Anda di halaman 1dari 6

Nama : Kadek Dwi Meita Budiariani

NIT : 21.4.07.097
Prodi : PHL B Madya

Peta Konsep Bakteri Vibrio parahaemolyticus

Peta
Konsep
Bakteri

Stapylococcus aureus
Rangkuman Bakteri Vibrio parahaemolyticus

Vibrio parahaemolyticus.spp adalah salah satu spesies bakteri dari famili


Vibrionaceae yang merupakan bakteri halofilik Gram negatif berbentuk batang
(curved atau straight ), anaerob fakultatif, tidak membentuk spora, pleomorfik,
bersifat motil dengan single polar flagellum. Bakteri ini menyebabkan keracunan
makanan dan gastroenteritis (diare akut). Biasanya, pada musim panas Vibrio
parahaemolyticus relatif mudah dideteksi pada air laut, sedimen, plankton, ikan,
krustasea dan moluska yang merupakan tempat hidupnya di ekosistem. Bakteri
Vibrio parahaemolyticus hidup pada sekitaran muara sungai (brackish water atau
estuaries), pantai (coastal waters) tetapi tidak hidup pada laut dalam (deep sea).
Bakteri Vibrio parahaemolyticus pada terutama hidup di perairan Asia Timur.
Bakteri ini tumbuh pada kadar NaCl optimum 3%, kisaran suhu 5-43°C, pH 4.8-
11 dan aw 0.94-0.99. Pertumbuhan berlangsung cepat pada kondisi suhu
optimum (37°C) dengan waktu generasi hanya 9-10 menit. Bakteri Vibrio
parahaemolyticus masuk ke dalam tubuh manusia yang mengkonsumsi produk
makanan laut seperti udang, kerang, ataupun ikan mentah yang dimasak kurang
sempurna. Penularan juga dapat terjadi pada makanan yang telah dimasak
sempurna namun tercemar oleh penjamah yang pada saat bersamaan
memegang produk ikan mentah. Kasus keracunan karena mengkonsumsi
pangan tercemar Vibrio parahaemolyticus, biasanya berlangsung secara
musiman. Karena bakteri ini biasanya berkembang dengan baik pada saat suhu
lingkungan perairan di atas 15°C, maka kasus keracunan karena Vibrio
parahaemolyticus biasa terjadi pada musim panas dimana suhu permukaan laut
naik hingga mencapai di atas 15°C (McLaughlin et al., 2005). Penyakit karena
Vibrio parahaemolyticus .spp adalah gastroenteristis seperti diare (98%), kejang
bagian perut (82%), mual (71%), muntah (52%), dan demam (27%) dengan
masa inkubasi 4-96 jam dengan rata -rata 15 jam (Levineetal.1993). Sebagian
kecil kasus,bakteri ini menyebabkan kerusakan (luka) pada mukosa usus
sehingga terdapat darah pada feses penderita bahkan dapat menyebabkan
septisemia. Bahan pangan yang sering terkontaminasi oleh Vibrio
parahaemolyticus.spp adalah seafood, namun seafood yang lebih beresiko
terkontaminasi Vibrio parahaemolyticus.spp. dan dapat menyebabkan keracunan
makanan adalah seafood yang berhabitat didaerah perairan pantai terutama
pada musim panas. Vibrio parahaemolyticus.spp dapat ditemukan pada ikan,
kerang, udang, kepiting, scallop, dan oyster. Kasus penyakit yang disebabkan
oleh bakteri ini juga terjadi ketika seafood yang tidak dimasak dengan sempurna.
Penyakit dari makanan yang terkontaminasi bakteri Vibrio parahaemolyticus.spp.
memiliki gejala seperti tiba-tiba kejang perut yang berlangsung selama 48-72 jam
dengan masa inkubasi 8-72 jam. Keberadaan Vibrio parahaemolyticus.spp di
lingkungan perairan dan produk perikanan dipengaruhi oleh musim, lokasi,
polutan, jenis sampel dan metode analisis (Cooketal.2002). Konsumsi produk
perikanan mentah ataupun setengah matang bahkan produk matang namun
telah terkontaminasi Vibrio parahaemolyticus dapat menyebabkan infeksi yang
dosisnya berkisar antara 105–107 cfu/g (Centre for Health Protection, 2010).
Tidak semua Vibrio parahaemolyticus adalah patogen, sehingga Vibrio
parahaemolyticus yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia adalah yang
mengandung toksin thd atau trh yang diekspresikan dalam bentuk lisisnya sel
darah merah pada agar Wagatsuma. Mekanisme ini dikenal sebagai fenomena
Kanagawa positif yang menunjukkan adanya toksin yang dihasilkan oleh gen tdh.
V. parahaemolyticus yang diisolasi dari lingkungan tanpa kedua gen tersebut
juga menunjukkan sifat sitotoksis pada manusia (Broberg, Caldern & Orth, 2011;
Nishibuchi & Kaper, 1995; Raghnunath, 2015).

Daftar Pustaka
Kusmarwati, A., Andayani, F., & Yennie, Y. (2020). Prevalensi Vibrio
parahaemolyticus pada Udang Vaname di Unit Pengolahan Ikan Jawa
Tengah dan Jawa Timur. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan
dan Perikanan, 15(1), 21-31.

Oktavianus, S. (2013). Uji daya hambat ekstrak daun mangrove jenis Avicennia
marina terhadap bakteri Vibrio parahaemolyticus. Universitas
Hasanuddin, Makassar.

Rosnah.2015. ANALISIS Vibrio parahaemolyticus.spp PADA UDANG


VANNAMEI (Litopenaeus vannamei) BERDASARKAN LOKASI
PEMELIHARAAN DAN UMUR PANEN.skripsi . TEKNOLOGI
PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI
PANGKAJENE DAN KEPULAUAN PANGKEP : Pangkep.

Rangkuman Bakteri Stapylococcus aureus

Stapylococcus aureus merupakan salah satu bakteri patogen penting


yang berkaitan dengan virulensi toksin, invasif, dan ketahanan terhadap
antibiotik. Rahmi et al. (2015); Herlina et al. (2015) menyatakan bahwa bakteri
Stapylococcus aureus dapat menyebabkan terjadinya berbagai jenis infeksi
mulai dari infeksi kulit ringan, keracunan makanan sampai dengan infeksi
sistemik. Infeksi yang terjadi misalnya keracunan makanan karena
Staphylococcus, salah satu jenis faktor virulensi yaitu Staphylococcus enterotoxin
(Ses). Gejala keracunan makanan akibat Staphylococcus adalah kram perut,
muntah-muntah yang kadang-kadang di ikuti oleh diare (Le Loir et al. 2003).
Berdasarkan bakteri yang tidak membentuk spora, Staphylococcus aureus
termasuk dalam jenis bakteri paling kuat daya tahan. Keadaan kering pada
benang, kain, dan dalam nanah dapat tetap hidup selama 6-14 minggu
(Syahrurahman dkk., 2010). Staphylococcus aureus mudah tumbuh dalam media
dengan suhu 37°C dan kondisi aerobik. Bakteri Staphylococcus aureus tumbuh
baik pada pH 7,4 dan suhu 37°C, dapat ditumbuhkan dengan menginokulasi ke
Nutrient Broth. Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif dimana
mampu mempertahankan zat warna kristal violet pada pewarnaan gram,
sehingga saat dilakukan pengamatan akan nampak berwarna ungu. Berbentuk
kokus, jika dilihat dibawah mikroskop berbentuk seperti kelompok anggur
(Sudjito, 2018). Pada media mannitol salt agar (MSA) digunakan sebagai media
selektif untuk membedakan staphylococcus aureus dari staphylococcus lainnya
dengan ditandai adanya fermentasi mannitol pada media MSA yang akan terlihat
sebagai pertumbuhan koloni berwarna kuning dikelilingi zona kuning keemasan
(Sari, 2003). Menurut Rollando (2019), uji katalase digunakan untuk
membedakan staphylococcus dan streptococcus. Bakteri Staphylococcus aureus
merupakan penyebab infeksi yang bersifat pyogenes (pembentukan pus/nanah).
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus dapat meluas ke
jaringan sekitarnya, perluasan tersebut dapat melalui darah dan limfa bersifat
menahun serta dapat sampai pada sumsum tulang belakang (Evy, 2018).
Penyebaran bakteri ini dapat dijumpai di udara sekitar dan lingkungan terbuka.
Pada tubuh manusia bakteri Staphylococcus aureus ditemukan di hidung, ketiak,
membran mukosa, mulut dan saluran pernapasan atas. Bakteri Staphylococcus
aureus menghasilkan racun yang sulit dihancurkan dengan panas, meskipun
melakukan pemanasan dapat mematikan bakteri tetapi racun tetap bersifat
membahayakan dan menyebabkan keracunan (Febriyanti dkk., 2015).
Enterotoksin adalah racun yang diproduksi oleh bakteri Staphylococcus aureus
yang dapat menyebabkan keracunan makanan. mual, muntah dan diare
merupakan gejala awal yang timbul secara mendadak (Vasanthakumari, 2007).
Bakteri Staphylococcus aureus mempunyai kemampuan menghasilkan enzim
koagulase yaitu enzim yang dapat mengumpulkan plasma, kemampuan ini
digunakan untuk membedakannya dengan Staphylococcus yang lain. Orang
dengan penyakit kulit dan pasien luka bakar memiliki risiko tinggi terinfeksi
bakteri Staphyloccocus aureus, karena penyebaran bakteri ini dapat melalui
udara. Bakteri Staphylococcus aureus merupakan flora normal pada manusia.
Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi piogenik yaitu infeksi yang menghasilkan
nanah (pus). Infeksi ini merusak sel leukosit jenis neutrofil dengan cara
melepaskannya sehingga membentuk abses. Hal ini menjadi ciri khusus infeksi
akibat bakteri Staphylococcus aureus (Miller dan John, 2011).

Daftar Pustaka
Karimela, E. J., Ijong, F. G., & Dien, H. A. (2017). Karakteristik Staphylococcus
aureus yang di isolasi dari ikan asap pinekuhe hasil olahan tradisional
Kabupaten Sangihe. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia, 20(1),
188-198.
Hamami, L. P. (2020). Identifikasi Staphylococcus aureus Pada Ikan Asin
(Doctoral dissertation, STIKes Insan Cendekia Medika Jombang).

Anda mungkin juga menyukai