Anda di halaman 1dari 5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Morfologi dan Klasifikasi

Ikan dari genus Osteochilus dengan morfologi luarnya dapat dibagi menjadi 3

bagian yaitu caput, truncus dan caudal. Caput terbentang mulai dari ujung moncong

sampai dengan akhir operculum. Truncus membentang dari akhir operculum sampai

dengan anus. Caudal terbentang dari belakang anus sampai dengan ujung sirip ikan

(Amri, 2008). Caputnya meliputi cavum oris (mulut) terdapat pada ujung moncong

terdapat gigi pada rahangnya, organon visus (mata) terletak sebelah lateral tanpa kelopak

mata dan operculum. Bagian truncusnya terdiri dari berbagai jenis sirip. Sirip-sirip

tersebut berfungsi membantu pergerakan ikan di dalam air. Sirip-sirip tersebut terdiri

dari sirip punggung (pinna dorsalis), sepasang sirip dada (pinna pectoralis), dan sirip

perut (pinna abdominalis) (Susanto, 2012).

Klasifikasi ikan peres (Osteochilus sp.) menurut Saanin (1984) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Ostariophysi

Famili : Cyprinidae

Genus : Osteochilus

Spesies : Osteochilus sp.


Sumber: Dokumentasi Pribadi

Gambar 1.Ikan peres (Osteochilus sp.)

2.2 Habitat Ikan

Ikan Osteochilus hidup di perairan yang jernih seperti di rawa-rawa dan di

sungai-sungai yang berarus sedang. Populasi ikan nilem hanya cocok dipelihara di

daerah sejuk dengan ketinggian 150-1.000 m dari permukaan laut (Pratiwi, 2011).

Daerah yang bagus untuk budidaya ikan nilem adalah daerah yang memiliki ketinggian

800 m dari permukaan air laut dengan suhu 18-28 0C (Bambang, 2001). Charles (2012)

menyatakan didalam penelitiannya lebih banyak ditemukan famili cyprinidae di sungai

Asahan baik pada musim kemarau maupun musim hujan, pada musim hujan banyak

ditemukan spesies Osteochilus sp. Dan musim kemarau Osteochilus vittatus dari genus

Osteochilus. (Saanin, 1984).

2.3 Infestasi Parasit Pada Ikan dan Faktor Ligkungan

Penyakit ikan merupakan salah satu kendala dalam usaha budidaya perikanan.

Hal ini disebabkan karena wabah penyakit dapat menimbulkan kematian ikan budidaya.

Tingginya tingkat kematian ikan budidaya dapat menurunkan produksi perikanan

sehingga nilai pendapatan yang diperoleh menjadi turun jika dibandingkan dengan
jumlah modal yang harus dikeluarkan (Winaruddin, 2007). Disamping itu penyakit ikan

adalah segala sesuatu yang dapat menyebabkan gangguan pada struktur atau fungsi alat

tubuh ikan baik secara langsung maupun tidak langsung (Hadiroseyani, 2006). Penyakit

pada ikan timbul karena disebabkan oleh interaksi yang tidak seimbang antara

lingkungan, ikan, dan organisme atau jasad penyakit (Kordi, 2004).

Berdasarkan penyebabnya, penyakit pada ikan dapat dibedakan menjadi dua,

yaitu penyakit infeksi dan penyakit non-infeksi. Penyakit infeksi merupakan penyakit

yang disebabkan oleh infeksi patogen kedalam tubuh inang. Patogen penyebab penyakit

pada ikan dapat berupa virus, bakteri, parasit dan jamur (Pitogo, 2001). Sedangkan

penyakit non-infeksi merupakan penyakit yang disebabkan oleh selain infeksi patogen,

misalnya penurunan kualitas lingkungan, kekurangan pakan (malnutrisi), dan cacat

secara genetik (Pagador, 2001).

Ikan yang diserang penyakit pada umumnya berasal dari kelompok parasit, dan

non parasit (Robin, 2007). Namun, yang paling banyak menimbulkan kerugian adalah

penyakit yang disebabkan oleh parasit karena biasanya sulit untuk dideteksi oleh para

pembudidaya ikan akibat banyak parasit yang menimbulkan penyakit dengan gejala

yang sama (Azmi, 2013).

Parasit adalah organisme yang hidup pada atau didalam tubuh beberapa

organisme lain. Parasit dapat berupa hewan atau tumbuhan yaitu virus, bakteri, jamur,

protozoa, cacing dan arthropoda (Manoppo, 1995). Parasit terdiri dari dua macam yaitu,

ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit yaitu parasit yang hidup pada bagian luar

inangnya (Handayani, 2004). Ektoparasit umumnya menyerang organ luar ikan seperti

insang, sirip, dan bagian permukaan. Tingkat infeksi ektoparasit tertinggi dari golongan
protozoa yang menyerang insang dan bagian permukaan (Winaruddin, 2007). Sedangkan

endoparasit adalah parasit yang hidupdi dalam tubuh inangnya. Endoparasit umumnya

menyerang organ dalam ikan seperti usus, hati, dan saluran pencernaan (Anshary, 2010).

Penyakit infeksi cacing endoparasit cukup dijumpai pada ikan laut liar terutama yang

bersifat karnivor (Desrina, 2001).

Ektoparasit biasanya yang menyerang ikan disebabkan oleh crustacean. Penyakit

yang disebabkan oleh crustacean yaitu Argulus sp., Lernea cyprinaceae, Saprolegnea sp.

dan Achlya sp. Sedangkan endoparasit biasanya yang menyerang ikan disebabkan oleh

protozoa dan trematoda. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa antara lain

Ichtyopthirius multifilis, Myxobolus sp., Tricodina sp., Myxosoma sp., Henneguya sp.,

dan Thelohanellus sp. Sedangkan penyakit yang disebabkan oleh trematoda antara lain

Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., dan Clinostonum sp. ( Cahyono, 2000).

2.4 Kualitas Air

Kualitas air perlu diperhatikan dalam suatu usaha budidaya ikan, karena kualitas

air merupakan faktor penting untuk kelangsungan hidup ikan, jika kualitas air suatu

perairan tercemar maka dapat mengakibatkan kelangsungan hidup ikan terganggu dan

munculnya parasit yang menyebabkan penyakit pada ikan. Menurut Susanto (2001) suhu

yang optimum untuk kelangsungan hidup ikan nilem berkisar antara 18–28 0C, dan untuk

pH berkisar antara 6,7 – 8,6. Menurut Susanto (2006) oksigen terlarut 5 - 6 ppm didalam

air dianggap paling ideal untuk tumbuh dan berkembangbiak ikan. Menurut PBIAT

Muntilan (2007), untuk kandungan ammonia yang disarankan adalah 0,5 ppm.
Keasaman air atau yang popular dengan istilah pH air sangat berperan dalam

kehidupan ikan. Umumnya, pH yang sangat cocok untuk semua jenis ikan antara 6,7 –

8,6. Namun, ada jenis ikan yang dapat bertahan hidup pada kisaran pH yang buruk

(rendah maupun tinggi), sekitar 4 – 9 karena lingkungan hidup aslinya dirawa-rawa,

misalnya Ikan sepat siam (Susanto, 2006).

Anda mungkin juga menyukai