Anda di halaman 1dari 6

BAB II

2.1 Morfologi

Vibrio merupakan jenis bakteri yang hidupnya saprofit di air tawar, air laut,
dan tanah. Bakteri ini juga dapat hidup di salinitas yang relatif tinggi. Sebagian besar
juga bersifat halofil yang tumbuh optimal pada air laut bersalinitas 20-40‰.
Vibrio berpendar termasuk bakteri anaerobic fakultatif yaitu dapat hidup baik dengan
atau tanpa oksigen. Bakteri Vibrio tumbuh pada pH 4 - 9 dan tumbuh optimal pada pH
6,5 - 8,5 atau kondisi alkali dengan pH 9,0. (Kima, 2011).
Vibrio merupakan patogen oportunistik yang dalam keadaan normal ada
dalam lingkungan pemeliharaan, kemudian berkembang dari sifat yang saprofitik
menjadi patogenik jika kondisi lingkungannya memungkinkan. Bakteri vibrio yang
patogen dapat hidup di bagian tubuh organisme lain baik di luar tubuh dengan jalan
menempel, maupun pada organ tubuh bagian dalam seperti hati, usus dan sebagainya
(Jusman, 2012).
Umumnya bakteri Vibrio menyebabkan penyakit pada hewan perairan laut dan
payau. Sejumlah spesies Vibrio yang dikenal sebagai pathogen seperti V.
alginolyticus, V. anguillarum, V. carchariae, V.cholerae, V.harveyii,

V. ordalii dan V. vulnificus (Irianto,2003). MenurutEgidius (1987) Vibrio sp. menyeran g


lebih dari spesies ikan di 16 negara. Vibrio sp. mempunyai sifat gram negatif, sel
tunggal berbentuk batang pendek yang bengkok (koma) atau lurus, berukuran panjang
(1,4 – 5,0) µm dan lebar (0,3 – 1,3) µm, motil, dan mempunyai flagella polar (Kima,
2011).
Klasifikasi Vibrio

Kingdom : Eubacteria
Divisi : Bacteri
Class : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
family : Vibrionaceae

Genus : Vibrio

Spesies : Vibro anguillarum


Vibrio vulnificus

Vibrio parahaemolyticus
Vibrio cholera
Vibrio Vibrio El Tor
Vibrio alginolyticus.
Vibrio salmonicida

2.2 Spesies Bakteri Vibrio

1) Vibrio parahaemolyticus

Bakteri Vp hidup pada sekitar muara sungai (brackish water atauestuaries),


pantai (coastal waters) tetapi tidak hidup pada laut dalam (open sea). Bakteri Vp
terutama hidup di perairan Asia Timur. Bakteri ini tumbuh pada air laut dengan
kadar NaCl optimum 3%, ( berkembang baik pada kadar NaCl 0,5% - 8 %) pada
kisaran suhu 5 - 43 OC, pH 4,8 –11 dan water activity (aw) 0,94- 0,99. Pertumbuhan
berlangsung cepat pada suhu optimum 37 OC dengan waktu generasi hanya 9-11
menit. Pada beberapa spesies Vibrio suhu pertumbuhan sekitar 5 – 43 OC (pada suhu
10 OC merupakan suhu minimum pada lingkungan)(Adams and Moss 2008). Selama
musim dingin, organisme ini ditemukan di lumpur laut, sedangkan selama musim
panas mereka ditemukan di perairan pantai. Bakteri Vp dapat hidup sebagai koloni
pada kerang-kerangan, udang, ikan dan produk makanan laut lainnya (Santoso, 2011).
Bakteri Vibrio parahaemolyticus (Vp) merupakan bakteri gram negatif, halofilik,
bersifat motil atau bergerak, berbentuk bengkok atau koma, menghasilkan energi
untuk pertumbuhan dengan oksidasi, fakultatif anaerob dan mempunyai flagelum
kutub tunggal dan tidak dapat membentuk spora serta bersifat zoonosis . (Soliha,
2013).

2) Vibrio vulnificus
Vibrio vulnificus merupakan mikroba patogen gram negatif dan merupakan
bakteri non spora dari famili Vibrionaceae yang dapat ditemukan secara alami di
daerah perairan hangat (halofilik obligat) yang tumbuh baik di lingkungan laut tropis
maupun subtropis. Jumlah organisme ini tergantung suhu air laut, yang biasanya
jumlah lebih banyak ditemukan pada musim panas. Vibrio vulnificus dapat juga
ditemukan hidup bebas di air laut dan endapan lumpur di dasar laut. (Soliha, 2013).
Mempunyai ciri-ciri berwarna biru sampai hijau, diameter 2-3 mm.
Karakteristik biokimia adalah mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl
red dan H2S glukosa, sellobiosa, fruktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan,
laktosa bersifat negatif. (Sari, 2013).

3) Vibrio anguillarum
Mempunyai ciri-ciri warna putih kekuning-kuningan, bulat, menonjol dan
berkilau. Karakteristik fisika-biokimia adalah pewarnaan gram negatif, dan
mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa, laktosa, sellobiosa, galaktosa
dan manitol positif. Sedangkan methyl red dan H2S negatif. (Kima, 2011).

4) Vibrio alginolyticus.
Mempunyai ciri-ciri berwarna kuning, diameter 3-5 mm. Karakteristik fisika-
biokimia adalah pewarnaan gram negatif, dan mempunyai sifat fermentatif, katalase,
oksidase, methyl red dan H2S glukosa, laktosa, dan manitol positif. Sedangkan
sellobiosa, fruktosa, galaktosa negative (Kima, 2011).

5) Vibrio salmonicida
Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: berwarna bening, diameter < 1 mm, bulat,
menonjol dan utuh. Karakteristik biokimia adalah pewarnaan gram negatif, dan
mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, glukosa positif. Sedangkan methyl
red, H2S, laktosa, galaktosa, mannitol sellobiosa, fruktosa, bersifat negative (Kima,
2011).

6) Vibrio cholera
Mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : Berwarna kuning, datar, diameter 2-3
mm, warna media berubah menjadi kuning. Karakteristik fisika-biokimia adalah
pewarnaan gram negatif, dan mempunyai sifat fermentatif, katalase, oksidase, methyl
red dan H2S glukosa, laktosa, galaktosa dan manitol positif. Sedangkan sellobiosa,
fruktosa, bersifat negative (Kima, 2011).
Vibrio cholera tumbuh baik pada agar tiosulfat-sitrat-empedu-sukrosa. pH
optimumnya 7,8 – 8,2 (alkalis), bakteri ini cepat mati karena asam. Perbenihan khusus
untuk bakteri ini adalah perbenihan Diedonne yang mempunyai pH 8,5 – 9,5.
Perbenihan ini merupakan perbenihan selektif untuk bakteri ini karena dengan pH ini
bakteri lain akan mati sedangkan Vibrio cholera tidak. Pada agar darah bersifat
haemodigesti, mengeluarkan eksotoksin, dan pada media padat kooninya bening
seperti embun (Kima, 2011).
7) Vibrio El Tor
Menurut Kima (2011), Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Gotschlick tahun
905 di stasion Qarantina El Tor di Semenanjung Sinai (Mesir). Sifat bakteri ini sama
dengan Vibrio cholera hanya pada agar darah bersifat haemolsis. Pada manusia
menyebabkan penyakit muntah da diare, tetapi lebih ringan dibandingkan dengan
cholera asiatica dan sering disebut paracholera (Entjang, 2003).

2.3 Identifikasi dan Diagnosis Bakteri

a.Pewarnaan Gram

Metode ini dikemukakan oleh Christian Gram, Prinsip kerja dari pewarnaan gram
Membedakan bakteri Gram positif dengan Gram negatif yaitu apabila bakteri berwarna ungu,
maka Gram Positif, sedangkan bila bakteri berwarna merah maka Gram negative (Sari,
2013).

b.Tes kultur

Dari hasil yang didapat, sumber penyakit dari pasien adalah bakteri Gram negatif
batang bengkok. Untuk pemeriksaan selanjutnya dapat dilakukan uji coba dengan tes kultur
yaitu penanaman bakteri pada suatu media agar dapat dibedakan jenis bakteri yang satu
dengan yang lainnya berdasakan hasil reaksinya terhadap bahan dalam media tersebut. Jika
media yang digunakan sesuai dengan kebutuhan bakteri, maka bakteri dapat melakukan
pertumbuhan dengan baik. Karena sudah diketahui bahwa sifat dari bakteri yang diperiksa
adalah Gram negatif dengan morfologinya batang bengkok, maka dapat disimpulkan bahwa
bakteri tersebut adalah Vibrio. Untuk mempertegas hasil, media yang digunakan adalah
TCBS (Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrose) karena mengandung garam yang tinggi dan
brilliant yang selektif untuk bakteri Vibrio serta mengandung sukrosa sehingga membedakan
V. cholerae dan V. parahaemolythicus. Media BA (Blood Agar) juga dipergunakan untuk
bakteri V. parahaemolythicus yang bersifat hemolitik atau membutuhkan darah untuk
pertumbuhannya.

2.4 Patogenesis

Kepatogenan (patogenitas) adalah kapasitas


mikroba untuk menyebabkan kerusakan dan
virulensi (keganasan) adalah kapasitas
relatif suatu mikroba untuk menyebabkan
kerusakan dalam inang. Virulensi bisa
diukur dalam persentase kematian per
infeksi dan dosis atau jumlah sel yang
menghasilkan re Tingkat patogenesis bakteri
ditentukan oleh suatu mekanisme dalam
proses pertumbuhan

2.5 Gejala Klinis

Gejala klinis penyakit Vibriosis bentuk akut pada ikan dewasa ditandai dengan warna kulit
kusam disertai hilang nafsu makan, letargi dengan hemoragi dipangkal sirip dengan fin rot
yaitu kerusakan kulit dengan tepi merah atau putih karena infeksi sekunder jamur. Pada
dinding abdomen, organ viseral, jantung, dan kulit terjadi hemoragi difus, membengkak,
distensi abdomen dengan asites. Penyebaran penyakit cepat dan ikan mati dalam 2-3 hari
dengan mortalitas tinggi .

Patogenesis dari penyakit ini, bakteri masuk lewat darah dan ke sirkulasi jaringan
menyebabkan kerusakan dan radang pada pembuluh darah kulit dan pangkal sirip, diikuti
hemoragi pada jantung dan akumulasi cairan di abdomen yang menyebabkan dropsi. Bakteri
yang masuk ketubuh ikan melalui epihel dari traktus interstinalis menyebabkan septikemia
hemoragi. Selain itu bakteri dapat juga menginfeksi ikan melalui insang. Bakteri ini
memperbanyak diri pada daerah usus dan menginduksikan toksin sehingga menimbulkan
toksemia pada hewan yang diserangnya. Hemoragi kapiler terjadi pada bagian luar insang
dan lapisan submukosa abdomen, sedangkan sel hepar dan tubulus renalis menunjukkan
adanya degenerasi . Toksin yang dihasilkan oleh bakteri tersebut menyebabkan anemia
hemolitik yang mengakibatkan peningkatan hemosiderin pada pusat melanomakrofag pada
jaringan hemapoietik limpa dan ginjal.

2.6 Mekanisme penyerangan vibriosis

Mekanisme penyerangan bakteri vibrio pada ikan yaitu dengan pertama-tama menyerang
bagian kulit pada ikan yaitu mucus. Mucus merupakan media yang baik bagi bakteri untuk
tumbuh karena pada mucus terdapat banyak nutrisi. Mekanisme penyerangan akan
dilanjutkan pada organ dalam bila pada kulit terdapat luka yang menjadi perantara masuknya
bakteri ke dalam tubuh organisme. Selain luka , bakteri vibrio bakteri dapat masuk melalui
mulut dan insang ikan. Setelah di dalam tubuh, bagian dari bakteri yang berupa adhesin
bakteri secara tipikal merupakan komponen makromolekul pada permukaan sel bakteri yang
berinteraksi dengan sel inang. Adhesin dan reseptor biasanya berinteraksi dengan komplemen
dan menunjukkan suatu ikatan yang spesifik. Pascale et al (2000), menjelaskan bahwa
pathogen akan mendapatkan respon yang kuat dari hospes. Terdapat dua faktor yang
menjelaskan mekanisme ini, adalah pathogen memiliki serangkaian molekul yang
mengaktivasi hospes. Kedua adalah pathogen memiliki molekul aktivasi hospes lebih efisien
terhadap sel sehingga terjadi hubungan aktivasi respon hospes terhadap daya survivalnya.
Hubungan antara hospes dengan pathogen melibatkan molekul adhesin yang ditemukan pada
ECM seperti kolagen, fibrinektin dan protein matrik lainnya atau melibatkan protein reseptor
adhesin seperti integrin, selectin, cadherin dan kelompok immunoglobulin pada sel hospes.
Perlekatan bakteri terhadap permukaan mukosa sel eukariot atau permukaan jaringan
membutuhkan dua faktor yaitu protein reseptor dan adhesin.
Dapus

The bad bug book : http://www.cfsan.fda.gov/~mow/intro.html


https://www.academia.edu/29697250/BAB_
I_docx

Anda mungkin juga menyukai