Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH MIKROBIOLOGI LAUT

BAKTERI Vibrio harveyi PATOGEN PADA UDANG WINDU DAN CARA PENANGGULANGANNYA

A.MUSHIDAYAH H41108277 TENRI SANA WAHID FATRAH WITRI

BAB I PENDAHULUAN

Udang merupakan salah satu komoditas perikanan unggulan dalam program revitalisasi perikanan, disamping rumput laut dan tuna. Pada awalnya jenis udang yang dibudidayakan di air payau adalah udang windu, namun setelah mewabahnya penyakit terutama WSSV, dan bakteri yang mengakibatkan menurunnya usaha udang windu, pemerintah kemudian mengintroduksi udang vannamei pada tahun 2001 untuk membangkitkan kembali usaha perudangan Indonesia dan dalam rangka diversifikasi komoditas perikanan. Budi daya udang windu (Penaeus monodon) di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 70-an dan sampai sekarang masih merupakan salah satu kegiatan perikanan yang cukup potensial. Puncak perkembangan usaha budidaya udang windu terjadi pada awal tahun 90-an dan pada periode tersebut peningkatan usaha budidaya udang windu bukan hanya melalui intensifikasi, tetapi juga pembukaan areal hutan bakau menjadi lahan pertambakan. Konsekuensi dari peningkatan usaha budi daya udang tersebut adalah kualitas lingkungan menurun yang menyebabkan timbul berbagai serangan penyakit udang. Salah satu penyakit udang yang disebabkan oleh bakteri Vibrio, yaitu V. harvey, disebut penyakit vibriosis. Vibriosis merupakan penyakit kemerahan pada udang yang terutama disebabkan oleh bakteri Vibrio Harveyi yang menimbulkan kematian dan kerugian yang cukup besar.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Vibrio adalah suatu jenis Bakteri Gram-Negative yang mempunyai suatu tangkai yang bentuknya bengkok dan secara khas ditemukan pada air laut, Vibrio bersifat fakultatif anaerob positif test untuk oxidase dan tidak membentuk spora. Semua anggota jenis ini adalah motil (bergerak) dan mempunyai kutub flagella dengan sarung pelindung. Sejarah evolusi suatu ras terbaru telah dibangun didasarkan pada suatu deretan gen (analisa urutan multi-locus) (Hilda, 2012). Semua kelompok spesies yang hidup dalam air, bakteri berbentuk koma dalam keluarga Vibrionaceae. Beberapa jenis menyebabkan penyakit serius pada manusia dan juga hewan. Bakteri ini adalah termasuk dalam bakteri gramnegative, untuk bakteri yang mampu bergerak (dengan satu sampai tiga flagella), dan tidak memerlukan oksigen. Sel bakteri dibengkokkan seperti tangkai, tunggal atau meregangkan bersama-sama dalam bentuk S atau berpilin. Dua jenis mengakibatkan penyakit pada manusia: satu penyebab kolera, diarrhea hasil bakteri akut lain (Hilda, 2012).
Austin (1988) mengatakan Vibrio merupakan patogen oportunistik yang dalam keadaan normal ada dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan. Menurut Wagia (1975), bakteri Vibrio yang patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, usus dan sebagainya. Menurut dampak langsung bakteri patogen dapat menimbulkan penyakit, parasit, pembusukan DNA toksin yang dapat

menyebabkan kematian biota yang menghuni perairan yang terkontaminasi Vibrio (Hilda, 2012) Terdapatnya bakteri pathogen Vibrio di perairan pantai menandakan adanya kontak dengan buangan limbah industri dan rumah tangga seperti tinja manusia atau sisa bahan makanan lainnya, dimana bakteri tersebut secara langsung akan tumbuh dan berkembang bila kondisi perairan tersebut memungkinkan. Selanjutnya dari keadaan ini kemudian akan berpengaruh terhadap biota perairan dan akhirnya pada manusia (Hilda, 2012).

Bakteri Vibriosis menyerang larva udang yaitu pada saat udang dalam keadaan stress dan lemah, oleh karena itu sering dikatakan bahwa bakteri termasuk opportunistik pathogen. Dengan adanya kemunculan berbagai jenis penyakit di perairan yang disebabkan oleh bakteri Vibriosis sp. telah berdampak terhadap penurunan hasil produksi budidaya perikanan. Akibat infeksi mikroorganisme pathogen tersebut, banyak organisme perairan yang

dibudidayakan mengalami kematian missal sehingga menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi (Paillard et al., 2004; Gonzales, 2005). Penyakit Vibriosis yang disebabkan oleh bakteri genus Vibriosis telah lama menjadi masalah utama bagi pelaku industri budidaya udang khususnya pada larva/benih udang. Penyakit Vibriosis tersebut telah menyebabkan kerugian besar serta kehancuran pada berbagai budidaya udang (Prayitno et al, 2009). Vibriosis pada larva udang umumnya sebagai penginfeksi sekunder terutama pada saat dalam keadaan stress dan lemah. Infeksi bakteri ini biasanya berkaitan dengan kondisi stress akibat kepadatan tinggi, malnutrisi, penanganan yang kurang baik. infeksi parasit, bahan organik tinggi, oksigen rendah. kualitas air yang buruk. fluktuasi suhu air yang ekstrim dan lain lain (Polengs, 2011).

Serangan bersifat akut, dan apabila kondisi lingkungan terus merosot, kematian yang ditimbulkannya bisa mencapai 100%. terutama pada stadia post larva atau juvenil. Gejala klinis yang sering muncul pada serangan ini antara lain tubuh udang nampak kusam dan kotor, nafsu makan menurun, kerusakan pada kaki dan insang, atau insang berwarna kecoklatan (Polengs, 2011). Jenis bakteri Vibrio spp. yang berpendar umumnya menyerang larva udang dan penyakitnya disebut penyakit udang berpendar (luminescent vibriosis). Udang yang terserang menunjukkan gejala nekrosis, kondisi tubuh lemah, berenang lambat, nafsu makan hilang, bercak merah (red discoloration) pada pleopod dan abdominal serta pada malam hari terlihat menyala (Polengs, 2011). Udang yang terkena vibriosis akan menunjukkan bagian kaki renang (pleopoda) dan kaki jalan (pereiopoda) menunjukkan melanisasi. Udang yang sekarat sering berenang ke permukaan atau pinggir pematang tambak. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendapatkan metode pencegahan dan penanggulangan penyakit pada udang windu, antara lain penggunaan antibiotik, pengelolaan limbah budi daya udang menggunakan tandon dan biofilter, merangsang kekebalan nonspesifik udang melalui penggunaan vaksin dan imunostimulan, penggunaan bahan aktif sponge dan hydrozoan sebagai antibakteri, dan penggunaan biokontrol. Dari berbagai usaha tersebut, penggunaan biokontrol merupakan prospek yang menjanjikan karena lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Meskipun demikian, dalam penerapannya, kebanyakan efektifitas biokontrol dan probiotik cenderung tidak konsisten. Oleh karena itu perlu penelitian untuk mencari bakteri biokontrol dan prosedur penerapan yang efektif serta konsisten dalam menanggulangi penyakit vibriosis pada udang windu (Muliani et al, 2003).

Hasil penelitian yang dilakukan Muliani et al (2003) tentang isolasi bakteri yang dapat digunakan sebagai biokontrol penyakit vibriosis menunjukkan bahwa pada umumnya bakteri yang potensial menghambat pertumbuhan V. harveyi yang diisolasi dari lautan termasuk bakteri gram negatif dan berbentuk batang pendek. Umumnya koloni kuning; sensitif terhadap beberapa macam antibiotika seperti gentamisisn, kloramfenikol, rifampisin dan eritromisin; dan tidak bersifat patogen terhadap larva udang windu. Menurut Verschuere et al., (2000) dalam probiotik adalah penambahan mikroba hidup yang memiliki pengaruh yang sifatnya menguntungkan bagi inang melalui modifikasi bentuk asosiasi dengan inang atau komunitas mikroba lingkungan hidupnya. Fuller (1987), mendefinisikan probiotik sebagai produk yang tersusun oleh biakan mikroba atau pakan alami mikroskopis yang bersifat menguntungkan dan memberikan dampak bagi keseimbangan mikroba intestin hewan inang. Agen biologis dikatakan probiotik apabila memenuhi karakter sebagai berikut (Wijayanti, 2009): 1. bersifat menguntungkan inang. 2. mampu hidup walaupun tidak tumbuh pada intestinum inang. 3. dapat disiapkan sebagai produk sel hidup dalam skala besar (industri). 4. mampu menjaga stabilitas dan sintasanya dalam waktu yang lama 5. baik dalam penyimpanan maupun di lapangan. Populasi Vibrio spp. di air maupun di sedimen tambak harus dikontrol terutama pada awal pemeliharaan karena dapat menentukan kesehatan udang untuk keberlanjutan dalam proses budidaya. Fluktuasi total populasi Vibrio sp. di air tambak dipengaruhi oleh populasi udang yang masih hidup dan jumlah pakan

yang diberikan. Pakan yang mengandung probiotik yang ditabur di tambak udang windu akan menekan populasi Vibrio sp. karena bakteri Basillus spp. dalam pakan mampu berkompetensi dengan Vibrio sp. dalam menguraikan limbah organik (sisa pakan, kotoran udang dan sisa organisme yang mati) yang terakumulasi di dasar tambak (sedimen) sehingga memperbaiki kualitas air. Muliani et al., (2000) , kandungan bakteri Vibrio harveyi di air pada kepadatan 103 cfu/mL sudah menyebabkan sakit pada udang windu yang dipelihara, dengan demikian titik awal kandungan populasi Vibrio sp. di air tambak tidak boleh melebihi 103 cfu/mL karena hal tersebut kemungkinan sangat tinggi dalam mempengaruhi sintasan udang yang dibudidayakan di tambak (Wijayanti, 2009). Penggunaan probiotik telah banyak digunakan di bidang akuakultur, bakteri yang digunakan harus mampu hidup pada suhu lingkungan 40C. Moriarty (1998), melaporkan bahwa populasi bakteri Vibrio harveyi pada sedimen tambak telah berhasil ditekan dengan menggunakan bakteri Basillus spp. Pengaruh probiotik terhadap udang tidak secara langsung, tetapi melalui kemampuan Bacillus spp. yang mampu mendekomposisi bahan organik sehingga mampu memperbaiki kualitas air tambak. Menurut Hirota et al., (1995) dalam Maeda (1999), keberadaan B. subtillis dalam lapisan sedimen yang sifatnya anaerob dapat mengakibatkan konsentrasi sulfida menurun sehingga redoks potensial (Eh) menjadi meningkat yang mengindikasikan peningkatan kualitas kondisi sedimen tambak. Sedangkan Devaraja et al., (2002) mengemukakan bahwa penggunaan probiotik tidak memiliki efek yang berlawanan dengan bakteri normal pada tambak, namun akan meningkatkan populasi bakteri mineralisasi sehingga mempercepat proses dekomposisi (Wijayanti, 2009).

Menurut Irianto (2003) dalam Wijayantu (2009), tiga mekanisme kerja probiotik pada organisme akuatik, antara lain: 1. menekan populasi mikroba melalui kompetisi dengan memproduksi senyawa-senyawa antimikroba atau melalui kompetisi nutrisi dan tempat perlekatan di dinding intestinum inang. 2. merubah metabolisme microbial dengan meningkatkan atau menurunkan aktivitas enzim pengurai (sellulase, protease, amylase dll). 3. menstimulasi imunitas melalui peningkatan kadar antibodi organisme akuatik atau aktivitas makrofag.

Anda mungkin juga menyukai