Anda di halaman 1dari 9

Nama : Agung Nur Pratama

NIM : 19/445757/PN/16272
Hari, Tanggal : Jumat, 30 April 2021

Tugas Acara 2 Praktikum Parasit dan Penyakit Ikan

1. Sebutkan dan jelaskan perbedaan ektoparasit dan endoparasit (beserta pustaka)


2. Jelaskan tentang parasit-parasit yang biasa ditemukan pada ikan {Minimal 10 parasit (7
dari slide)} beserta gambar dan gejala yang ditimbulkan pada ikan yang terserang parasit
tersebut (beserta pustaka)
3. Sebutkan dan jelaskan perbedaan Gyrodactylus dan Dactylogyrus (beserta pustaka)

Jawab

1. Ektoparasit merupakan parasit yang hidup di permukaan tubuh inang dan memperoleh
makanan dengan mengirimkan haustorium masuk ke dalam sel-sel inang (Yuli et al.,
2017), sedangkan endoparasit adalah parasit yang hidupnya pada organ dalam tubuh
seperti hati, limfa, otak, sistem pencernaan, sirkulasi darah, rongga perut, otot daging dan
jaringan tubuh lainnya (Putri et al., 2019).
2. Parasit-parasit yang biasa ditemukan pada ikan, yaitu Ichthyopthirius multifilis,
Trichodina sp., Dactylogyrus sp., Gyrodactylus sp., Lernea sp., Argulus sp., Anisakis sp.,
Chichlidogyrus sp., Oodinium sp., Myxobolus sp. Gejala-gejala yang dapat ditimbulkan
pada ikan yang terserang oleh parasit-parsit tersebut adalah sebagai berikut :
a. Ichthyopthirius multifilis

Ichthyopthyrius multifiliis (Pujiastuti, 2015)


Ichthyopthyrius multifiliis merupakan salah satu protozoa yang dapat mematikan
benih ikan air tawar hingga 90%, dengan tanda klinis berupa bintik putih pada bagian
tubuh, sirip, dan insang (Pujiastuti, 2015). Infeksi yang berat dapat menyebabkan
pendarahan pada sirip, dan tubuhnya akan tertutup lendir. Protozoa ini juga akan
meninggalkan inang yang sudah mati dan berkembangbiak dengan membentuk kista
pada substrat, sehingga berpotensi menginfeksi inang lainnya (Purbomartono et al.
2010). Gejala klinis ikan yang terinfeksi menjadi hiperaktif dan berenang sambil
menggesekkan tubuhnya pada bebatuan atau dinding akuarium. Kordi (2004),
menjelaskan bahwa ikan yang terinfeksi Ichthyopthyrius multifiliis menyebabkan ikan
menjadi malas berenang, terlihat bintik–bintik putih pada permukaan kulit, insang,
dan sirip. Apabila Ichthyopthyrius multifiliis menyerang insang maka protozoa ini
akan merusak insang sehingga proses pertukaran gas (oksigen, karbondioksida, dan
ammonia) menjadi terhambat.
b. Trichodina sp.

Trichodina sp. (Sarjito et al., 2013)


Trichodina sp. merupakan anggota dari famili Trichodinidae dan biasa menyerang
ikan pada bagian tubuh, insang dan sirip. Parasit ini dapat hidup dua hari tanpa inang
dan dapat menginfeksi daerah yang sangat luas, karena parasit ini bersifat planktonik
Parasit ini biasanya menyukai tempat yang mempunyai aliran air yang kecil atau
stagnant. Trichodina sp. menginfeksi ikan pada semua umur, tetapi paling banyak
menginfeksi benih. Gejala klinis ikan yang terinfeksi Trichodina sp. yaitu warna kulit
menjadi lebih gelap, nafsu makan menurun, lendir berlebih, mengalami penurunan
berat badan dan adanya degenerasi dan nekrosis pada jaringan epithel organ yang
terinfeksi (Sarjito et al., 2013).
c. Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp. (Pujiastuti, 2015)


Menurut Yuli et al. (2017), Dactylogyrus sp. adalah monogenea yang bertelur dan
memiliki dua pasang jangkar. Pada bagian tubuhnya terdapat posterior Haptor.
Haptornya ini tidak memiliki struktur kutikular dan memiliki satu pasang kait dengan
satu baris kutikular, memiliki 16 kait utama, satu pasang kait yang sangat kecil.
Dactylogyrus sp. mempunyai ophishaptor (posterior sueker) dengan 1-2 pasang kait
besar dan 14 kait marginal yang terdapat pada bagian posterior. Kepala memiliki 4
lobe dengan dua pasang mata yang terletak di daerah pharynx. Dactylogyrus sp.
diidentifikasi berdasarkan dua pasang bintik matayang terdapat dibagian anterior,
memiliki empat tonjolan pada bagian anterior dan 14 kait marginal. Habitat hidup dari
Dactylogyrus sp. berada pada bagian insang ikan, penyebaran dari Dactylogyrus sp.
yaitu menyerang ikan air tawar, ikan air payau dan ikan air laut (Yuli et al., 2017).
Beberapa gejala klinis akibat infeksi ektoparasit Dactylogyrus sp. menurut Yuli et al.
(2008), yaitu ikan tampak lemah, tidak nafsu makan, pertumbuhan lambat, tingkat
laku dan berenang tidak normal, produksi lendir yang berlebihan, insang tampak
pucat sehingga operculum terbuka.
d. Gyrodactylus sp.

Gyrodactylus sp. (Pujiastuti, 2015)


Parasit ini merupakan organisme yang menyerang tubuh ikan bagian luar.
Gyrodactylus sp menginfeksi tubuh dan sirip ikan. Gyrodactylus sp merupakan cacing
parasit ikan yang menempel pada tubuh inang. Gyrodactylus sp berkembangbiak
dengan melahirkan anakan yang sudah mengandung anakan lagi. Semua anakan hasil
reproduksi ini mampu menginfeksi ikan tanpa adanya inang perantara (Awik et al.
2007). Kabata (1985) menyatakan bahwa monogenea salah satu parasit yang sebagian
besar menyerang bagian luar tubuh ikan (ektoparasit) jarang menyerang bagian dalam
tubuh ikan (endoparasit) biasanya menyerang kulit dan insang. Gejala infeksi pada
ikan antara lain pernafasan ikan meningkat, produksi lendir berlebih (Putri et al.,
2016).
e. Lernea sp.

Lernea sp. (Sarimudin et al., 2016)


Lerneasis merupakan penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit Lernaea, diantara
parasit Crustacea air tawar Lernaea merupakan parasit yang paling berbahaya
karena dapat menyebabkan kematian ikan pada semua stadia. Parasit ini dapat dilihat
dengan mata kasar, mempunyai bentuk seperti lidi halus dibagian kepala yang
berbentuk jangkar yang digunakan untuk menghujam ke dalam daging inangnya dan
pada bagian posteriornya terdapat abdomen.
f. Argulus sp.

Argulus sp. (Pujiastuti, 2015)


Argulus sp. merupakan ektoparasit ikan yang menyebabkan argulosis. Akibat yang
ditimbulkan oleh infeksi Argulus sp .pada ikan adalah beberapa sisik tubuh terlepas,
terdapat titik-titik merah pada kulit, insang berwama kehitam- hitaman dan timbulnya
lendir (mukus) yang berlebih pada sirip (Pujiastuti, 2015)
g. Anisakis sp.

Anisakis sp. (Ulkhaq et al., 2019)


Anisakiasis adalah salah satu penyakit parasit pada ikan yang disebabkan oleh infeksi
larva stadium III (L3) anisakid dan dapat menginfeksi ke manusia (zoonosis).
Penularan pada manusia terjadi apabila manusia memakan ikan laut yang kurang
matang atau mentah yang mengandung larva stadium III (L3) aniasakid dalam
dagingnya, mengakibatkan granuloma eosinofilik yang parah pada usus manusia.
Anisakis memiliki mulut yang dikelilingi oleh tiga bibir terletak satu di dorsal dan dua
di ventro-lateral yang dilengkapi beberapa papila. Genus Anisakis memiliki saluran
ekskresi (excretory duct) yang membuka ke arah anterior dan berlokasi diantara
kepala dan mulut ventro-lateral serta tidak memiliki sekum intestinal. Bagian
posterior pada jantan terdapat spikulum yang memiliki panjang tidak rata dan terdiri
dari 3 atau 4 pasang papila kaudal (Grabda, 1991). Kasus infeksi pada umumnya tidak
menunjukkan gejala tetapi kadang-kadang larvanya bisa ditemukan ketika larva hidup
keluar melalui muntah atau dalam feses
h. Cichlidogyrus sp.

Cichlidogyrus sp. (Bawia et al., 2014)


Cichlidogyrus merupakan salah satu parasit dari golongan monogenea yang
meninfestasi ikan nila. Cichlidogyrus menyerang pada bagian yang spesifik dan
hanya menyerang pada organ tertentu yakni pada organ insang dan tidak menyerang
pada organ lain. Kerugian yang diakibatkan oleh Cichlidogyrus dapat mengakibatkan
stress dikarenakan sari-sari makanan dan oksigen dari darah diserap oleh
Cichlidogyrus sebagai nutrisi untuk kelangsungan hidup Cichlidogyrus hingga
menyebabkan kematian pada ikan (Kamil et al., 2017). Menurut Ali et al. (2013),
Cichlidogyrus sp. menempel pada filamen insang dan memakan sel-sel epitel insang,
mukus dan darah pada insang. Hal ini dapat menimbulkan kematian bagi ikan-ikan
nila yang masih muda atau dalam keadaan lemah akibat stres dan infeksi akut
i. Oodinium sp.

Oodinium sp. (Pujiastuti, 2015)


Oodinium merupaka jenis flagelata yang masuk kategori protozoa. Oodinium akan
menempel pada ikan dengan menggunakan flagellum yang kemudian akan
membentuk batang (kaki) menghisap yang masuk pada kulit dan selaput lendir pada
insang dan lender (Saselah & Manurung, 2017). Menurut hasil Priawan (2017), koi
yang terinfeksi memiliki beberapa area merah sebagai tanda bahwa ikan tersebut
terinfeksi oleh parasit dan sisik mengelupas. Infestasi oodinium relatif tinggi, karena
sistem kekebalan ikan yang lemah akan menjadi peluang bagi parasit untuk
menginfeksi ikan dengan meningkatkan populasi. Selain itu, kurangnya nutrisi juga
akan mempengaruhi infestasi parasit. Infestasi yang tinggi akan menyebabkan
kerusakan pada organ inang.
j. Myxobolus sp.

Myxobolus sp. (Nurekawati et al., 2016)


Parasit Myxobolus menyerang ikan koi yang berukuran kecil karena tingkat imun ikan
yang masih rendah. Myxobolus menginfeksi pada tahap spora ketika ikan masih dalam
proses perkembangan, parasit ini menempel pada lembaran insang ikan koi dan
kemudian membentuk kista pada insang ikan yang terinfeksi (Supriyadi & Lentera,
2004). keberadaan nodule atau kista Myxobolus pada filamen insang membuat ikan
yang terserang penyakit Myxobolusis mengalami kesulitan bernafas yang
menyebabkan mortalitas mencapai hingga 90% (Setiawan et al., 2019). Gejala klinis
lainya yang dapat terlihat adalah operkulum pada insang ikan yang tidak dapat
menutup apabila ikan telah terinfeksi Myxobolus yang sangat parah. Myxobolus juga
ditemukan di dinding usus bagian dalam ikan mas, Cyprinus carpio Linnaeus
(Setiawan et al., 2019)

3. Perbedaan Gyrodactilus sp. dan Dactylogyrus sp.

Gyrodactilus sp. Dactylogyrus sp.


 Menyebabkan ikan yang terkena parasit ini  Menyebabkan ikan yang terkena parasit
mengalami pendarahan atau bintik-bintik ini mengalami perubahan warna insang
merah pada bagian sisiknya, terlihat kurus menjadi kehitaman dan lendir meningkat
(Wahyuni et al., 2017) (Wahyuni et al., 2017).
 Termasuk dalam ordo gyrodactilidae, famili  Termasuk dalam ordo dactylogiridae,
gyrodactilidae, genus gyrodactilus (Kabata, famili dactylogyridae, genus dactilogyrus
1985). (Kabata, 1985).
 Bentuk tubuh Gyrodactylus sp. kecil dan  Mempunyai dua pasang eye spots pada
memanjang (oval), bagian posterior terdapat ujung anterior. Sucker terletak dekat
ophisthaptor dengan 16 kait tepi dan ujung anterior. Pada ujung posterior
sepasang kait tengah, serta tidak mempunyai tubuh terdapat alat penempel yang terdiri
bintik mata, pada ujung anterior terdapat dari 2 kait besar yang dikelilingi 16 kait
dua tonjolan/cuping (Wahyuni et al., 2017). lebih kecil disebut Opisthaptor.
Mempunyai testis dan ovary. Kutikular,
memiliki 16 kait utama, satu pasang kait
yang sangat kecil (Wahyuni et al., 2017).
Daftar Pustaka
Ali, S. K., Y. Koniyo dan Mulis. 2013. Identifikasi Ektoparasit Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) di Danau Limboto Provinsi Gorontalo. Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan. 1(3): 114-125.
Awik. 2007. Pengaruh Salinitas terhadap Pertumbuhan Populasi Gyrodactylus fernandoi Pada
Benih Lele Dumbo (Clarias sp.). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor. Skripsi.
Bawia, R.H.A., Tuiyo, R., dan Mulis. 2014. Prevalensi dan Intensitas Ektoparasit Monogenea
Cichlidogyrus sp pada Insang Ikan Nila dengan Ukuran yang Berbeda di Keramba
Jaring Apung Danau Limboto. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 2(2): 60-65.
Grabda, J. 1991. Marine Fish Parasitology. Polish Scientific Publishers, Warsawa.
Handajani H. 2005. Parasit dan Penyakit Ikan. UMM Press, Malang.
Kabata Z. 1985. Parasites and Diseases of Fish Cultured in the Tropic. Taylor dan Prancis,
London.
Kamil, M.R., Prayitno, S.B., dan Desrina. Studi Kasus Infestasi Cichlidogyrus Pada Ikan
Nila (Oreochromis niloticus) Dari Satker BPBIAT dan Luar Satker BPBIAT Janti,
Klaten, Jawa Tengah. Journal of Aquaculture Management and Technology. 6(4):
120-129.
Kordi. 2004. Pengelolaan Kualitas Air dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta, Jakarta.
Nurekawati, A.D., Mahasri, G., dan Yunus, M. 2016. Identifikasi Myxobolus sp. Pada Famili
Cyprinidae Dengan Metode Molokuler Di Provinsi Jawa Timur Dan Jawa Tengah.
Jurnal Biosains Pascasarjana. 18(2): 172-182.
Pujiastuti, N. 2015. Identifikasi Dan Prevalensi Ektoparasit Pada Ikan Konsumsi di Balai
Benih Ikan Siwarak. Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Negeri Semarang. Skripsi.
Purbomartono, C. 2010. Identify of helminth and crustacean ectoparasites on Puntius
javanicus fry at local hatchery center Sidabowa and Kutasari. Sains Akuatik 10(2):
134-140.
Putri, M., Fauziah, N.A., dan Agustin, V.H. 2019. Identifikasi Endoparasit dan Ektoparasit
Ikan Hias Air Tawar di Pasar Ikan Sasana Mina Magelang. Prosiding Pada Seminar
Nasional MIPA “Mencetak Sumber Daya Manusia MIPA Berkarakter Melalui
Pembelajaran STEM” di UNTIDAR: 185-192.
Putri, S.M., Haditomo, A.H.C., dan Desrina. 2016. Infestasi Monogenea Pada Ikan Konsumsi
Air Tawar di Kolam Budidaya Desa Ngrajek Magelang. Journal of Aquaculture
Management and Technology. 5(1): 162-170.
Sarimudin, R., Nur, I., dan Idris, M. 2016. Pengaruh Aktivitas Transportasi Terhadap
Serangan Parasit Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Media Akuatika. 1(1): 1-14.
Sarjito., Prayitno, S.B., dan Haditomo, A.H.C. 2013. Buku Pengantar Parasit dan Penyakit
Ikan. UNDIP Press, Semarang.
Saselah, J.T., dan Manurung, U.N. Penyebaran Penyakit Parasit Pada Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) di Kabupaten Kepulauan Sangihe. Jurnal Ilmiah Tindalung. 3(1): 8-14.
Setiawan, F., Yanuhar, U., dan Kurniawan, A. Status Hematologi dan Respon Imun Ikan Koi
(Cyprinus carpio) Yang Terinfeksi Myxobolus sp. Dengan Treatment Dimilin.
Indonesia Journal of Fisheries Science and Technology. 15(1): 80-85.
Supriyadi , H. dan T. Lentera. 2004. Membuat Ikan Hias Tampil Sehat & Prima. Jakarta:
Agromedia.
Ulkhaq, M.F., Budi, D.S., Kenconojati, H., dan Azhar, M.H. 2019. Insidensi dan Derajat
Infeksi Anisakiasis pada Ikan Hasil Tangkapan di Pelabuhan Perikanan Pantai
Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur. Jurnal Veteriner. 20(1): 101-108.
Wahyuni, S., Hendri, A., dan Erlita. Identifikasi Parasit Pada Ikan Air Tawar Di Balai Benih
Ikan Babah Krueng, Kecamatan Beutong, Kabupaten Nagan Raya. Jurnal
Akuakultura. 1(1): 29-36.
Yuli, S., Harris, H., dan Yusanti, I.A. Tingkat Serangan Ektoparasit Pada Ikan Patin
(Pangasius hypopthalmus) Yang Dibudidayakan Dalam Keramba Jaring Apung di
Sungai Musi Palembang. Ilmu-ilmu Perikanan dan Budidaya Perairan. 12(2): 50-57.

Anda mungkin juga menyukai