Anda di halaman 1dari 8

Nama : Agung Nur Pratama

NIM : 19/445757/PN/16272
Mata Kuliah : Praktikum Parasit & Penyakit Ikan
Hari, Tanggal : Jumat, 07 Mei 2021
Asisten : Dhika Dwi Heraswati
Ilham Ramadhan

ACARA 3 – BAKTERIOLOGI

Bakteri merupakan suatu organisme prokariotik yang umumnya tidak


mempunyai klorofil, melakukan aktivitas metabolismenya sendiri, mampu melakukan
reproduksi secara aseksual dengan membelah diri (Pratama, 2018). Bakteri juga
merupakan organisme penyebab infeksi. Secara garis besar, jenis bakteri secara gram
dapat dibedakan menjadi dua yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.
Bakteri gram positif dapat mempertahankan zat warna A yang mengandung kristal ultra
violet pada saat proses pewarnaan gram, sehingga apabila diamati di bawah mikroskop
akan berwarna ungu (Syahrurachman, 2019). Hal ini terjadi karena pada saat proses
pencucian dengan alkohol dinding sel bakteri gram positif akan mengalami denaturasi
protein yang membuatnya menjadi keras dan kaku, lalu pori-porinya mengecil dan
permeabilitas menjadi berkurang (Pratama, 2018). Dinding sel bakteri gram positif
memiliki peptidoglikan dan teikhoat atau asam teikuronat dan dikelilingi oleh protein
atau envelope polisakarida (Dewi, 2020). Pada bakteri gram negatif saat pewarnaan
gram akan berwarna merah muda karena warna ungu dapat dilunturkan yang kemudian
mengikat cat gram D sebagai warna kontras (Silawati, 2018). Hal ini terjadi karena
bakteri gram negatif saat pencucian menggunakan alkohol pori-proinya tersebut akan
membesar sehingga menyebabkan permeabilitas pada dinding sel menjadi besar, dan
warna yang diserap menjadi mudah untuk dilepaskan sehingga bakteri menjadi tidak
berwarna (Pratama, 2018). Dinding bakteri gram negatif memiliki peptidoglikan,
lipopolisakarida, lipoprotein, fosfolipid, dan protein (Dewi, 2020). Struktur dinding sel
pada bakteri gram positif terdiri dari dua lapis namun memiliki lapisan peptidoglikan
yang tebal, sedangkan dinding sel bakteri gram negatif terdiri dari tiga lapis tetapi lebih
tipis. Perbedaan tersebut mempengaruhi kepekaan bakteri terhadap zat antibiotik
(Brooks et al, 2013).
Salah satu penyakit ikan yang disebabkan oleh bakteri adalah penyakit Motile
Aeromonas Septicemia (MAS) atau sering disebut penyakit bercak merah. Penyakit ini
disebabkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila yang menyerang berbagai jenis ikan air
tawar seperti lele dumbo (Clarias gariepinus), ikan mas (Cyprinus carpio), ikan gurami
(Osphronemus gouramy), dan udang galah (Macrobrachium rosenbergii) (Triyaningsih
et al., 2014). Penyakit MAS pertama kali ada di Asia Tenggara terjadi di Jawa Barat
pada tahun 1980 yang menyebabkan 82,2 ton dalam waktu satu bulan, dapat dikatakan
bahwa wabah penyakit tersebut dapat menimbulkan tingkat kematian yang tinggi (80-
100%) dalam waktu singkat (Triyaningsih et al., 2014). Menurut Arwin et al. (2016)
bakteri Aeromonas hydrophila merupakan bakteri gram negatif yang mempunyai
morfologi batang pendek dengan ukuran bervariasi (lebar: 0,8-1,0 mikron; panjang: 1,0-
3,5 mikron), tidak memiliki spora, bakteri bersifat motil karena mempunya satu flagel
(monotrichous flagela) yang keluar dari salah satu kutubnya. Sementara itu morfologi
koloni bakteri permukaannya agak menonjol, berbentuk bulat, mengkilat, krim dengan
tepi koloni entire, dan diameter 2-3 mm. Infeksi dari bakteri Aeromonas hydrophila
dapat menginfeksi keseluruhan tubuh ikan disertai dengan pendarahan organ tubuh
bagian dalam seperti pada ginjal, empedu, alat pencernaan, dan adanya cairan kuning
pada rongga perut (Arwin et al., 2016). Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi A.
Hydrophila ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku seperti berenang tidak
normal, ikan berdiam di dasar kolam/akuarium, berenang mendekati aerasi dan nafsu
makan menurun. Selain adanya perubahan tingkah laku, juga terdapat perubahan organ
eksternal dan internal, yaitu berupa adanya peradangan, kemerahan pada punggung,
rongga perut berisi cairan (dropsy) dan pembengkakan pada organ internal ikan
(Maisyaroh et al., 2018).
Dalam mengindentifikasi adanya patogen di suatu spesies diperlukan adanya
pangkal dalil yang dianggap benar, anggapan dasar yang biasa digunakan adalah
postulat Koch atau postulat Henle-Koch. Postulat Koch atau Postulat Henle-Koch
merupakan 4 kriteria yang dirumuskan Robert Koch pada tahun 1884 dan diterbitkan
pada tahun 1890. Postulat Koch berkembang pada abad ke-19 sebagai panduan umum
untuk mengindentifikasi patogen yang diisolasikan dengan teknik tertentu. Koch adalah
orang pertama yang menemukan kriteria hubungan mikroba spesifik dengan penyebab
penyakit tertentu, hal ini dikenal dengan postulat Koch yang sekarang menjadi standar
dalam penentuan penyakit menular (Padoli, 2016). Terdapat empat kriteria dalam
postulat Koch, yaitu (1) mikroorganisme tertentu selalu ditemukan berasosiasi dengan
penyakit yang ditimbulkan, (2) mikroorganisme dapat diisolasi dan ditumbuhkan
sebagai biakan murni di laboratorium, (3) biakan murni tersebut bila diinjeksikan pada
tanaman/hewan yang sesuai dapat menimbulkan penyakit, (4) mikroorganisme tersebut
dapat diisolasi kembali dari tanaman/hewan yang telat terinfeksi. Dengan terpenuhinya
keempat kriteria tersebut dapat diketahui sebab-musabab antara penyebab dan
penyakitnya. Menurut Suada & Suniti (2014), metode postulat Koch dalam menentukan
penyebab dan penyakit tertentu dapat dilakukan dengan menerapkan isolasi, inokulasi,
dan reisolasi, dan identifikasi mikroba yang berasosiasi. Setelah diketahui mikroba yang
berasosiasi dapat dilanjutkan identifikasi secara molekuler.
Dalam menghadapi infeksi bakteri pada ikan perlu adanya tindakan
pengendalian agar ikan dapat kebal terhadap serangan bakteri. Menurut Akbar & Fran
(2013), cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengendalikan penyakit bakteri pada
ikan, yaitu dengan vaksinasi, penambahan imunostimulan, dan penambahan probiotik.
Vaksinasi adalah penambahan suatu bahan antigen yang biasanya berasal dari jasad
patogen yang telah dilemahkan atau dimatikan untuk dimasukkan ke dalam tubuh ikan
agar meningkatkan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Hal ini dilakukan
dengan sengaja agar ikan mendapat kekebalan spesifik. Vaksinasi dapat menekan
angka kematian sekecil mungkin, tetapi apabila diberikan pada benih tidak memberikan
hasil maksimal karena keterbatasan sistem pertahanan tubuh yang dimilikinya. Sebagai
upaya alternatif vaksinasi diberikan pada induk untuk mengantisipasi angka kematian
benih pada umur kurang dari satu bulan sehingga terjadi transfer kekebalan maternal
pada ikan. Pengendalian berikutnya yaitu dengan penambahan imunostimulan,
imunostimulan merupakan suatu zat adjuvant yang dapat meningkatkan ketahanan
tubuh terhadap infeksi. Salah satu imunostimulan yaitu kromium (Cr) yeast, yang
berfungsi untuk mengatasi stress. Bahan ini biasanya dicampur dengan bahan pakan
sehingga diharapkan berdampak positif bagi pertahanan tubuh ikan. Imunostimulan
diberikan sebelum, bersama, atau setelah vaksinasi agar memperbesar respons imun
dengan peningkatan sirkulasi antibodi dan sejumlah sel pembentuk plak (plaque
forming cells). Dengan pemberian imunostimulan ini status kesehatan ikan lebih terjaga
sehingga dapat meningkatkan produksi melalui peningkatan ketahanan tubuh terhadap
penyakit infeksi. Pengendalian selanjutnya adalah dengan pemberian probiotik.
Probiotik merupakan mikroba yang ditambahkan di perairan, yang memiliki pengaruh
positif bagi hewan inang yang mengonsumsinya melalui penyeimbangan flora mikroba
intestinalnya. Umumnya probiotik terdiri dari bakteri heterotrofik dan atau bakteri
nitrifying. Bakteri heterotrofik adalah bakteri yang mengonsumsi oksigen untuk
menghasilkan karbondioksia dan amonia pada saat proses oksidasi. Bakteri nitrifying
mengonsumsi oksigen dan karbondioksida pada saat oksidasi amonia dengan produk
akhirnya nitrat. Saat memilih mikroorganisme yang akan dijadikan probiotik, pastikan
terlebih dahulu bahwa mikroba tersebut tidak bersifat patogen atau mengganggu inang,
tidak bersifat patogen bagi konsumen, tidak mengganggu keseimbangan ekosistem
setempat, mikroba tersebut mudah dipelihara dan diperbanyak, dan dapat berkembang
di dalam air wadah pemeliharaan ikan.
LAMPIRAN TUGAS ACARA 3

Penyakit bakteri yang disebabkan oleh Aeromonas hydrophila menimbulkan


gejala pada ikan yang ditandai dengan adanya perubahan tingkah laku seperti berenang
tidak normal, ikan berdiam di dasar kolam/akuarium, berenang mendekati aerasi dan
nafsu makan menurun. Selain adanya perubahan tingkah laku, juga terdapat perubahan
organ eksternal dan internal, yaitu berupa adanya peradangan, kemerahan pada
punggung, rongga perut berisi cairan (dropsy) dan pembengkakan pada organ internal
ikan (Maisyaroh et al., 2018). Pengendalian akibat penyakit Motile Aeromonas
Septicemia ini dapat dilakukan dengan berbagai jenis antibiotika tertentu seperti
oxytetracyclin, chloramphenicol, erythromycin, kanamycin, dan rimfamicin (Sari et al.,
2017). Selanjutnya penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus sp. memiliki gejala
seperti warna tubuh ikan yang menjadi gelap, hilang nafsu makan, hilang
keseimbangan, uni/bilateral exophthalmia dengan kornea mata berwarna pucat,
pendarah pada bagian eksternal serta luka (Taukhid et al., 2014). Pengendalian yang
dapat dilakukan terhadap penyakit Streptococcosis adalah dengan strategi preventif
yang ditentukan oleh kemampuan antigen untuk merangsang sistem kekebalan tubuh
inang secara kontinyu. Vaksin dari protein ECP (Extracellular Product) mudah
mengaktifkan respon sistem imun inang, hal ini karena dikeluarkan dari sel sehingga
lebih mudah bersentuhan dengan inang (Amrullah, 2014). Bahan toksin hasil
metabolisme ini juga relatif lebih aman karena tidak terdapat bakteri lagi di dalamnya.
Penyakit berikutnya adalah yang disebabkan oleh Vibrio sp. yang menimbulkan gejala-
gejala seperti lendir yang berlebih, hemoragik pada bagian permukaan tertentu,
berenang menyendiri, mulut kemerahan, perut kembung, sirip geripis yang disertai luka
kemerahan pada sirip dada, sirip punggung, sirip ekor, serta hati dan ginjal berwarna
pucat (Sarjito et al., 2014). Pengendalian terhadap bakteri Vibrio sp. ini dapat dilakukan
dengan perendaman menggunakan antibiotik oksitetrasiklin sebanyak 50 ppm selama
lima hari beturut-turut, dan juga diterapkan biosecurity untuk mencegah penularan
penyakit (Zaenuddin et al., 2019). Gejala penyakit selanjutnya yang ditimbulkan oleh
Pseudomonas sp. diantaranya yaitu luka pada bagian tubuh ikan, kembung, mata
menonjol (exopthalmia), warna tubuh menjadi gelap, timbul pendarahan, gerak lamban,
sirip geripis, warna tubuh pucat, hemoragik, produksi lendir berlebih, sisik terlepas, spot
putih dikelilingi zona merah (Nurjanah et al., 2014). Pengendalian yang dapat dilakukan
dari infeksi bakteri Pseudomonas sp. dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik.
Antiobiotik yang digunakan adalah antibiotik tunggal yaitu enrofloxacin. Enrofloxacin
merupakan golongan flouroquinolon yang berfungsi sebagai penghambat sintesis asam
nukleat sel mikroba. Mekanismenya yaitu dengan menghambat tahap replikasi rantai
DNA pada saat berlangsungna replikasi dan transkripsi. Pemisahan tersebut
menyebabkan terjadinya puntiran berlebihan (overwinding) pada double helix DNA
sebelum titik pisah (Nurjanah, 2014).
Postulat Koch merupakan asas dalam menentukan kriteria hubungan mikroba
spesifik dengan penyebab penyakit tertentu, sehingga dapat diketahui penentuan
penyakit menular (Padoli, 2016). Terdapat empat kriteria dalam postulat Koch, yaitu (1)
mikroorganisme tertentu selalu ditemukan berasosiasi dengan penyakit yang
ditimbulkan, (2) mikroorganisme dapat diisolasi dan ditumbuhkan sebagai biakan murni
di laboratorium, (3) biakan murni tersebut bila diinjeksikan pada tanaman/hewan yang
sesuai dapat menimbulkan penyakit, (4) mikroorganisme tersebut dapat diisolasi
kembali dari tanaman/hewan yang telat terinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar, J., dan Fran, S. 2013. Manajemen Kesehatan Ikan. Pusat Peningkatan
Pengembangan Aktivitas Instruksional Universitas Lambung Mangkurat,
Banjarmasin.
Amrullah. 2014. Imunoproteksi Vaksin Toksoid Bakteri Streptococcus agalctiae Pada
Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Institut Pertanian Bogor. Disertasi.
Arwin, M., Ijong, F.G., dan Tumbol, R. 2016. Karakteristik Aeromonas hydrophila
Yang Diisolasi Dari Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Aquatic Science &
Management. 4(2): 52-55.
Brooks, G., Morse, S., Butel, J., dan Caroll, K. 2013. Jawetz, Melnick, & Adelberg's
Medical Microbiology 26th Edition. Mc Graw Hill Medical, New York.
Dewi, O.P. 2020. Gambaran Resistensi Bakteri Gram Positif Terhadap Antibiotik (Studi
Pustaka). Teknologi Laboratorium Medis. Politeknik Kesehatan
Tanjungkarang. Karya Tulis Ilmiah.
Maisyaroh, L.A., Susilowati, T., Haditomo, A.H.C., Basuki, F., dan Yuniarti, T. 2018.
Penggunaan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana) Sebagai
Antibakteri Untuk Mengobati Infeksi Aeromonas hydrophila Pada Ikan Nila
(Oreochromis niloticus). Sains Akuakultur Tropis. 2(2): 36-43.
Nurjanah, S., Prayitno, S.B., dan Sarjito. 2014. Sensitivitas Bakteri Aeromonas sp. Dan
Pseudomonas sp. Yang Diisolasi Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio) Sakit
Terhadap Berbagai Macam Obat Beredar. Journal of Aquaculture Management
and Technology. 3(4): 308-316.
Padoli, 2016. Mikrobiologi Dan Parasitologi Keperawatan. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia, Jakarta.
Pratama, E.A. 2018. Isolasi Dan Uji Potensi Bakteri Dari Tempat Pembuangan Akhir
Sampah Sebagai Biodekomposer Dan Biofertilizer. Fakultas Pertanian
Peternakan. Universitas Muhammadiyah Malang. Skripsi.
Sari, E.T.P., Gunaedi, T., dan Indrayani, E. 2017. Pengendalian Infeksi Bakteri
Aeromonas hydrophila Pada Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Dengan
Ekstrak Rimpang Lengkuas Merah (Alpinia purpurata). Biologi Papua. 9(2):
37-42.
Sarjito, Haditomo, A.H.C., dan Prayitno, S.B. 2014. Causative Agent Vibriosis Pada
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Yang Dibudidayakan Di Kolam
Bersalinitas Rendah. Prosiding Pada Seminar Nasional Tahunan Ke-IV Hasil
Penelitian Perikanan dan Kelautan, Semarang, 1 November 2014.
Silawati, S.O. 2018. Aktivitas Antibakteri Minyak Atsiri Daun Sirih Merah (Piper
crocatum Ruiz & Pav) Terhadap Staphylococcus aureus Dan Escherichia coli
Secara In Vitro. Fakultas Kedokteran. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Skripsi.
Suada, I.K., dan Suniti, N.W. 2014. Isolasi Dan Identifikasi Patogen Getah Kuning
Manggis Melalui Pendekatan Postulat Koch Dan Analisis Secara Molekuler.
Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 14(2): 142-151.
Syahrurachman, A. 2019. Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi. Binarupa
Aksara, Jakarta.
Taukhid., Lusiastuti, A.M., dan Sumiati, T. 2014. Aplikasi Vaksin Streptococcus
agalactiae Untuk Pencegahan Penyakit Streptococcosis Pada Budidaya Ikan
Nila (Oreochromis niloticus). Berita Biologi. 13(3): 245-253.
Triyaningsih., Sarjito., dan Prayitno, S.B. 2014. Patogenisitas Aeromonas hydrophilia
Yang Diisolasi Dari Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Yang Berasal Dari
Boyolali. Journal of Aquaculture Management and Technology. 3(2): 11-17.
Zaenuddin, A., Nuraini, Y.L., Faries, A., dan Wahyuningsih, S. 2019. Pengendalian
Penyakit Vibriosis Pada Ikan Kakap Putih. Perekayasaan Budidaya Air Payau
dan Laut. 14: 77-83.

Anda mungkin juga menyukai