KELOMPOK 2 :
1. Dwi Fazillah Zalri (2230122475) 6. Melinnia Syafitiri (2230122485)
2. Feliani Marta Putri (2230122477) 7. Nur Fauziah (2230122491)
3. Fitriani Edika (2230122478) 8. Riris Friendty V.T (2230122496)
4. Friza Anggia Putri (2230122479) 9. Try Wulandari (2230122501)
5. Khairani Pratiwi (2230122480) 10. Yulia Satrianti (2230122505)
DOSEN PENGAMPU :
Apt. OKTA FERA, S.Si, M. Farm
A. Pendahuluan
I. Latar belakang
Menurut BPOM No.52 Tahun (2005) menyatakan bahwa, cemaran
biologis adalah cemaran dalam makanan yang berasal dari bahan hayati,
dapat berupa cemaran mikroba atau cemaran lainnya seperti cemaran
protozoa dan nematoda. Sedangkan cemaran mikroba adalah cemaran
dalam makanan yang berasal dari mikroba yang dapat merugikan dan
membahayakan kesehatan manusia.
Menurut Depkes RI, 1994 bahwa berdasarkan Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor: 661/Menkes/SK/VII/1994 tentang persyaratan obat
tradisional mengatakan bahwa obat tradisional untuk penggunaan sebagai
obat dalam, perlu diwaspadai adanya mikroba seperti Salmonella,
Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Pseudomonas aeruginosa.
Mikroba tersebut tidak boleh terkandung di dalam obat tradisional (dalam
Gulo 2011).
Jamu merupakan obat tradisional yang bahan bakunya mudah
diperoleh dan memiliki khasiat yang beragam. Salah satunya adalah jamu
gendong yang dapat dibuat dengan cara tradisional dan dijual dengan harga
yang terjangkau. Pada proses pembuatan jamu gendong, sanitasi higiene
menjadi salah satu faktor yang berperan dalam kualitas jamu. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis kelayakan cemaran mikroba pada jamu.
Secara umum jamu memiliki dua bentuk yaitu serbuk dan cair. Jamu
serbuk merupakan jamu dalam kemasan yang siap diseduh dengan bahan
alam yang telah diuji sanitasinya, bahan baku dan produk sudah
distandarisasi sedangkan jamu dalam bentuk cair biasa disebut jamu
gendong, dijual penjaja untuk konsumen (Depkes,2000). Jamu dibuat dari
bahan-bahan alami, berupa bagian dari tanaman seperti rimpang, daun-
daunan, buah dan kulit batang. Proses pembuatan jamu dimulai dari
pemilihan bahan baku, pencucian, pengolahan dan penyajian dengan cara
yang masih sangat sederhana, sehingga tidak menutup kemungkinan apabila
jamu-jamu tersebut tercemar oleh mikroorganisme. Menurut Suharmiati
dan Handayani (1998), pencemaran mikroba pada produk produk
tradisional (termasuk jamu) dan produk makanan pada umumnya bersumber
dari bahan baku, pekerja dan lingkungan pengolahan termasuk peralatan
produksi.
Menurut Suhada, 2009 bahwa “Bakteri Escherichia coli dipakai
sebagai indikator pencemaran, keberadaannya dalam produk olahan
mengindikasikan telah terjadi kontaminasi melalui air yang digunakan
untuk pembuatan jamu” (dalam Ngabito, 2013). Bakteri Staphylococcus
aureus merupakan flora normal yang terdapat pada kulit dan selaput lendir
manusia. Sehingga sangat besar kemungkinan kedua bakteri tersebut
mengkontaminasi jamu tradisional, baik selama proses pembuatan maupun
penyajian.
- E. coli
merupakan bakteri berbentuk batang pendek (kokobasil), Gram negatif,
ukuran 0,4 µm – 0,7 µm x 1,4 µm, dan beberapa strain mempunyai
kapsul. Terdapat strain E. coli yang patogen dan non patogen. E. coli
non patogen banyak ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai
flora normal dan berperan dalam pencernaan pangan dengan
menghasilkan vitamin K dari bahan yang belum dicerna dalam usus
besar.
- Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus adalah bakteri bola berpasang-pasangan atau
berkelompok seperti buah anggur dengan diameter antara 0,8 mikron -
1,0 mikron, non motil, tidak berspora dan bersifat gram positif. Namun
kadang-kadang ada yang bersifat Gram negatif yaitu pada bakteri yang
telah difagositosis atau pada biakan tua yang hampir mati. Bakteri
stafilokokus sering ditemukan sebagai mikroflora normal pada kulit dan
selaput lendir pada manusia. Dapat menjadi penyebab infeksi baik pada
manusia maupun pada hewan. Jenis bakteri ini dapat memproduksi
enterotoksin yang menyebabkan pangan tercemar dan mengakibatkan
keracunan pada manusia. Bakteri ini dapat diisolasi dari bahanbahan
klinik, carriers, pangan dan lingkungan.
- Bacillus cereus
Bacillus cereus ialah bakteri berbentuk batang yang berspora dan
bersifat Gram positif, selnya berukuran besar dibandingkan dengan bakteri
batang lainnya serta tumbuh secara aerob fakultatif. Untuk membedakan
B.cereus dengan Bacillus lainnya, digunakan ciri morfologi dan biokimia.
Pembedaan dapat dilakukan dengan melihat motilitasnya (B. cereus paling
motil), pembentukan kristal toksin (B. thuringiensis), aktivitas hemolitik (B.
cereus dan Bacillus lain mempunyai aktivitas β- hemolitik sedangkan
anthracis umumnya non hemolitik).
cereus dapat menyebabkan dua tipe penyakit, yaitu diare dan
muntah. Gejala penyakit diare yang ditimbulkan mirip dengan yang
disebabkan oleh Clostridium perfringens; yaitu buang air besar encer, perut
kejang-kejang dan sakit 6 jam -15 jam setelah mengkonsumsi pangan yang
tercemar; disertai mual, namun jarang terjadi muntah. Sedangkan gejala
penyakit muntah, biasanya ditandai oleh mual terjadi 0,5 jam - 6 jam setelah
mengkonsumsi pangan yang tercemar, dan biasanya berlangsung kurang
dari 24 jam; kadang-kadang disertai dengan kejang perut dan diare.
Beberapa strain B. subtilis dan B. licheniformis juga dapat menyebabkan
muntah karena dapat memproduksi toksin yang stabil terhadap panas
seperti yang juga dihasilkan oleh B. cereus. Dosis infeksi B. cereus adalah
> 105 /g.
b. Angka Lempeng Total
Metode kuantitatif digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang
ada pada suatu sampel, umumnya dikenal dengan Angka Lempeng Total
(ALT). Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT aerob
mesofil atau anaerob mesofil menggunakan media padat dengan hasil akhir
berupa koloni yang dapat diamati secara visual berupa angka dalam
koloni(cfu) per ml/g atau koloni/100ml. Cara yang digunakan antara lain
dengan cara tuang, cara tetes dan cara sebar (BPOM, 2008).
Prinsip pengujian Angka Lempeng Total menurut Metode Analisis
Mikrobiologi (MA PPOM 61/MIK/06) yaitu pertumbuhan koloni bakteri
aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar
dengan cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai. Pada pengujan
Angka Lempeng Total digunakan PDF (Pepton Dilution Fluid) sebagai
pengencer sampel dan menggunakan PCA (Plate Count Agar) sebagai
media padatnya. Digunakan juga pereaksi khusus Tri Phenyl tetrazalim
Chlotide 0,5 % (TTC).
BAB III
METODE PRAKTIKUM
3.1.1 Alat-Alat
1. Autoklaf
2. Batang pengaduk
4. Cawan petri
5. Erlenmeyer
6. Gelas kimia
7. Hot plate
8. Inkubator
9. Kapas
10. Kassa
1. Alcohol 70%
2. Alumunium foil
3. Aquadest
4. Kloramfenikol
8. NaC1 0,9%
Untuk cawan petri disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama
15 menit
Setelah selesai, keluarkan semua alat.
10-3
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Prosedur pengujian Angka Lempeng Total dan angka kapang khamir yaitu
dengan cara aseptik dipipet 1 mL sampel yang telah disuspensi ke dalam tabung
reaksi steril yang telah berisi 9 mL API, kemudian dihomogenkan selama 30 detik
sehingga diperoleh suspensi dengan pengenceran 10-1. Hasil dari homogenisasi
pada penyiapan sampel yang merupakan pengenceran 10 -1 dipipet sebanyak 1 mL
ke dalam tabung API pertama, dikocok homogen hinggadiperoleh pengenceran 10 -
2
. Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-3.
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa cemaran mikroba yang besar
terdapat pada jamu wasir dikarenakan pencemar dalam sediaan jamu dapat
disebabkan selain akibat proses pembuatan jamu yang kurang memperhatikan unsur
sanitasi dan hygien, dapat pula diakibatkan oleh adanya kontaminasi mikroba udara
pada saat pengemasan atau penjualan. hal ini mungkin dapat juga disebabkan
karena pada saat pembuatan medium tidak steril karena mungkin pada saat
penuangan terlalu lama kontak dengan udara atau pada saat penuangan medium
tidak didekat bunsen atau api.
Dari hasil praktikum yang kami dapatkan ini, menurut kelompok kami
besarnya cemaran mikroba yang terdapat didalam sampel ini disebabkan oleh
beberapa faktor, faktor yang pertama yaitu keadaan lingkungan, seperti kondisi saat
pengolahan atau penyimpanan dari jamu tersebut, faktor yang kedua dapat
disebabkan karena keadaan yang tidak steril saat praktikum, baik itu ruangan yang
tidak streril, alat alat yang tidak steril maupun pengerjaan dari praktikan yang tidak
steril. Dan yang terakhir dapat disebabkan oleh sampel jamu yang kami gunakan,
dimana sampel tersebut adalah sampel yang telah terbuka kemasannya karena telah
digunakan sebagai sampel pada objek praktikum sebelumnya, hal ini juga dapat
menyebabkan terjadinya kontaminasi mikroba pada jamu tersebut. Jumlah mikroba
yang terlalu tinggi dapat mengubah karakter organoleptic, mengakibatkan
perubahan nutrisi/nilai gizi atau bahkan merusak makanan atau bahan makanan
tersebut.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Besarnya kontaminan pada medium PDA lebih tinggi bila dibandingkan dengan
medium NA.
2. Kontaminasi tertinggi pada medium PDA yaitu pada jamu wasir. Sedangkan pada
jamu kuat macan tingkat cemarannya lebih rendah.
3. Pada medium NA kontaminasi rendah terdapat pada jamu kuat macan. Sedangkan
kontaminan tertinggi terdapat pada jamu sabdo ginseng.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia. 2005. Cara
Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Jakarta.
Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Pengujian
Mikrobiologi Pangan. Info POM Vol. 9, No. 2, Maret 2008. Jakarta: Badan
Pengawas Obat Dan Makanan.
DepKes RI (1995) Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
DepKes RI (2017) Farmakope Herbal Edisi II. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Radji, M. 2010. Buku Ajar Mikrobiologi: Panduan Mahasiswa Farmasi dan
Kedokteran. Penerbit Buku Kedokterabn EGC. Jakarta.
Shah, B. and A. . S. (2010) Textbook of Pharmacognosy & Phytochemistry. India:
Rajakamal Press, Elsevier.