Anda di halaman 1dari 7

MANAJEMEN TATA LINGKUNGAN PERIKANAN BUDIDAYA

“Vibrio alginolyticus”

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Manajemen Tata Lingkungan Perikanan


Budidaya

Dosen pengampu:

Prof. Dr. Ir. H. Maftuch, M.Si

Disusun oleh:

Muchammad Balqis Isna Zakkia 175080500111027

B01

PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2019
o Pengertian, Klasifikasi, dan Morfologi

Vibriosis merupakan penyakit bakterial yang paling dominan menyebabkan


penyakit pada kerapu terutama pada saat pergantian musim kemarau dan hujan,
selain serangan Viral Nervous Necrotic (VNN). Vibriosis disebabkan oleh bakteri-
bakteri yang tergolong dalam genus Vibrio. Vibrio alginolyticus adalah bakteri laut
Gram-negatif . Secara medis ini penting karena menyebabkan otitis dan infeksi
luka. Ia juga ada dalam tubuh hewan seperti ikan air laut dan payau, di mana ia
bertanggung jawab untuk produksi neurotoksin yang kuat, tetrodotoxin. Vibrio
alginolyticus adalah bakteri yang umum dijumpai di perairan laut tropis. Bakteri ini
di Asia Tenggara merupakan penyebab vibriosis pada ikan kerapu budidaya dan
paling sering diisolasi dari ikan kerapu macan dan kerapu tikus yang terserang
vibriosis di Indonesia.

Menurut Ode (2012), bakteri Vibrio sp. diklasifikasikan sebagai berikut:

Phylum : Bacteria

Class : Schizomycetes

Order : Vibrionales

Family : Vibrionaceae

Genus : Vibrio

Jenis : Vibrio sp

.
Vibrio alginolyticus mempunyai ciri-ciri morfologi berwarna kuning dan
berdiameter 3-5 mm. Karakteristik fisika-biokimia menunjukan pewarnaan gram
negatif, dan mempunyai sifat fermentatif. Vibrio alginolyticus adalah bakteri gram
negatif yang berbentuk batang. Vibrio alginolyticus berwarna kuning karena
mampu memfermentasikan sukrosa dan menurunkan pH dari media TCBS. Warna
TCBS akan menjadi kuning karena bakteri tersebut memfermentasikan sukrosa
menjadi asam. Secara umum, bakteri vibrio bersifat aerob, tetapi ada pula yang
bersifat anaerob fakultatif. Selain itu, vibrio juga bersifat motil karena
pergerakannya dikendalikan oleh flagela polar, tergolong bakteri gram negatif dan
berbentuk batang yang melengkung (seperti tanda koma).

o Habitat

V. alginolyticus memiliki distribusi geografis yang besar di perairan laut dan


muara terutama di daerah pemandian. V. alginolyticus dianggap sebagai spesies
yang paling sering hidup bebas di air dan sedimen dan dapat bertahan hidup di air
laut bahkan di bawah kondisi tekanan nutrisi sambil mempertahankan virulensi
mereka. V. alginolyticus menyukai kondisi aerobik dan sedikit atau tidak dalam
kondisi anaerob. Tumbuh baik pada media kultur biasa pada 10 ° C dan 40 ° C
(mesofilik dan psikofilik), pH sedikit di atas 7 optimal untuk kultur mereka
(neutrofilik dan alkalofilik). Pada medium pepton, kultur tunggal cepat dan
berlimpah. Vibrio memiliki sifat yang memungkinkan mereka untuk "memilih" di
lingkungan yang berbeda:

• V. alginolyticus tumbuh pada pH basa antara 7,5 dan 9.

• V. alginolyticus tumbuh dengan konsentrasi NaCl yang tinggi, karena


sifatnya halofilik. Media kultur yang digunakan untuk identifikasi setidaknya harus
mengandung persentase NaCl 1%. Vibrio alginolyticus memiliki sifat yang mirip
dengan V. parahaemolyticus tetapi berbeda dalam produksi aseton, fermentasi
sukrosa dan arabinosa, kebutuhan NaCl dan pertumbuhan pada 40 ° C.

• Pertumbuhannya tidak dihambat oleh penambahan berbagai inhibitor


seperti garam empedu, natrium sitrat, natrium tiosulfat. Ini menjadikan mereka
sumber kesalahan identifikasi dengan enterobacteria, yang merupakan media
kultur selektif untuk pengembangan Vibrio.

o Gejala Klinis Organisme yang Diserang

Bakteri patogen penyebab vibriosis pada ikan kerapu antara lain V.


anguillarum, V. alginolitycus, V. parahaemolitycus, V. fluvialis, V. furnisii,
V.metchnikovii, V. vulnificus. Bakteri V. alginolitycus lebih banyak ditemukan pada
ikan kerapu. ikan kerapu macan yang terinfeksi vibriosis dan ikan kerapu bebek
yang diinfeksi isolat vibrio yang berbeda mengakibatkan gejala klinis yang identik
sama, baik secara morfologi maupun tingkah laku. Perubahan tingkah laku seperti
pergerakan ikan lamban, keseimbangan terganggu dan ikan berenang di
permukaan. Sedangkan perubahan morfologi yang terjadi pada ikan kerapu
adalah haemorhagik di beberapa bagian tubuh, gripis di bagian sirip dan luka
borok. Gejala klinis yang serupa juga pernah dilaporkan yaitu berubahnya warna
tubuh menjadi gelap, timbul pendarahan yang selanjutnya akan menjadi borok
(hemorrhagic) diikuti oleh luka - luka borok dan borok pada kulit yang dapat meluas
ke jaringan otot, hemoragi insang sehingga ikan sulit bernafas, rongga mulut, sirip,
dan sisik. Tanda-tanda ikan yang terserang penyakit bakterial adalah bercak
merah pada pangkal sirip, sisik tegak, bergerak lamban, keseimbangan terganggu,
nafsu makan berkurang, mata menonjol (exophotalmia), dan perut kembung berisi
cairan. Perubahan tingkah laku seperti nafsu makan yang menurun dan
pergerakan ikan lamban diduga karena bakteri tersebut memproduksi toksin yang
terlalu berlebih. Saat bakteri menginfeksi ikan, bakteri dapat menghasilkan zat
beracun yang disebut sebagai toksin yang merupakan produk ekstraseluler yang
berkaitan dengan antibiosis sehingga bisa mematikan organisme inang atau
memudahkan bakteri masuk ke dalam tubuh inang. proses pengeluaran toksin
yang dihasilkan oleh bakteri dapat bersifat eksotoksin. Jika diekskresikan ke luar
sel, atau endotoksin racun tersebut tetap disimpan dalam sel bakteri dan tidak
diekskresikan. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri patogen akan merusak sel dan
jaringan inang secara keseluruhan. Kerusakan sel akibat interaksi antara toksin
dengan inang. Gejala klinis ikan yang terinfeksi patogen Vibrio alginolyticus adalah
lesu, warna kulit gelap dan sisik lepas. Pendarahan pun juga terjadi pada beberapa
bagian tubuh ikan. Pendarahan terjadi diantaranya pada rahang, abdomen, tutup
insang, pangkal sirip, luka yang berkembang menjadi ulser pada tubuh, warna
tubuh gelap atau terang, pendarahan pada organ dalam, hati dan ginjal bengkak.
o Pencegahan, Pengendalian, atau Pengobatan

Sebelum melakukan tindakan pencegahan, kita harus tahu ciri-ciri tambak

yang mengandung banyak bakteri vibrio. Ciri tambak yang mengandung bakteri

vibrio dalam jumlah banyak adalah permukaan air tambak terlihat menyala-nyala

seperti kunang-kunang pada malam hari. Jika bakteri vibrio terindikasi menyerang

bak hatchery, atau pada masa pembibitan maka dapat dicegah dengan menekan

seminimal mungkin bahan organik yang ada pada tambak. Caranya ialah dengan

melakukan pembersihan, seperti membuang air yang mengandung lumpur dari

dasar tambak. Cara lainnya adalah dengan menggunakan bakteri probiotik yang

memiliki fungsi untuk memecah bahan organik menjadi senyawa kimia yang lebih

sederhana sehingga dapat dengan mudah diuraikan secara alami. Hal ini tentu

akan menekan keberadaan bakteri vibrio, sehingga udang terhindar dari beragam

penyakit. Pengendalian vibriosis dapat menggunakan antibiotik dan vaksin.

Pengendalian vibriosis dengan menggunakan antibiotik belum memberikan hasil

yang memuaskan. Penggunaan antibiotik untuk jangka lama mempunyai

beberapa kelemahan yaitu menimbulkan resistensi pada bakteri, mencemari

lingkungan dan meninggalkan residu di tubuh ikan. Vaksinasi merupakan alternatif

yang menjanjikan untuk mengendalikan penyakit vibriosis pada ikan kerapu.

Penelitian vaksinasi ikan kerapu telah dilakukan oleh Nitimulyo et al. (2005)

dengan bakterin polivalen yang diberikan dengan cara suntikan intraperitoneal,

rendam dan oral. Ikan yang divaksin mempunyai sintasan yang lebih tinggi dari

ikan yang tidak divaksin, akan tetapi tidak ada perbedaan sintasan dari ketiga

metode yang dicobakan. Dalam upaya memaksimalkan perlindungan suatu vaksin

perlu diketahui komponen sel yang imunogenik.

Penanganan penyakit jenis bakteri dapat diberi antibiotik, namun penggunaan

antibiotik dapat menyebabkan resistensi pada bakteri dan residunya berbahaya


untuk manusia. Oleh karena itu, berbagai bahan herbal digunakan dalam

pencegahan penyakit jenis bakterial. Bahan herbal difungsikan dalam memicu

sistem imun non spesifik ikan sehingga mampu menahan serangan akibat bakteri.

Salah satu bahan alami yang digunakan untuk pencegahan penyakit ini adalah

ekstrak jintan hitam. Manfaat dari jintan hitam telah banyak dikenal masyarakat

antara lain sebagai anti parasit, anti mikroba, anti inflamasi, memperbaiki fungsi

hepar dan ginjal, mengobati gangguan pernafasan dan pencernaan, serta dapat

digunakan untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Kandungan kimia yang

dominan terkandung pada tanaman ini adalah thymoquinon yang salah satu

fungsinya adalah sebagai hepatoprotektor. Penyakit vibriosis biasanya diatasi

dengan antibiotik dan desinfektan. Penggunaan antibiotik berdampak negatif yaitu

timbul bakteri yang resisten, penumpukan residu pada daging ikan dan udang, dan

pencemaran lingkungan. Vaksinasi merupakan salah satu cara pencegahan

penyakit ikan dengan merangsang kekebalan ikan yang divaksin terhadap suatu

penyakit tertentu pada ikan. Disamping itu vaksinasi tidak menimbulkan dampak

negatif baik pada ikan, lingkungan maupun konsumen. Dengan demikian,

penggunaan vaksin mempunyai harapan yang cukup baik. Vaksinasi dapat

dilakukan secara rendaman, oral, atau suntikan. Efektivitas vaksin salah satunya

dipengaruhi oleh cara vaksinasi tersebut.

o Kesimpulan

Vibrio alginolyticus mempunyai ciri-ciri morfologi berwarna kuning dan

berdiameter 3-5 mm. V. alginolyticus dianggap sebagai spesies yang paling sering

hidup bebas di air dan sedimen dan dapat bertahan hidup di air laut bahkan di

bawah kondisi tekanan nutrisi sambil mempertahankan virulensi mereka. Vibrio

alginolyticus menyukai kondisi aerobik dan sedikit atau tidak dalam kondisi

anaerob. Gejala klinis ikan yang terinfeksi patogen Vibrio alginolyticus adalah lesu,
warna kulit gelap dan sisik lepas. Pendarahan pun juga terjadi pada beberapa

bagian tubuh ikan. Pendarahan terjadi diantaranya pada rahang, abdomen, tutup

insang, pangkal sirip, luka yang berkembang menjadi ulser pada tubuh, warna

tubuh gelap atau terang, pendarahan pada organ dalam, hati dan ginjal bengkak.

Penyakit vibriosis biasanya diatasi dengan antibiotik dan desinfektan. Penggunaan

antibiotik berdampak negatif yaitu timbul bakteri yang resisten, penumpukan residu

pada daging ikan dan udang, dan pencemaran lingkungan. Vaksinasi merupakan

salah satu cara pencegahan penyakit ikan dengan merangsang kekebalan ikan

yang divaksin terhadap suatu penyakit tertentu pada ikan. Disamping itu vaksinasi

tidak menimbulkan dampak negatif baik pada ikan, lingkungan maupun konsumen.

Sumber :
De Boer, W. E., C. Golten And W. A. Scheffers. 1975. Effects of some physical
factors on flagellation and swarming of Vibrio alginolyticus. Netherlands
Journal of Sea Research. 9(2): 197-213.

Desrina, A.Taslihan, Ambariyanto, E. Yudiati, Y. D. Casessar, R. B. S. Sumanta,


Triyanto, H. J. Situmeang dan L. Sembiring. 2006. Isolasi, purifikasi dan
immunogenitas protein outer membran Vibrio alginolyticus pada ikan
kerapu macan (Epinephelus fuscoguttatus). Jurnal Perikanan. 9(1): 8-16.

Johnny, F. and D. Roza. 2014. Infeksi bakteri Vibrio alginolyticus pada lumba-
lumba hidung botol (Tursiops aduncus) yang dipelihara di Lovina,
Singaraja, Bali. Berita Biologi. 13(3): 295-300.

Nitimulyo, K. H., A. Isnansetyo, Triyanto, M. Murdjani dan L. Sholichah. 2005.


Efektivitas vaksin polivalen untuk pengendalian vibriosis pada kerapu tikus
(Cromileptes altivelis). Jurnal Perikanan. 7(2): 95-100.

Ode, I. 2012. Patologi bakteri vibrio pada ikan. Bimafika. 3: 355-359.

Rahmanto, S. P., Sarjito dan D. Chilmawati. 2014. Karakterisasi dan uji postulat
koch bakteri genus vibrio yang berasal dari media kultur massal mikroalga.
Journal of Aquaculture Management and Technology. 3(4): 230-237.

Anda mungkin juga menyukai