -
 Lembar insang - -
4

Pengujian organ dalam


Rongga tubuh - -
Otot Keadaan
ikan sudah
tidak baik

Hati - -

Jantung - 1
17

Gonad - -

(spleen) - -
Ginjal (kidney) - -
Perut (stomach) - -
Intestin - -
Pyloric caeca - -

Gelembung renang - -
Otak - -

Tulang - -

Tabel 4-3. Hasil pembedahan ikan ketiga


No. Inang: 2 Lokasi: Lab
Fork length: 23 Berat: 9,63 g Sex: Female Umur: -
cm
Kondisi Inang:
Hidup: [ ] Segar/dies: Beku: [✓] Diawetkan: [ ]
[ ]

Pengujian organ luar


Organ luar Gejala Parasit Jumlah Organ luar
klinis
Permukaaan tubuh Normal
(kulit)
18

Sirip:
 Sirip punggung - -
 Sirip dada - -
 Sirip perut - -
 Sirip anal - -
 Sirip ekor - -

Mata Normal -

Hidung Normal -

Mulut Normal -

Anus Normal -

Operculum
19

Insang:
 Lembar insang - -
1
 Lembar insang - -
2
 Lembar insang -
3 -
 Lembar insang - -
4

Pengujian organ dalam


Rongga tubuh - -
Otot Keadaan
ikan sudah
tidak baik
Hati - -
Jantung - -

Gonad - -

(spleen) - -
Ginjal (kidney) - -
Perut (stomach) - -
Intestin - -
Pyloric caeca - -

Gelembung renang - -
Otak - -

Tulang - -

4.2 Pembahasan
20

Berdasarkan hasil tabel 4-1 terdapat parasit pada lembar insang 1 dan lembar

insang 4. Parasit tersebut berbentuk panjang dan kecil Finley dan Forrester

(2003), mengatakan bahwa ikan yang terserang parasit mengalami perlambatan

pertumbuhan dan kematangan gonad lebih dari 60%. Berdasarkan keberadaanya,

parasit digolongkan menjadi endoparasit dan ektoparasit seperti golongan

crustacea, cacing (trematoda, nematoda dan cestoda) dan protozoa (Sumiati dan

Aryati, 2010) dalam (Ulkhaq, 2019). Tabel 4-2 keadaan ikan dominan normal

hanya terdapat 1 parasit pada jantung dengan ciri-ciri bercikan hitam, Sabariah

dan Simatauw (2008) dalam Koplait et al., (2008) .

Adanya parasit pada ikan laut dapat mengurangi populasi karena penyakit

atau kematian yang disebabkannya. Tuna ekor kuning. Parasit terdiri atas

kelompok Trematoda, Copepoda, Nematoda, Cestoda, Protozoa, Monogenea, dan

Orthonectida) (Koplait et al., 2008). Sedangkan tabel 4-3 keadaan ikan normal

tidak terdapat parasit Menurut Heckmann (2003) dalam Ulkhaq, 20190 . infeksi

Trichodina sp. jarang terjadi pada insang ikan. Zheila (2013), menyatakan bahwa

intensitas Trichodina sp. pada sirip lebih sedikit karena pada organ ini hanya

terdapat sedikit makanan bagi Trichodina sp., selain itu karena sirip bersifat keras

yang berupa tulang, sehingga ektoparasit sulit untuk menempel pada bagian

tersebut Adapun Trichodina sp.


21

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Penyebab penyakit infeksius disebabkan oleh organisme patogen dari golongan

bakteri, parasit, jamur dan virus.

2. Serangan parasit dan penyakit dapat menurunkan nilai produksi dan kualitas

budidaya perikanan

3. Adanya parasit menyebabkan pertumbuhan dan kelangsungan hidp ikan

terganggu hingga terjadi kematian pada organisme budidaya

4. Hasil yang didapatkan dari ketiga ikan, parasit yang ditemukan ada 3, terdapat

pada ikan 1 dan ikan 2

5.2 Saran

Berdasarkan praktek lapang yang telah dilakukan, penulis menyarankan agar

dalam praktek lebih teliti lagi dalam mebgumpulkan data-data hasil praktikum

agar dapat menulis laporan dengan baik


DAFTAR PUSTAKA

Adrianto L, Munirah T, Minofatria B. 2015. Analisis Sumber Daya Ikan Cakalang


(Katsuwonus pelamis) di Perairan Kabupaten Pohuwato, Profinsi
Gorontalo. Jurnal Vol. 6, No. 2.

Agustin V, Putri M, Fauziah N. 2019. Identifikasi Endoparasit dan Ektoparasit


Ikan Hias Air Tawar di Pasar Ikan Sasana Mina Magelang. Prosiding
Seminar Nasional MIPA 2019 Universitas Tidar.

Koplait H, Sabariah V, Rettob D. 2008. Parasit ikan cakalang (Katsuwonus


pelamis) dan tuna ekor kuning (Thunnus albacore) di Perairan
Manokwari. Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8

Inem Ode. 2014. Ektoparasit pada Ikan Budidaya di Perairan Teluk Ambon.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate)
Volume 7 Edisi 1 (Mei 2014)

Ulkhaq M, Alfin A, Suciyono. 2019. Inventarisasi Parasit pada Ikan Air tawar dan
Air Laut di Balai Karantina Ikan dan Pengendalian Mutu Hasil Perikanan
Surabaya II. Journal of Aquaculture Science vol 4 (1): 50-61.

Dwi Adi Wiguna. 2016. Laporan Praktek Kerja Lapang Program Studi S-1
Budidaya Perairan. ADLN – Perpustakaan Universitas Airlangga.

Zainuddin M, Jufri A, Amran M. 2014. Karakteristik Daerah Penangkapan Ikan


Cakalang pada Musim Barat di Perairan Teluk Bone. Jurnal IPTEKS
PSP, Vol. 1 (1) April 2014: 1 - 10

Anda mungkin juga menyukai