Anda di halaman 1dari 30

METODE PENGUJIAN BAKTERI EDWARDSIELLA ICTALURI PADA IKAN PATIN

(Pangasius sp.) DI STASIUN KARANTINA IKAN, PENGENDALIAN MUTU DAN


KEAMANAN HASIL PERIKANAN PALEMBANG

OLEH :
FIRNANDE (2021512009)

PROGRAM STUDI ILMU PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS PGRI PALEMBANG
2023
Abstrak
Salah satu kendala yang dijumpai pada budidaya ikan patin Pangasius sp serangan penyakit
bakterial. Enteric septicemia of catfish (ESC) adalah penyakit infeksi bakteri Edwardsiella
ictaluri yang dapat menyebabkan kematian ikan patin sampai >50%. Infeksi akut E. ictaluri
akan menyebabkan kematian pada hari ke 4 sampai hari ke 12, penyakit ESC ini juga dikenal
dengan penyakit Hole in the Head Disease karena dapat menyebabkan lesi terbuka pada
daerah kepala ikan. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui patogenisitas E. ictaluri isolat
lokal pada ikan patin. Pengujian ini dilakukan dengan cara, bakteri diinokulasikan ke media
TSA (Tryptic Soy Agar) diinkubasilkan pada suhu 25⁰C selama 24-48 jam. Setelah itu baru di
lakukan kultur murni pada media TSA miring dan media TSIA selama 24 jam, media TSA
miring digunakan untuk melakukan uji dasar seperti uji gram, uji oksidase, dan uji katalase,
sedangkan media TSIA digunakan untuk melakukan uji biokimia yang terdiri dari uji TSIA,
uji gula-gula, uji O/F, uji motilitas dan indol, uji MIO (ornithin), uji LIA, uji citrate, uji urea,
uji MRVP, uji gelatin, dan uji TSA NaCI 4%. Dari hasil pengujian diketahui bahwa sampel
patin positif terjangkit bakteri Edwardsiella ictalurid.

BAB I
PENDAHULUAN

100 Wiwik Susanti et al. / Jurnal


Akuakultur Indonesia 15 (2), 99–107
(2016)
PENDAHULUAN
Ikan patin Pangasionodon
hypophthalmus
merupakan spesies ikan air tawar
dari jenis
Pangasidae yang dapat diproduksi
secara masal
dan memiliki peluang
pengembangan skala
industri. Ikan ini menjadi salah
satu komoditas
perikanan yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi,
baik dalam segmen usaha
perbenihan maupun
usaha pembesarannya (Susanto,
2009). Propinsi
Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah
telah ditetapkan menjadi kawasan
minapolitan
berdasarkan SK Menteri Kelautan
dan Perikanan
RI nomor 35/KEPMEN-KP/2013,
ada delapan
kabupaten ditunjuk sebagai sentra
perikanan
budidaya dan ikan patin
merupakan salah satu
komoditas unggulannya. Hal ini
menjadikan
pemerintah terus mendorong agar
kedua propinsi
ini mengembangkan budidaya
ikan patin sehingga
dapat mendukung produksi ikan
patin nasional.
Namun keberhasilan
pengembangan budidaya
ikan patin ini tidak terlepas dari
berbagai
permasalahan budidaya salah
satunya adanya
serangan penyakit bakterial
seperti penyakit
enteric septicemia of catsh
(ESC).
100 Wiwik Susanti et al. / Jurnal
Akuakultur Indonesia 15 (2), 99–107
(2016)
PENDAHULUAN
Ikan patin Pangasionodon
hypophthalmus
merupakan spesies ikan air tawar
dari jenis
Pangasidae yang dapat diproduksi
secara masal
dan memiliki peluang
pengembangan skala
industri. Ikan ini menjadi salah
satu komoditas
perikanan yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi,
baik dalam segmen usaha
perbenihan maupun
usaha pembesarannya (Susanto,
2009). Propinsi
Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah
telah ditetapkan menjadi kawasan
minapolitan
berdasarkan SK Menteri Kelautan
dan Perikanan
RI nomor 35/KEPMEN-KP/2013,
ada delapan
kabupaten ditunjuk sebagai sentra
perikanan
budidaya dan ikan patin
merupakan salah satu
komoditas unggulannya. Hal ini
menjadikan
pemerintah terus mendorong agar
kedua propinsi
ini mengembangkan budidaya
ikan patin sehingga
dapat mendukung produksi ikan
patin nasional.
Namun keberhasilan
pengembangan budidaya
ikan patin ini tidak terlepas dari
berbagai
permasalahan budidaya salah
satunya adanya
serangan penyakit bakterial
seperti penyakit
enteric septicemia of catsh
(ESC).
100 Wiwik Susanti et al. / Jurnal
Akuakultur Indonesia 15 (2), 99–107
(2016)
PENDAHULUAN
Ikan patin Pangasionodon
hypophthalmus
merupakan spesies ikan air tawar
dari jenis
Pangasidae yang dapat diproduksi
secara masal
dan memiliki peluang
pengembangan skala
industri. Ikan ini menjadi salah
satu komoditas
perikanan yang mempunyai nilai
ekonomis tinggi,
baik dalam segmen usaha
perbenihan maupun
usaha pembesarannya (Susanto,
2009). Propinsi
Kalimantan Selatan dan
Kalimantan Tengah
telah ditetapkan menjadi kawasan
minapolitan
berdasarkan SK Menteri Kelautan
dan Perikanan
RI nomor 35/KEPMEN-KP/2013,
ada delapan
kabupaten ditunjuk sebagai sentra
perikanan
budidaya dan ikan patin
merupakan salah satu
komoditas unggulannya. Hal ini
menjadikan
pemerintah terus mendorong agar
kedua propinsi
ini mengembangkan budidaya
ikan patin sehingga
dapat mendukung produksi ikan
patin nasional.
Namun keberhasilan
pengembangan budidaya
ikan patin ini tidak terlepas dari
berbagai
permasalahan budidaya salah
satunya adanya
serangan penyakit bakterial
seperti penyakit
enteric septicemia of catsh
(ESC).
Ikan patin Pangasius sp merupakan spesies ikan air tawar dari jenis Pangasidae yang
dapat diproduksi secara masal dan memiliki peluang pengembangan skala industri. Ikan ini
menjadi salah satu komoditas perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, baik dalam
segmen usaha perbenihan maupun usaha pembesarannya (Susanto, 2009). Namun
keberhasilan pengembangan budidaya ikan patin ini tidak terlepas dari berbagai
permasalahan budidaya salah satunya adanya serangan penyakit bakterial seperti penyakit
enteric septicemia of catfish (ESC).
Bakteri merupakan sekumpulan organisme yang tidak mempunyai membran inti sel
dan ukurannya sangat kecil dari pada organisme yang lain, serta dia berperan penting untuk
kegitan yang ada di bumi. Banyak beberapa bakteri yang dapat berguna bagi kesehatan dan
merugikan pada kesehatan sehingga bakteri tersebut membutuhkan suhu ruang agar dapat
berkembang biak yaitu dengan cara inkubator bakteri.
Bakteri dapat hidup dengan beberapa suhu yang dimana suhu tersebut sangat efektif
agar bakteri dapat berkembang. Suhu merupkan salah satu faktor lingkungan yang paling
penting untuk melakukan pertumbuhan dan kelangsungan hidup pada bakteri. Berdasarkan
tingkatan suhu tidak semuanya cocok dalam pertumbuhan dan reproduksi organisme. Dengan
demikian tinggi rendahnya suhu pada suatu lingkungan sangat penting bagi organisme
tersebut, sehingga secara umum ada 4 kelompok pembagian mikroorganisme berdasarkan
suhu lingkungan tempatnya hidup, yaitu psikrofil, mesofil, termofil, dan hipertermofil.
Psikrofil, dapat tumbuh pada 0 sampai 30 ˚𝐶, Mesofil dapat tumbuh pada suhu 25˚ sampai 40
˚𝐶 Termofil dapat tumbuh pada suhu 50 sampai 90 ˚𝐶, Hipertermofil dapat tumbuh pada suhu
90 ˚𝐶 atau lebih.
Dalam budidaya ikan Penyakit merupakan salah satu kendala yang dapat
menyebabkan penurunan tingkat produksi ikan. Perkembangan suatu penyakit dalam
akuakultur meliputi suq2wwwwwwwatu interaksi yang kompleks antara tingkat virulensi
patogen, derajat imunitas inang, kondisi fisiologi dan genetika hewan, stress dan padat tebar.
Salah satu patogen penyebab penyakit pada budidaya adalah bakteri Edwardsiella ictaluri.
Edwardsiella ictaluri merupakan bakteri penyebab terjadinya penyakit bakterial
sistematik Enteric septicemia of catfish (ESC). Penyakit ini menyerang ikan golongan catfish
seperti ikan lele, patin, dan sidat. Spesies lain yang dapat terserang yaitu ikan nila
(Oreochromis niloticus) (Soto et al., 2012). Infeksi akut E. ictaluri akan menyebabkan
kematian pada hari ke 4 sampai hari ke 12, penyakit ESC ini juga dikenal dengan penyakit
Hole in the Head Disease karena dapat menyebabkan lesi terbuka pada daerah kepala ikan
(Purwaningsih et al., 2019).
Infeksi akibat serangan bakteri E. ictaluri ditandai dengan adanya bercak merah pada
kulit, berenang yang vertikal, pembengkakan abdomen, hati pucat dan ginjal berwarna merah
kehitaman yang menyebabkan kematian pada ikan patin. Bakteri ini juga hidup dalam kolam
berlumpur selama 90 hari pada suhu 25" C, bakteri ini bersifat karier pada usus ikan yang
terinfeksi (Inglis et al., 1993 dalam Azmi et al., 2021). Berdasarkan laporan BPBAT
Mandiangin (2013), penyakit ini terdeteksi menyerang budidaya ikan patin (Pangasius
hypophthalmus) yang dianggap sebagai salah satu penyakit ikan yang serius dalam perikanan
budidaya karena dapat menyebabkan kematian hingga mencapai >50%.
Berdasarkan informasi diatas bisa dikatakan serangan penyakit merupakan isu penting
dalam kegiatan budidaya. Untuk mengatasi masalah penyakit pada budidaya ikan maka
diperlukan suatu manajemen kesehatan ikan, yang termasuk didalamnya tindakan pencegahan
dan pengobatan. Lebih lanjut, Menurut Huluan (2021), hal ini bisa dilakukan dengan cara
menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan, upaya pencegahan hama penyakit
dari luar, vaksinasi hingga penggunaan antibakteri. Penggunaan antibakteri secara kontinu
sebagai pengobatan untuk ikan yang terserang penyakit ternyata dapat memberikan efek yang
kurang baik bagi lingkungan dan ikan itu sendiri. Ningsing dan Ibrahim (2013) pernah
melaporkan bahwa sudah banyak obat antibiotik (antibakteri) yang telah beredar dipasaran
mengalami turunya efektifitasnya. Hal ini bisa terjadi karena bakteri tersebut sering terpapar
bahan kimia antibiotik, sehingga menimbulkan resistensi. Oleh karena itu diperlukan
penelitian untuk mencari bahan alternatif sebagai pengganti untuk mengurangi penggunaan
bahan antibiotik.
Karantina ikan betanggung jawab terhadap pencegahan masuk dan tersebarnya Hama
Penyakit Ikan Karantina (HPIK) di Indonesia serta mencegah keluarnya Hama dan Penyakit
Ikan (HPI) dari dalam wilayah Republik Indonesia.
Tindakan karantina bertujuan untuk membebaskan komoditas peri-kanan tersebut
dari keberadaan HPIK yang mungkin terbawa dalan proses lalu lintas ikan. Olch karena itu
perlu dilakukan diagnosa penyakit sebelum di perdagangkan dalam wilayah Republik
Indonesia
Kegiatan magang atau praktek kerja ini bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai cara pengujian bakteri patogen pada ikan serta mengetahui bakteri patogen apa saja
yang terdapat pada ikan karantina sebagai bentuk tindakan sanitary dalam mencegah
penyebaran penyakit ikan di dalam wilayah Rebuplik Indonesia.

BAB II
METODE PELAKSANAAN KEGIATAN
1. Nama Kegiatan
Kegiatannya adalah magang kampus merdeka dengan topik penyakit ikan khususnya
Metode pengujian bakteri Edwardsiella ictaluri di Stasiun karantina ikan, pengendalian mutu
dan keamanan hasil perikanan palembang
2. Bentuk Kegiatan
Kajian metode pengujian bakteri Edwardsiella ictaluri pada ikan patin (pangasius sp.) di
Stasiun karantina ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan palembang
3. Waktu dan Tempat
kegiatan ini dilaksanakan selama 3 bulan, dimulai pada tangga 18 September sampai
tanggal 15 Desember 2023 yang bertempat di SKIPM Palembang.
4. Hasil yang diharapkan
Meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam pengetahuan di bidang penyakit ikan
khususnya bakteri Edwardsiella ictaluri dengan metode pengujian bakteri pada ikan patin
(pangasius sp.) di Skipm palembang
5. Alat dan Bahan
Alat
1. Inokulasi set / disetting set
2. Inkubator
3. Lampu bunsen
4. Cawan petri
5. Tabung reaksi
6. Kaca objek
7. Peralatan gelas
8. Jarum ose
9. mikroskop
Bahan
1. Tryptic Soy Agar (TSA)
2. Alkohol 70%
3. Iodine 2%
4. Media gula gula
5. Media biokimia
6. Sampel ikan patin ( pangasius sp)
Prosedur Kegiatan
1. Preparasi sampel ikan kurang dari 3 cm
Preparasi ini dilakukan untuk spesies ikan yang berukuran dibawah 3 cm. Setelah ikan
mati kemudian ditimbang, permukaan tubuh ikan disterilisasi dengan mencelupkannya
kedalam iodine 2%, keringkan.
Dengan scapel yang terlebih dahulu dipanaskan dengan lampu Bunsen, lalu potong
menjadi 2 bagian yang sama secara vertical. Jepit salah satu hasil potongan dengan pinset
steril, Inokulasikan penampang potongan tersebut ke media TSA agar (plate) sebarkan dengan
jarum ose. Inkubasikan pada incubator suhu 27 °C dan amati koloni pada 24 jam setelah
inokulasi. Koloni dibedakan berdasarkan karakteristik dasar (warna, bentuk, tipe tepian koloni
dan ukuran). Koloni yang tumbuh dominan dimurnikan pada media TSA miring untuk
identifikasi selanjutnya.
2. Preparasi sampel ikan berukuran lebih dari 3 cm
a. Sampel Ikan yang tidak menunjukkan gejala klinis
Preparasi ini dilakukan untuk spesies ikan yang berukuran diatas 3 cm, setelah
dibunuh dan ditimbang, permukaan tubuh ikan disterilisasi dengan mengusapkan iodine 2%
pada permukaan bagian luar, kemudian keringkan dengan scapel yang terlebih dahulu
dipanaskan dengan lampu bunsen, bedah ikan secara aseptis. Ambil ginjal ikan inokulasikan
ke media TSA agar (plate) sebarkan dengan jarum ose.
Inkubasikan pada incubator suhu 27 °C dan amati koloni pada 24 jam setelah
inokulasi. Koloni dibedakan berdasarkan karakteristik dasar (warna, bentuk, tipe tepian koloni
dan ukuran). Koloni yang tumbuh dominan dimurnikan pada media TSA miring untuk
identifikasi selanjutnya.
b. Sampel Ikan yang menunjukkan gejala klinis
Preparasi ini dilakukan untuk spesies ikan yang berukuran diatas 3 cm, setelah
dibunuh dan ditimbang, permukaan tubuh ikan disterilisasi dengan mengusapkan iodine 2 %
pada permukaan bagian luar, kemudian keringkan dengan scapel yang terlebih dahulu
dipanaskan dengan lampu bunsen pada bagian yang menunjukkan gejala klinis, sayat bagian
tersebut dengan menggunakan pisau steril. Tusukkan jarum ose ke bagian yang sudah disayat,
kemudian inokulasikan ke media TSA agar (plate) sebarkan dengan jarum ose. Inkubasikan
pada incubator suhu 27 °C dan amati koloni pada 24 jam setelah inokulasi. Koloni dibedakan
berdasarkan karakteristik dasar (warna, bentuk, tipe tepian koloni dan ukuran). Koloni yang
tumbuh dominan dimurnikan pada media TSA miring untuk identifikasi selanjutnya.

3. Karateristik Koloni Target


Tabel 1.1. Karakteristik Koloni Target
TARGET WARN BENTUK STRUKTUR ELEVASI TEPI KEC
A KOLONI DALAM KOLONI KOLONI TUMB
Coklat Bulat Rough (1), 3-4
A.salmonicida gelap cembung Smooth (2), Raised Entire hari
G-fase(3)
E. tarda Tidak Circular Transparan Raised Entire 2-4
berwarna hari
Ps. anguilliseptica Keabu- Bulat Tranparan Raised Entire 24-48
abuan jam
S.iniae Abu-abu Circular Smooth Raised Entire 48
buram jam

A. Penyimpanan isolat bakteri dalam media semi solid dan tsa miring
 SEMI SOLID
1. Media
Media Semi Solid digunakan untuk menyimpan isolat bakteri dalam waktu yang lama.
media solid berwarna putih keruh dalam tabung reaksi.
2. Metoda
Penyimpanan media dilakukan dengan cara menginokulasika bakteri secara aseptis
kedalam media Semi Solid. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan Jarum Ose Steril
kemudian ditusuk pada media solid tegak. Media yang telah diinokulasi selanjutnya
diinkubasi sesuai dengan suhu 27° C.
3. Penyimpanan
Bakteri yang sudah tertanam pada semi solid diinkubasi pada suhu 27°C.
 TSA MIRING
1. Media
Media TSA Miring dilakukan untuk menyimpan isolat bakteri dalam waktu 3 (tiga)
hari. Merupakan media padat miring berwarna putih krem dalam tabung reaksi.
2. Metoda
Penyimpanan media dilakukan dengan cara menginokulasika bakteri secara aseptis
kedalam media TSA Miring. Penyimpanan dilakukan dengan menggunakan Jarum Ose Steril
kemudian distreak pada media TSA miring. Media yang telah dinokulasi selanjutnya
diinkubasi sesuai dengan suhu 27 ° C.
3. Penyimpanan
Penyimpanan isolat bakteri pada TSA miring dinkubasi pada suhu 27°C

B. Pengujian gram dengan menggunakan KOH 3%


1. Media
Media atau reagen yang digunakan dalam pengujian gram adalah KOH 3 % (B.4)
Media ini digunakan untuk membedakan bakteri gram (+) dengan bakteri gram (-)
berdasarkan lendir atau gel yang terbentuk saat isolate bakteri dicampur dengan КОН 3 %.

2. Metode
Teteskan KOH 3 % pada slide glass, ambil isolat murni bakteri dengan menggunakan
jarum ose. Campurkan isolat tersebut dengan KOH 3%. Amati pembentukan lendir yang
terjadi pada saat pencampuran isolate bakteri dengan КОН 3%
3. Pembacaan Hasil
 Organisme atau bakteri gram (+) : Tidak terbentuk lendir saat dicampurkan dengan
KOH 3%.
 Organisme atau bakteri gram (-) : Berlendir / terbentuk lendir saat dicampur dengan
КОН 3%.
C. Pengujian gram dengan menggunakan pengecatan gram
1. Media
Pengecatan gram merupakan metode pewarnaan gram yang merupakan bentuk dasar
untuk pengujian dan identifikasi bakteri. Pengecatan gram akan membedakan bakteri menjadi
2 kelompok yaitu bakteri gram (+) dan gram (-). Media atau bahan yang digunkan adalah
Gram A ( Larutan cat hucker's cristal violet) (B.19) ; Gram B (Larutan lugol iodine) (B.22);
Gram C (Alkohol 96 %) (B.19); Gram D (Safranin) (B.10).
2. Metode
Buat preparat ulas dari biakan murni bakteri yang akan diuji. Basahi preparat ulas
tersebut dengan Aquades selama 0.5 menit tetesi dengan Gram A 0.5 menit. Cuci preparat
dengan air mengalir kemudian tambakan Gram B selama 0.5 menit. Cuci dengan air mengalir
dan tambahakan Gram C selama 0.5 menit. Bilas preparat dengan air mengalir kemudian
tambahkan Gram D selama 0.5 menit. Setelah itu bilas preparat dan kering anginkan,
selanjutnya amati dibawah mikroskop.
3. Pembacaan Hasil
 Organisme atau bakteri gram (t) akan berwarna Ungu
 Organisme atau bakteri gram (- akan berwarna Merah.
D. Pengujian oksidase
1. Media
Pengujian oksidase berfungsi untuk mengetahui bakteri mempunyai enzim oksidase.
Pengujian oksidase menggunakan kertas saring yang sudah direndam dengan larutan
N,N,N,N,-Tetramethyl-p-Phenylenediamine dihydrochlorida.
2. Metoda
Biakan atau isolate bakteri yang murni diambil dengan menggunakan jarum ose steril,
kemudian dioleskan pada kertas saring yang mengandung reagent N,N,N,N,-Tetramethyl-p-
Phenylenediamine dihydrochlorida. Amati perubahan warna koloni bakteri yang terjadi pada
saat bereaksi dengan kertas saring.
3. Pembacaan Hasil.
 Koloni bakteri yang bersifat oksidase (+) akan berubah warna menjadi biru atau ungu
dalam waktu kurang dari 10 detik.
 Koloni bateri yang bersifat oksidase (-) tidak terjadi perubahan warna.
E. Pengujian katalase
1. Media
Pengujian katalase meggunakan regent Hidrogen Perioksida (H202 3 %). Hidrogen
Perioksida bersifat toksik terhadap sel karena menginaktivasikan enzim dalam sel. Katalase
merupakan enzim yang digunakan mikroorganisme untuk menguraikan Hidrogen perioksida
menjadi H20 dan 02.
2. Metoda
Teteskan H202 3 % pada slide glass. Ambil isolat murni bakteri dengan Tusuk gigi
steril kemudian campurkan dengan H202 3 %. Amati pembentukan gelembung udara yang
terjadi pada saat koloni bakteri bercampur atau bereaksi dengan H202 3 %.
3. Pembacaan Hasil
 Bakteri atau organisme yang bersifat katalase (+) akan terjadi gelembung udara
 Bakteri atau organisme yang bersifat katalase (-) tidak terjadi gelembung udara
F. Pengujian gula-gula
1. Media
Pengujian media gula-gula (Glukosa, Laktosa, Galaktosa, Inositol, Sorbitol,
Arabinosa, Sukrosa, Fruktosa, Maltosa, Trehalose, Xylose, Manitol, Aesculin, Dulcitol,
Adonitol, Refinosa) dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri dalam mengurai
karbohidrat (gula-gula) menghasilkan asam dan gas. Media gula-gula (M.18 - M.22)
merupakan media cair (liquid) yang berwarna merah dalam tabung reaksi.
2. Metoda
Pengujian media gula-gula dilakukan dengan cara menginokulasika bakteri secara
aseptis kedalam media gula-gula. Inokulasi dilakukan dengan menggunakan Jarum Ose Steril
kemudian dicelupkan pada masing-masing media gula-gula. Media yang telah dinokulasi
selanjutnya diinkubasi sesuai dengan suhu 27° C selama 24 Jam.
3. Pembacaan Hasil
Gula-gula (+) apabila warna media berubah menjadi kuning (acid) dan gula-gula (-)
apabila tidak terjadi perubahan warna pada media (Alkaline).
Ket: (-) = Merah (tidak terfermentasi)
(+) = Kuning ( terfermentasi)

G. Pengujian O/F
1. Media
Pengujian 0/F dilakukan untuk mengetahui kemampuan bakteri dalam melakukan
respirasi (oksidatif) maupun fermentasi karbohidrat (glukosa). Media O/F (M.30) merupakan
media semi solid berwarna hijau gelap dalam tabung reaksi
2. Metoda
Media O (Oksidatif) tidak ditutup parafin cair, sedangkan media F (Fermentatif)
ditutup parafin cair. Inokulasi bakteri pada media O/F dilakukan secara aseptis dengan
menusukan jarum ose steril yang mengandung isolat bakteri lurus kedalam tabung / media
O/F. Inkubasi pada suhu 27°C.
3. Pembacaan Hasil
OF = + / + (Fermentatif / F) (Kuning / Kuning)
OF = + / - (Oksidatif / 0) (Kuning / Hijau)
OF =-/- (Not Reaction) ( Hijau / Hijau)
H. Pengujian motilitas dan indol
1. Media
Pengujian motilitas bakteri dilakukan untuk membedakan bakteri motil dengan bateri
non-motil. Motilitas bakteri dapat diamati dari pertumbuhan bakteri pada media cair. Media
yang digunakan untuk menguji motilitas bakteri adalah media Pepton. Media Pepton (M.24)
merupakan media cair berwarna bening dalam tabung reaksi.
2. Metoda
Inokulasi bakteri pada media Pepton dilakukan secara aseptis dengan mencelupkan
jarum ose steril yang mengandung isolat bakteri kedalam media Pepton. Media yang telah
diinokulasi bakteri selanjutnya diinkubasi pada suhu 27°C selama 24 jam. Setelah 24 jam
dilanjutkan uji tetes gantung, teteskan satu tetes media pepton pada cover glass kemudian
ditempelkan pada bagian tengah slide glass yang terdapat lekukan dan kemudian dibalik.
Setelah cover glass menempel pada slide glass amati dibawah mikroskop. Selanjutnya media
peptone digunakan untuk uji indol dengan menambahkan reagent kovac's sebanyak 3 tetes,
kemudian amati perubahan reaksinya.
Pembacaan Hasil
a. Motil
• Bakteri yang motil akan terlihat bergerak-gerak dibawah mikroskop
• Bakteri non-motil terlihat diam atau tidak bergerak.
b. Indol
• Indole (+) jika terbentuk cincin merah pada media pepton
• Indole (-) jika tidak terbentuk cincin merah pada media pepton.
I. Pengujian MIO (ornithin)
1. Media
Media MIO digunakan untuk pengujian ornithin. Media MIO (M.24) merupakan
media semi solid, berwarna ungu dalam tabung reaksi. Uji Ornithin dilakukan untuk
mengetahui kemampuan bakteri mengurai ornithin secara decarboxylase + atau -.
2. Metoda
Inokulasi isolate bakteri dengan menggunakan jarum ose steril kedalam tabung media
MIO. Proses inokulasi media harus dilakukan secara aseptis. Media yang telah dinokulasi
selanjutnya diinkubasi pada suhu 27°C selama 24 jam.
3. Pembacaan Hasil
Pembacaan ornithin dilakukan dengan mengamati perubahan warna pada daerah
anaerob media.
Ket :
1. NR = Tidak berubah dari media asli
2. Ornitin Decarboxilase - (Tuskan bawah kuning atas purple)
3. Ornithin decarboxylase +(tusukan kuning )
J. Pengujian TSIA (Triple Sugar Iron Agar)
1. Media
Media TSIA (M.40) merupakan media campuran untuk membedakan kelompok
Enterobacteriace berdasarkan fermentasi terhadap 3 gula yaitu glukosa, Sukrosa dan laktosa
serta produksi H2S. Fermentasi glukosa, Sukrosa dan laktosa akan menghasilkan acid, media
TSIA merupakan media miring, berwarna merah dalam tabung reaksi.
2. Metoda
Inokulasi media dengan menggunakan jarum ose steril, pertama dengan menusuk
dasar media dan kemudian melakukan streak keatas didaerah miring (slant) agar. Inkubasi
media sesuai dengan suhu 27°C selama 24 jam
3. Pembacaan Hasil
Pembacaan hasil meliputi daerah butt dan slant. Reaksi acid apabila warna media
berubah menjadi kuning. Reaksi alkaline apabila media tetap berwarna merah, pembentukan
Gas ditandai dengan naiknya dasar media atau media terpecah-pecah. Pembacaan HS
dilakukan apabila terbentuk warna hitam pada media. Media TSIA terdiri dari Glucosa1%,
Sukrosa 1% ( pada posisi tegak) dan Lactosa 1% (posisi miring), bila Glucosa, Sukrosa dan
Laktosa berbah menjadi kuning (Acid) : (F)/terfermentasi, Glucosa (kuning/acid) : (F)/
terfermentasi, Sukrosa dan Laktosa (Alkaline): Non F/tidak terfermentasi dan Glucosa,
Sukrosa dan Laktosa (Alkaline): NF (non Fermentasi).
Keterangan :
MM : Merah/Merah
K/M : Kuning/Merah
K/K : Kuning/Kuning
K. Pengujian LIA (Lysine Iron Agar)
1. Media
Media LIA (M.16) digunakan untuk melihat kemampuan bakteri dalam mengurai
lysine secara dekarboxylase dan diaminase. Reaksi lysine dekarboxylase (reaksi anaerobik
alkaline) akan menetralisir asam yang dibentuk dari fermentasi glukosa. Media LIA
merupakan media miring yang berwarna ungu dalam tabung reaksi.
2. Metoda
Inokulasi media dengan menggunakan jarum ose steril, pertama dengan menusuk
dasar media dan kemudian melakukan streak keatas didaerah miring (slant) agar. Inkubasi
media sesuai pada suhu 27°C selama 24 jam.
3. Pembacaan Hasil
Ket :
1. Lisin Decarboxylase + (tusukan kuning goresan kuning)
2. Lisin Decarboxylase - (tusukan Kuning Goresan Purple)
3. Lisin Diaminase + (tusukan kuning goresan merah)
L. Pengujan citrat
1. Media
Pengujian citrate dilakukan untuk mengetahui kemampuan tumbuh bakteri dalam
media yang menggunakan sumber karbon dari citrat. Media Citrat (M.38) merupakan media
miring ,berwarna hijau dalam tabung reaksi.
2. Metoda
Inokulasi media dengan menggunakan jarum ose steril, pertama dengan menusuk
dasar media kemudian melakukan streak keatas pada daerah miring media. Media yang telah
diinokulasi selanjutnya diinkubasi pada suhu 27°C selama 24 jam.
3. Pembacaan Hasil
 Reaksi citrate (+) akan menghasilkan reaksi alkaline dan mengubah warna media dari
hijau menjadi biru.
 Reaksi citrate (-) tidak terjadi perubahan warna pada media.
M. Pengujian urea
1. Media
Media urea (M47) digunakan untuk mengetahui suatu bakteri menghasilkan enzim
urease. Media urea berwarna kuning dalam tabung reaksi.
2. Metoda
Inokulasi isolat bakteri pada media dengan menggunakan jarum ose steril dengan cara
menusukan jarum ose kedalam media kemudian melakukan streak keatas pada daerah miring
media. Media yang telah diinokulasi selanjutnya diinkubasi pada suhu 27°C selama 24 jam.
Proses inokulasi harus dilakukan secara aseptis.
3. Hasil Pembacaan
• Urea (+) apabila media berubah warna menjadi merah.
• Urea (-) apabila media tidak berubah warna.
Keterangan : - tidak merubah media asli (kuning)
+ berubah menjadi warna pink
N. Pengujian MR-VP
1. Media
Pengujian MR-VP dilakukan untuk megetahui kemampuan bakteri menghasilkan
asam dari fermentasi glukosa ( MR ) dan mengetahui kemampuan bakteri menghasilkan
produk akhir yang netral yaitu acetil methycarbinol dari fermentasi glukosa ( VP)
menggunakan reagent MR dan VP. Media MR-VP (M.25) merupakan media cair (liquid).
2. Metoda
Inokulasikan bakteri secara aseptis kedalam media MR-VP. Inokulasi dilakukan
dengan menggunakan jarum ose steril kemudian dicelupkan pada media MR-VP. Media yang
telah diinokulasi selanjutnya diinkubasi pada suhu 27°C selama 24 jam. Selanjutnya media
MR-VP dibagi menjadi 2 tabung, satu tabung untuk uji MR dan tabung lainya untuk uji VP
(tinggi 2 cm). Untuk uji MR dan VP dengan metode sebagai berikut :
 Uji MR
Teteskan reagent MR sebanyak 3 tetes, amati perubahan warna.
 Uji VP
Tambahkan reagent VP (tinggi 1 cm) homogenkan sampai berwarna coklat susu dan
terasa hangat, kemudian tambahkan KOH 40 % ( tinggi 0.5 cm) homogenkan selama 15
menit. Amati perubahan warna.
3. Pembacaan Hasil
 Uji MR
Reaksi Positif, jika media berwarna merah,
Reaksi negative, jika media berwana kuning.
 Uji VP
Reaksi (+) jika berwarna merah
Reaksi (-) jika berwarna kuning.
Keterangan :
MR = Positif: warna merah
Negatif : tetap kuning
VP = Positif : setelah 10-15 menit merah
Negatif : tetap kuningReaksi negative,
O. Pengujian gelatin
1. Media
Pengujian gelatin digunakan untuk mengetahui kemampuan bakteri mebghasilkan
enzim proteolitik atau enzim gelatinase. Media yang digunakan adalah gelatin (M.60)
merupakan media solid, berwarna putih bening dalam tabung reaksi.
2. Metoda
Inokulasi media dengan menggunakan jarum ose steril, yang mengandung isolat
bakteri, dengan cara menusukan lurus kedalam tabung media. Inkubasi media yang telah
dinokulasi bakteri pada suhu 27°C selama 24 jam. Proses inokulasi media harus dilakukan
dalam kondisi aseptis.
3. Pembacaan Hasil
Pembacaan media gelatin dilakukan setelah media dinkubasi kemudian menyimpan
media kedalam refrigerator selama ‡ 20 menit dan selanjutnya melihat reaksi yang terjadi
pada tabung media dengan cara mengamati cairan yang terbentuk pada media.
 Gelatin (+) apabila terbentuk cairan pada media
 Gelatin (- apabila tidak terbentuk cairan pada media.
P. Pengujian NaCI 4%
1. Media
Pengujian media NaCl 4% dilakukan untuk melihat kemampuan bakteri tumbuh pada
media bersalinitas tinggi (M.18 - M.22) merupakan media agar miring yang berwarna bening
dalam tabung reaksi agar miring.
2. Metoda
Pengujian media dilakukan dengan cara menginokulasika bakteri secara aseptis
kedalam media NaCI 4%. Inokulasi dilakukan dengan menggunakan Jarum Ose Steril
kemudian distreak pada media. Media yang telah diinokulasi selanjutnya diinkubasi sesuai
dengan suhu 27 C selama 24 Jam. Namun untuk uji Bakteri A. salmonicida bila tidak tumbuh
maka akan disimpan lagi dalam inkubator suhu 37° C jam selama 24 jam.
3. Pembacaan Hasil
NaCI 4% + : Streak Tumbuh
NaCI 4% - : Streak tidak tumbuh
NaCI 4% dinkubasi suhu 25 ° C tumbuh bukan A. salmonicida
NaCI 4% diinkubasi suhu 25 ° C tidak tumbuh mengarah ke A. Salmonicida
Q. Lama retensi bakteri hasil kultur dalam media semi solid
1. Bakteri yang masuk dalam ruang lingkup di simpan selama 1 bulan dalam media semi
solid, hal ini dilakukan untuk menjaga agar bakteri tersebut tidak mati.
2. Bakteri diluar ruang lingkup di simpan selama 7 hari dalam semi solid, hal ini
dilakukan Jika terjadi komplain dari pengguna jasa maka dilakukan pengujian ulang
dari media semi solid tersebut.
3. Bakteri dalam semi solid yang merupakan koleksi, disimpan dalam lemari pendingin
dengan suhu 4-5 °C, untuk bakteri dalam ruang lingkup disimpan dalam lemari
pendingin kode B.KL.02, sedangkan Bakteri diluar ruang lingkup disimpan dalam
lemari pendingin kode B.KL.01.
4. Bakteri hasil pengujian disimpan dalam media semi solid untuk selanjutnya dikoleksi
dalam lemari pendingin dengan lama penyimpanan selama 1 (satu) bulan, jika bakteri
tersebut masuk dalam ruang lingkup dan selama 7 (tujuh) hari jika diluar ruang
lingkup.
 Bakteri koleksi yang masuk ruang lingkup akan diremajakan kembali dengan cara
ditumbuhkan dalam media tumbuh bakteri, dilakukan pengujian ulang jika
diperlukan dan disimpan kembali dalam media semisolid.
 Untuk bakteri hasil uji diluar ruang lingkup, apabila tidak ada complain dari
pengguna jasa maka akan dimusnahkan.
BAB III
HASIL KEGIATAN
Berdasarkan hasil pengujian bakteri yang telah dilakukan selama magang di
Laboratorium Pengujian Bakteri Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan
Hasil Perikanan Palembang maka didapatkan hasil sebagai berikut yang disajikan dalam
bentuk tabel 1.2.
Tabel 1.2. Hasil pengujian pada sampel ikan patin
Waktu Nama Organ target Jenis bakteri yang Keterangan
pelaksanaan ikan ditemukan
26-september 2023 Patin Ginjal dan Edwardsiella ictalur Enteric septicemia
Hati i of catfish

Hasil pengujian bakteri pada Tabel 1.2, maka dapat diketahui bahwa dari ikan patin
yang diujikan terdapat sampel ikan yang terinfeksi bakteri patogen, yaitu ditemukan jenis
bakteri Edwardsiella ictaluri . Jenis bakteri tersebut ditemukan berdasarkan hasil identifikasi
dari buku Bacterial Fish Pathogens Diseases of Farmed and Wild Fish (Austin dan Dawn,
2007).
Proses isolasi bakteri, pada sampel ikan patin dilakukan dengan cara melakukan
Preparasi sampel terlebih dahulu, preparasi ini dilakukan untuk spesies ikan yang berukuran
diatas 3 cm, setelah dibunuh dan ditimbang, permukaan tubuh ikan disterilisasi dengan
mengusapkan iodine 2% pada permukaan bagian luar, kemudian keringkan dengan scapel
yang terlebih dahulu dipanaskan dengan lampu bunsen, bedah ikan secara aseptis. Ambil
organ target seperti ginjal, hati dan otak, dengan menggunakan ose steril kemudian
diinokulasikan ke dalam media TSA (Tryptone Soya Agar) dalam cawan petri dengan cara
digoreskan. TSA merupakan media umum (non selektif) yang dapat digunakan sebagai media
pertumbuhan dengan tujuan mengamati morfologi koloni bakteri, mengembangkan kultur
murni, dan pertumbuhan untuk uji biokimia. TSA juga biasa digunakan untuk perhitungan
jumlah bakteri. Media TSA memiliki keunggulan yaitu dapat digunakan un-tuk menumbuhkan
berbagai macam jenis bakteri dikarenakan nutrisinya yang lebih banyak dibandingkan media
lain.

Gambar 1, sampel ikan patin Gambar 2, pengambilan organ target menggunakan jarum
ose

Gambar 3, proses pengolesan pada media TSA plate Gambar 4, proses inkubasi media TSA plate

Jika pada media TSA tidak terdapat Koloni bakteri yang tumbuh setelah diinkubasi,
maka hasil pengujian dikatakan nihil dan pengujian dihentikan sedangkan jika pada media
tumbuh koloni bakteri target setelah diinkubasi, maka hasil pengujian dikatakan positif dan
dilakukan pengujian tahap selanjutnya.
Kultur murni dilakukan pada media TSA miring setelah diketahui bahwa sampel ikan
terjangkit bakteri yang mengarah ke bakteri target, tujuan dari permurnian ini adalah untuk
memisahkan bakteri yang satu dengan yang lainnya sehingga didapatkan koloni yang
seragam (sejenis). Koloni bakteri yang ingin dimurnikan dapat diambil dari koloni yang
memiliki karakteristik koloni bakteri target. selanjutnya akan dilakukan uji dasar dan uji
biokimia untuk mengetahui karakteristik dan sifat-sifat biokimia dari bakteri. Uji dasar terdiri
dari 3 pengujian. yaitu uji gram, uji katalase, dan uji oksidase. Isolat bakteri untuk uji dasar
diambil dari kultur murni dalam TSA miring, sedangkan untuk pengujian biokimia, bakteri
dalam media TSA miring diinokulasikan terlebih dahulu kedalam media TSIA, setelah itu
dari media TSIA baru dilakukan uji biokimia seperti uji gula-gula, uji O/F, uji motilitas dan
indol, uji MIO (ornithin), uji LIA, uji citrate, uji urea, uji MRVP, uji gelatin, dan uji TSA
NaCI 4%.

Gambar 5, pemurnian jamur dari TSA plate ke TSA miring Gambar 6, permurnian jamur dari TSA miring ke media TSIA

Berdasarkan hasil pengujian gram, menunjukkan bahwa isolat bakteri dari sampel
ikan patin memiliki sifat gram negatif ditandai dengan timbulnya lendir pada bakteri saat
diberi reagen KOH 3%.
Hasil uji oksidase terhadap isolat dari sampel ikan patin menghasilkan positif yang
berarti bakteri memiliki enzim sitokrom oksidase dibuktikan dengan berubahnya warna kertas
saring yang digoreskan dengan bakteri menjadi warna biru keunguan.
Dari hasil pemeriksaan katalase yang dilakukan, semua isolat pada uji katalase
bernilai positif, ditandai dengan terbentuknya gelembung udara pada saat campuran H202 3%
dengan isolat bakteri.
Hasil pengujian biokimia pada sampel ikan disajikan dalam bentuk tabel 1.3. sebagai
berikut
Tabel 1.3.
No Pengujian Keterangan
1 Motilitas +
2 O/F Oksidatif
3 Citrate +
4 TSA NaCl 4% +
5 Urea +
6 Gelatin -
7 Ornithine +
8 Lysine +
9 Adonitol -
10 Arabinoa -
11 Cellobiosa -
12 Dulcitol -
13 Fruktosa -
14 Galaktosa -
15 Glukosa +
16 Inositol -
17 Laktosa -
18 Maltosa -
19 Mannitol -
20 Mannosa +
21 Melibiosa +
22 Raffinosa -
23 Rhamnosa -
24 Saccarosa -
25 Salicin -
26 Sarbitol -
27 Trehalosa +
28 Xylosa +
Dari pembacaan keseluruhan hasil pengujian pada sampel ikan patin dapat
diidentifikasikan bahwa sampel ikan patin terjangkit bakteri edwardsiella ictaluri. E. ictaluri
dapat menginfeksi inangnya secara akut, subakut, dan kronis (Cunningham et al.,2014).
Hawke et al. 2013 melaporkan bahwa pada bentuk infeksi kronis, setelah bakteri menginfeksi
kantung olfaktorius selanjutnya menyebar ke sepanjang saraf olfaktorius menuju otak,
menyebabkan meningoenchephalitis. Infeksi E. ictaluri secara akut diduga melalui mukosa
usus dan menyebabkan bakteremia. Kedua bentuk serangan penyakit ESC ini dapat
menimbulkan tingkat keparahan yang tinggi.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pengujian bakteri yang dilakukan di stasiun karantina ikan, pengendalian mutu dan
keamanan hasil perikanan palembang, maka didapatkan kesimpulan bahwa jenis bakteri
patogen yang di dapat dari pengujian pada sampel ikan patin diskipm palembang yaitu
bakteri Edwardsiella ictaluri. Dan juga bakteri ini bersifat sangat patogen pada ikan patin
(Pangasius sp) dengan menimbulkan kerusakan jaringan pada organ hati, ginjal, dan otak
serta menyebabkan ikan mengalami anemia karena menurunnya nilai hematokrit dan
hemoglobin. Infeksi bakteri ini dapat menyebabkan kematian lebih dari 50% pada ikan patin
Saran
Pada saat melakukan pengujian diharapkan dapat lebih fokus dan teliti agar hasil yang
diperoleh benar (Akurat), dan juga pengujian dilakukan secara steril untuk menghindari
terjadi nya kontaminasi dari luar.
DAFTAR PUSTAKA
Susanto. 2009. Pembenihan dan Pembesaran Patin. Jakarta, Indonesia: Penebar Swadaya.
Soto E, Griffin M, Arauz M, Riofrio A, Martinez A & Cabrejos ME. 2012. Edwardsiella
ictaluri as the causative agent of mortality in cultured Nile tilapia. Journal of Aquatic Animal
Health 24: 81-90.
Purwaningsih, U., Novita, H., Sugiani, D. & Andriyanto, S. 2019. Identifikasi dan
karakterisasi bakteri Edwardsiella ictaluri penyebab penyakit enteric septicemia of catfish
(ESC) pada ikan patin (Pangasius sp.). Journal Riset Akuakultur. 14 (1): 47- 57.
Austin, B., dan Dawn Austin. 2007. Bacterial Fish Pathogens Diseases of Farmed and Wild
Fish. Germany: Praxis Publishing.
Susanti,Wiwik.Dkk.2016.”kajian patogenisitas bakteri edwardsiella ictaluri pada ikan patin
pangasionodon hypophthalmus”,
Azmi.Dkk.2021.”virulensi bakteri edwardsiella ictaluri penyebab penyakit enteric septicemia
of catfish (esc) pada ikan patin (Pangasius pangasius)”,
Indriasari.Dkk.2020.”identifikasi bakteri edwardsiella tarda yang menginfeksi ikan lele
(clarias batrachus) pada beberapa pembudidaya ikan di kecamatan sungai raya kabupaten
kubu raya”,
Cunningham FL, Jack SW, Hardin D, Wills RW. 2014. Risk factors associated with enteric
septicemia of catfish on mississippi commercial catfish farms. Journal of Aquatic Animal
Health 26: 84-90.
Hawke JP, Kent M, Rogge M, Baumgartner W, Wiles J, Shelley J, Savolainen LC, Wagner R,
Murray K, Peterson TS. 2013. Edwardsiellosis caused by Edwardsiella ictaluri in laboratory
populations of zebrafish Danio rerio. Journal of Aquatic Animal Health 25: 171-183.

Anda mungkin juga menyukai