Anda di halaman 1dari 33

IDENTIFIKASI BAKTERI VIBRIO CHOLERAE PADA UDANG (CARIDEA)

YANG DIJUAL DI PASAR INPRES MANONDA PALU

Proposal Penelitian

Oleh:

DESRIANI NOLANDA LAMBAYU

NIM: PO7103119019

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang kaya akan hasil laut (hasil perikanan), tidak

jarang warga Indonesai menganggap seafood sebagai makanan favorit, bahan

baku dari seafood tersebut biasanya diperoleh dari pasar terdekat. Pasar yang

biasanya dituju oleh masyarakat biasa berupa pasar tradisional ataupun pasar

modern (Swalayan) (Sinaga, 2008).

Vibrio sp adalah bakteri akuatik yang bisa didapatkan di muara sungai, laut

dan kolam. Bakteri terbawa dengan biota laut seperti udang atau ikan yang

dibutuhkan oleh manusia, dapat menyebabkan penyakit dan berbahaya bagi

kesehatan manusia adalah bakteri Vibrio cholera. Sering ditemukan pada udang

mentah, ikan mentah, serta kerang, dan pangan hasil laut lainnya. Vibrio cholera

bila masuk kedalam tubuh manusia dan dapat menyebabkan wabah kolera, yang

ditandai dengan mual-mual, muntah, diare, dan dehidrasi. Penularan bakteri

melalui air, ikan dan makanan hasil laut. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk

mengatasi hal tersebut dengan cara penanganan dan pengolahan yang sempurna

dan higienis sehingga tidak terkontaminasi mikroba (Faridayanti, 2013). Bakteri

ini bersifat Anaerobic facultative yang artinya mampu hidup menggunakan

oksigen atau tanpa menggunakan oksigen (Yuhantaka, 2018).


Penyakit kolera adalah penyakit infeksi saluran pencernaan yang disebabkan

oleh bakteri Vibrio cholera dengan manifestasi klinik berupa diare. Gejala klinis

diawali dengan munculnya diare yang encer kemudian dalam waktu singkat feses

yang semula berwarna dan berbau menjadi lebih encer, massif dan berwarna putih

seperti cairan cucian air beras (rice water stool). Apabila dibiarkan, pasien dapat

kehilangan cairan dalam jumlah banyak dan dapat menuju ke fase dehidrasi dan

berat sampai meninggal dalam jangka waktu beberapa jam setelah infeksi (Taneja

dkk, 2008).

Udang merupakan salah satu jenis seafood yang banyak dikonsumsi oleh

masyarakat Indonesia. Udang memiliki kandungan protein yang tinggi dan baik di

konsumsi oleh manusia serta dapat menjadi nutrisi bagi pertumbuhan bakteri

(Putri, 2015). Dari data Kementrian Kelautan dan Perikanan (2009) ekspor udang

merupakan masukan devisa tertinggi bagi negara Indonesia dari sektor perikanan.

Udang menjadi komoditas unggulan ekspor Indonesia ke berbagai Negara,

khususnya Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang. Sementara itu, kebijakan

mengenai standar keamanan pangan di negara-negara tersebut meningkat. Hal ini

menyebabkan terjadinya penolakan produk impor udang ke negara tujuan karena

tidak memenuhi standar pangan yang sudah di tetapkan (Triwibowo, 2013).

Foodborne disease yaitu suatu penyakit yang disebabkan karena

mengkonsumsi makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Kejadian

foodborne disease yang disebabkan setelah mengkonsumsi makanan hasil laut


sebanyak 10-20% kasus penyebabnya adalah bakteri Vibrio sp (Hikmawati,

Susilowati and Ratna, 2019).

Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM,

2009) RI No.HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 yang menegaskan batasan dalam

mengkonsumsi hasil laut untuk jenis makanan produk perikanan yang tercemar

bakteri Vibrio untuk mengurangi terjadinya foodborne disease yaitu negatif setiap

25gr.

B. Rumusan Masalah

Apakah terdapat bakteri Vibrio cholerae pada Udang (Caridea) yang

dijual di pasar Inpres Manonda Palu?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri Vibrio cholerae pada Udang

(Caridea) yang dijual di Pasar Inpres Manonda Palu

2. Tujuan Khusus

Mengetahui ada tidaknya bakteri Vibrio Cholerae pada Udang (Caridea)

yang dijua di Pasar Inpres Manonda Palu

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi
Sebagai sumber informasi bagi pembaca dan mahasiswa Kesehatan

Lingkungan tentang identifikasi bakteri Vibrio cholerae yang terdapat pada

Udang (Caridea).

2. Bagi Peneliti

Untuk meningkatkan pemahaman peneliti dalam menganalisa bakteri

Vibrio cholerae yang terdapat pada Udang (Caridea) .

3. Bagi Masyarakat

Sebagai bahan tambahan informasi bagi masyarakat tentang bahaya

bakteri Vibrio cholera.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Vibrio Cholerae

1. Bakteri Vibrio Cholerae

Vibrio cholerae pertama kali ditemukan oleh seorang ahli anatomi dari

Itala Filippo Pacini pada tahun 1854. Penemuannya mengungkapkan

tentang bakteri Vibrio cholerae penyebab utama yang menjadi penyakit

kolera.Namun teori dari Filippo Pacini ini diabaikan oleh komunitas

ilmiah karena pada masa tersebut masih berkembang teori tentang

penyakit kolera yang disebabkan oleh racun. Pada tahun 1884 Robert

Koch melaporkan hasil penelitiannya tentang bakteri Vibrio cholerae

sebagai penyebab penyakit Kolera dan dikenal secara luas oleh seluruh

kalangan masyarakat (Lippi & Gotuzzo, 2013).

Vibrio cholerae merupakan salah satu bakteri termasuk dalam family

Vibrionaceae selain dari Aeromonas dan Plesiomonas yang merupakan

kelompok dari genus Vibrio. Vibrio cholerae sangat banyak ditemui pada

udang mentah, ikan mentah serta kerang dan pangan hasil laut lainya

(Widiowati, 2008).

Vibrio cholerae mempunyai sifat Gram negatif dengan ukuran 1–3 x

0,4–0,6 μm tetapi ada beberapa literatur yang mengatakan bahwa Vibrio

berukuran panjang (1,4 –5,0) μm dan lebar (0,3 –1,3) mempunyai struktur
antogenik dari antigen somatic O dan antigen flagela H, mesofilik, gamma

proteobacteria, dan kemoorganotrof, berhabitat alami pada lingkungan

akuatik dan sangat umum berada dieukariot. Spesies Vibrio kerap

dikaitkan dengan sifat patogenisitasnya pada manusia, terutama Vibrio

cholera mempunyai berbentuk koma, membengkok, dan berbentuk

langsing, bergerak aktif, kaku dan gram negative, hanya meragikan

laktosa tumbuh pada pH basa, membuat indol dan oksidasa positif dan

dapat merugikan glukosa hanya membentuk asam (Firman dan Gusman,

2012).

Bakteri dapat bergerak aktif dan memiliki satu buah flagella polar

yang halus (monotrik). Bakteri tidak membentuk spora tetapi pada kultur

didapat koloni yang halus, bulat, cembung keruh dan bergranul jika

disinari (Maitalle, 2016).

Vibrio cholerae merupakan bakteri penyebab infeksi yang dapat

menyebabkan wabah diare dengan angka kematian yang tinggi. Sejak

tahun 1817 penyakit kolera sudah menjadi penyakit endemik yang

menyebar secara luas, dimana pada saat itu sudah terjadi pandemi

sebanyak 7× dan pandemi terakhir terjadi antara tahun 1961 hingga tahun

1970. Penyakit ini dapat menyebar dengan adanya bantuan perantara

seperti kontak langsung dengan orang yang sakit, air, makanan dan lalat

(Soegijanto, 2016).

2. Klasifikasi Vibrio Cholerae


Bakteri Vibrio cholerae mempunyai klasifikasi berikut ini :

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas :Gamma Proteobacteria Ordo

Ordo :Vibrionales

Famili :Vibrionaceae

Genus :Vibrio

Spesies :Vibrio cholera

Gambar 1 : Bentuk Vibrio Cholerae

(Sumber www.redaksihalodoc.com)

Anggota Vibrio yang dianggap sebagai bakteri pathogen enterik

meliputi: Vibrio Cholerae O1, Vibrio non-aglutinasi yang terbagi menjadi

Vibrio Cholerae non O1, Vibrio Parahaemolyticus dan golongan Vibrio

Fluvialis, Vibrio Mimicus, dan Vibrio Hollisae; Aeromonas spp;

Plesiomonas shigelloides, Vibrio Cholerae O1. Vibrio ini di klasifikasikan

menjadi 2 biotip yaitu biotik klasik dan El Tor (Soegijanto, 2016).


3. Morfologi Vibrio Cholerae

Vibrio cholerae termasuk bakteri gram negatif, berbentuk batang

bengkok seperti koma dengan ukuran panjang 2-4 μm. Koch

menamakannya “kommabacillus”. Bakteri ini bisa menjadi batang yang

lurus mirip dengan bakteri enteric gram negatif bila inkubasi

diperpanjang. Bakteri Vibrio cholerae memiliki satu buah flagela halus

pada ujungnya (Monotrikh) yang menyebabkan bakteri ini bergerak sangat

aktif.Bakteri ini tidak membentuk spora, bentuk koloninya cembung

(convex), dan bergranula bila disinari (Matson et al, 2007).

Vibrio cholerae merupakan salah satu bakteri yang termasuk dalam

jenis bakteri gram negatif dimana dia memiliki panjang 1, 5 - 3, 0 × 0, 5

µm, tidak membentuk spora, bergerak aktif dengan flagela kutub tunggal

dengan pergerakan seperti anak panah (darting movement). Pada isolasi

pertama bakteri Vibrio cholerae ini berbentuk koma, batang. Pada biakan

yang diperpanjang bakteri ini akan berubah bentuk menjadi seperti bakteri

yang ada pada saluran pencernaan dengan bentuk batang lurus berwarna

merah (Soegijanto, 2016).

4. Fisiologi Vibrio Cholerae

Bersifat aerob atau anaerob fakultatif. Suhu optimum untuk

pertumbuhan pada suhu 18-37⁰C. Dapat tumbuh pada berbagai jenis

media, termasuk media tertentu yang mengandung garam mineral dan

asparagine sebagai sumber karbon dan nitrogen. Vibrio Cholerae ini


tumbuh baik pada agar Tiosulfate-Citrate-Bile-Sucrose (TCBS, yang

menghasilkan koloni berwarna kuning dan pada media TTGA (Telurite-

Taurocholate-Gelatin Agar). (Syahril, 2013).

5. Karakteristik Umum dari Bakteri Vibrio Cholerae

Vibrio Cholerae ada dua yang berpotensi sebagai pathogen pada

manusia. Jenis utama yang menyebabkan kolera adalah Vibrio Cholerae

O1, sedangkan jenis-jenis lainnya dikenal sebagai non O1.

a. Vibrio Cholerae O1 adalah penyebab Cholerae Asiatik atau

Cholerae epidemic. Kasus Cholerae sangat jarang terjadi di

Eropa dan Maerika Utara. Sebagian besar kasus Cholerae

terjadi di daerah-daerah (sub) tropis. Cholerae selalu

disebabkan oleh air yang tercemar.

b. Vibrio Cholerae non O1 hanya menginfeksi manusia dan

hewan primate lainnya. Organisme ini berkerabat dengan

Vibrio cholera O1, organisme ini merupakan penghuni normal

dilingkungan air laut dan muara yang pada masa lalu disebut

sebagai non-Cholerae Vibrio dan Noaglutinable Vibrio.

6. Patogenesis dan Patologi Vibrio cholera

Secara alami Vibrio cholerae bersifat patogen pada manusia.

Seseorang yang memiliki asam lambung normal harus terinfeksi 108-1010

oraganisme Vibrio cholerae agar dapat terinfeksi dan menjadi sakit.

Namun pada orang dengan kadar asam dalam perut yang menurun mudah
terinfeksi bila mengkonsumsi makanan yang mengandung bakteri Vibrio

cholerae sebanyak 102-104 (Jawetz, E, 2005).

Vibrio cholerae berkembang biak didalam usus kecil yang diikuti

dengan pelekatan pada mukosa usus dan mengeluarkan enterotoksin yang

akan dilekatkan pada puncak vili dan kripta usus halus. Secara klinis

terdapat beberapa pertahanan yang penting terhadap bakteri Vibrio

cholerae seperti keasaman lambung, peristalsis usus dan mekanisme

imunitas.Diantar ketiga pertahanan tersebut asam lambung merupakan

pertahanan yang paling penting terhadap bakteri Vibrio cholerae,

lingkungan usus kecil yang basa dapat menjadi tempat perkembangan

Vibrio yang lolos dari lambung (Soegijanto, 2016).

Pada umumnya bakteri Vibrio cholerae ini bukanlah bakteri yang

bersifat invasif, oraganisme ini tidak terdapat di peredaran darah, namun

berada di saluran pencernaan. Bakteri Vibrio cholerae yang berbahaya ini

nantinya kan melekat pada mikrovili di permukaan dinding sel epitelia,

disana mereka akan memperbanyak diri dan melepaskan racun kolera dan

mungkin musinase dan juga endotoksin (Jawetz, E, 2005).

7. Cara Penyebaran

Penyebaran penyakit cholera dapat melalui penularan langsung

(carrier). Kontaminasi melalui makanan dan minuman yang mengandung

bakteri Vibrio Cholerae. Bakteri ini biasanya ditemukaan pada feses

penderita yang mengandung kuman tersebut. Makanan yang


terkontaminasi dengan feses, ataupun melalui serangga seperti lalat dapat

menjadi sumber pembawa penyakit cholerae. Bakteri Vibrio cholerae ini

dapat bertahan hidup dalam air selama 3 minggu (Lesmana, 2004).

8. Pencegahan

Menurut (Setyowati, 2018), penanganan penyakit kolera dapat

dilakukan dengan memberikan larutan cairan pada penderita kolera. Hal

ini bertujuan untuk mencegah terjadinya dehidrasi aibat diare yang terus

menerus dan disertai muntah-muntah. Tindakan lain yang dapat dilakukan

yaitu dengan memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat secara

langsung, dimana masyarakat diperkenalkan tentang cara mencegah

masalah kesehatan dengan membiasakan masyarakat untuk menerapkan

pola hidup sehat dan mengajarkan cara mengatasi berbagai macam

penyakit yang sering menjangkit mereka. Dalam mencegah diare juga

dapat dilakukan dengan pemberian vaksin, sertifikasi vaksin untuk kolera

dari WHO hanya berlaku 6 bulan (Jawetz, E, 2005).

Penyakit diare dapat dicegah dengan menjaga sanitasi dan kebersihan

lingkungan sekitar terutama yang selalu berhubungan dengan kebutuhan

makhluk hidup yaitu air. Besar kemungkinan bakteri patogen tertular

melalui air yang tercemar mikroba seperti Vibrio cholerae. Maka dari itu

sebagai manusia yang peduli akan lingkungan, kita wajib melestarikan

lingkungan sekitar dengan cara tidak membuang sampah sembarangan

kesungai untuk kepentingan bersama.


B. Tinjauan Umum Tentang Udang

1. Pengertian Udang

Crustacea (cangkang yang keras) mencakup udang, kepiting, lobster,

udang karang, remis dan kerabat mereka. Sebagian besar spesies hidup di

laut, tetapi banyak yang hidup di air tawar, dan beberapa seperti sow bug,

menempati daerah lembap di darat. Sebagian besar crustacea hidup bebas

dan soliter, beberapa spesies hidup berkelompok dan terdapat dalam

kumpulan yang sangat banyak, sedangkan spesies lain bersifat

komensalisme atau parasit.

Udang adalah jenis hewan yang hidup di dalam air, ada yang hidup di

dalam air laut, air payau, ataupun yang hidup di air tawar. Secara umum

terdapat beberapa jenis udang di Indonesia. Udang terbagi kedalam udang

air tawar, udang air laut, dan udang air payau. Udang air tawar terdiri dari

udang galah, udang palemon, udang muara, udang ragang

(Macrobrachiium sintangense), udang palemon bening, udang beras.

Sedangkan udang air laut terdiri dari udang putih, udang windu, udang

dogol, udang belang, udang barong (lobster).

Udang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan, diantaranya yaitu

membantu regenerasi sel-sel tubuh, mengurangi resiko anemia, menjaga

kesehatan otak, menjaga kesehatan tulang, dan mendapatkan asupan

lemak yang lebih sehat karena mengandung beberapa lemak tak jenuh,

omega-3 dan omega-6. Berdasarkan banyaknya manfaat yang didapat


mengkonsumsi udang dan juga sulit untuk menangkapnya maka

menyebabkan nilai jual beberapa jenis udang cukup tinggi dan dijadikan

komuditas ekspor maupun impor bagi para pengusaha. Jenis udang

(crustacea) yang diketahui memiliki nilai jual ekonomi yang cukup mahal

di antaranya ialah jenis udang lobster, mutiara, kepiting, dan juga udang

galah.

2. Morfologi Udang

Tubuh udang dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian kepala

dan bagian badan. Bagian kepala menyatu dengan bagian dada disebut

cephalothorax yang terdiri dari 13 ruas, yaitu 5 ruas di bagian kepala dan 8

ruas di bagian dada. Bagian badan dan abdomen terdiri dari 6 ruas, tiap-

tiap ruas (segmen) mempunyai sepasang anggota badan (kaki renang)

yang beruas-ruas pula. Pada ujung ruas keenam terdapat ekor kipas 4

lembar dan satu telson yang berbentuk runcing. (Ghufran ,Kordi K, 2009).

3. Daur hidup udang

Daur hidup udang meliputi beberapa tahapan yang membutuhkan

habitat yang berbeda pada setiap tahapan. Udang melakukan pemijahan di

perairan yang relatif dalam. Setelah menetas, larvanya yang bersifat

planktonis terapung-apung dibawa arus, kemudian berenang mencari air

dengan salinitas rendah disekitar pantai atau muara sungai. Di kawasan

pantai, larva udang tersebut berkembang. Menjelang dewasa, udang

tersebut beruaya kembali ke perairan yang lebih dalam dan memiliki


tingkat salinitas yang lebih tinggi, untuk kemudian memijah. Tahapan-

tahapan tersebut berulang untuk membentuk siklus hidup. Udang penaeid

dalam pertumbuhan dan perkembangannya mengalami beberapa fase,

yaitu nauplius, zoea, mysis, post larva, juvenile (udang muda), dan udang

dewasa (Usmiyatun, 2015 ).

Menurut Rizal (2009), setelah telur-telur menetas, larva hidup di laut

lepas menjadi bagian dari zooplankton. Saat stadium post larva bergerak

ke daerah dekat pantai dan perlahan-lahan turun ke dasar di daerah estuari

dangkal. Perairan dangkal ini memiliki kandungan nutrisi, salinitas dan

suhu yang sangat bervariasi dibandingkan dengan laut lepas. Setelah

beberapa bulan hidup di daerah estuari, udang dewasa kembali ke

lingkungan laut dalam dimana kematangan sel kelamin, perkawinan dan

pemijahan terjadi.

4. Epidemiologi

Udang hidup disemua jenis habitat perairan dengan 89% diantaranya

hidup di perairan laut, 10% diperairan air tawar dan 1% di perairan

teresterial. Udang laut merupakan tipe yang tidak mampu atau mempunyai

kemampuan terbatas dan mentolerir perubahan salinitas. Kelompok ini

biasanya hidup terbatas pada daerah terjauh pada estuari umumnya

mempunyai salinitas 30% atau lebih.

Kelompok udang yang mempunyai kemampuan untuk mentolerir

variasi penurunan salinitas sampai dibawah 30% adalah hidup di daerah


terestrial dan menembus hulu estuari dengan tingkat kejauhan bervariasi

sesuai dengan kemampuan spesies untuk mentolerir penurunan tingkat

salinitas. Kelompok terakhir adalah udang air tawar. Udang dari kelompok

ini biasanya tidak dapat mentolerir salinitas diatas 5%. Lingkungan

sebagai mediator hidup udang memegang peranan sangat penting bagi

pertumbuhan udang di samping pakan18. Udang menempati perairan

dengan berbagai tipe pantai seperti pantai berpasir, berbatu ataupun

berlumpur. Spesies yang dijumpai pada ketiga tipe pantai ini berbeda-beda

sesuai dengan kemampuan masing - masing spesies menyesuaikan diri

dengan kondisi fisik kimia perairan. (Yusuf Kastawi, 2005 ) Tingkah laku

Udang :

a. Sifat Nokturnal

Menurut Powers dan Bliss (1983), udang memiliki mata yang

besar dan bersifat seperti lapisan pemantul cahaya, fakta yang

menguatkan dugaan bahwa udang bersifat nokturnal dimana udang

lebih suka muncul pada malam hari. Jika terganggu udang dapat

melompat sejauh 20-30 cm menghindar dari gangguan.

b. Pergantian Kulit (Molting)

Pada peristiwa pergantian kulit ini, proses biokimia yang terjadi,

yaitu pengeluaran (ekskresi) dan penyerapan (absorbsi) kalsium dari

tubuh hewan.Kulit baru yang terbentuk berwarna pucat dan setelah 2-3

hari kemudian barulah warna semula kembali, sebabnya adalah


berubahnya kualitas air ataupun karena makanan serta proses

pengeluaran zat tertentu di tubuh udang (Romimohtarto dan Juwana,

2007).

c. Tingkah Laku Makan

Udang termasuk golongan omnivora ataupun pemakan segalanya.

Beberapa sumber pakan udang antara lain udang kecil (rebon),

fitoplankton, copepoda, polichaeta, larva kerang dan lumut. Untuk

mendeteksi sumber pakan, udang berenang menggunakan kaki jalan

yang memiliki capit. Makanan ditangkap dengan capit kaki jalan

(periopod) dan masukkan kebagian mulut. Bagian makan yang kecil

ditempatkan langsung disuatu tempat didalam mulut sementara bagian

makanan yang besar dibawa kedalam mulut oleh maxilliped atau alat-

alat pembantu rahang.

d. Ekologi Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir yang dimaksud di Indonesia adalah daerah

pertemuan antara darat dan laut. Kearah darat wilayah pesisir meliputi

bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih

dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang,angin laut, dan perembesan

air asin, sedangkan kearah laut wilayah pesisir mencakupbagian laut

yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat

seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh
kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran

(Soegiarto dalam Wibisono, 2005).

Pada kawasan pesisir terdapat zona pantai yang merupakan

daerah terkecil dari semua daerah yang terdapat di samudera dunia,

berupa pinggiran yangsempit. Wilayah ini disebut zona intertidal yang

mempunyai kisaran geografis seperti pantai berbatu,pantai berpasir

dan pantai berlumpur. Dalam wilayah pesisir terdapat satu atau lebih

ekosistem dan sumberdaya. Ekosistem pesisir dapat bersifat alami dan

buatan manusia antara lain berupa tambak, kawasan wisata, industri

atau pemukiman (Haryuni, 2013 )

5. Identifikasi Bakteri

Identifikasi bakteri pertama kali diamati morfologi sel secara

mikroskopik dan pertumbuhannya pada bermacam-macam media. Bakteri

tidak dapat dipastikan berdasarkan sifat-sifat morfologinya saja, sehingga

perlu diteliti sifat-sifat biokimia dari bakteri.

a. Pewarnaan Gram

Pewarnaan gram merupakan teknik pengecatan yang dilakukan di

laboratorium mikrobiologi untuk kepentingan identifikasi

mikroorganisme. Morfologi mikroskopik mikroorganisme yang

diperiksa sifatnya khas terhadap pengecatan gram sehingga proses ini

dapat digunakan untuk langkah awal identifikasi. Jenis pewanaan


gram ada 2 yaitu pewarnaan gram positif dan pewarnaan gram

negative.

 Pewarnaan gram positif Bakteri gram positif mempunyai dinding

dengan lapisan peptidoglikan yang tebal.

 Pewarnaan gram negative Bakteri gram negatif mengandung lipid,

lemak dalam presentase yang lebih tinggi dan memiliki

peptidoglikan yang lebih tipis daripada bakteri gram positif

(Sunatmo, 2007).

Dinding sel bakteri sebagian besar tersusun atas peptidoglikan.

Peptidoglikan merupakan modifikasi gula yang terikat saling silang

dengan molekul polipeptida tertentu. Bakteri gram positif memiliki

dinding sel yang lebih sederhana dengan peptidoglikan relatif lebih

banyak,sehingga pada saat diwarnai dengan pengecatan gram,

peptidoglikan akan menyerap zat warna dari gram A (kristal violet)

lebih banyak dan akan memberikan warna ungu pada dinding sel gram

positif.

Pada proses pewarnaan gram, obyek glass yang digunakan harus

bersih dan bebas lemak. Pembersihan obyek glass dapat

menggunakan alkohol. Setelah kering, koloni bakteri diambil dan

diratakan diatas obyek glass. Preparat dikering udarakan, setelah

kering difiksasi dan diberi pengecatan gram (Manu, 2013).


Bakteri gram positif akan berwarna ungu karena dapat

mempertahankan komplek pewarna gram A (krisrtal violet) sampai

akhir pewarnaan. Bakteri gram negatif akan berwarna merah karena

bakteri gram negatif tidak dapat mempertahankan kompleks warna

Kristal violet dengan pembilasan gram C (alkohol) lalu terwarnai oleh

pewarna pembanding gram D (safranin) yang akan terserap oleh

dinding selnya (Fitri & Yasmin, 2011).

b. Uji Biokimia

Bakteri memiliki fisiologis dan berbagai aktifitas biokimia

dengan menggunakan nutrisi yang diperoleh dari lingkungan

sekitarnya. Bakteri memiliki kemampuan dalam menggunakan enzim

yang dimilikinya untuk degradasi karbohidrat, lemak, protein dan

asam amino. Hasil dari pengamatan uji biokimia yang memiliki

kemampuan mikroorganisme menggunakan dan menguraikan molekul

kompleks seperti karbohidrat, lemak, protein dan asama amino ini

digunakan untuk perincian dari identifikasi mikroorganisme.

Isolasi bakteri dapat diidentifikasi dengan beberapa uji

biokimia seperti uji indol, uji motilitas, uji TSIA, uji MR-VP,dan uji

gula-gula. Pengujian indol dilakukan untuk mengetahui kempampuan

bakteri dalam menghasilkan indol dari trypthophan. Uji motilitas

bertujuan untuk mengetahui bakteri yang tumbuh bersifat motil atau


non motil. Uji TSIA bertujuan untuk membedakan jenis bakteri

berdasarkan kemampuan memecahkan dextrose, laktosa, sukrosa dan

pembebasan sulfida. Uji TSIA digunakan juga untuk mengetahui

apakah bakteri menghasilkan gas H2S. Uji gula-gula bertujuan untuk

determinasi kemampuan bakteri dalam mendegradasi gula dan

menghasilkan asam organic yang berasal dari berbagai jenis gula,

yaitu: glukosa, laktosa dan sukrosa (Sardiani et al, 2015).


C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep merupakan suatu uraian yang menghubungkan antar

konsep satu dengan konsep lainnya yang akan dilihat dari dalam penelitian ini

(Prasetyo, 2017).

Udang Identifikasi Bakteri :


(Caridea) 1. Penanaman sampel pada media
APW Inkubasi selama 24 jam.
2. Isolasi pada media TCBS Inkubasi
selama 24 jam.
3. Pengecatan Gram dan Uji Biokimia
pada media TSIA dan MR-VP.

Positif Negative

Vibrio Cholerae Vibrio Cholerae

Gambar 3 : Kerangka konseptual Identifikasi bakteri Vibrio Cholerae pada


Udang (Caridea) yang dijual di Pasar Inpres Manonda Palu.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Dan Rancangan Penelitian

Pada penelitian ini jenis rancangan penelitian yang digunakan adalah metode

penelitian deskriptif. Metode ini adalah metode yang sering digunakan dalam

menjabarkan atau mendeskripsi suatu kejadian tanpa menambah, mengubah dan

memanipulasi pada suatu wilayah maupun objek penelitian (Arikunto, 2010).

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan April s/d mei 2022. Tempat

penelitian dilakukan di Laboratorium Makanan Dan Minuman Prodi DIII Sanitasi

Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Palu, Jalan Thalua Konchi

Nomor 19, Kecamatan Palu Utara, Kota Palu, Sulawesi Tengah. Dan tempat yang

digunakan dalam pengambilan sampel dilakukan di Pasar Inpres Manonda Palu,

Jalan Kunduri, Balaroa, Kecamatan. Palu Barat, Kota Palu, Sulawesi Tengah.

C. Populasi, Dan Sampel

1. Populasi

Pada penelitian ini, populasi yang diambil adalah Udang dalam kondisi

segar pada pedagang makanan laut di Pasar Inpres Manonda Palu.


2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah Udang dalam kondisi segar yang dijual

salah satu pedagang makanan laut di Pasar Inpres Manonda Palu.

D. Variabel Dan Definisi Operasional Variabel

1. Variabel

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah keberadaan bakteri

Vibrio Cholerae pada Udang (Caridea) dalam kondisi segar yang dijual di

Pasar Inpres Manonda Palu.

2. Definisi Operasional

Definisi Operasional Variabel pada penelitian ini menggunakan metode

penanaman untuk mengetahui ada tidaknya bakteri Vibrio Cholerae dalam

Udang (Caridea) dalam kondisi segar.

3. Parameter

a) Kultur biakan pada media TCBS.

b) Pemeriksaan Mikroskopis (Pewarnaan Gram).

c) Uji Biokimia.

4. Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam Penelitian ini adalah Observasi

Laboratorium.
5. Kategori

a) Positif

 Media TCBS: Koloni kuning keruh, elevasi cembung, tampak

bergranul.

 Mikroskopis: Terdapat bakteri Gram Negatif, berbentuk batang (basil)

berwarna merah.

 Biokimia: TSIA (Slant: merah, Butt: kuning, tidak menghasilkan

H2S). MR-VP (jika media berubah menjadi warna merah.

b) Negative

 Media TCBS tidak tumbuh koloni.

 Mikroskopis : Tidak terdapat kuman berbentuk batang (basil) Gram

negative berwarna merah.

 Biokimia : Tidak terjadi perubahan pada media baik pada media TSIA

maupun MR-VP.

E. Prosedur Kerja

1. Cara Pengambilan Sampel

a. Alat dan Bahan

 Plastik steril untuk sampel

 Sarung tangan steril

 Kertas label

 Aluminium Foil
 Termos es

 Sampel udang

b. Cara Kerja

 Ambil sampel dan masukkan kedalam plastic steril dengan

menggunakan srung tangan steril.

 Kemudian catat nomor dan tempat pengambilan sampel.

 Bungkus menggunakan aluminium foil

 Masukkan kedalam termos es.

2. Pemeriksaan Vibrio Cholerae

a. Alat

 Cawan petri

 Obyek glass

 Tabung reaksi

 Mikroskop

 Rak tabung

 Bunsen

 Incubator

 Korek api

 Autoclave

 Plastik wrab

 Erlenmeyer

 Gelas ukur
 Beaker glass

 Batang pengaduk

 Ose

b. Bahan

 Media TCBS

 Media TSIA

 Media MR-VP

 Media APW (Alkaline Peptone Water)

 Aquadest

 Cat pewarnaan gram

 Alkohol

 Oil imersi

c. Prosedur Kerja Pembuatan Media

1) Media TCBS (Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrose)

 Ditimbang media TCBS sesuai kebutuhan.

 Dimasukkan kedalam erlenmeyer.

 Diencerkan media dengan aquadest sesuai kebutuhan.

 Dipanaskan dan dihomogenkan hingga larut sempurna.

 Diukur pH dari media yaitu 8,6.

 Apabila pH ≤ 8,6 dapat diteteskan NaOH sebanyak 2 hingga 3

tetes.
 Apabila pH media ≥8,6 dapat diteteskan NaCl sebanyak 2

hingga 3 tetes.

 Apabila pH telah sesuai 8,6 media TCBS dimasukkan aquadest

hingga sesuai kebutuhan.

 Media dipanaskan pada bunsen.

 Ditutup media dengan menggunakan kapas yang kemudian

ditutup dengan plastic wrab dan alumunium foil.

 Media TCBS tidak di lakukan sterilisasi.

 Media disimpan pada lemari pendingin.

2) Media TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

 Ditimbang media TSIA sesuai dengan kebutuhan.

 Dimasukkan kedalam erlenmeyer.

 Diencerkan media dengan aquadest sesuai kebutuhan.

 Dipanaskan dan dihomogenkan hingga larut sempurna, diukur

pH media yaitu 7,0.

 Apabila pH ≥7,0 dapat diteteskan NaCl sebanyak 2 hingga

3 tetes.

 Apabila pH ≤7,0 dimasukkan NaOH sebanyak 2 hingga 3 tetes.

 Apabila pH telah sesuai 7,0 dimasukkan aquadest hingga

sesuai kebutuhan.

 Setelah itu dipanaskan sambil dihomogenkan hingga menguap.


 Ditutup media dengan menggunakan kapas yang kemudian

ditutup dengan plastic wrab dan alumunium foil.

 Disterilkan media TSIA pada autoclave selama 15 menit

dalam temperatur 121ºC.

 Media dituangkan pada tabung steril kemudian dibungkus

menggunakan kapas bersih.

 Tabung reaksi diatur dengan posisi miring hingga media

memadat sempurna.

 Disimpan didalam lemari pendingin.

3) Media MR-VP (Metil Red/Vouges Pioskaner)

 Ditimbang media MR-VP sesuai dengan kebutuhan.

 Dimasukkan kedalam erlenmeyer.

 Diencerkan media dengan aquadest sesuai kebutuhan.

 Dipanaskan dan dihomogenkan hingga larut sempurna.

 Diukur pH dari media yaitu 8,9.

 Apabila pH ≥8,9 dapat diteteskan NaCl sebanyak 2 hingga

3 tetes.

 Apabila pH ≤ 8,9 dimasukkan NaOH sebanyak 2 hingga

3 tetes.

 Apabila pH telah sama 8,9 dimasukkan aquadest hingga sesuai

dengan kebutuhan.

 Setelah itu dipanaskan sambil dihomogenkan hingga menguap.


 Ditutup media dengan menggunakan kapas yang kemudian

ditutp dengan plastic wrab dan alumunium foil.

 Disterilkan media TSIA pada autoclave selama 15 menit

dalam temperature 121ºC.

 Media di simpan dalam lemari pendingin.

4) Media APW (Alkaline Peptone Water)

 Ditimbang media APW sesuai kebutuhan.

 Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer.

 Diencerkan media dengan aquadest sesuai kebutuhan.

 Dipanaskan dan dihomogenkan hingga larut sempurna.

 Diukur PH dari media yaitu 8,9.

 Apabila pH ≥ 8,9 dapat diteteskan NaOH sebanyak 2 hingga 3

tetes.

 Apabila pH ≤ 8,9 dimasukkan NaCl sebanyak 2 hingga 3

tetes.

 Apabila pH telah sesuai 8,9 dimasukkan aquadest hingga

sesuai kebutuhan.

 Setelah itu dipanaskan sambil dihomogenkan hingga menguap.

 Ditutup media dengan menggunakan kapas yang kemudian

ditutup dengan plastic wrabdan alumunium foil.

 Disterilkan media APW pada autoclave selama 15 menit

dalam temperatur121ºC.
 Media di simpan dalam lemari pendingin.

F. Teknik Pengolahan

Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data melalui Editing,

Coding, dan Tabulating.

1. Editing

Dalam penelitian ini penyajian data dengan identifikasi bakteri

Vibrio Cholerae pada Udang (Caridea) yang dijual di Pasar Inpres Manonda

Palu.

2. Coding

Untuk memudahkan analisis, maka hasil pada tabel perlu diberi kode.

Pemberian kode dengan computer mengkode jawaban adalah menaruh angka

pada setiap perlakuan.

3. Tabulating

Pada penelitian ini informasi yang disajikan dalam bentuk tabel yang

memperlihatkan hasil pengamatan bakteri Vibrio Cholerae pada Udang

(Caridea) yang dijual di Pasar Inpres Manonda Palu.

G. Analisa Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisi deskriptif dengan cara

mengindetifikasi hasil pemeriksaan Bakteri Vibrio Cholerae di Laboratorium

terhadap sampel Udang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai