Anda di halaman 1dari 61

1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan merupakan bahan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Selain sebagai sumber protein hewani, daging ikan juga kaya akan asam-asam

lemak tak jenuh, mineral, dan vitamin. Harga daging ikan juga lebih murah dari

sumber protein hewani lainnya sehingga dapat dikonsumsi oleh siapa saja

(Afrianto dan Liviawaty, 1989). Namun produk perikanan lebih cepat membusuk

dari pada daging, karena adanya kotoran-kotoran pada isi perut ikan yang

menjadi mikroba pembusuk, diperlukan uji hasil mutu untuk menjamin kualitas

dari produk hasil perikanan.

Terkontaminasinya Produk perikanan oleh bakteri Salmonella sp dapat

diketahui dari tingginya kasus penahanan produk perikanan ke Negara Eropa

dan Amerika. Maka dari itu di perlukan pengujian bakteri Salmonella untuk

menjamin produk perikanan yang aman. Hasil penelitian Rinto (2010)

menunjukkan terdapat 146 kasus penolakan dari FDA (Food and Drug

Administration). Sejak tahun 2003 sampai tahun 2008 ditemukan lebih dari 100

kasus penahanan produk udang setiap tahunnya, disebabkan karena adanya

kontaminasi bakteri patogen.

Bahan pangan dapat bertindak sebagai perantara untuk tumbuhya

mikroorganisme yang bersifat patogenik terhadap manusia. Penyakit menular

yang cukup berbahaya seperti Thypus, Cholerae, Disentri, TBC,

Poliomilitis dengan mudah disebarkan melalui bahan pangan yang disebabkan

mikroorganisme patogenik seperti Samonella. Samonella adalah bakteri gram

negatif yang berbentuk batang tanpa spora dan Salmonella adalah salah satu

bakteri yang sering kali menyebabkan penyakit yang cukup serius apabila

1
mencemari makanan maupun minuman yang dikonsumsi

manusia. Samonella juga dapat hidup pada tubuh makhluk hidup yang berdarah

dingin maupun berdarah panas. Untuk mewaspadai mikroorganisme ini oleh

karena itu diperlukan identifikasi Samonella.

1.2 Tujuan

Maksud dari pelaksanaan Praktik Kerja Magang (PKM) ini adalah untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam memadukan

teori dari perkuliahan dengan keadaan sebenarnya di lapangan dan mempelajari

pengujian mikrobiologi bakteri Samonella pada berbagai produk perikanan di

Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas II

Semarang, Jawa Tengah..

Tujuan dari pelaksanaan PKM ini adalah:

1. Untuk mendapatkan pengalaman dan keterampilan dalam proses pengujian

mikrobiologi bakteri Salmonella pada produk perikanan.

2. Mahasiswa dapat menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh selama

kuliah pada PKM.

3. Mengetahui dan melakukan tahap-tahap proses pengujian mikrobiologi bakteri

Salmonella pada produk perikanan.

1.3 Kegunaan

Hasil dari pelaksanaan PKM ini diharapkan dapat berguna bagi:

1. Mahasiswa, yaitu agar dapat menerapkan ilmu yang dimiliki ketika berada

di lapang dengan harapan dapat dibandingkan dengan pengetahuan yang

sudah didapat di bangku kuliah.

2
2. Lembaga akademis atau perguruan tinggi, yaitu dapat digunakan sebagai

informasi keilmuan dan bahan penelitian selanjutnya.

1.4 Waktu dan Tempat

Waktu pelaksanaan PKM dilakukan pada tanggal 10 Juli – 21 Agustus 2017,

bertempat di di Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan Kelas II Semarang, Jawa Tengah.

3
2. METODE PRAKTIK KERJA MAGANG

2.1 Metode Pengumpulan Data dan Infomasi

Metode yang digunakan dalam PKM adalah metode deskriptif. Metode

deskriptif adalah suatu metode penyelidikan yang bertujuan untuk membuat

deskripsi secara sistematis, faktual dan akurat mengenai faktafakta dan sifat-sifat

suatu daerah tertentu. Menurut Irnawati, et al. (2013), bahwa metode deskriptif

dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah diselidiki dengan

menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian

(seseoarang, lembaga, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta

yang tampak atau sebagainya. Penelitian mengguanakan metode diskriptif

berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bahwa peneliti akan mengungkapkan

semua gejala-gejala yang dihadapi pada saat penelitian dilakukan.

Data adalah deskripsi dasar dari benda, peristiwa, aktivitas dan transaksi

yang direkam, dikelompokkan, dan disimpan tetapi belum terorganisir untuk

menyampaikan arti tertentu (Turban, 2010). Pada metode ini sasarannya adalah

mengumpulkan sejumlah data dengan observasi langsung terhadap gejala-gejala

objek yang diteliti. Pengambilan data yang dilakukan pada PKM ini meliputi data

primer dan data sekunder. Teknik pengambilan data yang digunakan adalah

kegiatan partisipasi aktif, observasi, wawancara, dokumentasi dan kepustakaan.

2.1.1 Data Primer

Pengertian data primer Menurut Hendri (2009), adalah informasi yang

dikumpulkan terutama untuk tujuan investigasi yang sedang dilakukan. Data

primer merupakan data yang diperoleh dari sumberdaya secara langsung, baik

dengan melakukan observasi, wawancara maupun partisipasi aktif.

4
Data primer Menurut Istijanto (2005), adalah data yang diperoleh secara

langsung dari sumbernya, sehingga periset merupakan orang yang pertama kali

memperoleh data tersebut. Proses pengumpulan data primer memerlukan proses

yang relatif lebih lama jika dibandingkan dengan data sekunder.

Data primer dalam Praktik Kerja Magang ini diperoleh dengan cara kegiatan

partisipasi aktif, observasi, wawancara, dan dokumentasi.

2.1.1.1 Observasi

Observasi adalah salah satu metode pengumpulan data dengan cara

melalukan pengamatan secara teliti pada objek penelitian. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Irnawati (2013), bahwa salah satu pengumpulan data yang dilakukan

yaitu dengan melakukan observasi. Observasi adalah pengamatan dan

perencanaan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek

penelitian yang digunakan untuk mendapatkan data sekunder, dengan

mempersiapkan terlebih dahulu kepastian apa saja yang ingin diamati, perilaku

dibuat dalam kategori-kategori, tersedia unit analisis, derajat infers sera

generalisasi.

Salah satu pengumpulan data yang dilakukan Menurut Pramono, et al.

(2014), yaitu dengan melakukan observasi. Observasi merupakan cara

pengumpulan data dengan pengamatan secara langsung yang digunakan untuk

mendapatkan data sekunder, dengan mempersiapkan terlebih dahulu kepastian

apa saja yang ingin diamati.

Dalam dilakukan observasi secara langsung mengenai sampel yang

digunakan, prosedur pengujian bakteri Salmoenella sp, sarana dan prasarana

laboratorium, peralatan yang digunakan dalam pengujian bakteri Salmoenella sp,

dan bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian bakteri Salmoenella sp.

5
Selain itu juga dilakukan pembandingan dan analisa hasil uji dengan standar

yang telah ditetapkan.

2.1.1.2 Wawancara

Pengambilan data dengan wawancara juga dapat dilakukan untuk

mengumpulkan data penelitian. Wawancara adalah salah satu metode

pengumpulan data dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan kepada

beberapa orang yang berkaitan dengan penelitian untuk mengetahui informasi

yang dibutuhkan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kurniawan, et al. (2013),

wawancara adalah percakapan yang dilakukan peneliti dengan maksut tertentu.

Berdasarkan taxonomi bentuk pertanyaannya, wawancara dapat dikelompokan

menjadi beberapa bentuk yaitu verbal dan non verbal. Ada dua bentuk

pertanyaan verbal yaitu, pertanyaan langsung dan tidak langsung, sementara itu

untuk yang non verbal juga mempunya dua bentuk pertanyaan yaitu overt dan

covert.sementara itu pertanyaan langsung dari verbal mempunyai dua bentuk

yaitu tertutup dan terbuka.

Wawancara Menurut Sugiyono (2011), merupakan teknik pengumpulan data

apabila peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan

permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga apabila peneliti ingin mengetahui

hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Teknik pengumpulan data ini

mendasarkan pada laporan tentang diri sendiri atau self-report, atau setidaknya

pada pengetahuan dan atau keyakinan pribadi.

Wawancara dapat dilakukan dengan Kepala Laboratorium dan karyawan yang

bekerja pada BKIPM Kelas II Semarang menyangkut sejarah berdirinya BKIPM

Kelas II Semarang, keadaan umum lokasi BKIPM Kelas II Semarang, struktur

organisasi, analisa yang dilakukan, prosedur pengujian bakteri Salmonella sp,

serta permasalahan yang terkait selama proses pengujian berlangsung.

6
2.1.1.3 Partisipasi Aktif

Partisipasi aktif yang dilakukan peneliti juga dapat di sajikan sebagai metode

pengambilan data. Partisipasi aktif adalah salah satu metode pengumpulan data

dengan cara melakukan interaksi social secara langsung untuk mendapatkan

informasi yang dibutuhkan dalam sebuah penelitian. Hail ini sesuai dengan

pernyataan Aditama, et al. (2013), bahwa partisipasi bisa diartikan sebagai

keterlibatan seseorang secara sadar kedalam interkasi sosial dalam situasi

tertentu. Dengan pegertian itu, seseorang bisa berpatisipasi bila ia menemukan

dirinya dengan atau dalam kelompok, melalui berbagai proses berbagai dengan

orang lain dalam hal nilai, tradisi, perasaan, kesetiaan, kepatuhan dan tanggung

jawab bersama.

Partisipasi aktif Menurut Sugiono (2008), merupakan salah satu jenis metode

pengumpulan data. Partisipasi aktif termasuk kedalam jenis pengumpulan data

secara observasi. Pada observasi partisipasi aktif peneliti datang langsung ke

lapang dan mengikuti kegiatan yang dilakukan narasumber. Pada kegiatan

partisipasi aktif peneliti terlibat dalam interaksi sosial untuk mendapatkan

informasi yang dibutuhkan.

Teknik pengambilan data secara partisipasi aktif ini dapat berupa

keikutsertaan dalam pengujian bakteri Salmonella sp pada produk perikanan

selama berlangsungnya kegiatan PKM. Partisipasi juga dapat dilakukan dengan

mengamati apa saja yang dikerjakan di BKIPM Kelas II Semarang. Keikutsertaan

dalam pengujian bakteri Salmonella sp pada produk perikanan juga dapat

dilakukan mulai dari preparasi sampel hingga diperoleh hasil sesuai prosedur

pengerjaan.

2.1.1.4 Dokumentasi

Metode dokumentasi menurut Nasution (2001), merupakan suatu teknik

pengumpulan data yang mana dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-

7
dokumen yang terkait, baik dokumen tertulis, gambar maupun elektronik.

Dibandingkan dengan metode lain, maka metode ini tidak begitu sulit, dalam arti

apabila ada kekeliruan penulisan, sumber datanya tetap tidak akan berubah dan

dapat dilihat kembali sebagai rujukan.

Dokumentasi menurut Siburian (2013) berasal dari kata dokumen yang artinya

barang-barang tertulis. Didalam melaksanakan metode dokumentasi, penulis

menyelidiki barang-barang tertulis seperti buku-buku, work book, majalah,

dokumen, peraturan-peraturan, catatan harian dan sebagainya. Teknik ini hanya

digunakan untuk memperkuat data-data yang telah diambil dengan

menggunakan teknik pengambilan data sebelumnya. Kegiatan dokumentasi pada

Praktik Kerja Magang ini terutama meliputi proses pengujian mikrobiologi bakteri

Salmonella sp pada produk hasil perikanan.

2.1.2 Data Sekunder

Data sekunder juga di butuhkan dalam pengmpulan data. Data sekunder

adalah jenis data yang telah tersedia sebagai tinjuan pustaka pada sebuah

penelitian. Hali ini sesuai dengan pernyataan Nussy (2014), data sekunder

adalah data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi. Sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sekunder. Data sekunder yang dibutuhkan

merupakan data yang di peroleh melalui penelusuran catatan dan dokumen

resmi perusahaan, yaitu sejarah singkat perusahaan, struktur organisasi, laporan

keuangan, serta literatur yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Data

sekunder didapatkan dengan cara mencari informasi yang dikumpulkan atau di

laporkan seseorang dengan tujuan tertentu maupun sebagai pengetahuan ilmiah.

Data sekunder Menurut Hendri (2009), merupakan informasi yang

dikumpulkan bukan untuk kepentingan studi yang sedang dilakukan saat ini

tetapi untuk beberapa tujuan lain. Data sekunder dapat diklasifikasikan

8
berdasarkan sumber, yaitu data internal dan data eksternal. Data internal adalah

data yang berasal dari dalam organisasi dimana riset sedang dilakukan.

Misalnya, data penjualan dan biaya yang dikomplikasi dalam siklus akuntansi

yang normal merupakan data sekunder internal yang akan diberikan pada

banyak masalah riset, seperti evaluasi startegi pemasaran atau penilaian posisi

kompetitif perusahaan dalam industry. Sedangkan, data eksternal adalah data

yang berasal dari luar organisasi dimana riset sedang dilakukan. Sumber

eksternal dapat dibagi menjadi sumber-sumber yang secara teratur menerbitkan

data-data statistic dan menyediakannya secara gratis kepada para pengguna

(misalnya pemerintah), dan organisasi-organisasi komersial.

Data sekunder dalam pelaksanaan PKM dapat diperoleh dari laporan,

buku atau jurnal yang menunjang penulisan, pustaka dan arsip BKIPM Kelas II

Semarang. Data sekunder juga dapat diperoleh dari lembaga administrasi

pemerintahan setempat, lembaga swasta, dan masyarakat sekitar. Data

sekunder meliputi :

a) Keadaan umum lokasi PKM

b) Keadaan geografis wilayah

c) Sejarah perusahaan

9
3. KEADAAN UMUM LOKASI PRAKTIK KERJA MAGANG

3.1 Keadaan Umum Lokasi Praktik Kerja Magang

3.1.1 Sejarah Berdirinya BKIPM Kelas II Semarang

Sektor perikanan mempunyai peranan penting dalam pembangunan nasional

khususnya di Jawa Tengah. Pembangunan perikanan telah dilaksanakan dari

tahun ke tahun baik dalam usaha budidaya maupun hasil tangkap. Akan tetapi

dalam prosesnya tidak lepas dari berbagai macam kendala, salah satunya

adalah serangan penyakit yang dapat menurunkan produktivitas, sehingga

diperlukan suatu layanan karantina ikan sebagai kegiatan pengendalian dan

pencegahan terhadap masuk serta tersebarnya penyakit ikan. Pada tahun 2002,

BKIPM Kelas II Semarang bernama Pos Karantina Tanjung Emas. Keberadaan

Pos Karantina Tanjung Emas tersebut telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan No. KEP 29/MEN/2002 tentang Organisasi dan Tata

Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Ikan.

Pos Karantina Tanjung Emas kemudian berubah nama menjadi Stasiun

Karantina Ikan Kelas I Tanjung Emas pada tahun 2004 yang telah ditetapkan

berdasarkan keputusan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.

KEP.32/MEN/2004 tentang organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

Karantina Ikan.

Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

No.Kep.21/Men/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

Karantina Ikan, maka Stasiun Karantina Ikan Kelas I Tanjung Emas berubah

nama menjadi Balai Karantina Ikan Kelas II Tanjung Emas Semarang yang

bertanggung jawab langsung kepada Kepala Pusat Karantina Ikan. Balai

10
Karantina Ikan Kelas II Tanjung Emas berdasarkan Surat Keputusan tersebut

ditetapkan sebagai unit kerja yang mempunyai tugas dan tanggung jawab

terhadap pelaksanaan tugas pokok dan fungsi di pintu pemasukan dan

pengeluaran propinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.

PER.25/MEN/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan, maka

Organisasi Balai Karantina Ikan Kelas II Tanjung Emas berubah menjadi Balai

Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Kelas II

Semarang yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Badan Karantina Ikan,

Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan berada di bawah dan

bertanggung jawab kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu,

dan Keamanan Hasil Perikanan yang mempunyai tugas melaksanakan

pencegahan masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit Ikan Karantina (HPIK),

pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan serta penerapan sistem

manajemen mutu di pintu pemasukan dan pengeluaran propinsi Jawa Tengah

yaitu Pelabuhan Tanjung Emas Semarang, Pelabuhan Laut Tegal, Pelabuhan

Laut Pekalongan, Bandara Ahmad Yani, Bandara Adisumarmo Surakarta, Kantor

Pos Besar Semarang dan Stasiun Kereta Api Tawang. Gambar BKIPM Kelas II

Semarang disajikan pada Gambar 1.

11
Gambar 1. BKIPM Kelas II Semarang, Jawa Tengah

3.1.2 Lokasi dan Letak Geografis BKIPM Kelas II Semarang

Lokasi BKIPM Kelas II Semarang berada di Jl. Ampenan No. 4 Tanjung Emas,

Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah yang lokasinya masih berada dalam

kawasan pelabuhan Tanjung Emas dengan jarak ±2 km, sedangkan jarak antara

BKIPM Kelas II Semarang dengan Bandara Ahmad Yani Semarang yakni ±8 km.

Adapun secara geografis, lokasi BKIPM Kelas II Semarang terletak pada

ketinggian 0,75-3,5 mdpl dan berada pada titik koordinat 6°57'7’’S dan

110o25’32’’E Pelabuhan Tanjung Mas Semarang Provinsi Jawa Tengah.

3.1.3 Struktur Organisasi

Berdasarkan SK Menteri Kelautan dan perikanan NO. 26 A/MEN/2011 dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya dipimpin oleh seorang Kepala Balai yang

dibantu oleh Kepala Bagian Tata Usaha, Bidang Program dan Kerjasama,

Bidang Pelayanan Teknis serta Kelompok Jabatan Fungsional. Adapun struktur

organisasi yang ada di BKIPM Kelas II Semarang disajikan pada Gambar 2.

Adapun pembagian tugas dan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai

berikut:

12
a. Bagian Tata Usaha, memiliki tugas menyelenggarakan pengelolaan

administrasi keuangan, pengelolaan administrasi kepegawaian serta urusan

persuratan, perlengkapan dan rumah tangga.

b. Bagian P2I, memiliki tugas menyelenggarakan penyusunan program

anggaran, menyelenggarakan fungsi pemantauan, pengawasan data dan

informasi serta melakukan evalusi hasil penelitian.

c. Bidang Pelayanan Teknis, memiliki tugas menyelenggarakan fungsi

pengelolaan, pemeliharaan sarana lapangan dan laboratorium, penyiapan

bahan dokumentasi, promosi dan dokumentasi hasil riset, pelayanan jasa

riset dan informasi serta pengelolaan perpustakaan.

d. Kelompok Jabatan Fungsional, memiliki tugas melaksanakan kegiatan riset

dan kegiatan lain sesuai dengan tugas masing-masing jabatan fungsional

berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kepala
R. Gatot Perdana, A.Pi., M.MPi

Ka. Sub Bag. Tata


Usaha
Ely Musyarofah, S.Pi

Ka. Sie. Tata Pelayanan Ka. Sie. P2I


Dudung Daenuri, S.St.Pi Sarwan, S.Pi, M.Si

Kelompok
Jabatan Fungsional

Koordinator Fungsional
Dr. Titis Candra Dewi, S.Pi., M.Sc

Gambar 2. Struktur Organisasi BKIPM Kelas II Semarang

13
3.1.4 Sumber Daya Manusia

Manajemen Sumberdaya Manusia (SDM) sangat penting dalam kegiatan

usaha terutama dalam mengatur posisi pekerjaan yang harus disesuaikan

dengan kemampuan masing-masing. SDM dalam kegiatan usaha berarti orang-

orang yang terlibat dalam keseluruhan kegiatan karantina ikan mulai dari teknisi

lapang sampai dengan teknisi laboratorium.

Data pegawai BKIPM Kelas II Semarang sampai dengan bulan Agustus 2017

yaitu sebanyak 62 orang yang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil sebanyak 40

dengan perincian sebagai berikut: Golongan IV 2 orang, golongan III 31 orang,

golongan II 7 orang dan tenaga honorer sebanyak 22. Adapun tingkat

pendidikan dari personil yang mendukung kegiatan di BKIPM Kelas II Semarang

sebagai berikut:

a. Strata Tiga (S3)

b. Strata Dua (S2)

c. Strata Sau (S1)

d. Diploma IV

e. Diploma III

f. Sekolah Usaha Perikanan Menengah (SUPM)

g. Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)

h. Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)

i. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)

14
Tabel 1. Jumlah Pegawai BKIPM Kelas II Semarang Berdasarkan Tingkat

Pendidikan Tahun 2017

Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang)


S3 1
S2 3
S1 19
D4 2
D3 7
SLTA dan SLTP 30
Total Pegawai 62

3.1.5 Sarana dan Prasarana

3.1.5.1 Sarana

Sarana yang terdapat di Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan

Keamanan Hasil Perikanan Kelas II Semarang adalah ruang kepala balai, ruang

kasie pelayanan operasional, ruang wasdatin, ruang BMN, ruang administrasi,

ruang fungsional, ruang keuangan, ruang kepegawaian, ruang arsip dan

laboratorium.

Laboratorium yang terdapat di Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan

Keamanan Hasil Perikanan Kelas II Semarang terdiri dari beberapa ruangan

yang mempunyai fungsi dan tugas masing-masing, adapun ruang-ruang tersebut

adalah sebagai berikut:

•Laboratorium Bakteri

Laboratorium ini mempunyai fungsi melakukan pengujian bakteri pengendalian

mutu hasil perikanan yang meliputi ALT, Salmonella, E-Coli dan juga

pemeriksaan dan identifikasi bakteri yang menyerang ikan karantina dengan uji

biokimia.

•Laboratorium Organoleptik

15
Laboratorium ini mempunyai fungsi melakukan analisa dan penujian

organoleptik.

•Laboratorium Jamur

Laboratorium ini mempunyai fungsi melakukan pemeriksaan dan identifikasi

jamur yang menyerang ikan karantina maupun produk perikanan seperti tepung

ikan dengan metode selotip serta melakukan pengujian formalin pada hasil

perikanan.

•Laboratorium Parasit

Laboratorium ini mempunyai fungsi melakukan pemeriksaan dan identifikasi

parasit yang menyerang ikan karantina

•Laboratorium Biologi Molekuler

Laboratorium ini mempunyai fungsi melakukan pemeriksaan dan identifikasi

virus yang menyerang ikan karantina dengan menggunakan PCR.

•Ruang Sterilisasi Alat

Ruang ini mempunyai fungsi mensterilkan alat-alat yang telah digunakan dalam

proses pemeriksaan. Ruang ini dilengkapi dengan alat destruksi yang berfungsi

untuk membersihkan alat dan juga oven yang berfungsi untuk sterilisasi kering.

•Ruang Nekropsi

Ruang ini mempunyai fungsi sebagai tempat pemeriksaan dan preparasi

sampel.

•Ruang Pembuatan Media

Ruang ini mempunyai fungsi dalam pembuatan media yang akan digunakan di

laboratorium bakteri maupun laboratorium jamur.

•Ruang Penyimpanan Media

Ruang ini mempunyai fungsi menyimpan semua media yang akan digunakan

dalam pengujian mutu naupun pemeriksaan penyakit.

16
•Laboratorium Kualitas Air

Laboratorium ini mempunyai fungsi melakukan pemeriksaan dan pengukuran

kualitas air.

•Laboratorium Basah

Laboratorium ini mempunyai fungsi menyimpan sampel ikan yang masih hidup

dan memerlukan waktu lama dalam melakukan pemeriksaan.

3.1.5.2 Prasarana

Prasarana yang terdapat pada Balai KIPM Kelas II Semarang yang

mempunyai fungsi sebagai pendukung dalam pelaksanaan tugas adalah kendar

aan bermotor roda 4 sebanyak 2 buah, kendaraan bermotor roda 2 sebanyak 3

buah, mesin fax sebanyak 1 buah, mesin fotocopy sebanyak 1 buah, komputer

sebanyak 25 buah, generator sebanyak 1 buah, gudang, tempat peribadatan dan

dapur.

3.2 Tugas dan Fungsi Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan

Keamanan Hasil Perikanan

3.2.1 Tugas Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan

BKIPM Kelas II Semarang dalam melaksanakan tugasnya mempunyai tugas

melaksanakan pencegahan masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit Ikan

Karantina (HPIK) ke/di/keluar wilayah Negara Republik Indonesia, pengendalian

mutu dan keamanan hasil perikanan serta penerapan sistem manajemen mutu

baik di pintu masuk/pintu keluar (bandara, pelabuhan laut, kantor pos) dan

sebagian besar wilayah administratif Provinsi Jawa Tengah.

17
Tugas tersebut diterapkan sesuai dengan tujuan adanya balai karantina yang

diselenggarakan berdasarkan UU No.16 Tahun 1992 tentang Karantina Ikan,

Hewan dan Tumbuhan, yakni:

• Mencegah masuknya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan

penyakit ikan karantina serta organisme pengganggu tumbuhan karantina

dari luar negeri ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

• Mencegah tersebarnya hama dan penyakit hewan karantina, hama dan

penyakit ikan karantina serta organisme pengganggu tumbuhan karantina

dari suatu area ke area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

• Mencegah keluarnya hama dan penyakit hewan karantina dari wilayah

Negara Republik Indonesia.

• Mencegah keluarnya hama dan penyakit ikan dan organisme

pengganggu tumbuhan tertentu dari wilayah Negara Republik Indonesia

apabila Negara tujuan menghendakinya.

3.2.2 Fungsi Balai Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan

BKIPM Kelas II Semarang mempunyai fungsi yang sesuai dengan PERMEN

KP NO. PER.25/MEN/2011 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana

teknis karantina ikan, pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yaitu:

• Pelaksanaan pencegahan masuk dan tersebarnya HPIK dari luar negeri

dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri, atau keluarnya dari

dalam wilayah Negara Republik Indonesia.

• Pelaksanaan pencegahan keluar dan tersebarnya HPI dari wilayah

Negara Republik Indonesia yang dipersyaratkan Negara tujuan.

• Pelaksanaan tindakan karantina terhadap media pembawa HPIK.

• Pelaksanaan pemantauan HPIK, mutu, dan keamanan hasil perikanan.

18
• Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian HPIK, mutu, dan keamanan

hasil perikanan

• Pelaksanaan inspeksi terhadap Unit Pengolahan Ikan dalam rangka

sertifikasi penerapan program manajemen mutu terpadu.

• Pelaksanaan surveilen HPIK, mutu, dan keamanan hasil perikanan.

• Pelaksanaan sertifikasi kesehatan ikan, mutu, dan keamanan hasil

perikanan.

• Pelaksanaan pengujian HPIK, mutu, dan keamanan hasil perikanan.

• Penerapan system manajemen mutu pada laboratorium dan pelayanan

operasional.

• Pembuatan koleksi media pembawa dan/atau HPIK.

• Pengumpulan dan pengolahan data dan informasi perkarantinaan ikan,

mutu dan keamanan hasil perikanan.

• Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

3.2.3 Visi dan Misi

Visi dari BKIPM Kelas II Semarang adalah “Hasil Perikanan Yang Sehat

Bermutu, Aman Konsumsi dan Terpecaya”. Hasil perikanan mengandung arti

semua barang yang dihasilkan dari kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan. Selanjutnya yang dimaksud

ikan yaitu segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus

hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Hasil perikanan yang sehat,

bermutu dan aman konsumsi mempunyai arti hasil perikanan yang bebas hama

penyakit ikan karantina (Sehat), memiliki kualitas teknis sesuai dengan

persyaratan standar yang ditetapkan (Bermutu) dan tidak dalam ambang batas

yang dapat membahayakan manusia (Aman Konsumsi). Terpercaya mamiliki arti

19
bahwa sertifikasi yang diterbitkan karantina ikan, pengendalian mutu dan

keamanan.

Misi dari BKIPM Kelas II Semarang adalah “Mewujudkan pencegahan

penyebaran HPIK serta pengendalian mutu dan keamanan hasil perikanan yang

mampu menjamin lalu lintas hasil perikanan yang sehat, bermutu, aman

konsumsi dan terpecaya”.

3.3 Tindakan Pengendalian Mutu

3.3.1 Sertifikat Kesehatan (HC) Hasil Perikanan

Layanan sertifikat kesehatan (Health Certificate) Hasil Perikanan adalah

layanan sebagai pelaksanaan dari ketentuan mengenai sistem jaminan mutu dan

keamanan hasil perikanan yang diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor : PER19/MEN/2010 tentang Pengendalian Sistem Jaminan

Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan dan Keputusan Menteri Kelautan dan

Perikanan Nomor : KEP01./MEN/2007 tentang Persyaratan Jaminan Mutu dan

Keamanan Hasil Perikanan pada Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi.

Sertifikat Kesehatan (HC) Hasil Perikanan adalah dokumen resmi yang

ditandatangani oleh Pejabat Penandatangan yang ditunjuk oleh Kepala Badan

dan distempel dengan menggunakan stempel Badan Karantina Ikan,

Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan. Sertifikat Kesehatan harus

memuat data dan informasi yang sesuai dengan produk yang disertifikasi.

Sertifikat Kesehatan ini diterbitkan sebelum produk dipasarkan. Adapun alur

penerbitan Sertifikat Kesehatan hasil perikanan ini adalah sebagai berikut:

1. Pendaftaran

Pengguna jasa mengisi formulir permohonan pemeriksaan sampel yang

meliputi pemeriksaan parasit, bakteri, jamur, virus, bakteri dan organoleptik.

20
Pengisian formulir permohonan dapat dilakukan secara online maupun datang

langsung ke balai. Petugas pelayanan balai akan menerima permohonan dari

pengguna jasa lalu diteruskan ke verifikator untuk proses pemeriksaan

kelengkapan dokumen permohonan.

2. Pengambilan / Penerimaan Sampel

Petugas pengambilan sampel akan datang secara langsung ke perusahaan

pengguna jasa untuk mengambil sampel dan memeriksa kesesuaian dokumen

dengan sampel yang akan diambil. Selanjutnya petugas pengambilan sampel

menyerahkan sampel kepada petugas penerimaan sampel.

3. Laboratorium

Petugas laboratorium akan melakukan pemeriksaan sampel sesuai dengan

permohonan dari pengguna jasa. Lama proses pemeriksaan parasit selama satu

hari, pemeriksaan bakteri selama empat hari, pemeriksaan jamur selama empat

hari, dan pemeriksaan virus/biomol selama dua hari.

4. Pembayaran PNBP

Petugas pembuat sertifikat kesehatan ikan akan mengetik sertifikat kesehatan

ikan sesuai dengan Laporan Hasil Uji (LHU) dari laboratorium. Sertifikat

kesehatan ikan yang diterbitkan menyatakan bahwa sampel yang diuji aman dan

telah memenuhi jaminan persyaratan mutu. Pengguna jasa akan dikenakan

biaya untuk proses penerbitan sertifikat kesehatan ikan ini. Pembayaran dapat

dilakukan melalui petugas bendahara PNPB.

21
4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penanganan dan Pendistribusian Sampel

Sampel merupakan bahan yang akan diuji, oleh karena itu hasil pengujian

yang diperoleh sangat tergantung kepada kondisi sampel tersebut. Penanganan

sampel harus dilakukan dengan baik dan hati-hati serta diperlukan beberapa

persiapan mulai dari penerimaan sampai dilakukan analisa, sedangkan sebagian

disimpan sebagai arsip dan cuplikan sampel. Dibuatnya arsip dan cuplikan

sampel karena sewaktu-waktu akan diperlukan untuk pengujian ulang.

Penanganan sampel yang kurang baik akan mempengaruhi kebenaran hasil

pengujian.

Prosedur pengambilan sampel bahan pangan menurut (Afrianto, 2008), harus

memperhatikan : a) peralatan yang digunakan harus steril, terutama yang akan

digunakan untuk uji mikrobiologis; b) pengambilan sampel dilakukan secara steril

sesuai dengan standar operaional prosedur (SOP); c) secara fisik, sampel dapat

berbentuk segar, beku, atau hasil olahan.

Penanganan sampel yang dilakukan di BKIPM Kelas II Semarang juga

mempunyai prosedur untuk transportasi, penerimaan, penanganan,

penyimpanan, retensi dan atau pemusnahan sampel yang diuji termasuk seluruh

upaya yang dibutuhkan untuk melindungi sampel yang akan diuji.

Prosedur penanganan sampel sebagai berikut:

a. Sampel yang diterima oleh petugas di bagian penerimaan sampel, selanjutnya

dibawa ke petugas penerima sampel dibagian pengujian.

b. Sampel yang diterima ditangani oleh petugas sesuai dengan jenis dan kondisi

sampel.

c. Sampel yang diterima direkam dalam buku penerimaan dan diberi identitas

atau kode sampel.

22
d. Apabila tidak memungkinkan untuk segera diuji, petugas menyimpan sampel

sesuai dengan karasteristik sampel. Sampel dalam bentuk beku disimpan

dalam freezer, sampel segar dalam refrigerator atau pada kondisi yang

sesuai. Prosedur dan fasilitas penanganan ini dimaksud agar sampel yang

telah dilakukan pengujian dapat digunakan kembali karena dipastikan sampel

tersebut tidak mengalami kerusakan atau cacat.

Tahapan sebelum pelaksanaan pendistribusian sampel dilakukan hal-hal

sebagai berikut:

a. Produk segar dan sampel air segar segera diuji

b. Produk beku dilelehkan dengan cara produk dimsukan ke dalam plastik (poly

bag) kemudian di aliri dengan air mengalir hingga meleleh atau sesuai

karakteristik produk tersebut.

c. Produk beku yang sudah dilelehkan untuk pengujian mikrobiologi, sampel

ditimbang dimasukan ke dalam plastik (poly bag) steril. Perlakuan dalam

penimbangan sampel harus secara aseptis.

Gambar 3. Sampel Produk Ikan Beku

Pengiriman sampel harus berdasarkan prosedur yang berlaku yaitu waktu

pengiriman sampel dilakukan sesegera mungkin, untuk sampel berupa daging

segar sebaiknya sudah sampai di tempat pengujian kurang dari 24

23
jam, sampel segar atau dingin disimpan pada suhu 0 – 40oC, sampel beku

disimpan pada suhu -20oC, penambahan bahan pengawet hanya dilakukan

untuk pengujian patologis (Afrianto, 2008).

Selama kegiatan praktek dan pengamatan, pendistribusian sampel

telah dilakukan sesuai standar yang disyaratkan. Hal ini dimaksudkan agar

produk perikanan tersebut mempunyai jaminan mutu yang baik. Apabila jumlah

sampel yang masuk dalam jumlah yang besar dan tidak dapat ditangani

seluruhnya maka sampel segera disimpan dalam freezer dan refrigerator untuk

menjaga dan melindungi dari penurunan mutu dan terhindar dari kontaminasi

silang.

4.2 Penentuan Salmonella

Salmonela sp merupakan bakteri fakulatif yang mempunyai sifat gram negatif,

berbentuk batang dan mempunyai flagel perithrik untuk bergerak. Salmonella sp

mudah tumbuh pada media yang sederhana dan hampir tidak pernah

memfermentasikan laktosa atau sukrosa serta membentuk asam dan kadang

menghasilkan gas dari glukosa dan manosa. Salmonella sp tumbuh pada

suasana aerob dan fakulatif anaerob pada suhu 15 – 41 oC dengan suhu

pertumbuhan optimum 37,5 oC (Yuswananda, 2015).

Salmonella merupakan bakteri berbentuk batang dengan ukuran 1 µm – 3,5

µm x 0,5 µm – 0,8 µm, motil, kecuali S. gallinarum dan S. Pullorum nonmotil,

tidak berspora dan bersifat gram negatif. Salmonella terdapat dimana-mana dan

dikenal sebagai agen zoonotic. Bakteri ini tumbuh pada suasana aerob dan

fakultatif anaerob pada suhu 15oC – 41oC (suhu pertumbuhan optimum 37,5oC)

dan pH pertumbuhan 6 – 8, namun pada suhu 56oC dan keadaan kering akan

mati. Dalam air bisa bertahan selama 4 minggu. Habitat utama Salmonella yaitu

di saluran usus halus hewan termasuk manusia (SNI 7388:2009).

24
Salmonella merupakan mikroflora normal pada beberapa hewan. Sumber

mikroba ini antara lain di air, tanah, serangga, lingkungan pabrik, dapur, feses

hewan, dan pangan hasil laut mentah. Lebih dari 50.000 kasus keracunan

pangan di USA pertahunnya disebabkan oleh Salmonella. Keracunan ini

disebabkan jika manusia menelan pangan yang mengandung Salmonella dalam

jumlah signigikan. Penyebaran mikroba ini biasanya melalui daging yang tidak

dimasak (SNI 7388:2009).

4.2.1 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan pada kegiatan Praktik Kerja Magang di Laboratorium

Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan pada

proses pengujian Salmonella adalah sebagai berikut :

- Timbangan analitik : untuk menimbang bahan yang digunakan


dengan ketilitian 0.01 g.
- Erlenmeyer : untuk tempat larutan dan media.

- Beaker Glass : untuk tempat pembuatan lautan dan

media.

- Gelas Ukur : untuk mengukur larutan yang dibutuhkan.

- Tabung reaksi : untuk tempat larutan dan media.

- Rak tabung reaksi : untuk tempat tabung reaksi.

- Hot Plate : untuk memanaskan dan


menghomogenkan larutan.
- Magnet Stirrer : untuk menghomogenkan larutan.
- Refrigerator : untuk tempat menyimpan media.
- Laminary Air Flow : untuk melindungi media dari kontaminasi.
- Safety Cabinet/Bio Safety : untuk melindungi media dan analis saat
proses pengujian.
- Autoclave : untuk mensterilkan alat dan bahan.
- Freezer : untuk tempat menyimpan sampel dan

25
retain sampel.
- Sectio Set : untuk membedah ikan.
- Bunsen : untuk pengkondisian aseptis.
- Cawan petri : untuk tempat media.

- Inkubator : untuk menginkubasi bakteri dengan suhu

35oC ± 1oC.

- Waterbath : untuk menginkubasi bakteri dengan suhu

42oC ± 1oC, 43 oC ± 1oC, oC ± 1oC.

- Oven : untuk mensterilkan alat.


- Jarum inokulasi : untuk mengambil isolat bakteri.

- Mikro pipet : untuk membantu mengambil

larutan dengan volume 1 – 1000 µL.

- Alat Pengocok (Vortex mixer) : untuk menghomogenkan larutan.

Adapun bahan-bahan yang digunakan pada kegiatan Praktik Kerja Magang di

Laboratorium Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil

Perikanan pada proses pengujian Salmonella adalah sebagai berikut:

- Lactose broth (LB) : sebagai bahan pembuatan

media LB.

- Rappaport Vassiliadis Medium : sebagai bahan pembuatan

media RV.

- Larutan MgCl2 : sebagai bahan pembuatan

media RV.

- Larutan Malachite green : sebagai bahan pembuatan

media RV.

- Tetrahionate Broth (TTB) : sebagai bahan pembuatan

media TTB.

26
- Larutan Brillian Green Dye : sebagai bahan pembuatan

media TTB.

- Larutan KI : sebagai bahan pembuatan

media TTB.

- Selenite Cystine Borth (SCB) : sebagai bahan pembuatan

media SCB.

- Bismuth Sulfite Agar (BSA) : sebagai bahan pembuatan

media BSA.

- Hectoen Enteric (HE) agar : sebagai bahan pembuatan

media HE.

- Xylose Lysine Desoxycholate (XLD) agar : sebagai bahan pembuatan

media XLD.

- Lysine Iron Agar (LIA) : sebagai bahan pembuatan

media LIA.

- Triple Sugar Iron (TSI) agar : sebagai bahan pembuatan

media TSIA.

- Malonate : sebagai bahan pembuatan

media Malonate.

- Tryptone Water : sebagai bahan pembuatan

media uji Indol.

- MR-VP : sebagai bahan pembuatan

media MR-VP.

- Simmon citrate : sebagai bahan pembuatan

media Citrat.

- Urea : sebagai bahan pembuatan

media Urea.

- Peptone Water : sebagai bahan pembuatan

27
basal Gula.
- Laktosa : sebagai bahan pembuatan
media laktosa.
- Sukrosa : sebagai bahan pembuatan
media sukrosa.
- Pereaksi methyl red (MR) : sebagai pereaksi pada saat

uji MR.

- Potasium Hydroxide 40% : sebagai pereaksi pada saat

uji VP.

- Pereaksi Alphanaphtol : sebagai pereaksi pada saat

uji VP.

- Pereaksi Kovacs : sebagai pereaksi pada saat

uji Indol.

- Aquadest : sebagai larutan pengencer.

- Ethanol 70% : sebagai larutan untuk


pengkondisian aseptis.
- Blue tip : sebagai tempat untuk cairan
berukuran 1 – 1000 µL
- Kertas : sebagai pembungkus alat
sterilisasi.
- Alumunium Foil : sebagai pembungkus alat

dan bahan.

- Korek Api : untuk menyalakan bunsen.

- Kapas : sebagai penutup tabung

reaksi.

- Karet gelang : sebagai pengerat

pembungkus media.

- Tissue : untuk membersihkan alat.

28
- Kertas label : untuk menandai media.

Berdasarkan penelitian Nugraheni (2010), media dan pengencer yang

digunakan pada pengujian Salmonella yaitu Buffered Peptone Water (BPW),

Muller Kaufimann Tetrathionate Novobiocin Broth (MKTTn), Rappaport

Vassiliadis Medium + Soya (RVS), Bismuth Green Agar (BGA) atau Brillian

Green Phenol red lactose, Sucrose Agar (BPLS), Xylose Lysine Deoxycholate

(XLD), Tryptic Soy Agar atau Nutrient Agar Miring, Urea Agar (Christensen),

L.Lysine Decarboxy Lase Medium, Tryptophan Medium / Tryptone Broth, MR-VP

medium, Larutan Natrium Klorida 0,85 %, Nutrient Agar (NA) semi padat.

Pereaksi yang digunakan yaitu larutan alfa naftol, larutan KOH 40%, dan kovac.

4.2.2 Sterilisasi Alat dan Bahan

Sterilisasi menurut Yuasa, et al. (2003), merupakan suatu proses untuk

memusnahkan segala jenis mikroorganisme dan spora pada alat dan bahan yang

akan digunakan. Sterilisasi terdiri dari dua macam, yakni sterilisasi basah dan

sterilisasi kering. Sterilisasi basah dilakukan dengan menggunakan autoklaf

dengan suhu 121°C selama 10-15 menit. Suhu 121oC merupakan batas yang

baik untuk membunuh mikroorganisme yang tahan pemanasan, terutama

ditujukan untuk membunuh endospora, yaitu sel resisten yang diproduksi oleh

bakteri, sedangkan lamanya waktu sterilisasi yakni 10-15 menit merupakan

perpanjangan waktu yang optimal untuk memberi kesempatan pada uap air agar

meresap ke dalam sel/bahan yang akan disterilkan. Adapun sterilisasi kering

yaitu menggunakan oven dengan suhu 150-170°C selama 60 menit. Sterilisasi

panas kering pada temperatur lebih dari 150oC efektif menghancurkan

mikroorganisme hidup dengan sebuah proses kehilangan kelembaban pada alat.

Sterilisasi panas kering (oven) biasa digunakan untuk alat-alat gelas atau kaca

29
(cawan petri dan tabung reaksi) dan bahan-bahan lain yang memiliki kemampuan

bertahan pada suhu yang digunakan.

a. Sterilisasi Kering

Adapun cara sterilisasi kering dengan menggunakan oven di BKIPM Kelas II

Semarang adalah sebagai berikut:

1. Cawan petri dan tabung reaksi yang akan disterilisasi dibungkus

dengan kertas pembungkus supaya tidak terkontaminasi.

2. Setelah terbungkus rapi lalu dimasukkan ke dalam oven.

3. Sterilisasi dilakukan selama ± 2 jam dengan suhu 170oC.

Gambar 5. Proses sterilisasi kering dengan oven.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Darmadi (2008), bahwa teknis

pelaksanaan sterilisasi kering adalah menggunakan udara panas pada sebuah

alat yang disebut oven. Adapun cara sterilisasi kering dengan oven adalah

sebagai berikut:

i. Dibungkus dan dimasukkan alat-alat yang akan disterilisasi, yaitu alat-

alat yang terbuat dari gelas seperti tabung reaksi, labu, cawan petri

dan sebagainya.

ii. Dipanaskan udara dalam oven dengan memanfaatkan gas atau listrik

dengan suhu 160-180oC.

30
iii. Ditunggu dengan durasi waktu proses sterilisasi 1-2 jam, lebih lama

daripada menggunakan autoklaf karena daya penetrasinya tidak

sebaik uap panas.

b. Sterilisasi Basah

Adapun cara sterilisasi basah dengan autoklaf Hirayama tipe HVE-50

(Gambar 6) di BKIPM Kelas II Semarang adalah sebagai berikut:

1. Dibungkus cawan petri, tabung reaksi dan media yang akan

disterilisasi dengan kertas pembungkus supaya tidak terkontaminasi.

2. Dicolokkan kabel autoklaf ke sumber listrik.

3. Ditekan tombol “ON”

4. Dibuka tutup autoklaf (unlock), kemudian dimasukkan alat dan bahan

yang akan disterilisasi.

5. Setelah semua alat dan bahan dimasukkan dengan rapi, autoklaf

kemudian ditutup (lock).

6. Ditekan tombol “Mode 1”, kemudian tekan tombol “next”.

7. Diatur suhu 121oC dan tekan “set”, kemudian tekan tombol “next”.

8. Diatur waktu sterilisasi, yaitu 15 menit, kemudian tekan tombol “next”.

9. Ditekan tombol “START”

10. Ditunggu hingga suhu menurun menjadi 75o

11. Dibuka autoklaf.

31
Gambar 6. Proses sterilisasi basah dengan autoklaf hirayama tipe HVE-50

Hal ini sesuai dengan pernyataan Prasetyo (2010), bahwa penggunaan

autoklaf Hirayama tipe HVE-50 adalah dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan disterilisasi dengan

menggunakan kertas pembungkus.

2. Disambungkan kabel ke sumber listrik.

3. Dinyalakan autoklaf.

4. Dimasukkan alat dan bahan yang akan disterilisasi.

5. Lid (pegangan autoklaf untuk membuka/menutup) ditutup dan dikunci

dengan cara menggeser tuas pengunci (lock dan unlock)

6. Ditekan tombol mode dan pilih mode yang diinginkan.

7. Diatur suhu dan waktu sterilisasi pada Layar Display

8. Ditekan tombol “START” untuk menjalankan proses sterilisasi.

9. Di buka Lid pada saat alarm berbunyi.

10. Dikeluarkan alat dan bahan.

11. Dimatikan autoklaf.

12. Dicabut colokan sumber listrik.

32
4.2.3 Pembuatan Media dan Pereaksi

Media merupakan tempat untuk menumbuhkan koloni bakteri. Media

digunakan dalam proses isolasi, pemurnian koloni bakteri dan uji biokimia. Media

uji biokimia merupakan media uji yang digunakan untuk menentukan spesies

bakteri yang tidak diketahui sebelumnya. Ada 12 jenis media yang sering

digunakan dalam uji biokimia walaupun pada dasarnya masih terdapat media uji

biokimia lain yang dapat digunakan. Penggunaan 12 jenis media uji biokimia

pada kegiatan identifikasi bakteri dikarenakan setiap bakteri memiliki sifat

biokimia yang berbeda, sehingga media uji biokimia ini sangat membantu proses

dalam proses identifikasi. Setelah sampel diinokulasikan pada media differensial

atau selektif, kemudian koloni bakteri yang tumbuh diinokulasikan pada media uji

biokimia. (Adam, 2001).

a. Pembuatan Media LB

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media LB di BKIPM

Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah LB sebanyak 13 gram

untuk penggunaan akuades 1000 ml. Kegunaan dari media LB adalah untuk

tahap pra pengkayaan. Bahan dasar LB berbentuk serbuk yang berwarna kuning

apabila telah larut dalam akuades. Media LB merupakan media yang berbentuk

cair.

Untuk pembuatan LB, langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang

bahan serbuk LB sebanyak 13 gram, kemudian tambahkan 1 liter akuades dalam

Erlenmeyer yang diberi magnetic stirer. Untuk pembuatan media LB tidak perlu

dipanaskan. Setelah homogen kemudian ditutup dengan menggunakan

alumunium foil dan kertas lalu disterilisasi dengan menggunakan autoklaf dengan

suhu 121⁰C selama 15 menit kemudian tunggu hingga suhu media tidak terlalu

panas. Lalu media disimpan ke dalam LAF dengan suhu ruang (27oC) selama 24

33
jam, setelah itu disimpan ke dalam lemari pendingin (show case). Media LB

disajikan pada Gambar 7.

Gambar 7 . Media Lactose Broth.

b. Pembuatan Media RV

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media RV di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah RV 42,5 gram

untuk penggunaan 1 liter akuades. Kegunaan dari media RV adalah untuk tahap

pengkayaan dimana media ini digunakan untuk memperbaiki sel-sel bakteri yang

rusakatau meningkatkan jumlah polpulasi bakteri. Bahan dasar media RV

berbentuk serbuk. Media RV merupakan media yang berbentuk cair.

Langkah pertama pembuatan media RV adalah dengan menimbang

sebanyak 42,5 gram RV kemudian ditambahkan akuades 1000 ml ke dalam

beaker glass. Kemudian tambahkan larutan MgCl2 sebanyak 100 ml dan larutan

Malachite green 10 ml. Dan diberi magnetic stirer. Setelah homogen,

didistribusikan ke dalam tabung reaksi. Setiap 10 ml ke tabung reaksi diikat

menggunakan karet gelang dan dibungkus bagian atasnya menggunakan kertas

lalu disterilisasi dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C selama 15

menit kemudian disimpan di dalam LAF dengan suhu ruang (27oC) selama 24

jam, lalu dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Media RV disajikan pada

Gambar 8.

34
Gambar 8. Media RV

c. Pembuatan Media TTB

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media TTB di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah TTB 46 gram

untuk penggunaan 1 liter akuades. Kegunaan dari media TTB adalah untuk tahap

pengkayaan dimana media ini digunakan untuk memperbaiki sel-sel bakteri yang

rusakatau meningkatkan jumlah polpulasi bakteri. Bahan dasar media TTB

berbentuk serbuk. Media TTB merupakan media yang berbentuk cair.

Langkah pertama pembuatan media TTB adalah dengan menimbang

sebanyak 46 gram TTB kemudian ditambahkan akuades 1000 ml ke dalam

beaker glass yang diberi magnetic stirer. Langkah selanjutnya dipanaskan hingga

menididih diatas hotplate. Setelah mendidih dan homogen, didistribusikan ke

dalam tabung reaksi. Setiap 10 ml ke tabung reaksi diikat menggunakan karet

gelang dan dibungkus bagian atasnya menggunakan kertas dan tidak

disterilisasi. Kemudian disimpan di dalam LAF dengan suhu ruang (27oC) selama

24 jam, lalu dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Pada saat digunakan

tambahkan 20 ml larutan KI dan 10 ml larutan Brilliant green kedalam 1 liter

basal. Dan di aduk menggunakan vortex mixer agar tercampur. Media TTB

disajikan pada Gambar 9.

35
Gambar 9. Media TTB

d. Pembuatan Media SCB

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media SCB di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah SCB 23 gram

untuk penggunaan 1 liter akuades. Kegunaan dari media SCB adalah untuk

tahap pengkayaan dimana media ini digunakan untuk memperbaiki sel-sel

bakteri yang rusakatau meningkatkan jumlah polpulasi bakteri. Bahan dasar

media SCB berbentuk serbuk. Media SCB merupakan media yang berbentuk

cair.

Langkah pertama pembuatan media SCB adalah dengan menimbang

sebanyak 23 gram SCBB kemudian ditambahkan akuades 1000 ml ke dalam

beaker glass yang diberi magnetic stirer. Langkah selanjutnya dipanaskan

selama 10 menit menggunakan uap. Kemudian didistribusikan ke dalam tabung

reaksi. Setiap 10 ml ke tabung reaksi diikat menggunakan karet gelang dan

dibungkus bagian atasnya menggunakan kertas dan tidak disterilisasi. Kemudian

disimpan di dalam LAF dengan suhu ruang (27oC) selama 24 jam, lalu

dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Media SCB disajikan pada Gambar 10.

36
Gambar 10. Media SCB

e. Pembuatan media HE

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media HE di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah HE sebanyak 76

gram untuk penggunaan akuades 1000 ml. Kegunaan dari media HE adalah

pada tahap isolasi dimana media HE adalah media selektif yang mengandung

bahan-bahan selektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri selain bakteri

yang dianalisa. Bahan dasar HE berbentuk serbuk dan merupakan media yang

berbentuk solid.

Untuk pembuatan HE, langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang

bahan serbuk HE sebanyak 76 gram, kemudian tambahkan 1 liter akuades

dalam Erlenmeyer yang diberi magnetic stirer. Langkah selanjutnya dipanaskan

di atas hot plate sampai mendidih. Setelah mendidih kemudian ditunggu suhu

media tidak terlalu panas, kemudian didistribusikan ke dalam cawan petri .

Setelah media padat, lalu disimpan ke dalam LAF dengan suhu ruang (27oC)

selama 24 jam, setelah itu disimpan ke dalam lemari pendingin (show case).

Media HE disajikan pada Gambar 11.

37
Gambar 11. Media HE

f. Pembuatan Media BSA

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media BSA di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah BSA sebanyak

52 gram untuk penggunaan akuades 1000 ml. Kegunaan dari media BSA adalah

pada tahap isolasi dimana media BSA adalah media selektif yang mengandung

bahan-bahan selektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri selain bakteri

yang dianalisa. Bahan dasar BSA berbentuk serbuk dan merupakan media yang

berbentuk solid.

Untuk pembuatan BSA, langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang

bahan serbuk BSA sebanyak 52 gram, kemudian tambahkan 1 liter akuades

dalam Erlenmeyer yang diberi magnetic stirer. Langkah selanjutnya dipanaskan

di atas hot plate sampai mendidih. Setelah mendidih kemudian ditunggu suhu

media tidak terlalu panas, kemudian didistribusikan ke dalam cawan petri .

Setelah media padat, lalu disimpan ke dalam LAF dengan suhu ruang (27oC)

selama 24 jam, setelah itu disimpan ke dalam lemari pendingin (show case).

Gambar 12. Media BSA

38
g. Pembuatan Media XLD

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media XLD di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah BSA sebanyak

66 gram untuk penggunaan akuades 1000 ml. Kegunaan dari media XLD adalah

pada tahap isolasi dimana media XLD adalah media selektif yang mengandung

bahan-bahan selektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri selain bakteri

yang dianalisa. Bahan dasar XLD berbentuk serbuk dan merupakan media yang

berbentuk solid.

Untuk pembuatan XLD, langkah pertama yang dilakukan adalah menimbang

bahan serbuk XLD sebanyak 66 gram, kemudian tambahkan 1 liter akuades

dalam Erlenmeyer yang diberi magnetic stirer. Langkah selanjutnya dipanaskan

di atas hot plate sampai mendidih. Setelah mendidih kemudian ditunggu suhu

media tidak terlalu panas, kemudian didistribusikan ke dalam cawan petri .

Setelah media padat, lalu disimpan ke dalam LAF dengan suhu ruang (27oC)

selama 24 jam, setelah itu disimpan ke dalam lemari pendingin (show case).

Gambar 13. Media XLD

h. Pembuatan Media TSIA

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media TSIA di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah TSIA 65 gram

untuk penggunaan 1 liter akuades. Bahan dasar media TSIA berbentuk serbuk

yang berwarna merah apabila telah larut dalam akuades. Media TSIA merupakan

media yang berbentuk solid.

39
Langkah pertama dalam pembuatan media TSIA adalah menimbang bahan

dasar TSIA sebanyak 65 gram dan ditambahkan akuades 1000 ml ke dalam

beaker glass yang diberi magnetic stirer. Langkah selanjutnya bahan tersebut

dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih. Setelah mendidih kemudian

tunggu hingga suhu media tidak terlalu panas, kemudian didistribusikan ke dalam

tabung reaksi. Setiap 10 tabung reaksi yang berisi media TSIA diikat

menggunakan karet gelang dan dibungkus bagian atasnya menggunakan kertas

lalu disterilisasi dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C selama 15

menit kemudian ditunggu hingga suhu media tidak terlalu. Setelah suhu media

tidak terlalu panas, kemudian media diatur dalam posisi miring (slant) di dalam

LAF dengan suhu ruang (27oC) selama 24 jam, lalu dimasukkan ke dalam lemari

pendingin.

Gambar 14. Media TSIA

i. Pembuatan Media LIA

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media LIA di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah LIA 32 gram

untuk penggunaan 1 liter akuades. Bahan dasar media LIA berbentuk serbuk

yang berwarna ungu apabila telah larut dalam akuades. Media LIA merupakan

media yang berbentuk solid.

40
Langkah pertama dalam pembuatan media LIA adalah menimbang bahan

dasar LIA sebanyak 32 gram dan ditambahkan akuades 1000 ml ke dalam

beaker glass yang diberi magnetic stirer. Langkah selanjutnya bahan tersebut

dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih. Setelah mendidih kemudian

tunggu hingga suhu media tidak terlalu panas, kemudian didistribusikan ke dalam

tabung reaksi. Setiap 10 tabung reaksi yang berisi media LIA diikat

menggunakan karet gelang dan dibungkus bagian atasnya menggunakan kertas

lalu disterilisasi dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C selama 15

menit kemudian ditunggu hingga suhu media tidak terlalu panas. Setelah suhu

media tidak terlalu panas, kemudian media diatur dalam posisi miring (slant) di

dalam LAF dengan suhu ruang (27oC) selama 24 jam, lalu dimasukkan ke dalam

lemari pendingin.

Gambar 15. Media LIA

j. Pembuatan Media Sitrat

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media sitrat di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah Simmon Citrate

22,5 gram untuk penggunaan 1 liter akuades. Bahan dasar media LIA berbentuk

41
serbuk yang berwarna hijau apabila telah larut dalam akuades. Media sitrat

merupakan media yang berbentuk solid.

Adapun langkah pembuatan media sitrat adalah menimbang bahan dasar

citrat sebanyak 22,5 gram dan ditambahkan akuades 1000 ml ke dalam beaker

glass yang diberi magnetic stirer. Langkah selanjutnya bahan tersebut

dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih. Setelah mendidih kemudian

tunggu hingga suhu media tidak terlalu panas, kemudian didistribusikan ke dalam

tabung reaksi. Setiap 10 tabung reaksi yang berisi media sitrat diikat

menggunakan karet gelang dan dibungkus bagian atasnya menggunakan kertas

lalu disterilisasi dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C selama 15

menit kemudian ditunggu hingga suhu media tidak terlalu panas. Setelah suhu

media tidak terlalu panas, kemudian media diatur dalam posisi miring (slant) di

dalam LAF dengan suhu ruang (27oC) selama 24 jam, lalu dimasukkan ke dalam

lemari pendingin.

Gambar 16. Media sitrat

42
k. Pembuatan Media Urea

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media urea di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah Urea Agar Base

sebanyak 21,45 gram dan urea sebanyak 20,42 gram untuk penggunaan 1 liter

akuades. Bahan dasar media urea berbentuk serbuk yang berwarna oranye

apabila telah larut dalam akuades. Media urea merupakan media yang berbentuk

solid.

Langkah pertama pembuatan media urea adalah menimbang Urea Agar Base

sebanyak 21,45 gram dan ditambahkan akuades 1000 ml ke dalam beaker glass

yang diberi magnetic stirer. Langkah selanjutnya bahan tersebut dipanaskan di

atas hot plate sampai mendidih, lalu tutup dengan alumunium foil dan kertas.

Kemudian disterilisasi dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C

selama 15 menit dan ditunggu hingga suhu media tidak terlalu panas. Setelah

suhu media tidak terlalu panas, kemudian dimasukkan urea 20,42 gram dan

dihomogenkan. Setelah itu, didistribusikan ke dalam tabung reaksi dan diatur

dalam posisi miring (slant) di dalam LAF dengan suhu ruang (27oC) selama 24

jam, lalu dimasukkan ke dalam lemari pendingin.

Gambar 17. Media urea

43
l. Pembuatan Media Pepton

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media pepton di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah Pepton water 21

gram dan trypton 20 gram untuk penggunaan 1 liter akuades. Bahan dasar media

pepton berbentuk serbuk yang tidak berwarna atau bening walaupun telah larut

dalam akuades. Media pepton merupakan media yang berbentuk cair.

Langkah pertama pembuatan media pepton adalah dengan menimbang

bahan dasar pepton yaitu trypton sebanyak 21 gram dan pepton water sebanyak

20 gram, kemudian ditambahkan akuades 1000 ml ke dalam beaker glass yang

diberi magnetic stirer. Langkah selanjutnya bahan tersebut dipanaskan di atas

hot plate sampai mendidih. Setelah mendidih kemudian tunggu hingga suhu

media tidak terlalu pana. Setelah itu didistribusikan ke dalam tabung reaksi.

Setiap 10 tabung reaksi yang berisi media pepton diikat menggunakan karet

gelang dan dibungkus bagian atasnya menggunakan kertas lalu disterilisasi

dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit kemudian

disimpan di dalam LAF dengan suhu ruang (27oC) selama 24 jam, lalu

dimasukkan ke dalam lemari pendingin.

Gambar 18. Media pepton atau indol

44
m. Pembuatan Media MRVP

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media MRVP di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah MRVP 17 gram

untuk penggunaan 1 liter akuades. Bahan dasar media MRVP berbentuk serbuk

yang berwarna kuning bening apabila telah larut dalam akuades. Media MRVP

merupakan media yang berbentuk cair.

Langkah pertama pembuatan media MRVP adalah dengan menimbang

bahan dasar MRVP sebanyak 17 gram, kemudian ditambahkan akuades 1000 ml

ke dalam beaker glass dan dihomogenkan dengan menggunakan magnetic

stirer. Pembuatan media MRVP dilakukan tanpa menggunakan pemanasan.

Setelah homogen, media MRVP didistribusikan ke dalam tabung reaksi. Setiap

10 tabung reaksi yang berisi media MRVP diikat menggunakan karet gelang dan

dibungkus bagian atasnya menggunakan kertas lalu disterilisasi dengan

menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit kemudian disimpan

di dalam LAF dengan suhu ruang (27oC) selama 24 jam, lalu dimasukkan ke

dalam lemari pendingin..

Gambar 19. Media MRVP

45
n. Pembuatan media Malonate

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media malonate di

BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang digunakan adalah malonate

sebanyak 8 gram untuk penggunaan 1 liter akuades. Bahan dasar media

malonate berbentuk serbuk. Media pepton merupakan media yang berbentuk

cair.

Langkah pertama pembuatan media malonate adalah dengan menimbang

malonate sebanyak 8 gram kemudian ditambahkan akuades 1000 ml ke dalam

beaker glass yang diberi magnetic stirer. Langkah selanjutnya bahan tersebut

dipanaskan di atas hot plate sampai mendidih. Setelah mendidih kemudian

tunggu hingga suhu media tidak terlalu panas. Setelah itu didistribusikan ke

dalam tabung reaksi. Setiap 10 tabung reaksi diikat menggunakan karet gelang

dan dibungkus bagian atasnya menggunakan kertas lalu disterilisasi dengan

menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C selama 15 menit kemudian disimpan

di dalam LAF dengan suhu ruang (27oC) selama 24 jam, lalu dimasukkan ke

dalam lemari pendingin.

Gambar 20. Media Malonate

o. Pembuatan Media Gula

Berdasarkan petunjuk penggunaan pada kemasan produk media gula

(sukrosa, laktosa dan dulcitol) di BKIPM Kelas II Semarang, bahan dasar yang

digunakan adalah basal gula dan bahan dasar gula sebesar 1% untuk sukrosa

46
dan laktosa untuk dulcitol sebesar 0,5% dari banyaknya basal gula yang

digunakan. Bahan dasar media gula berbentuk serbuk, sedangkan basal gula

berwarna merah setelah diberi indikator warna methyl red. Media gula

merupakan media yang berbentuk cair.

Adapun langkah pembuatan media gula adalah dengan cara mencampurkan

basal gula sebanyak 100 ml dengan bahan dasar gula (sukrosa dan laktosa)

sebesar 1% dan dulcitol sebesar 0,5% dari banyaknya basal gula yang

digunakan, yaitu sebanyak 1 gram. Untuk (sukrosa dan laktosa), untuk dulcitol

sebesar 0,5 gram. Media gula merupakan media yang rentan terhadap

kontaminasi, sehingga dalam proses pembuatannya harus dilakukan dalam

keadaan aseptis dan steril. Setelah dihomogenkan dalam kondisi yang aseptis

dan steril, media gula didistribusikan ke dalam tabung reaksi, kemudian

dimasukkan ke dalam lemari pendingin. Pendistribusian media gula dilakukan di

dalam LAF.

Gambar 21. Media Gula (Sukrosa, Laktosa dan Dulcitol)

p. Pembuatan Pereaksi MR

Langkah pembuatan pereaksi MR adalah dengan cara menimbang Methyl red

sebanyak 0,1 g. Kemudian larutkan menggunakan magnetic stirer ke dalam

beaker glass yang berisi 300 ml alkohol 95% dan tetapkan volumenya hingga

500 ml menggunakan aquades.

47
q. Pembuatan Pereaksi Potassium hydroxide 40%

Langkah pembuatan pereaksi Potassium hydroxide 40% atau KOH 40%

adalah dengan cara menimbang KOH sebanyak 40 g. Kemudian larutkan

menggunakan magnetic stirer ke dalam beaker glass yang berisi 100 ml

aquades.

r. Pembuatan Pereaksi Alphanaphtol

Langkah pembuatan pereaksi Alphanaphtol adalah dengan cara menimbang

Alphanaphtol sebanyak 5 g. Kemudian larutkan menggunakan magnetic stirer ke

dalam beaker glass yang berisi ke dalam 100 ml alkohol.

s. Pembuatan Preaksi Kovacs

Langkah pembuatan pereaksi Kovacs adalah dengan cara menimbang

Dimethylaminobenzaldehyde sebanayak 5 g. Kemudian larutkan menggunakan

magnetic stirer ke dalam beaker glass yang berisi 75 ml alkohol dan perlahan-

lahan tambahkan 25 ml HCl. Dan simpan pada suhu 4oC.

4.2.4 Prosedur Kerja

Prosedur pengujian Salmenela di BKIPM Kelas II Semarang sesuai dengan

SNI 01-2332.2-2006 dengan prinsip sampel yang di uji ditumbuhkan terlebih

dahulu pada media pengkayaan kemudian dideteksi dengan menumbuhkan

pada media agar selektif. Koloni-koloni yang diduga Salmonella (suspected

colonies) pada media selektif diisolasi dan dilanjutkan dengan konfirmasi melalui

uji biokimiauntuk meyakinkan ada atau tidaknya bakteri Salmonella. Prosedur

kerja dapat dilihat pada Gambar 22.

48
Homogenisasi 25 g
sampel
dalam 225 ml LB
inkubasi
selama 24 jam
Pindahkan 0,1 ml Pindahkan 1 ml Pindahkan 1
larutan larutan ml larutan
sampel ke dalam sampel ke dalam sampel ke
10 ml 10 ml dalam 10 ml
media RV media TTB media SCB

Inkubasi selama Inkubasi selama Inkubasi


24 jam ± 2 jam 24 jam ± 2 jam selama 24 jam
suhu 42oC ± 0,2 suhu 43oC ± 0,2 oC ± 2 jam suhu
o
C di waterbath di waterbath 35oC ± 1 oC

Goreskan RV yang Goreskan TTB Goreskan SCB


diinkubasi ke yang diinkubasi ke yang diinkubasi
media HE, XLD, media HE, XLD, ke media HE,
dan BSA dan BSA XLD, dan BSA
menggunakan menggunakan menggunakan
jarum loop jarum loop jarum loop

Ambil 2 atau lebih koloni terduga pada media agar selektif, gores dan
tusuk ke media agar miring TSI dan LIA

Inkubasi cawan HE, XLD, dan BSA selama 24 jam suhu 35oC ± 1oC

Dilakukan uji biokimia dan uji urease pada koloni terduga positif

Inkubasi selama 24 jam ± 2 jam suhu 35oC ± 1 oC

Identifikasi

Gambar 22. Skema Pengujian Salmonella (SNI 01-2332.2-2006)

49
● Pra Pengkayaan

a. Sampel padat ditimbang sebanyak 25 g atau sampel cair sebanyak 25 mL,

kemudian dimasukkan dalam labu erlenmeyer 300 ml dan tambahkan 225 mL

larutan LB.

b. Selanjutnya dihomogenkan selama 2 menit. Larutan sampel dibiarkan pada

suhu ruang selama 60 menit dengan wadah. Dilakukan pengocokan perlahan

dan dikendurkan tutup wadah secukupnya. Lalu diinkubasi selama 24 ± 2 jam

pada suhu 35oC ± 1oC.

Gambar 23. Tahap Pra Pengkayaan

● Pengkayaan

a. Tutup wadah dikencangkan dan dan dikocok perlahan sampel yang diinkubasi.

Lalu dipindahkan 0,1 ml larutan sampel ke dalam 10 ml media RV , 1 ml

larutan sampel ke dalam 10 ml TTB, dan 1ml larutan sampel ke dalam 10 ml

SCB.

b. Media RV diinkubasi selama 24 ± 2 jam di waterbath pada suhu 42oC ± 0,2oC,

media TTB selama 24 ± 2 jam di waterbath pada suhu 43oC ± 0,2oC, dan

media SCB selama 24 ± 2 jam di pada suhu 35oC ± 1oC. Pada tahap

Pengkayaan dapat di lihat pada Gambar 24.

50
Gambar 24. Tahap Pengkayaan

● Isolasi Salmonella

a. Digoreskan TTB yang diinkubasi ke dalam media HE, XLD, dan BSA

menggunakan jarum loop (3 mm). Disiapkan BSA, HE, XLD sehari sebelum

digunakan dan simpan di tempat gelap pada suhu ruang.

b. Digoreskan ke dalam media yang sama dari RV broth dan SCB

c. Cawan BSA, HE, dan XLD diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35oC ± 1oC.

d. Diamati kemungkinan adanya koloni Salmonella.

Gambar 25.Tahap Isolasi Salmonella

● Pengamatan Morfologi Koloni Salmonella yang Khas (Typical)

Diambil 2 atau lebih koloni Salmonella dari masing-masing media agar selektif

setelah diinkubasi selama 24 jam. Koloni Salmonella yang khas (typical) adalah

sebagai berikut:

51
a. HE : Koloni hijau kebiruan sampai biru dengan atau tanpa inti hitam.

Umumnya kultur Salmonella membentuk koloni besar, inti hitam

mengkilat atau hampir seluruh koloni terlihat berwarna hitam.

b. XLD : Koloni merah jambu dengan atau tanpa inti hitam. Umumnya

kultur Salmonella berbentuk koloni besar, inti hitam mengkilat atau

hampir seluruh koloni terlihat berwarna hitam.

c. BSA : Koloni coklat, abu-abu atau hitam, kadang-kadang metalik.

Biasanya media di sekitar koloni pada awalnya berwarna coklat

kemudian berubah menjadi hitam (halo effect) dengan makin lamanya

waktu inkubasi. Apabila koloni tipikal tumbuh pada BSA setelah 24 jam

± 2 jam inkubasi, diambil 2 koloni atau lebih.

d. Secara hati-hati diambil bagian tengah koloni dengan menggunakan

jarum inokulasi steril dan digoreskan ke permukaan media TSI agar

dengan cara menggores agar miring dan menusuk agar tegak. Tanpa

mengambil koloni baru, digunakan jarum yang sama untuk menggores

media LIA dengan cara menusuk agar tegak lebih dahulu. Setelah itu

digoreskan pada agar miring. Karena reaksi Lysine Decarboxylase

sangat anaerobik, LIA miring harus mempunyai tusukan yang dalam

(4cm). Media agar selektif yang telah diambil koloninya disimpan pada

suhu 5oC – 8oC.

e. Media TSI dan LIA diinkubasi selama 24 jam ± 2 jam pada suhu 35oC ±

1oC dengan membiarkan tutup sedikit kendur untuk mencegah

terbentuknya H2S (warna kehitaman pada agar). Apabila koloni

memberikan reaksi yang tidak sesuai pada TSI dan LIA yang

menjadikan kultur ini dinyatakan sebagai bukan Salmonella.

f. Pada LIA, kultur Salmonella yang khas memberikan reaksi alkaline

(ungu) pada keseluruhan tabung. Reaksi yang benar-benar kuning

52
pada tusukan dinyatakan sebagai kultur negatif. Umumnya kultur

Salmonella membentuk H2S pada LIA. Beberapa kultur non

Salmonella membentuk reaksi warna merah bata pada agar mmiring

LIA. Reaksi TSI dan LIA dapat dilihat pada tabel.

Gambar 26. Tahap Inokulasi Pada koloni yang khas

Berdasarkan penelitian Nugroho et al., (2015),tahapan pengujian Salmonella

dilakukan dengan cara Sampel Telur dalam satu kontainer dianggap berasal dari

satu sumber yang sama sehingga dilakukan pengujian secara pool. Pengujian

dilakukan pada tiga parameter yaitu kerabang telur, putih telur, dan kuning telur.

Prapengayaan pada kerabang telur dilakukan dengan swab pada sampel 9 butir

telur menggunakan cotton swab sucihama yang sebelumnya telah dibasahi

dengan 5 mL BPW 0,1%. Swab-swab tersebut dipindahkan ke dalam erlenmeyer

atau wadah steril berisi 45 mL BPW 0,1% kemudian diinkubasi pada suhu 35 °C

selama 16-20 jam. Prapengayaan pada putih dan kuning telur dilakukan pada

sampel 9 butir telur dengan memisahkan antara putih dan kuningnya secara

aseptis, masing-masing ditempatkan dalam kantong plastik steril dan

dihomogenkan dengan stomacher selama 1-2 menit. Masing-masing parameter

diambil 25 mL dimasukkan ke dalam erlenmeyer steril dan ditambahkan 225 mL

larutan BPW 0.1% kemudian diinkubasi pada suhu 35 °C selama 16-20 jam.

Biakan prapengayaan dari tiga parameter setelah inkubasi diaduk perlahan

53
kemudian dilanjutkan tahap pengayaan dengan memindahkan 0.1 ml ke dalam

10 mL media RV dalam tabung reaksi. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 42 °C

selama 24 jam. Isolasi dan identifikasi dilakukan dengan mengambil sebanyak 1

ose biakan bakteri dari media pengayaan yang telah diinkubasi dan

diinokulasikan pada media HEA. Selanjutnya media tersebut diinkubasi pada

suhu 35 °C selama 24 ± 2 jam. Pada media HEA pengamatan diarahkan pada

koloni yang terlihat biru kehijauan dengan atau tanpa titik hitam. Tahap

selanjutnya mengambil koloni yang diduga Salmonella spp. dan diinokulasikan ke

media TSIA dan LIA. Inokulasi dilakukan dengan menusukkan jarum inokulasi ke

dasar media agar dan selanjutnya digores pada bagian miring agar. Kedua

media diinkubasi pada suhu 35 °C selama 24 ± 2 jam. Setelah inkubasi dilakukan

pengamatan koloni yang mengarah Salmonella spp.

● Uji Biokimia

a. Uji Urease

Dipindahkan 1 ose dari masing-masing presumtif positif TSI agar miring ke

dalam Rapid Urea Broth. Lalu diinkubasi selama 2 jam dalam waterbath pada

suhu 37oC ± 0,5oC. Reaksi Salmonella yang khas untuk uji urease

memberikan hasil negatif (tidak terjadi perubahan warna).

b. Phenol Red Dulcitol atau Purple Broth Base dengan 0,5 dulcitol

Dipindahkan 1 ose dari TSI ke dalam media dulcitol broth. Selanjutnya

dikendurkan tutupnya dan diinkubasi selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35oC

± 1oC. Umumnya Salmonella memberikan hasil positif, ditandai dengan

pembentukan gas dalam tabung durham dan pH asam (kuning) pada media.

Reaksi negatif ditandai dengan tidak terbentuknya gas pada tabung durham

54
dan warna merah (phenol red sebagai indikator) atau ungu (bromocresol

purple sebagai indikator) pada seluruh media.

c. TB

Dipindahkan 1 ose dari TSI ke dalam media TB. Selanjutnya diinkubasi

selama 24 jam pada suhu 35oC ± 1oC dan selanjutnya diikuti prosedur di

bawah ini:

- Malonate Broth

Dipindahkan 1 ose dari TB 24 jam kedalam media Malonate broth.

Selanjutnya diinkubasikan selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35oC ± 1oC

dan diamati setelah 24 jam. Kadang-kadang tabung Malonate broth yang

tidak diinokulasi berubah menjadi biru. Oleh karena itu, digunakan

Malonate broth sebagai kontrol. Reaksi positif ditandai dengan perubahan

warna menjadi biru. Umumnya Salmonella memberikan reaksi negatif

(hijau atau tidak ada perubahan warna) pada broth ini.

- Uji Indol

Dipindahkan 4 mL TB 24 jam kedalam tabung kosong dan ditambahkan

0,2 mL – 0,3 mL Reagent kovacs. Selanjutnya diamati segera setelah

penambahan reagen. Reaksi positif ditandai dengan terbentuknya cincin

merah pada permukaan media. Umumnya Salmonella memberikan reaksi

negatif (tidak terbentuk cincin merah pada permukaan media). Reaksi

yang warnanya berada antara orange dan pink dinyatakan sebagai ±.

d. Phenol Red Lactose atau Purple Lactose Broth

Dipindahkan 1 ose dari TSI agar miring yang telah diinkubasi selama 24 jam

– 48 jam ke dalam phenol red lactose atau purple lactose broth. Selanjutnya

diinkubasi selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35oC ± 1oC, dan diamati setelah

24 jam.

55
Positif, apabila terjadi pembentukan asam (kuning) dan gas pada tabung

durham. Apabila hanya terjadi pembentukan asam, maka dapat dinyatakan

positif. Umumnya Salmonella memberikan negatif ditunjukkan dengan tidak

terbentuknya gas pada tabung durham dan warna merah atau ungu sebagai

indikator pada seluruh media.

e. Phenol Red Sucrose atau Purple Sucrose Broth

Dipindahkan 1 ose dari TSI agar miring yang telah diinkubasi selama 24 jam

– 48 jam ke dalam phenol red sucrose atau purple sucrose broth. Selanjutnya

diinkubasi selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35oC ± 1oC dan diamati setelah

24 jam.

Positif, apabila terjadi pembentukan asam (kuning) dan gas pada tabung

durham. Apabila hanya terjadi pembentukan asam, maka dapat dinyatakan

positif. Umumnya Salmonella memberikan negatif ditunjukkan dengan tidak

terbentuknya gas pada tabung durham dan warna merah atau ungu sebagai

indikator pada seluruh media.

f. Methyl Red – Voges-Proskauer (MR–VP) Broth

Dipindahkan 1 ose dari TSI agar miring ke dalam media MR–VP Broth dan

inkubasikan selama 48 jam ± 2 jam pada suhu 35oC ± 1oC. Dilakukan uji VP

dengan memindahkan 1 ml MR–VP yang telah diinkubasi selama 48 jam ± 2

jam pada suhu 35oC ± 1oC. Lalu ditambahkan alpha naphtol dan dikocok.

Selanjutnya ditambahkan 0,2 ml larutan 40% KOH dan dikocok kembali.

Diamati hasilnya setelah 4 jam. Perubahan warna menjadi merah muda eosin

sampai merah delima (ruby) pada media menunjukkan reaksi positif.

Umumnya Salmonella memberikan reaksi VP negatif.

Dilakukan uji methyl red dengan menambahkan 5 tetes – 6 tetes indikator

methyl red ke dalam media MR–VP yang telah diinkubasi selama 96 jam lalu

diamati hasilnya dengan segera. Umumnya Salmonella memberikan reaksi

56
positif, ditandai dengan terjadinya difusi warna merah pada media. Terjadinya

warna kuning menunjukkan reaksi negatif. Nyatakan sebagai bukan

Salmonella kultur yang memberikan reaksi VP positif serta MR negatif.

g. Simmons Citrate Agar

Dipindahkan 1 ose dari TSI agar miring ke dalam media simmons citrate

agar miring dengan cara menggores agar miring dan menusuk agar tegak.

Selanjutnya dinkubasikan selama 96 jam ± 2 jam pada suhu 35oC ± 1oC.

Positif, apabila terjadi pertumbuhan yang biasanya diikuti dengan perubahan

warna dari hijau menjadi biru. Umumnya Salmonella memberikan hasil sitrat

positif.

Negatif, apabila tidak ada atau sedikit sekali pertumbuhan dan tidak terjadi

perubahan warna.

Gambar 27. Tahap Uji Biokimia

4.2.5 Hasil Pengujian Salmonella

Pada pengujian Salmonella digunakan 6 sampel ikan berbeda dan sampel

kultur murni sebagai pembanding. Pada ke enam sampel ikan, media HE XLD,

dan BSA tidak terdapat perubahan warna seperti ciri dari koloni khas Salmonella.

Pada kultur murni media HE terbentuk koloni biru, pada media XLD terbentuk

koloni merah jambu, dan pada media BSA berwarna metalik. Sampel ikan tidak

57
dilakukan uji lanjut, sedangkan sampel kultur murni dilakukan uji biokimia. Berikut

merupakan hasil pembacaan uji biokimia:

Gambar 28. Hasil Pengamatan Kultur murni koloni Morfologi Salmonella

khas

Tabel 2. Hasil Uji Lanjutan Kultur Murni Salmonella

Pengujian Hasil Reaksi Karakteristik Salmonella


Salmonella kultur murni
(kontrol
positif)
Positif Negatif

TSI Tusukan Kunig Tusukan Merah +


(positif)

(+)
LIA Tusukan Ungu Tusukan +
kuning (positif)

(+)
H2S Hitam Tidak hitam +
(positif)

(+)

58
Urease Warna ungu Tidak ada -
sampai merah perubahan (negatif)
warna
(-)
Dulcitol Warna kuning Tidak terjadi +
Perubahan (positif)
Warna (+)
Malonate Warna biru Tidak ada -
perubahan (negatif)
warna
(-)
Indol Warna violet Warna kuning -
pada pada (negatif)
permukaan permukaan

(-)
Lactose Warna kuning Tidak terjadi -
perubahan (negatif)
warna
(-)
Sucrose Warna kuning Tidak terjadi -
perubahan (negatif)
warna
(-)
VP Merah muda Tidak ada -
sampai merah perubahan (negatif)
wana

(-)
MR Warna merah Warna kuning +
menyebar mnyebar (positif)

(+)

59
Citrat Ada Tidak ada +
Pertumbuhan pertumbuhan (positif)
warna biru dan tidak ada
perubahan
warna
(+)

Dari hasil pengujian di atas, kultur Salmonella yang digunakan termasuk ke

dalam Salmonella khas (typical) a. Sedangkan pada pengujian sampel ikan

berupa rajungan kaleng (raw material), makarel, lemuru, cumi, udang, dan surimi

dinyatakan negatif atau tidak terdapat koloni bakteri Salmonella di dalamnya

sesuai dengan standar mutu makanan SNI 2006 yang menyatakan bahwa ikan

yang bermutu baik tidak terdapat cemaran Salmonella sp.

Hasil negatif uji keberadaan Salmonella dapat disebabkan oleh beberapa hal

antara lain yaitu tidak adanya kontaminasi Salmonella pada sampel yang

digunakan. Salmonella merupakan bakteri patogen yang sering terdapat pada

ikan, akan tetapi bakteri ini potensi penyebarannya lebih rendah dibandingkan

dengan bakteri lain seperti E.coli. Selain itu, pertumbuhan koloni mikroba lain

juga dapat menghambat pertumbuhan koloni Salmonella dikarenakan sifatnya

yang kalah bersaing dengan mikroba lain (Syifa et al., 2013).

60
5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari pelaksanaan PKM yang dilaksanakan di BKIPM Kelas II Semarang,

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

• Penanganan sampel di BKIPM Semarang mempunyai prosedur untuk

transportasi, penerimaan, penanganan, penyimpanan, retensi dan atau

pemusnahan sampel yang diuji termasuk seluruh upaya yang dibutuhkan

untuk melindungi sampel yang akan diuji.

• Prosedur pengujian Salmonella di BKIPM Kelas II Semarang sesuai dengan

SNI 01-2332.2-2006 dengan prinsip sampel yang di uji ditumbuhkan terlebih

dahulu pada media pengkayaan kemudian dideteksi dengan menumbuhkan

pada media agar selektif. Koloni-koloni yang diduga Salmonella (suspected

colonies) pada media selektif diisolasi dan dilanjutkan dengan konfirmasi

melalui uji biokimia dan uji serologi untuk meyakinkan ada atau tidaknya

bakteri Salmonella.

• Dari hasil pengujian kultur Salmonella yang digunakan termasuk ke dalam

Salmonella khas (typical) a. Sedangkan pada pengujian sampel ikan berupa

rajungan (raw material), makarel,lemuru, udang, cumi, dan surimi dinyatakan

negatif atau tidak terdapat koloni bakteri Salmonella di dalamnya sesuai

dengan standar mutu makanan.

5.2 Saran

Saran yang dapat disampaikan untuk BKIPM Kelas II Semarang sebagai

salah satu bentuk perbaikan kedepannya yaitu sebaiknya ditingkatkan lagi

sanitasi di sekitar ruang pengujian khususnya laboratorium mikrobiologi dan

dilakukan pengecekan alat dan bahan secara berkala.

61

Anda mungkin juga menyukai