Anda di halaman 1dari 18

Judul : Pengaruh Penggunaan Ekstrak Gracilaria verrucose Untuk

Mencegah Infeksi Bakteri Vibrio harveyi Pada Ikan Kerapu


Cantang (Epinephelus sp)
Nama : Miftahul Jenah
Nim : 1813010003
Pembimbing I : Dr. Yudiana Jasmanindar, S.Pi, M.Si
Pembimbing II : Wesly Pasaribu, S.Pi, M.Si

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kerapu merupakan komoditas ekspor terbesar di Indonesia (Khasanah et al., 2020).
Kerapu cantang (Epinephelus sp.) merupakan ikan hasil persilangan antara kerapu macan
(Epinephelus fascoguttatus) dan kerapu kertang (Epinephelus lanceolatus) (Arif et al., 2016;
Dahlia et al., 2019). Namun, dalam usaha budidaya kerapu terdapat kendala salah satunya
akibat infeksi bakteri patogen (Fanggidae & Salosso, 2018; Pasaribu, W. & Djonu, 2021).
Penyakit bakterial penyebab kasus kematian pada budidaya ikan air laut salah satunya
diakibatkan penyakit vibriosis (Amalina et al., 2019; Ina-Salwany et al., 2019).
Penyakit vibriosis disebabkan oleh bakteri vibrio sp. (Jun & Woo, 2003; Cavallo et al.,
2013). Penyakit vibrio yang paling umum menyerang ikan kerapu antara lain V. alginolyticus,
V. parahaemolyticus, V. rotiferianus, V. harveyi dan V. vulnificus (Amalina et al., 2019).
Sedangkan bakteri vibrio yang menyerang ikan kerapu hybrida yaitu V. alginolyticus dan V.
harveyi (Mohamad et al., 2019). V. harveyi adalah bakteri gram negatif dan merupakan
bakteri patogen dalam budidaya laut (Shen et al., 2017). Infeksi penyakit ini dapat
menimbulkan kematian massal pada budidaya ikan kerapu selama 21 hari mencapai 90-
100%, dan kematian pada induk ikan kerapu dapat mencapai 40% (Yanuhar, 2009). Ikan
kerapu yang terinfeksi bakteri V. harveyi menunjukkan gejala seperti kelesuan, produksi
lendir yang berlebih, busuk sirip, penyumbatan hati dan ginjal, serta pembesaran limpa
(Mohamad et al., 2019; Amalina et al., 2019).
Pengendalian penyakit pada ikan dapat dilakukan untuk meminimalkan kerugian akibat
dampak kematian ikan. Pengendalian penyakit ikan dapat berupa pemberian antibiotik, akan
tetapi penggunaan antibiotik secara luas dan tidak terkontrol pada ikan - ikan dapat
menyebabkan residu antibiotik (Samanidou & Evaggelopoulou, 2007; Ina-Salwany et al.,
2019), dan resistensi antibiotic pada biota budidaya maupun manusia (Shao et al., 2021). Saat
ini penggunaan imunostimulan alami telah banyak digunakan untuk mengatasi penyakit ikan
budidaya (Mehana et al., 2015). Imunostimulan alami yang digunakan diantaranya berasal
dari bahan herbal (Elumalai et al., 2020). Salah satu bahan herbal adalah rumput laut G.
verrucosa (Zahra et al., 2017; Jasmanindar et al., 2018).
Rumput laut G. verrucosa merupakan salah satu bahan herbal yang sudah digunakan
untuk meningkatkan imunitas organisme budidaya seperti pada udang, (Jasmanindar et al.,
2018; Rudi et al., 2019). Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa rumput laut G. verrucosa
mengandung senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, tanin dan fenolik yang
berfungsi sebagai aktivitas antibakteri, antioksidan, anti jamur, dan antivirus (Maftuch et al.,
2016).
Jasmanindar et al. (2018) melaporkan bahwa penambahan 2 g/kg ekstrak G. verrucosa
dalam pakan udang mampu meningkatkan kekebalan dan kelangsungan tubuh udang. Hasil
penelitian Rudi et al. (2018) juga menunjukan pemberian ekstrak G. verrucosa 0,5 g/kg
dalam pakan udang`dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh dan kelangsungan hidup
udang terhadap bakteri V. harveyi. Selain pada udang, penambahan dosis 1 g/kg ekstrak G.
verrucosa pada pakan ikan lele dapat meningkatkan kelangsungan hidup ikan lele dumbo
(Puspasari, 2010).
Rumput laut G. verrucosa menjadi bahan herbal yang potensial untuk pencegahan
penyakit ikan karena G. verrucosa merupakan imunstimulan yang aman dan ramah
lingkungan. Oleh karena itu, maka penulis mengambil judul penelitian “Pengaruh
Penggunaan Ekstrak Gracilaria verrucosa Untuk Mencegah Infeksi Bakteri Vibrio harveyi
Pada Ikan Kerapu Cantang( Epinephelus sp.)”.

B. Rumusan Masalah
Kerapu merupakan salah satu komoditas ikan budidaya yang sering mengalami
kegagalan dalam budidaya karena terinfeksi bakteri patogen. Penggunaan bahan - bahan
alami saat ini sudah banyak dilakukan untuk mengobati penyakit pada ikan. Salah satu bahan
alami untuk mencegah patogen dalam budidaya ikan salah satunya adalah G. verrucosa yang
berfungsi sebagai anti bakteri, anti jamur, antivirus dan anti oksidan ( Muftuch et al., 2016).
Berdasarkan masalah dalam kegiatan budidaya ikan kerapu perlu perhatian untuk
menunjang kelancaran kegiatan budidaya tersebut, serta efektifitas ekstrak rumput laut G.
verrucosa untuk meningkatkan sistem imun pada ikan. Rumusan masalah yang dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh penggunaan ekstrak Gracilaria verrucosa untuk mencegah infeksi
bakteri Vibrio harveyi pada ikan kerapu cantang (Epinephelus sp)?
2. Berapakah dosis yang optimal penggunaan ekstrak G. verrucosa untuk mencegah infeksi
bakteri vibrio harveyi pada ikan kerapu cantang (Epinephelus sp.).

C. Tujuan
Adapun tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk menguji pengaruh dari ekstrak Gracilaria verrucosa dalam mencegah infeksi
bakteri Vibrio harveyi pada ikan kerapu cantang (Epinephelus sp.).
2. Untuk menguji pengaruh dosis yang optimal dari ekstrak Gracilaria verrucosa dalam
mencegah infeksi bakteri Vibrio harveyi terhadap ikan kerapu cantang (Epinephelus sp.).

D. Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai sumber informasi dan
pengetahuan baru mengenai manfaat dan penggunaan rumput laut sebagai obat alami untuk
mencegah penyakit infeksi bakteri pada kegiatan budidaya.
TINJAUAN PUSTAKA

A. Biologi Ikan Kerapu Cantang


Klasifikasi ikan kerapu cantang Rizkya, 2012 adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Chondrichthyes
Subkelas : Ellasmobranchii
Ordo : Percomorphi
Subordo : Percoidea
Famili : Serranidae
Genus : Epinephelus
Spesies : Epinephelus fuscoguttatus x Epinephelus lanceolatus

Gambar 1: Ikan kerapu cantang (Rochmad, 2020)


Kerapu cantang adalah spesies hibrida dari kerapu macan betina (Epinephelus
fuscoguttatus) dan kerapu kertang jantan (Epinephelus lanceolatus) yang dilakukan oleh
Budidaya Air Payau Development Center (BADC) Situbondo tahun 2009. Kerapu cantang
memiliki perbedaan yang mencolok dari kerapu macan dan kerapu kertang yaitu dapat dilihat
dari sifat fenotip dan kepribadiannya, salah satunya adalah panjang tubuh, warna tubuh, dan
pertumbuhan cepat (Jiet & Musa, 2018). Ikan kerapu cantang memiliki tubuh yang relatif
bulat, ukuran kepala sedikit lebar dari lebar tubuh, warna kulit coklat hitam dengan lima garis
melintang di seluruh tubuh, dan sirip berwarna kuning dilengkapi bintik- bintik hitam yang
tersebar di bagian kepala dan dekat sirip dada (Rizkya, 2012).
Parameter kualitas air yang baik untuk pertumbuhan ikan kerapu cantang yaitu suhu
berkisar antara 28 - 32 °C, salinitas 28 – 33 g/l, DO minimal 4 mg/l dan pH antara 7,5 - 8,5
(SNI 8036.2, 2014). Kerapu cantang memiliki beberapa keunggulan yaitu pertumbuhan yang
cepat dan memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap penyakit sehingga ikan ini banyak
dibudidayakan (Anita & Dewi, 2020).
Pada ikan sistem pertahan tubuh terhadap patogen ada dua jenis yaitu sistem imun
bawaan atau innate (spesifik) dan sistem imun adaptif (non spesifik). Sistem imun non
spesifik adalah sistem pertahanan tubuh yang mempertahankan tubuh terhadap serangan
mikroorganisme dengan memberikan respon langsung terhadap antigen, sedangkan sistem
imun spesifik adalah sistem pertahan yang memerlukan waktu untuk mengenal antigen
terlebih dahulu sebelum memberi respon. Sistem imun adaptan (nonspesifik) terdiri dari
sistem penghalang fisik (mukus, kulit, sisik dan insang) dan sistem humoral dan sel fagosit.
Sistem imun spesifik meliputi sistem adaptif humoral dan seluler. Mekanismme pertahan
humoral diperantara oleh antibodi yaitu sel- sel limfosit B (sel B). Antibodi hanya mengenal
antigen yang dikenalnya. Sedangkan sistem seluler diperantarai oleh sel limfosit T (sel T)
berperan dalam melakukan destruksi sel- sel yang terinfeksi mikroba secara intraseluler
(Gusman, 2011).

B. Bakteri Vibrio harveyi


Klasifikasi bakteri V. harveyi adalah sebagai berikut, (Zhang et al. 2020)
Kingdom : Bacteria
Division : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Vibrionales
Family : Vibrionaceae
Genus : Vibrio
Species : Vibrio harveyi

Gambar 2: Bakteri V. harveyi (Zhang et al. 2020)


Bakteri V. harveyi adalah bakteri yang berasal dari air laut dan merupakan bakteri gram
negatif yang berbentuk batang, bersifat anaerob fakultatif. Bakteri vibrio dapat ditemukan
baik di perairan air tawar maupun laut (Lund et al. 2000). Bakteri vibrio bersifat oportunis,
artinya bakteri akan menginfeksi inang pada saat kondisi tubuh inang dalam keadaan lemah.

Ciri umum vibrio yaitu berbentuk koma atau batang pendek,bengkok atau lurus, bersel
tunggal, mempunyai alat gerak berupa flagel kutub tunggal (monotonic flagel), termasuk
gram negatif, ukuran sel 1-4 µm, tidak membentuk spora, oksidase positif, katalase positif,
serta proses fermentasi karbohidratnya tidak membentuk gas. V. harveyi merupakan bakteri
patogen yang berbahaya dalam budidaya ikan ikan laut dan invetebrata terutama pada udang.
Ikan yang terinfeksi dapat menunjukan gejala seperti lesi mata/ kebutaan, nekrosis otot, borok
kulit dan penyakit busuk ekor (Zhang et al., 2020). Gejala udang windu (P. monodon) yang
terserang menunjukkan pergerakan yang lambat, terdapat bintik merah pada kaki jalan dan
kaki renang, serta bintik hitam pada bagian insang. Bakteri vibrio dapat dikultur pada media
TCBSA (Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrose Agar) (Austin, 1989).
Pada larva udang yang terinfeksi bakteri ini dapat mematikan dalam waktu 1 sampai 3
hari sejak awal dampak (Rukyani et al., 1992). Gejala awal pada ikan terinfeksi penyakit ini
adalah hilangnya nafsu makan disertai dengan warna tubuh menghitam dan kehilangan
keseimbangan yang menunjukkan perilaku berenang yang tidak normal (Tendencia dan
Lavilla-Pitogo, 2004). Pada stadia juvenil ikan laut yang terinfeksi bakteri vibrio akan
mengalami lemah dan berwarna kehitaman serta produksi lendir yang berlebihan. Pada
tingkat akut, sirip punggung dan sirip ekor permukaan kulit menghitam seperti terbakar
(Schubert, 1987).

C. Rumput Laut Gracilaria verrucosa


Klasifikasi rumput laut G. verrucosa antara lain sebagai berikut, Kurniasari et al. (2018):
Divisi : Rhodophyta
Subdivisi : Eurhodophyta
Class : Florideophyceae
Subclass : Rhodymeniphycidae
Ordo : Gigartinales
Family : Gracilariaceae
Genus : Gracilaria Grev.
Spesies : Gracillaria verrucose (Hudson) Papenfuss
Gambar 3: G. verrucose Kurniasari et al. (2018)
Rumput laut G. verrucosa termasuk kelas rhodophyceae. Rumput laut G. verrucosa
merupakan tumbuhan laut yang sifatnya tidak dapat dibedakan antara batang, daun dan akar.
Seluruh bagian tumbuhan disebut talus. Oleh karena itu rumput laut tergolong tumbuhan
tingkat rendah (Susanto dan Mucktianty, 2002). Rumput laut (makro alga) merupakan salah
satu sumber daya laut yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis yang baik. Secara
ekonomis makroalga dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan ternak, obat- obatan, pupuk
dan bahan baku industri (Kemer et al., 2015). Sedangkan secara ekologi makroalga
bermanfaat sebagai produsen utama dan menyediakan habitat bagi beberapa hewan laut
(Salosso & Jasmanindar, 2018).
Ciri umum G. verrucosa adalah tahlus silindris dengan panjang 25 cm berdiameter 0,5-
1,5 mm, halus, licin, pinggir bergerigi, membentuk rumpun radial, percabangan berseling
tidak beraturan dan memusat ke arah pangkal. Biasanya rumput laut Gracilaria dapat
dibudidaya dekat muara sungai (Sudariastuty, 2011). G. verrucosa dapat dibudidaya di
tambak karena memiliki kemampuan hidup pada perairan bersalinitas 15-30 ppt, suhu
berkisar antara 20-28˚C, serta kedalaman air 0.5-1 meter (Hendrajat et.al, 2010). Rumput laut
dari genus ini dapat mentolerir salinitas terendah hingga 15 g/L dan tertinggi 50 g/L (Rukmi,
2012).
G. verrucosa merupakan bahan alami yang dapat digunakan sebagai imunostimulan
karena mengandung komponen agar yang yaitu senyawa polisakarida (Anggadiredja, 2006).
Penggunaan G. verrucosa dinilai aman karena tidak berbahaya bagi kesehatan manusia dan
lingkungan. G. verrucosa memiliki senyawa bioaktif potensial untuk imunostimulan. Dari
hasil analisis kimia G. verrucosa menunjukkan bahwa rumput laut mengandung komponen
utama dari G. verrucosa adalah polisakarida.
Polisakarida sulfat kasar diekstraksi dari G. verrucosa berpotensi sebagai stimulator
untuk meningkatkan imunitas terhadap infeksi bakteri. Sulfat dalam G. verrucosa berikatan
dengan galaktosa sebagai galaktan sulfat, yang terbukti sebagai stimulator imun pada udang
windu yang resisten terhadap WSSV. Wongprasert et al. (2014) polisakarida rumput laut
dapat merangsang sistem imun non spesifik, dalam hal ini aktivitas fagositosis dan respirasi
burst melalui mekanisme interaksi molekul polisakarida dengan permukaan yang diperantarai
reseptor. Makroalga mengandung metabolit sekunder berupa senyawa bioaktif yang
berpotensi sebagai antibakteri, antivirus, antijamur (Zainuddin dan Malina, 2009).
METODE PENELITIAN

A. Waktu Dan Tempat


Penelitian ini dilakukan selama 60 hari yang bertempat di Laboratorium Fakultas
Kelautan dan Perikanan Universitas Nusa Cendana Kupang.

B. Alat dan Bahan


Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain; akuarium, aerator, batu
aerasi, selang aerasi, timbangan digital, fiber, ayakan halus ukuran 60 mesh, gelas ukur,
erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi, autoklaf dan oven, sedok media, busen dan
pembakar, jarum ose, lemari pendingin, mikropipet, blender, mikroskop, termometer, DO
meter, pH meter, refraktometer, penggaris, kamera, haemocytometer, sahlinometer, alat
hitung darah, pipet tetes, rotary vacuum evaporator, spuit atau suntik 1 ml. Serta bahan yang
digunakan antara lain; ikan kerapu cantang ukuran 5-7 cm, ekstrak rumput laut merah (G.
verrucosa), bakteri V. harveyi, minyak cengkeh, pakan pelet, aquades, NaCl 2%, larutan
Turk, larutan hayem, air laut, air bersih, media TCBS (Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrose),
media TSA ( Trypticase Soy Agar), eppendorf, kertas cakram

C. Rancangan Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan RAL (rancangan acak lengkap ) dengan 5
perlakuan dan 3 kali ulangan. Dosis ekstrak dalam pakan adalah sebagai berikut:
a. Perlakuan A: 0,5 g/kg ekstrak G. verrucosa pakan + infeksi V. harveyi
b. Perlakuan B: 1,5 g/kg ekstrak G. verrucosa pakan + infeksi V. harveyi
c. Perlakuan C: 2 g/kg ekstrak pakan G. verrucosa + V. harveyi
d. Perlakuan D: 2,5 g/kg ekstrak pakan G. verrucose + V. harveyi
e. Perlakuan E: terkontrol pakan pelet (tanpa ekstrak tepung G. verrucosa + infeksi bakteri
V. harveyi)

D. Prosedur Penelitian
1. Persiapan Wadah

Wadah yang digunakan dalam penelitian ini yaitu akuarium sebanyak 15 buah
sesuai dengan banyaknya unit percobaan ukuran 30 × 30 × 30 cm yang dilengkapi
aerator, selang aerasi dan batu aerasi. Sebelum digunakan akuarium dibersihkan terlebih
dahulu untuk menghilangkan kotoran. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air
laut dan kemudian diisi dalam wadah fiber dan diendapkan selama satu hari agar kotoran
tersuspensi dapat mengendap di dasar wadah. Selanjutnya air laut diisi dalam setiap
akuarium dengan volume air 27 liter.

2. Persiapan Ikan Uji


Hewan uji yang digunakan dalam penelitian adalah ikan kerapu cantang (Epinephelus
sp.) berukuran 5-7 cm sebanyak 225 ekor dimana setiap akuarium diisi 15 ekor ikan
kerapu cantang. Sebelum di masukan kedalam akuarium ikan diaklimatisasi selama 2
minggu dengan pemberian pakan kontrol. Frekuensi pemberian pakan yaitu pada pagi
dan sore hari dengan dosis pemberian pakan 5% dari bobot ikan kerapu cantang.
Parameter kualitas air diukur setiap minggu antara lain: suhu air, pH dan oksigen terlarut.

3. Pembuatan Ekstrak G. verrucosa

Metode ekstraksi mengikuti metode Zahra et al. (2017). Rumput laut G. verrucosa
dikumpulkan selanjutnya dicuci bersih menggunakan air bersih untuk menghilangkan
kotoran yang menempel, lalu rumput laut dipotong dengan ukuran ± 1 cm kemudian
ditiriskan lalu dikeringkan dibawah sinar matahari langsung selama satu minggu untuk
menghasilkan berat kering konstan. Setelah kering rumput laut G. verrucosa dihaluskan
menggunakan blender, lalu diayak menggunakan saringan ukuran 60 mesh. Selanjutnya
rumput laut yang telah halus di campur dalam pelarut etanol dengan perbandingan 1: 5
(b/v) lalu dikocok selama 24 jam menggunakan thermoshaker 130 rpm pada kecepatan
40°C, pengendapan, dan terakhir penyaringan. Filtrat yang diperoleh kemudian diuapkan
menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 50°C untuk mendapatkan ekstrak
kasar.

4. Pencampuran Ekstrak G. verrucosa Ke Dalam Pakan

Persiapan pakan ikan kerapu cantang ekstrak G. verrucosa mengikuti metode Zahra
et al. (2017) dengan semua dosis perlakuan yang telah ditentukan sebelumnya, dilarutkan
dalam 100 ml aquades yang sebelumnya dicampur dengan putih telur sebagai bahan
pengikat pada konsentrasi 2%. Larutan yang diperoleh kemudian disemprotkan secara
merata dengan 1 kg pakan komersial dan dikeringkan dalam oven pada suhu 37°C.
Pencegahan ikan kerapu cantang menggunakan ekstrak G. verrucosa yang dicampur
melalui pakan sesuai dosis yang ditentukan, kemudian melihat pengaruh ekstrak G.
verrucosa pada pakan yang efektif untuk mencegah infeksi bakteri vibrio harveyi pada
ikan kerapu cantang. Ikan kerapu cantang di pelihara dengan pemberian pakan yang telah
telah mengandung ekstrak G. verrucosa.

5. Penyediaan Bakteri V. harveyi


Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Laboratorium Badan
Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kota Kupang.
Bakteri dikultur pada media TCBS (Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrose) selama 23 jam
kemudian diidentifikasi dengan uji biokimia menurut Bergeyʼs Manual of Determinative
Bacteriology (Holt et al., 1994). Bakteri hasil identifikasi akan di Postulach Koch. Isolasi
bakteri kemudian dikultur pada media TSA + 2 % NaCl selama 24 jam kemudian
dilakukan perhitungan jumlah koloni bakteri.

6. Pengujian Patogenesis V. harveyi Pada Ikan Kerapu


Pengujian patogenisitas V. harveyi melalui penyuntikan bertujuan untuk menentukan
Lethal Doses 50 dan tingkat patogenitas yang akan digunakan saat uji tantang. Pengujian
dilakukan dengan lima perlakuan tiga ulangan. Perlakuan uji tantang diamati selama 7
hari. Berikut merupakan perlakuan LD50 V. harveyi
Va2 = V. harveyi 107 cfu/mL
Va3 = V. harveyi 106 cfu/mL
Va4 = V. harveyi 105 cfu/mL
Va5 = V. harveyi 104 cfu/mL

Pengujian LD50 dilakukan dalam akuarium dengan dua ulangan setiap dosis uji. Ikan
dipelihara sebanyak 15 ekor setiap akuarium kemudian diamati kematian kumulatif
setiap harinya. Penentuan LD50 ditentukan dengan metode Reed dan Muench (1938).

7. Infeksi dan tantang bakteri V. harveyi pada ikan kerapu cantang


Ikan kerapu cantang yang telah melalui proses aklimatisasi dan pemeliharaan
kemudian dipindahkan kedalam wadah uji untuk selanjutnya diinfeksi dengan bakteri V.
harveyi. Ikan diuji tantang dengan penyuntikan V. harveyi secara intraperitoneal
konsentrasi hasil LD50 sebanyak 0,1 ml/ ekor. 0,1 ml/ekor merupakan dosis hasil uji
patogenesis. Gejala klinis dan kematian ikan uji pasca uji tantang diamati dilakukan
selama 9 hari.
E. Parameter Yang Diamati
1. Gejala Klinis

Pengamatan gejala klinis ikan kerapu cantang yang terinfeksi bakteri V. harveyi
meliputi tingkah laku dan kondisi morfologi ikan kerapu cantang. Gejala klinis ikan
kerapu yang terinfeksi vibriosis adalah bergerak lambat, keseimbangan terganggu dan
selalu berenang di permukaan. Pengamatan yang dilakukan terhadap ikan dan morfologi
ikan kerapu cantang dilakukan pada saat infeksi bakteri V. harveyi hingga pengobatan
dengan menggunakan ekstrak G. verrucosa melalui pakan.

2. Gambaran darah
Pengambilan sampel darah dilakukan untuk mengetahui perubahan hematologi setelah
pemberian perlakuan dan setelah uji tantang. Pengambilan sampel darah ikan, sampel
darah diambil pada H0, H45, H46, H49, H52, H59. Pengambilan sampel darah melalui
pembuluh vena (bagian bawah perut) darah diambil dari pembuluh vena, diambil
menggunakan spuit secukupnya lalu dimasukkan dalam tabung eppendorf, selanjutnya
darah diambil lagi menggunakan mikropipet sebanyak 0,3 ml. Perhitungan sel darah
meliputi pemeriksaan sel darah merah, sel darah putih, total hemoglobin, dan total
hematokrit.

a. Total Sel Darah Merah


Perhitungan sel darah merah mengikuti metode Puspasari (2010). Perhitungan
dilakukan menggunakan hemocytometer. Pertama, darah diambil menggunakan pipet
eritrosit sampai skala 1. Kemudian ditambahkan larutan hayem sampai skala 101 dan
diayunkan membentuk angka 8 sampai 3-5 menit. Tetesan pertama larutan darah dibuang
kemudian darah ditetes pada hemocytometer. Menghitung jumlah sel darah merah
dimulai dari kotak kiri atas, kanan atas, kanan bawah, kiri bawah dan kotak tengah.
Rumus total sel darah merah

1
Σ𝑆𝐷𝑀 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 × × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘 𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙

b. Total Sel Darah Putih


Perhitungan total sel darah putih mengikuti metode Puspasari (2010) menggunakan
haemocytometer. Darah diambil menggunakan pipet sampai skala 0,5. Kemudian
tambahkan larutan turk's sampai skala 11, lalu diayunkan membentuk angka delapan
selama 3-5 menit. Setelah larutan tercampur rata, tetesan pertama dibuang, kemudian
teteskan larutan berikutnya pada haemocytometer. Penghitungan dimulai dari kotak kiri
atas, kanan atas, kanan bawah dan kotak kiri bawah.

1
Σ𝑆𝐷𝑃 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 × × 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑘𝑜𝑡𝑎𝑘 𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟

c. Total Hemoglobin
Pengukuran kadar hemoglobin mengikuti metode Puspasari (2010) dilakukan dengan
metode Sahli. Selanjutnya masukkan HCL 0,1 N dalam tabung hemometer sampai skala
10 (skala merah). Kemudian masukkan darah sampai skala 5 menggunakan pipet sahli.
Lalu tambahkan aquades dalam tabung sampai kedua sisi tabung hemometer warna larutan
dalam tabung sama. Untuk menentukan kadar hemoglobin baca skala kuning pada
hemometer.

d. Total Hematokrit
Perhitungan hematokrit mengikuti metode Puspasari (2010) darah diambil
menggunakan tabung hematokrit sampai volume ¾ bagian. Selanjutnya, darah disentrifuge
selama 5 menit dengan kecepatan 8000 rpm. Lalu dilakukan pengukuran volume padatan
dan volume total darah dengan menggunakan penggaris.
Rumus Kadar Hematokrit:

𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ 𝑚𝑒𝑟𝑎ℎ


𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 ℎ𝑒𝑚𝑎𝑡𝑜𝑘𝑟𝑖𝑡 = × 100 %
𝑣𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑎𝑟𝑎ℎ

3. Tingkat Kelangsungan Hidup


Tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu cantang di dihitung menggunakan rumus
persamaan (Effendi, 1997) sebagai berikut:

𝑁𝑡
𝑆𝑅 = × 100%
𝑁0

Dimana:
SR = Tingkat kelangsungan hidup (%).
Nt = Jumlah ikan yang hidup pada akhir penelitian (g).
N0 = Jumlah ikan yang hidup pada awal penelitian (g)
4. Perhitungan Pertumbuhan Mutlak
Pertumbuhan mutlak dapat dihitung dengan rumus (Zonneveld et al., 1991)

𝐿 = (𝑊𝑡 + 𝐷) − 𝑊0

Dimana:
L = Pertumbuhan mutlak (g)
W0 = Bobot ikan awal penelitian(g)
Wt = Bobot ikan akhir penelitian (g)
D = Bobot ikan mati (g)

F. Analisis Data
Data pengaruh penggunaan ekstrak G. verrucosa untuk mencegah infeksi bakteri V.
harveyi pada ikan kerapu cantang (Epinephelus sp.) diperoleh akan dianalisis menggunakan
metode ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% (a = 0,05). Uji ANOVA dilanjutkan
dengan uji perbandingan Post Hoc Duncan jika ditemukan perbedaan.
DAFTAR PUSTAKA

Amalina, N. Z., Dzarifah, Z., Amal, M. N. A., Yusof, M. T., Zamri-Saad, M., Al-saari, N.,
Tanaka, M., Mino, S., Sawabe, T., & Ina-Salwany, M. Y. (2019). Recent update on the
prevalence of Vibrio species among cultured grouper in Peninsular Malaysia.
Aquaculture Research, 50(11), 3202–3210. https://doi.org/10.1111/are.14275

Anita, N. S., & Dewi, N. N. (2020). Evaluation of hatching rate, growth performance, and
survival rate of cantang grouper (Epinephelus fuscoguttatus × lanceolatus) in a concrete
pond at Situbondo, East Java, Indonesia. IOP Conference Series: Earth and
Environmental Science, 441(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/441/1/012019

Arif, M., Suprapto, H., Muhammad Arif, C., & Sulmartiwi, L. (2016). Bacteria associated
with mass mortality of hybrid grouper Epinephelus sp. in East Java Province Indonesia.
International Journal of Fish and Aquatic Studies, 4 (6), 439-
441.http://bbapsitubondo.com

Cavallo, R. A., Acquaviva, M. I., Stabili, L., Cecere, E., Petrocelli, A., & Narracci, M.
(2013). Antibacterial activity of marine macroalgae against fish pathogenic Vibrio
species. Central European Journal of Biology, 8(7), 646–653.
https://doi.org/10.2478/s11535-013-0181-6

Dahlia, D., Suprapto, H., & Kusdarwati, R. (2019). Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Pada
Benih Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus sp.) Dari Kolam Pendederan Balai Perikanan
Budidaya Air Payau (BPBAP) Situbondo, Jawa Timur. Journal of Aquaculture and Fish
Health, 6(2), 57. https://doi.org/10.20473/jafh.v6i2.11280

Effendi, M.I. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara. Yogyakarta

Elumalai, P., Kurian, A., Lakshmi, S., Faggio, C., Esteban, M. A., & Ringø, E. (2020).
Herbal Immunomodulators in Aquaculture. Reviews in Fisheries Science and
Aquaculture, 0(0), 1–25. https://doi.org/10.1080/23308249.2020.1779651

Fanggidae, M., & Salosso, Y. (2018). Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Delima (Punica
granatum L.) Dalam Pengobatan Ikan Kerapu Cantang (Epinephelus sp.) Yang
Terserang Vibrio Alginolyticus. Jurnal Akuatik. 1, 34–42.

Gusman, E. (2011). Sistem Pertahanan Tubuh Ikan: Respon Pertahanan Adaptif, Major
Histocompatibility Complex (Mhc), Reseptor Sel T, Sitokin. Harpodon Borneo, 4(1),
54–61.

Ina-Salwany, M. Y., Al-saari, N., Mohamad, A., Mursidi, F. A., Mohd-Aris, A., Amal, M. N.
A., Kasai, H., Mino, S., Sawabe, T., & Zamri-Saad, M. (2019). Vibriosis in Fish: A
Review on Disease Development and Prevention. Journal of Aquatic Animal Health,
31(1), 3–22. https://doi.org/10.1002/aah.10045

Jasmanindar, Y., Sukenda, S., Alimuddin, A., Junior, M. Z., & Utomo, N. B. P. (2018). The
Chemical Composition of Gracilaria verrucosa Extract and its Utilization on Survival
and Growth Litopenaeus vannamei. Omni- Akuatik, 14(3), 1-9.
https://doi.org/10.20884/1.oa.2018.14.3.508
Jiet, C. W., & Musa, N. (2018). Teknik Budidaya Kerapu Cantang (Epinephelus
fuscoguttatus-lanceolatus) pada Keramba Jaring Apung di Balai Budidaya Air Payau,
Situbondo, Jawa Timur. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 10(2), 70–75.
https://doi.org/10.20473/jipk.v10i2.10466

Jun, L., & Woo, N. Y. S. (2003). Pathogenicity of vibrios in fish: An overview. Journal of
Ocean University of China, 2(2), 117–128. https://doi.org/10.1007/s11802-003-0039-7

Khasanah, M., Nurdin, N., Sadovy de Mitcheson, Y., & Jompa, J. (2020). Management of the
Grouper Export Trade in Indonesia. Reviews in Fisheries Science and Aquaculture,
28(1), 1–15. https://doi.org/10.1080/23308249.2018.1542420

Kurniasari, K. D. W. I., Arsianti, A., Nugrahayning Aziza, Y. A., Dyahningrum Mandasari,


B. K., Masita, R., Ruhama Zulfa, F., Kusumaning Dewi, M., Zahira Zagloel, C. R.,
Azizah, N. N. U. R., & Putrianingsih, R. (2018). Phytochemical analysis and anticancer
activity of seaweed gracilaria verrucosa against colorectal HCT-116 cells. Oriental
Journal of Chemistry, 34(3), 1257–1262. https://doi.org/10.13005/ojc/340308

Maftuch, Kurniawati, I., Adam, A., & Zamzami, I. (2016). Antibacterial effect of Gracilaria
verrucosa bioactive on fish pathogenic bacteria. Egyptian Journal of Aquatic Research,
42(4), 405–410. https://doi.org/10.1016/j.ejar.2016.10.005

Mehana, E., Rahmani, A., & Aly, S. (2015). Immunostimulants and Fish Culture: An
Overview. Annual Research & Review in Biology, 5(6), 477–489.
https://doi.org/10.9734/arrb/2015/9558

Mohamad, N., Mohd Roseli, F. A., Azmai, M. N. A., Saad, M. Z., Md Yasin, I. S., Zulkiply,
N. A., & Nasruddin, N. S. (2019). Natural Concurrent Infection of Vibrio harveyi and V.
alginolyticus in Cultured Hybrid Groupers in Malaysia. Journal of Aquatic Animal
Health, 31(1), 88–96. https://doi.org/10.1002/aah.10055

Pasaribu, W. & Djonu, A. (2021). Kajian Pustaka: Penggunaan Bahan Herbal Untuk
Pencegahan Dan Pengobatan Penyakit Bakterial Ikan Air Tawar. Bahari Papadak,
2021(April), 41–52.

Puspasari, N. (2010). Efektivitas Ekstrak Rumput Laut Gracilaria verrucosa Sebagai


Imunostimulan Untuk Pencegahan Infeksi Bakteri Aeromonas hydrophila Pada Ikan
Lele Dumbo (Clarias sp).

Rochmad, A. N. (2020). Teknik Pembesaran Ikan Kerapu Hibrida Cantang (Epinephelus


fuscoguttatus × Epinephelus lanceolatus) pada Karamba Jaring Apung. Jurnal Biosains
Pascasarjana, 22(1), 29. https://doi.org/10.20473/jbp.v22i1.2020.29-36

Rudi, M., Sukenda, S., Pasaribu, W., & Hidayatullah, D. (2019). Seaweed Extract of
Gracilaria verrucose as an Antibacterial and Treatment Against Vibrio harveyi Infection
of litopenaeus vannamei. Jurnal Akuakultur Indonesia, 18 (2), 120- 129.
https://doi.org/10.19027/jai.19.2.11-20

Salosso, Y., & Jasmanindar, Y. (2018). Diversity of brown macroalgae in Kupang bay waters
and alginate content potential and its phytochemistry. AACL Bioflux, 11(3), 598–605.
Samanidou, V. F., & Evaggelopoulou, E. N. (2007). Analytical strategies to determine
antibiotic residues in fish. Journal of Fish Separation Science, 30 (16), 2549- 2569.
https://doi.org/10.1002/jssc.200700252

Shao, Y., Wang, Y., Yuan, Y., & Xie, Y. (2021). A systematic review on antibiotics misuse
in livestock and aquaculture and regulation implications in China. Science of the Total
Environment, 798(18), 149205. https://doi.org/10.1016/j.scitotenv.2021.149205

Shen, G. M., Shi, C. Y., Fan, C., Jia, D., Wang, S. Q., Xie, G. S., Li, G. Y., Mo, Z. L., &
Huang, J. (2017). Isolation, identification, and pathogenicity of Vibrio harveyi, the causal
agent of skin ulcer disease in juvenile hybrid groupers Epinephelus
fuscoguttatus × Epinephelus lanceolatus. Journal of Fish Diseases, 40 (10), 1351- 1362.
https://doi.org/10.1111/jfd.12609

SNI 8036.2. (2014). Standar Nasional Indonesia (SNI) ikan kerapu cantang (Epinephelus
fuscoguttatus, Forsskal 1775 >< Epinephelus lanceolatus, Bloch 1790) Bagian 2:
Produksi benih hibrida. Standar Nasional Indonesia (SNI).

Yanuhar, U. (2009). Mekanisme Infeksi Vibrio Pada Reseptor Ikan Kerapu Tikus
Cromileptes altivelis. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan, 1(1), 15–19.

Zahra, A., Sukenda, S., & Wahjuningrum, D. (2017). Extract of seaweed Gracilaria verrucosa
as immunostimulant to controlling white spot disease in Pacific white shrimp
Litopenaeus vannamei. Jurnal Akuakultur Indonesia, 16 (2), 174.
https://doi.org/10.19027/jai.16.2.174-183

Zhang, X. H., He, X., & Austin, B. (2020). Vibrio harveyi: a serious pathogen of fish and
invertebrates in mariculture. Marine Life Science and Technology, 2(3), 231–245.
https://doi.org/10.1007/s42995-020-00037-z

Zhang, X., He, X., & Austin, B. (2020). Vibrio harveyi, a significant pathogen of
maricultured species. Global Aquaculture Advocate, 1–6.

Anda mungkin juga menyukai