TENTANG
OLEH :
KELOMPOK 6
4.NURHIDAYAH (B0D017048)
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat-nya dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan “Laporan praktikum
paraitologi tentang ektoparasit dan endoparasit’’dapat tepat pada waktunya, karena tanpa
pertolongan-Nya mungkin kami tidak akan dapat menyelesaikan laporan ini dengan baik.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan alam Nabi besar Muhammad
SAW, serta para sahabat dan para pengikutnya.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak terdapat
kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu kami sangat mengharapkan sumbangan
pikiran,saran dan kritikan demi kesempurnaan penyusunan laporan ini. Semoga dengan
laporan yang singkat ini dapat memenuhi harapan kita semua dan memberi manfaat bagi
para pembaca sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan,wawasan dan keterampiklan.
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu tentang parasit telah lama menunjukan peran pentingnya dalam bidang kedokteran
hewan dan manusia namun masih banyak penyakit baik pada hewan dan manusia yang
merupakan masalah kesehatan di Indonesia. Perkembangan di dunia peternakan yang tidak
diimbangi sarana dan prasarana yang mendukung, telah menambah banyaknya dearah kumuh
di perkotaan. Makin berkurangnya air bersih, pencemaran air dan tanah menciptakan kondisi
lingkungan fisik yang memungkinkan perkembangan vektor dan sumber infeksi termasuk
oleh penyakit parasitik.
Parasit adalah suatu organisme lebih kecil yang hidup menempel pada tubuh organisme
yang lebih besar yang disebut host.keberadaan parasit dalam tubuh inang atau yang biasa di
sebut dengan endoparasit adalah parasit yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dari suatu
ternak sedangkan ektoparasit atau parasit yang berada di luar tubuh inang atau host tidak akan
menyebabkan ternak sampai mengalami gangguan yang serius karena jenis parasit ini akan
lebih mudah dibasmi atau dihilangkan karena bentuknya yang nampak dari luar sehingga
mempermudah peternak untuk menghilangkannya.
Kesehatan ternak merupakan hal yang penting bagi peternakan, dimana ternak yang
sehat dapat memberikan produksi yang maksimal.program kesehatan ternak harus dilakukan
dengan terorganisir untuk mencegah kerugian akibat penyakit yang diderita oleh ternak.
Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang kita makan yang
dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel,
debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan serta gerak peristaltik
mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya.
Pemeriksaan feses di maksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun
larva infektif, guna menegakkan diagnosa pasti penyakit yang disebabkan oleh cacing, perlu
dilakukan pemeriksaan laboratorium sehingga kepastian akan penyakit yang di derita pasien
dapat diyakini kebenarannya.
Pemeriksaan feses dapat dilakukan dengan cara langsung (makroskopis) dan cara tidak
langsung (mikroskopis). Secara lansung dilakukan dengan pengamatan feses secara
makroskopis yang meliputi pengamatan pada warna, bau, dan konsistensi. Sedangkan untuk
pengamatan secara tidak lansung dilakukan dengan cara sedimentasi dan cara flotasi. Metode
ini dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya telur cacing pada feses sapi yang di
periksa.
Lalat merupakan salah satu insekta yang termaksud ordo diphtera mempunyai
sepasang sayap berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak menggunakan kakinya. Oleh
karenanya daerah jajahan lalat cukup luas. Pada saat ini telah ditemukan tidak kurang dari
60.000-100.000 spesies. Lalat termasuk ektoparasit karena keberadaannya di luar tubuh
inang.
Kutu yang paling sering menginfestasi sapi adalah dari famili Haematopinidae.
Spesies yang cukup berpengaruh pada kesehatan sapi adalah Haematopinus euryternus telah
dilaporkan menginfestasi sapi didaerah beriklim dingin sementara Haematopinus
quadripertusus pada iklim tropis dan subtropis, termasuk indonesia.
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka perlu diadakan praktikum mengenai
pemeriksaa telur cacing pada feses sapi dan dilakukan pengamatan pada ektoparasit pada sapi
dalam hal ini adalah kutu dan lalat.
1.2. Tujuan
Intruksional umum
mahasiswa dapat membedakan berbagai jenis parasit yang berhubungan dengan
bidang kesehatan dan mengenai berbagai teknik pemeriksaan laboraturium untuk
penegakan diagnosa infeksi parasit.
Intruksional khusus
Mahasiswa mampu membuat sediaan sendiri untuk mengamati ada tidaknya cacing
pada feses tersebut.
1.3. Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum pemeriksaan telur cacing pada feses sapi bali adalah
sebagai berikut:
Dapat mengetahui cara pemeriksaan telur cacing pada feses sapi dengan berbagai
metode.
Untuk mengetahui jenis ektoparasit dan ada tidaknya telur cacing pada feses sapi
tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ternak dalam dunia peternakan sangatlah rentan terhadap penyakit ternak. Penayakit
tersebut paling banyak dipengaruhi oleh parasit-parasit yang menempel pada ternak
tersebut.parasit dapat berupa hewan atau tumbuhan yaitu virus, bakteri, jamur protozoa,
cacing, dan antropoda.
Parasit terdiri dari dua macam yaitu, endoparasit dan ektoparasit. Endoparasit adalah
parasit yang hidup didalam tubuh inangnya yaitu seperti protozoa dan cacing. Ektoparasit
adalah parasit yang hidup pada bagian luar inangnya,yaitu seperti insekta.
Parasit adalah suatu organisme lebih kecil yang hidup menempel pada tubuh organisme
yang lebih besar yang disebut host.keberadaan parasit dalam tubuh inang atau yang biasa di
sebut dengan endoparasit adalah parasit yang sangat mempengaruhi pertumbuhan dari suatu
ternak sedangkan ektoparasit atau parasit yang berada di luar tubuh inang atau host tidak akan
menyebabkan ternak sampai mengalami gangguan yang serius karena jenis parasit ini akan
lebih mudah dibasmi atau dihilangkan karena bentuknya yang nampak dari luar sehingga
mempermudah peternak untuk menghilangkannya.
Sifat hidup parasit:
1. Parasit obligat: parasit berdiam secara permanen dalam hospes dan seluruh
hidupnya tergantung pada hospes yang ditumpanginya.
2. Parasit fakultatif: parasit yang tidak memerlukan satu inang untuk
menyempurnakan siklus hidupnya.
3. Parasit permanen: parasit yang ada didalam atau padasatu inang dalam siklus
hidupnya
4. Parasit temporer: parasit yang sebagian siklus hidupnya hidup bebas dan sewaktu-
waktu mencari hospes untuk mencari makan.
5. Parasit periodik: parasit yang menyerang inang untuk waktu yang pendek,atau
secara periodik untuk mendapatkan makanan.
6. Hiper parasit: parasit yang hidup pada parasit lain.
Parasit merupakan hal yang dapat mempengaruhi kesehatan ternak, penyakit parasit
yang di sebabkan oleh parasit dalam (endoparasit) dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan pada ternak, seperti anemia dan mencret, sedangkan gangguan dari ektoparasit
adalah terjadinya pendarahan pada permukaan kulit dan kulit menjadi kasar.
Sapi Bali merupakan sapi potong asli Indonesia dan merupakan hasil domestikasi dari
Banteng (bibos banteng) dan merupakan sapi asli Pulau Bali (Hardjosubroto, 2004). Sapi Bali
mempunyai ciri-ciri khusus antara lain; warna bulu merah bata, tetapi yang jantan dewasa
berubah menjadi hitam (Hardjosubroto, 2004). Satu karakter lain yakni perubahan warna sapi
jantan kebirian dari warna hitam kembali pada warna semula yakni coklat muda keemasan
yang diduga karena makin tersedianya hormon testosteron sebagai hasil produk testes
(Dalton, C. 2006)
Penyakit menjadi masalah yang mengkhawatirkan peternak dalam mengembangkan
sapi bali. Beberapa penyakit yang sering menyerang sapi bali adalah penyakit Jembrana,
Bovine Ephemeral Fever (BEF), diare ganas menular, berak darah, penyakit bali/bali ziekte
dan cacingan. Di antara penyakit -penyakit tersebut, Penyakit Jembrana dan Penyakit Bali
Ziekte merupakan penyakit khas pada sapi bali (Abu Bakar, 2012).
Cacing merupakan salah satu parasit yang menghinggapi sapi dan manusia. Penyakit
infeksi yang disebabkan oleh cacing masih tetap ada dan masih tinggi prevalensinya,
terutama di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Hal ini merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang masih perlu ditangani. Penyakit infeksi yang disebabkan cacing
itu dapat di karenakan di daerah tropis khususnya Indonesia berada dalam posisi geografis
dengan temperatur serta kelembaban yang cocok untuk berkembangnya cacing dengan baik
(Kadarsan, 2005).
Dalam identifikasi infeksinya perlu adanya pemeriksaan, baik dalam keadaan cacing
yang masih hidup ataupun yang telah dipulas. Cacing yang akan diperiksa tergantung dari
jenis parasitnya. Untuk cacing atau protozoa usus akan dilakukan pemeriksaan melalui feses
atau tinja (Kadarsan, 2005).
Feses adalah sisa hasil pencernaan dan absorbsi dari makanan yang di makan yang
dikeluarkan lewat anus dari saluran cerna. Terdiri dari air, makanan tidak tercerna, sel epitel,
debris, celulosa, bakteri dan bahan patologis, Jenis makanan serta gerak peristaltik
mempengaruhi bentuk, jumlah maupun konsistensinya.
Pemeriksaan feses adalah salah satu pemeriksaan laboratorium yang telah lama
dikenal untuk membantu klinisi menegakkan diagnosis suatu penyakit. Meskipun saat ini
telah berkembang berbagai pemeriksaan laboratorium yang modern, dalam beberapa kasus
pemeriksaan feses masih diperlukan dan tidak dapat digantikan oleh pemeriksaan lain.
Pengetahuan mengenai berbagai macam penyakit yang memerlukan pemeriksaan feses, cara
pengumpulan sampel yang benar serta pemeriksan dan interpretasi yang benar akan
menentukan ketepatan diagnosis yang dilakukan oleh klinisi (Soejoto dan soebari, 2002)
Lalat merupakan salah satu insekta yang termaksud ordo diphtera mempunyai
sepasang sayap berbentuk membran. Hanya sesekali bergerak menggunakan kakinya. Oleh
karenanya daerah jajahan lalat cukup luas. Pada saat ini telah ditemukan tidak kurang dari
60.000-100.000 spesies.
Kutu dalah ektoparasit yang kecil, tidak bersayap,dari unggas dan mamalia. Serangga
ini seringkali dibagi menjadi 2 ordo yaitu mallophaga (kutu penggigit) dan anoplura (kutu
penghisap). Kutu yang paling sering menginfestasi sapi adalah dari famili Haematopinidae.
Spesies yang cukup berpengaruh pada kesehatan sapi adalah Haematopinus euryternus telah
dilaporkan menginfestasi sapi didaerah beriklim dingin sementara Haematopinus
quadripertusus pada iklim tropis dan subtropis, termasuk indonesia.
BAB III
METODELOGI PRAKTIKUM
Cara Sedimentasi
1. Sampel fases diaduk menggunakan sendok supaya homogen
2. Diambil fases kurang lebih 2 sampai 3 gram lalu dimasukkan kedalam tabung
centrifuge
3. Tambahkan larutan NaCl fisiologis sampai 1/3 volume tabung, lalu aduklah pelan-
pelan
4. Apabila didapatkan kotoran dari sisa makanan yang mengapung dipermukaan lautan,
hendaknya diambil dan dibuang
5. Setelah bersih, tambahkan larutan NaCl fisiologis kedalam tabung sampai volume 2/3
tabung dan aduklah supaya homogen.
6. Lakukan pemusingan dengan kecepatan 2500 rpm selama kurang lebih 10 menit
setelah pemusingan berakhir, ambil tabung reaksi lalu buanglah bagian supernatanya
7. Campurkan endapan dengan sisa larutan supernatan tersebut lalu gunakan untuk
membuat sediaan secara langsung (dapat digunakan pewarna atau tanpa pewarna).
Lakukan pengamatan dibawah mikroskop.
4.2. Pembahasan
Dari pratikum yang telah kami lakukan pada hari kamis, 3 Januari 2019 di
Laboratorium Fakultas Peternakan Universitas Mataram tentang “Ektoparasit dan
Endoparasit Pada Sapi”, dimana pada pratikum ini dilakukan dengan 2 metode kerja
diantaraya yakni metode lansung (makroskopis) dan metode tidak langsung (mikroskopis).
Ke dua metode ini dilakukan oleh setiap kelompok dan feses yang digunakan pun juga
berbeda disetiap kelompok. Dalam pratikum ini kelompok kami menggunakan sample feses
sapi bali yang masih segar untuk melakukan pemeriksaan telur cacing dengan ke 2 metode
tersebut. Selain pengamatan pada telur cacing, juga diamati lalt dan kutu pada sapi dengan
metode langsung.sedangkan untuk pengamatan telur cacing dilakukan pengamatan dengan
cara sedimentasi dan flotasi.
Sistem pemeliharaan sapi bali yang kami ambil fesesnya sebagai sampel yaitu sistem
pemeliharaan secara intensif. Tipe kandang yang digunakan yaitu kandang individu atau
kandang tunggal yang merupakan model kandang satu ternak satu kandang. Pada bagian
depan ternak merupakan tempat palungan (tempat pakan dan air minum), sedangkan bagian
belakang adalah selokan pembuangan kotoran. Untuk menjaga kebersihan sapi lantai
kandang harus diusahakan tetap bersih guna mencegah timbulnya berbagai penyakit. Seluruh
bagian kandang dan peralatan yang pernah dipakai harus disuci hamakan terlebih dahulu
dengan desinfektan, seperti creolin, lysol, dan bahan-bahan lainnya.
Metode pengamatan secara tidak langsung di gunakan cara sedimentasi. Cara
sedimentasi adalah pemisahan larutan berdasarkan perbedaan BJ, dimana partikel yang
tersuspensi akan mengendap ke dasar wadah. Metode sedimentasi dilakukan dengan
memusingkan sampel atau larutan uji menggunaan centrifuge dengan kecepatan (rpm) dan
waktu tertentu, (Gandahusada, dkk., 2000). Dalam pemeriksaan telur cacing pada feses sapi
bali tidak ditemukan telur cacing maupun cacing hal yang membuat tidak ada ditemukannya
telur cacing pada feses sapi pada praktikum kali ini karena kemungkinan terjadi kesalahan
pada teknisnya atau prosedur kerja dan juga penggunanaan feses terlampaui banyak sehingga
memerlukan waktu yang banyak dalam proses pemeriksaannya. Menurut Gandahusada
(2000), metode sedimentasi dari segi proses pemeriksaannya waktu yang digunakan lebih
cepat dan juga metode sedimentasi lebih mudah untuk mendapatkan telur cacing
dibandingkan dengan metode lain.
Metode flotasi menggunakan larutan NaCl jenuh yang didasarkan atas berat jenis telur
sehingga telur akan mengapung dan mudah diamati. Metode ini digunakan untuk
pemeriksaan feses yang mengandung sedikit telur. Cara kerjanya didasarkan atas berat jenis
larutan yang digunakan, sehingga telur-telur terapung dipermukaan dan juga untuk
memisahkan partikel-partikel yang besar yang terdapat dalam feses. Dalam praktikum kali ini
metode flotasi yang kami gunakan untuk pemeriksaan telur cacing pada feses sapi kami tidak
temukan cacing hal ini menunjukkan bahwa feses sapi yang kami periksa tidak terinfeksi
cacing.
Pengamatan secara langsung dilakukan dengan mengamati secara makroskopis feses
tersebut dalam hal ini diamati dari segi warna,bau dan konsistensi feses tersebut.
Untuk pengamatan pada lalat dan kutu dilakukan pengamatan secara makroskopis dan
selanjutnya dilakukan penggambaran bentuk pada lalat dan kutu tersebut dari sisi dorsal dan
ventral.
Dari ketiga cara yang kami lakukan dengan menggunakan metode sedimentasi,
metode flotasi dan pengamatan secara makroskopis dalam pemeriksaan feses pada sapi bali
yang kami periksa tidak menemukan telur cacing (negatif) pada feses tersebut. Hal ini sesuai
dengan pendapat Kadarsan (2005) yang mengemukakan bahwa tidak terdapatnya telur cacing
pada feses sapi karna sapi tersebut dalam kondisi lingkungan yang sehat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan maka dapat disimpulkan bahwa :
Metode pemeriksaan yang digunakan pada praktikum pemeriksaan infestasi telur
cacing pada feses sapi yaitu metode sedimentasi dan metode flotasi.
Hasil praktikum yang kami lakukan dengan menggunakan dua metode tersebut tidak
ditemukan telur cacing (negatif) pada feses tersebut, hal ini menunjukkan bahwa
ternak sapi tersebut dalam sehat dan lingkungannya bersih.
5.2. Saran
Saran yang dapat kami berikan pada praktikum ini yaitu diharapkan pada semua
praktikan agar lebih teliti lagi dalam melakukan pemeriksaan telur cacing dan
pengamatan lalat dan kutu ini agar mendapatkan hasil yang diinginkan dan sesuai
dengan kondisi kesehatan pada sapi tersebut.
Pada saat melakukan pengamatan di bawah mikroskop,sediaan yang di buat harus bail
dan tidak terdapaoat gelembung udara pda obyeck glass sehingga tidak mengganggu
pengamatan.
Sebaiknya lalat yang diamati tidak di lepas supaya tidak beterbangan,namun jika ingin
mengamatinya secara langsung akan lebih baik jika lalat tersebut di buat mati terlebih
dahulu.
DAFTAR PUSTAKA