Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH HAMA & PENYAKIT IKAN

“Parasit”

Dosen Pengampu : Dian Febriani, S.Pi., M.Si.

Disusun oleh kelompok 2 :

Anggun Nurmayasari (20744002) Jerry Elza K (20744015)


Armanda Firmansyah (20744004) Muhammad Dimas N (20744018)
Bagus Sanjaya (20744005) Nabilla Ananta (20744020)
Fajar Cahyo B (20744009) Rendi Indra P (20744024)
Ferdy Dwi M (20744010) Sandi Satria A (20744027)
Hendi Karunia R (20744014) Zulfikar Aimar (20744031)

Program Study Teknologi Pembenihan Ikan


Politeknik Negeri Lampung
TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan innayah-Nya kepada kami, sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah tentang hama & penyakit ikan

Makalah ini telah kami susun secara maksimal dengan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi isi materi, susunan kalimat, maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.

Bandar Lampung, 25 October 2021

Kelompok 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………….…
DAFTAR ISI……………………………………………………………………
PENDAHULUAN…………………………………………………………...…
a. Latar belakang……………………………………………...……………
b. Tujuan……………………………………………………...……………
ISI………………………………………………………………………………
Ichthyophthirius sp…………………………………………………………….
Argulus foliaceus………………………………………………………………
Cymothoa exigua………………………………………………………………
Anisakis sp…………………………………………………………………….
PENUTUP………………………………………………………………………
kesimpulan………………………………………………………..……………
Daftar pustaka……………………………………………….………..………..
PENDAHULUAN

1.1Latar belakang

Jenis parasit ada dua yaitu endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit adalah
parasit yang berada di dalam tubuh ikan. Endoparasit yang mungkin
menginfeksi ikan air tawar adalah dari golongan Metazoa. Parasit dari golongan
Metazoa yang mungkin menginfeksi ikan air tawar adalah filum
Plathyhelminthes, Nemathelminthes dan Acanthocephala (Perwira, 2008).
Penyakit endoparasit tidak mudah dideteksi dengan cepat karena penyakit ini
terdapat di dalam tubuh sehingga perlu dilakukan pembedahan untuk dapat
mengidentifikasi jenis endoparasit yang terdapat di dalam tubuh ikan.
Ektoparasit adalah parasit yang hidup pada organ bagian luar organisme yang
ditumpanginya. Organ luar yang sering terinfeksi adalah sirip, insang dan kulit.
Insang yang terinfeksi biasanya berwama pucat dan produksi lendimya
berlebihan.
Adanya beberapa permasalahan tersebut, sekiranya sangat penting dilakukan
pengkajian terhadap penyakit ikan agar kedepannya bisa diketahui solusi dan
upaya yang tepat untuk mengatasi permasalahan tersebut. Oleh karena itu,
melalui Praktikum Parasit dan Penyakit ikan ini dilakukan identifikasi terhadap
beberapa parasit yang dapat menyebabkan penyakit pada ikan.

1.2Tujuan

Praktikum parasit dan penyakit ikan merupakan hal yang penting dilakukan
agar dalam budidaya tidak terjadi mortalitas tinggi. Adapun tujuan dari
praktikum parasit dan penyakit ikan adalah untuk mengetahui jenis-jenis parasit
yang menginfeksi ikan. Selain itu tujuan yang lainnya adalah untuk membuat
preparat awetan untuk identifikasi parasit.
ISI

Ektoparasit yang ditemukan pada ikan

 Ichthyophthirius sp.

White spot atau dikenal juga sebagai penyakit “Ich” merupakan penyakit ikan yang
disebabkan oleh parasit. Penyakit ini umum dijumpai pada hampir seluruh spesies
ikan. Secara potensial white spot dapat berakibat mematikan. Penyakit ini ditandai
dengan munculnya bintik-bintik putih di sekujur tubuh dan juga sirip. Inang white
spot yang bervariasi, siklus hidupnya serta caranya meperbanyak diri dalam
akuarium memegang peranan penting terhadap berjangkitnya penyakit tersebut.

Klasifikasi Ichtyopthirius sp. menurut Fouquet (1876) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Protozoa

Kelas : Oligohymenophora

Ordo : Hymenostomatid

Family : Ichthyopthiridae

Genus : Ichtyopthirius

Spesies : Ichtyopthirius sp.


Gambar 1. Ichtyopthirius sp.(Internet) Gambar 2. Ichtyopthirius sp.
(internet)

Salah satu spesies dari Ichtyopthirius adalah lchthyophthirius sp. Parasit ini tidak
memiliki inang spesifik dan merupakan ektoparasit yang paling berbahaya diantara
ektoparasit ikan air tawar. Saat diamati dengan mata telanjang parasit ini terlihat
seperti bintik-bintik putih pada kulit atau sisik ikan (inangnya). Hal ini terlihat jelas
dari pengamatan terhadap ikan lele, karena warna dasar dari ikan lele yang gelap
dan bintik-bintik putih yang menempel pada tubuhnya menandakan adanya “Ich”
yang menempel (Dahuri, 2004).

Parasit ini dapat menginfeksi kulit, insang dan mata pada berbagai jenis ikan, baik
ikan air tawar, ikan air payau dan ikan air laut. Namun Penetrasi parasit ke dalam
jaringan kulit ikan menyebabkan perubahan pada jaringan integument, yaitu
terbentuknya rongga di sekitar parasit, epithelial sel rusak, pembuluh darah di
daerah infeksi pecah, dan jaringan akan diselimuti oleh sel darah. Parasit akan
tumbuh dan menyebabkan bengkaknya permukaan kulit ikan. Perkembangan
selanjutnya rongga parasit akan pecah, dan epithelium rusak meninggalkan luka
menganga sehingga lapisan dermis terekspose pada perairan. Ikan dalam keadaan
seperti ini ikan akan mengalami ketidakseimbangan osmoregulasi. Permukaan
tubuh, epithelium insang juga merupakan organ target dari parasit ini (Dahuri,
2004).

Hampir di seluruh permukaan tubuh Ichthyophthirius multifiliis tertutup oleh silia


yang berfungsi untuk pergerakannya, bagian sitoplasmanya terdapat makronukleus
yang berbentuk seperti tapal kuda, mikronukleus (inti yang kecil) yang menempel
pada makronukleus dan sejumlah vakuola kontraktil dan mata pada berbagai jenis
ikan baik ikan air tawar, payau dan laut. Parasit ini mempunyai panjang tubuh 0,1
– 1,0 mm dan dapat menyebabkan kerusakan kulit dan dapat menyebabkan
kematian. Parasit ini berkembangbiak dengan cara membelah biner. Individu muda
parasit ini memiliki diameter antara 30 – 50 m dan individu dewasanya dapat
mencapai ukuran diameter 50– 100 m. Siklus hidupnya dimulai dari stadium
dewasa atau stadium memakan (tropozoit) yang berkembang dalam kulit atau
jaringan epitelium insang dari inang. Setelah fase makannya selesai,
Ichthyophthirius multifiliis akan memecahkan epithelium dan keluar dari inangnya
untuk membentuk kista (Hoffman, 1967).

Larva-larva berkista tersebut akan menempel pada tumbuhan, batuan atau obyek
lain yang ada di perairan. Kemudian membelah hingga sepuluh kali melalui
pembelahan biner yang menghasilkan 100 – 2000 sel bulat berdiameter 18 – 22 m.
Sel-sel itu akan memanjang seperti cerutu berdiameter 10 X 40 m dan
mengeluarkan enzim hyaluronidase. Enzim tersebut digunakan untuk memecahkan
kista sehingga tomit (sel-sel muda) yang dihasilkan dapat berenang bebas dan
segera mendapatkan inang baru. Cara penyerangan parasit ini dengan menempel
pada lapisan lendir bagian kulit ikan, parasit ini akan menghisap sel darah merah
dan sel pigmen pada kulit ikan. Gejala yang di alami ikan yaitu ikan yang diserang
sangat lemah dan selalu timbul di permukaan air, terdapat bintik-bintik berwarna
putih pada kulit, sirip dan insang dan ikan sering menggosok-gosokkan tubuh pada
dasar atau dinding kolam. Pengendalian yaitu air harus dijaga kualitas dan
kuantitasnya. Pengobatannya dengan cara perendaman ikan yang terkena infeksi
pada campuran larutan Formalin 25 cc/m3 dengan larutan Malachyte Green
Oxalate 0,1 gram/m3selama 12 – 24 jam, kemudian ikan diberi air yang segar.
Pengobatan diulangsetelah 3 hari (Hoffman, 1967).

 Argulus foliaceus
Argulus foliaceus merupakan Kelas dari Phylum Crustacea dari Kelas Branchiura,
atau sering di sebut dengan kutu air, yang merupakan ektoparasit yang
menginfestasi pada kulit atau insang dari spesies ikan air tawar. Bagian tubuh yang
diserang adalah sisik di sekitar anus, pangkal sirip dan insang yang menyebabkan
pendarahan atau penyakit argulosis. Penularannya melalui air dan kontak langsung
dengan ikan yang terinfeksi (Haryono, 2006).Klasifikasi Argulus sp. menurut
Handajani (2005) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthopoda

Kelas : Maxillopoda

Ordo : Arguloida

Famili : Argulidae

Genus : Argulus

Spesies : Argulus foliaceus

Gambar 3. Argulus foliaceus (Internet) Gambar 4. Argulus Foliaceus


(internet)

Penyakit yang disebabkan oleh ektoparasit ini sering merupakan penyerang utama
(primary infection) atau penyerang sekunder (secondary infection) akibat luka,
Argulus Foliaceus mulai tumbuh pada ikan luka dan terus meluas sehingga dapat
mengakibatkan kematian. Ektoparasit ini terutama kutu ikan (Argulus) dapat
berperan sebagai tuan rumah sementara (vector) bagi bakteri atau virus yang sering
menyebabkan penyakit pada ikan patin. Kutu ikan (Argulus) yang menginfeksi
kulit ikan dapat mengeluarkan zat racun melalui gigitan dan dapat mengisap darah.
Kerugian yang ditimbulkan dapat membunuh ikan dan dapat menimbulkan infeksi
oleh bakteri, jamur atau virus ((Partasasmita, 1978) dalam Nur ,2013).

Gejala infeksi kutu termasuk ikan renang abnormal, menggosok, dan kondisi fisik
memburuk. Kerusakan jaringan yang disebabkan oleh parasit, infeksi bakteri dan
jamur sekunder sering terjadi. Betina dewasa meninggalkan tuan rumah mereka
dan bertelur pada vegetasi atau benda terendam lainnya. Organisme dewasa dapat
hidup alam bebas selama dua sampai tiga minggu, tetapi larva yang baru menetas
hanya bertahan beberapa hari jika mereka tidak menemukan tuan rumah.
Mengobati akuarium penuh mungkin memerlukan beberapa pendekatan, sehingga
pencegahan adalah yang terbaik. Kutu dapat dihapus dari ikan secara manual
dengan pinset. Ikan harus dipindahkan ke akuarium alternatif sementara perawatan
kimia yang digunakan untuk membunuh organisme dewasa yang tersisa, larva, dan
telur (Kabata, 1985).

Perkembangbiakan terjadi secara seksual karena jenis  Argulus indicus  ini ada


jantan dan betina, ukuran tubuh jantan lebih kecil daripada betina. Daur hidup
Argulus foliaceus terjadi selama 28 hari dimana 12 hari untuk fase telur dan
menetas sedangkan fase larva sampai dewasa membutuhkan waktu berkisar 16
hari. Larva Argulus indicus dapat hidup tanpa ikan selama 36 jam sedangkan
individu dewasa dapat hidup tanpa inang selama 9 hari. Jumlah telur yang
dihasilkan dari individu betina berkisar antara 50 - 250 butir. Telur yang
dihasilkannya akan diletakkan pada berbagai benda yang ada di dalam
perairan.Telur akan menetas menjadi larva setelah beberapa kali berganti kulit
akan berubah menjadi dewasa Perkembangbiakan terjadi secara kawin karena jenis
Argulus indicus ini ada jantan dan betina, ukuran tubuh jantan lebih kecil daripada
betina. Daur hidup Argulus indicus terjadi selama 28 hari dimana 12 hari untuk
fase telur dan menetas sedangkan fase larva sampai dewasa membutuhkan waktu
berkisar 16 hari. Larva Argulus indicus dapat hidup tanpa ikan selama 36 jam
sedangkan individu dewasa dapat hidup tanpa inang selama 9 hari. Jumlah telur
yang dihasilkan dari individu betina berkisar antara 50 - 250 butir. Telur yang
dihasilkannya akan diletakkan pada berbagai benda yang ada di dalam perairan.
Telur akan menetas menjadi larva setelah beberapa kali berganti kulit akan
berubah menjadi dewasa (Irianto, 2007).

Gejala klinis yang dirasakan ikan pada saat terserang Argulus foliaceus adalah
dengan melukai kulit dalam rangka mendapatkan darah ikan sehingga terkadang
meninggalkan memar pada gigitan Argulus foliaceus ini dan biasanya ikan akan
menggosokkan tubuh pada suatu benda keras di sekitarnya. Gejala lainnya yaitu
ikan kehilangan nafsu makan sehingga terlihat malas, kulit ikan berubah warna
(biasanya memucat), ikan menjadi gelisah dan meluncur kesana-kemari, ikan
sering menggosok-gosokkan badannya ke permukaan benda keras, terdapat bekas
gigitan dan memar merah pada tubuh ikan, dan terlihat parasit yang menempel
pada tubuh ikan. Pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mensterilisasi
tempat ikan yang terkontaminasi oleh Argulus sp. dengan larutan chlorin agar
terbebas dari argulus yang hidup dan menempel di daerah tersebut. Cara yang
paling efektif untuk mencegah serangan parasit ini adalah dengan melakukan
pengeringan dan pengapuran kolam serta penyaringan air. Sedangkan
pengendaliannya dapat dilakukan dengan menggunakan larutan garam (NaCl) atau
larutan garam ammoniak (NH4Cl) garam berfungsi untuk menghambat
perkembangan parasit. Pencegahan dapat dilakukan dengan menambahkan garam
dapur 0,5-1,0 g/l pada air tempat hidupnya. Kalau ikan sudah terserang,
pengobatan dapat dilakukan dengan perendaman ikan dalam larutan garam dapur
20 g/l, atau PK 2-5 mg/l selama 30 menit. Perlakuan pengobatan harus dilakukan
setiap hari hingga kutu ikan benar-benar habis(Yuasa, 2003).

Cara yang paling efektif untuk mencegah serangan parasit ini adalah dengan
melakukan pengeringan dan pengapuran kolam serta penyaringan air. Demikian
pula dengan perendaman ikan dalam larutan bromex 0,1 - 0,2 ppm. Perendaman
dalam larutan lindane 0,01 - 0,02 ppm sudah dapat membunuh Argulus sp. yang
berenang bebas dalam waktu 5 jam, sedangkan dosis 0,013 ppm terbukti dapat
membunuh secara total setelah 48 jam. Perendaman dalam larutan neguvon 1 gram
per liter air selama 10-30 menit cukup ampuh untuk memberantas parasit ini.
Organisme ini biasanya dapat diberantas dengan menggunakan penjepit sejenis
pinset untuk melepaskannya dari tubuh ikan. telur-telur dan larvanya, dapat
dibunuh dengan cara mengeringkan atau memberikan kapur ke dasar kolam. Dosis
kapur yang diberikan adalah 200 gram per meter persegi dan dibiarkan selama 5 -
6 hari. Jenis obat yang cukup efektif untuk memberantas argulus adalah Neguvon,
yang berbentuk tepung (serbuk) buatan Bayer, Jerman. Cara penggunaannya
adalah dengan memandikan ikan didalam larutan Neguvon dengan dosis 1 gram
per liter air, selama 10 - 30 menit(Nuchjangreed et al. 2006).

 Cymothoa exigua

Cymothoa exigua adalah crustacea parasit yang termasuk dalam famili


Cymothoidae. Parasit ini memasuki ikan melalui insang, dan kemudian menempel
di lidah ikan. Parasit betina menempel di lidah, sementara parasit jantan menempel
di lengkungan insang di bawah dan di belakang parasit betina. Cymothoa exigua
betina memiliki panjang sekitar 8–29 milimeter (0.3–1.1 in) dan lebar sekitar 4–14
mm (0,16–0,55 in), sementara yang jantan memiliki panjang sekitar 7.5–15 mm
(0.3–0.6 in) dan lebar sekitar 3–7 mm (0,12–0,28 in). Klasifikasi Cymothoa exigua
menurut (Schiødte & Meinert, 1884) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Arthopoda

Kelas : Malacostraca

Ordo : Isopoda

Famili : Cymothoidae

Genus : Cymothoa

Spesies : Cymothoa exigua

Gambar 5. Cymothoa exigua (Doc) Gambar 6. Cymothoa exigua


(Internet)

Parasit ini menghisap darah melalui cakarnya di depan, sehingga lidah ikan
mengalami atrofi akibat kekurangan darah. Cymothoa exigua kemudian
menggantikan lidah ikan dengan menempelkan tubuhnya sendiri ke otot potongan
lidah. Ikan yang menjadi inang kemudian mampu menggunakan parasit tersebut
seperti lidah biasa. Tampaknya parasit ini tidak mengakibatkan kerusakan lain bagi
ikan yang menjadi inangya. Begitu C. exigua menjadi lidah pengganti, beberapa
parasit menghisap darah inangnya, sementara banyak parasit lainnya yang
memakan ingus inangnya. Parasit ini sejauh ini merupakan satu-satuna parasit yang
menjadi organ pengganti. Terdapat banyak spesies Cymothoa, namun hanya C.
exigua yang menggantikan lidah inangnya. Tidak banyak yang diketahui mengenai
siklus hidup C. exigua. Spesies ini menunjukkan reproduksi seksual. Kemungkinan
spesies yang masih muda pertama-tama menempel di insang ikan dan menjadi
jantan. Begitu dewasa, C. exigua menjadi betina, dan perkawinan kemungkinan
terjadi di insang. Jika tidak ada betina, dengan adanya sepasang jantan, satu jantan
dapat menjadi betina setelah panjangnya membesar menjadi 10 mm. Spesies betina
lalu memasuki mulut ikan dan menempel di lidahnya. Cara penanganannya yaitu
melalui pengendalian kualitas air (Yuasa, 2003).

 Anisakis sp.

Anisakis Sp. merupakan penyakit parasit dari saluran pencernaan manusia


biasanya ditandai dengan gejala sakit pada abdomen, kejang dan muntah, oleh
karena mengkonsumsi makanan mentah atau ikan laut yang belum diolah, yang
mengandung larva cacing ascaridoid. Larva yang motil bergerak menembus
dinding lambung menimbulkan lesi atau ulkus akut disertai dengan mual, muntah
dan sakit epigastrik, kadang disertai dengan hematemesis. Larva ini mungkin
migrasi ke atas dan menempel di dinding orofaring dan menyebabkan batuk. Di
usus halus, larva menimbulkan abses eosinofil, dengan gejala menyerupai
apendisitis atau enteritis. Pada saat larva menembus masuk rongga peritoneal,
jarang sekali mengenai usus besar. Diagnosa dibuat dengan menemukan larva
dengan panjang 2 cm yang masuk kedaerah orofaring atau dengan menemukan
larva melalui pemeriksaan gastroskopik atau menemukan larva pada sampel
jaringan yang diambil dengan cara pembedahan. Tes serologis sedang dalam
pengembangan. Anderson (2000), mengklasifikasikan parasit Anisakis sp., sebagai
berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Nematoda

Class : Secernentea

Order : Ascaridida

Family : Anisakidae

Genus : Anisakis

Spesies : Anisakis sp.

Gambar 7. Anisakis sp. (Doc) Gambar 8. Anisakis sp.( Internet)

Morfologi cacing Anisakis sp. mempunyai warna putih, dengan panjang antara 10-
29 mm, Anisakis mempunyai bibir venterolateral yang berfungsi untuk menyerap
bahan organik dari dinding usus. Pada anterior dari Anisakis sp. terdapat boring
tooth yang berfungsi untuk melubangi dinding usus halus dan sekaligus untuk
berpegangan pada mukosa dari usus halus agar tidak lepas pada waktu kontraksi
intestinum mencerna makanan (Awik et al, 2007).

Desrina dan Kusumastuti (1996) mengemukakan bahwa saluran pencernaan ikan


merupakan organ yang paling banyak diserang oleh cacing Anisakis sp. Habitat
dan penyebaran cacing parasit usus dapat dipengaruhi oleh struktur dan fisiologis
usus sehingga mempengaruhi keberadaan dan jumlah parasit. Terdapatnya cacing
parasit pada saluran pencernaan karena banyaknya sumber bahan organik yang
biasa diserap oleh cacing parasit. Makanan dari parasit nematoda adalah darah, sel
jaringan dan cairan tubuh. Hal ini dikarenakan parasit nematoda tidak dapat
merombak bahan organik yang belum disederhanakan. cacing parasit belum
mampu untuk menyederhanakan bahan organik dikarenakan tidak sempurnanya
saluran pencernaan dan enzim pencernaan cacing parasit (Roberts,2000).

Kutikula jelas terlihat beralur transversal di sepanjang tubuhnya dan tembus


cahaya. Anisakis memiliki esofagus yang lurus, berbentuk silindris atau sedikit
mengalami pelebaran di bagian posteriornya, terdiri atas dua bagian, yaitu bagian
anterior yang berupa otot dan bagian posterior yang berbentuk kelenjar, dikenal
sebagai ventrikulus. Bagian ventrikulus berhubungan dengan usus halus dan
bagian terminal dari sistem pencernaannya adalah rektum yang membuka keluar
melalui anus dengan tiga kelenjar anal besar yang berasosiasi dengan rectum
(Nuchjangreed et al. 2006).

Anisakis tidak memiliki ujung lobus yang tumpul (sekum dan appendiks) pada
pertemuan ventrikulus-sekum maupun berbagai variasi konfigurasi esofageal-
intestinal seperti pada beberapa genus lainnya dalam famili Anisakidae. Bagian
anterior berhubungan langsung dengan appendiks dan bagian posterior dengan
sekum (Meyers 1975). Nuchjangreed et al. (2006) menyatakan bahwa ekor
Anisakis jantan dewasa dapat teridentifikasi dengan jelas dengan adanya spikula
dan bursa kopulatoris. Lubang ekskresi terletak di sebelah ventral yang pada
beberapa spesies dapat berada di bagian puncak kepala pada basis ventro-lateral
bibir atau di dekat cincin saraf (Grabda 1991).

Siklus hidup cacing genus Anisakis sangat kompleks. Siklus hidup Anisakis
sebagai berikut, telur dikeluarkan oleh cacing dewasa melalui feses mamalia laut
yang berperan sebagai induk semang definitif. Telur tersebut tenggelam ke dasar
laut dan kemudian menetas menjadi larva stadium kedua. Larva stadium kedua
hidup bebas di dalam air dan dapat bertahan selama beberapa hari hingga minggu
tergantung temperatur air. Larva ini kemudian dimakan oleh krustasea laut yang
berperan sebagai induk semang antara pertama dan akan memfasilitasinya untuk
melanjutkan perkembangan hidupnya menjadi larva stadium ketiga yang infektif.
Ketika krustasea dimakan oleh ikan, larva stadium ketiga tersebut akan bermigrasi
ke berbagai jaringan induk semang antara kedua ini dan berkembang menjadi larva
stadium ketiga yang lebih maju serta tinggal menetap di organ dalam atau otot.
Saat ikan yang terinfeksi Anisakis ini dimakan oleh induk semang definitifnya,
seperti mamalia laut, larva akan dilepaskan ke dalam saluran cerna. Di dalam
saluran cerna induk semang definitifnya, larva akan mengalami pergantian kulit
(moulting), berkembang menjadi larva stadium keempat dan kemudian menjadi
dewasa. Manusia hanya bertindak sebagai induk semang asidental yang tidak
memiliki pengaruh terhadap proses transmisi parasit ini (Dixon ,2006).

Grabda (1991) menyebutkan bahwa Anisakis merupakan golongan cacing


nematoda yang berukuran besar dengan tiga buah bibir yang mengelilingi
mulutnya. Berdasarkan Koyama et al. (1969). Identifikasi cacing nematoda famili
Ansakidae dilakukan melalui perbandingan karakteristik morfologis dari masing-
masing tipe larva. Cacing Anisakis memiliki tiga buah bibir yang mengelilingi
mulutnya: satu terletak di dorsal dan dua lainnya di sisi ventro-lateral. Beberapa
spesies memiliki bibir yang dipisahkan oleh interlabia yang berukuran lebih kecil
(Grabda 1991). Adanya bibir yang berkembang baik pada famili Anisakidae
dewasa merupakan karakteristik khas yang membedakannya dari famili lain dalam
ordo Ascaridida (Meyers 1975).

Distribusi dan lokalisasi infeksi cacing ini pada ikan terbesar ditemukan pada usus
kemudian hati dan lambung dan tidak tertutup kemungkinan terjadinya infeksi
pada bagian lain dari tubuh ikan seperti sirip, paru-paru, telur di uterus dan insang.
Berdasarkan hasil observasi yang sudah pernah dilaporkan, tidak pernah ditemukan
adanya migrasi postmortem dari cacing dewasa karena cacing ini tidak dapat
bermigrasi ke daging ataupun bagian tubuh dengan tingkat vaskularisasi yang
tinggi. Dalamnya distribusi cacing ini mengindikasikan kemampuannya bermigrasi
pada lokasi yang berbeda dari organ-organ tubuh ikan (Nuchjangreed et al. 2006).

Identifikasi terhadap Anisakis dilakukan berdasarkan ciri morfologi dan ukuran


tubuhnya. Cacing yang ditemukan tampak jelas memiliki bagian kepala pada ujung
anterior tubuhnya dan kutikula yang beralur transversal pada seluruh permukaan
tubuhnya. Stadium larva infektif cacing parasit ini dapat ditemukan pada seluruh
bagian tubuh ikan terutama organ dalam dan otot sejumlah ikan konsumsi dan
yang memiliki nilai ekonomi tinggi seperti kembung, salmon, cod, makarel dan
termasuk cumi-cumi (Dixon 2006).

Gejala-gejala pada lambung bisa muncul dalam beberapa jam sesudah menelan
larva infektif. Gejala pada usus besar dan usus halus muncul dalam beberapa hari
hingga beberapa minggu tergantung dari jumlah, besar dan lokasi larva. Tindakan
pencegahan yaitu dengan hindari mengkonsumsi ikan laut yang tidak dimasak
dengan baik. Panaskan ikan laut hingga 60 ºC(140 ºF) selama 10 menit, bekukan
hingga – 35 ºC (-31ºF) atau lebih rendah selama 15 jam atau bekukan dengan cara
biasa pada – 23ºC (-10ºF) selama paling tidak 7 hari, cara ini akan membunuh
larva. Cara pengendalian yang dikembangkan akhir-akhir ini dilaksanakan dengan
sukses di Belanda. Irradiasi efektif membunuh parasit. Membersihkan dan
membuang usus (eviscerasi) ikan secepat mungkin sesudah ditangkap dapat
mengurangi jumlah larva yang masuk ke dalam otot mesenterik. Penerangan
dengan lilin direkomendasikan untuk menerangi produk ikan dimana dengan
penerangan ini parasit bisa dilihat (Dixon ,2006).

PENUTUP

Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum yang telah dilakukan adalah ektoparasit yang
ditemukan yaitu berasal dari genus Ichthyophthirius multifilis dan Argulus
foliaceus yang diperoleh dari ikan Patin, sedangkan endoparasit yang ditemukan
adalah Cymothoa spinipalpa sp. yang diperoleh dari ikan Kembung dan di
temukan Anisakis simplex pada ikan Kurisi. Ektoparasit yang ditemukan dibuat
preparat awetan untuk identifikasi parasit yaitu menggunakan pewarnaan perak
nitrat untuk Cymothoa spinipalpa dan pembuatan awetan parasit metazoan dengan
dehidrasi ethanol.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.academia.edu/13248647/LAPORAN_PARASIT_DAN_PENYAKIT_IKAN.com
diakses pada jam 13.44

Anda mungkin juga menyukai