Disusun Oleh:
DAFTAR ISI............................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................2
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................2
1.2 Tujuan......................................................................................................................3
BAB II METODE....................................................................................................................4
2.1 Alat dan Bahan.........................................................................................................4
2.2 Prosedur...................................................................................................................4
BAB III HASIL.......................................................................................................................6
3.1 Hasil.........................................................................................................................6
3.2 Prinsip Dasar............................................................................................................6
3.3 Pembahasan..............................................................................................................7
BAB IV KESIMPULAN..........................................................................................................9
4.1 Kesimpulan..............................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................10
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
Membran kulit telur yang fibrinous terdapat di bawah kerabang. Membran membatasi
seluruh permukaan dalam telur dan membentuk rongga udara pada sisi tumpul telur.
Membran kulit telur bersama dengan cangkan telur membantu mempertahankan
intregitas mikrobiologi dari telur, sementara terjadinya difusi gas kedalam dan keluar
telur. Distribusi gas di dalam telur dibantu dengan pembentukan CAM yang sangat
vaskuler yang berfungsi sebagai organ respirasi embrio (Alexander, 1991).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan praktikum inokulasi virus pada telur berembrio adalah untuk
memberikan pemahaman tentang macam-macam inokulasi virus,
mengetahui bagaimana cara menginokulasikan virus pada telur ayam
berembrio, dan mengetahui ciri-ciri embrio ayam yang terinfeksi virus Pox.
3
BAB II
METODE
2.2 Prosedur
a. Adakan peneropongan (candling) pada telur yang akan digunakan. Tentukan
batas kantung udara dan letak kepla embrio. Beri 2 tanda menggunakan
pensil, satu dipuncak kanton udara dan kedua pada bagian yang berlawanan
dengan posisi embrio.
b. Letakkan telur memanjang kemudian hapus hamakan daerah tersebut dengan
mengoleskan alcohol 70%.
c. Buat lubang daerah yang telah ditandai/ kantong udara dan tempat yang sudah
diberi tanda dari bagian kulit telur menggunakan bor telur tetapi jangan
sampai merusak “shell membrane”. Hisap udara pada bagian kantong udara
menggunakan bulp karet perlahan – lahan sampai kantong udara berpindah ke
bagian atas permukaan telur yang telah ditandai. Dengan demikian akan
terbentuk kantong udara buatan.
4
d. Inokulasikan 0,2 ml suspensi virus (inoculum) ke dalam ruang antara
membrane chorioallantois dengan “shell membrane” kantong udara buatan.
Telur tersebut digoyang – goyangkan perlahan – lahan agar inoculum
menyebar rata dipermukaan CAM.
e. Tutup kembali kedua lubang dengan kolodin atau bahan penutup lainnya/cat
kuku.
f. Eramkan dalam incubator 38ºC - 39ºC dengan posisi kantong udara buatan
ada diatas. Eramkan sampai hari keenam dan kemudian disimpan dalam
refrigator sampai saat akan diamati pada praktikum selanjutnya
5
BAB III
HASIL
3.1 Hasil
Pada praktikum kali ini dilakukan inokulasi Poxvirus pada 5 telur
embrio tertunas. Inokulasi dilakukan di chorioalantois dari telur embrio tertunas
tersebut lalu di inkubasi dan di amati selama 4 hari.
Telur yang di Hari ke-1 Hari ke-2 Hari ke-3 Hari ke-4
inokulasi
1 Mati Mati Mati Mati
2 Mati Mati Mati Mati
3 Mati Mati Mati Mati
4 Hidup Mati Mati Mati
5 Hidup Hidup Mati Mati
6
virus akan mengalami proses uncoating terlebih dahulu sebelum sintesis virus baru.
Sintesis virus pada epitel kulit akan menyebabkan hiperplasi epitel dengan lesi
nodular yang dapat teramati pada CAM akibat terjadinya proses budding dan
penambahan membrane luar yang diperoleh dari membrane sel.
Metode yang dapat dilakukan untuk membiakan virus pox dapat
dilakukan dengan inokulasi pada Telur Embrio Tertunas (TET) berusia sekitar 11
bulan dengan keadaan hidup, dapat teramati pembuluh darah, dan dari induk yang
tidak divaksin
3.3 Pembahasan
Praktikum kali ini bertujuan untukmenginokulasi virus pox ke telur ayam
berembrio bagian membran chorioalanois usia 11-12 hari. Terlur berusia usia 11-12
hari merupakan usia yang pas untuk menginokulasi virus pox, dikarenakan ukuran
embrio belum terlalu besar sehingga membran chorioalntois mudah di jangkau.
Hasil yang kami dapatkan pasca inokulasi virus pox adalah dari 5 telur yang
kami inokulasi, 3 telur mengalami kematian dalam kurun waktu <24 jam, 1 telur
dalam waktu 24-48 jam, dan 1 telur dalam waktu 48-72 jam.
Menurut Ayu, dalam modulnya dikatakan bahwa kematian dibawah <24 jam
terjadi dikarenakan kontaminasi dari mikroorganisme lain. Penggunaan alat yang
tidak steril merupakan salah satu penyebabnya, adapun pengerjaan jauh dari bunsen
sehingga ada kemungkinan mikroorganisme dapat mengkontaminasi lewat udara.
Faktor lain yang menyebabkan kematian dari embrio tersebut adalah proses
pembuatan kantung udara artifisial yang menurut kami susah dikarenakan kurangnya
pengalaman dalam melakukan hal tersebut, akibatnya bisa terjadi tekanan didalam
telur yang mencederai embrio. Kesalahan pembuatan lubang pada sisi lain dari
kantung udara alami pun turut menyebabkan kematian embrio, dikarenakan bila tidak
tepat sasaran, terdapat pembuluh darah dibawah kerabang tersebut yang kemungkinan
akan tertusuk oleh bor telur dan menyebabkan pendarahan.
Pada telur yang mati dalam kurun waktu 24-72 jam dikarenakan embrio yang
lemah dan tidak dapat bertahan. Menurut Chivers dan Randall, 1969, yang
7
disampaikan kembali dalam jurnal Universitas Udayana. Sintesis virus pox pada
membran chorioalantois memiliki dua fase. Fase pertama adalah fase penyesuain
dengan host yang terjadi selama 72 jam. Fase kedua merupakan fase sintesis virus
yang terjadis selama 72-96 jam. Berkaca dari pernyataan tersebut, virus pada telur
kelompok kami belum ada yang melakukan sistesis terhadap inangnya, proses sintesis
tidak terjadi dikarenakan host terlebih dahulu mengalami kematian. Bila telur dapat
bertahan, setelah fase pertama, selama 12-24 jam virus akan melakukan replikasi dan
titer virus akan didapatkan secara maksimal dalam kurun waktu 72-96 jam setelah
fase pertama (144-168 jam pasca inokulasi) dengan perbandingan 2:1antara DNA
virus dan DNA inang
8
BAB IV
KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan, masing – masing anggota kelompok
mendapatkan hasil yang berbeda – beda pada waktu hidup embrionya. Terdapat
embrio yang mati di 24 jam, 48 jam, dan 72 jam. Perbedaan waktu hidup embrio ini
dipengaruhi oleh adanyan kontaminasi mikroorganisme lain, penggunaan alat yang
tidak steril, kesalahan pada saat pembuatan kantong udara buatan serta tidak tepat
sasaran, dan kondisi embrio yang lemah.
4.2 Saran
Diperlukan penguasaan materi terlebih dahulu sebelum melakukan praktikum
untuk kegiatan yang akan dilakukan selanjutnya, hal ini akan berpengaruh terhadap
efektivitas kerja yang dapat dilakukan pada saat melakukan praktikum sehingga
alokasi waktu dapat digunakan dengan baik juga hasil perlakuan praktikum yang
teliti.
9
DAFTAR PUSTAKA
10