Anda di halaman 1dari 39

MAKALAH BAKTERIOLOGI IV

Bakteriologi Makanan dan Minuman

Disusun Oleh :
Kelompok IV
Agustina Deka Patmasari (40.01.14.0002)
Fensi Andrawina (40.01.14.0011)
Skolastika Dian Advensia (40.01.14.0026)
Vincentia Ade Rizky (40.01.14.0027)

DosenPembimbing :
1. Haridawati, BSC., SKM
2. Asmawati, SKM

DIV ANALIS KESEHATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KATHOLIK MUSI CHARITAS
Tahun Ajaran 2016/2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah
tentang Bakteriologi Makanan dan Minuman ini dengan baik meskipun banyak
kekurangan dalam pembuatan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai mata kuliah bakteriologi. Kami juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran dan usulan
demi perbaikan makalah yang telah kami buat di masa yang akan datang, mengingat
tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun dari Anda demi perbaikan makalah ini diwaktu yang akan
datang.

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Makanan dan minuman merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh
manusia untuk senantiasa hidup yang berasal dari hewan, tumbuhan, mineral,
maupun dari zat-zat kimia sintetik. Pada umumnya makanan dan minuman
tersebut, diproduksi oleh industri secara besar-besaran dan biasanya memakan
waktu yang cukup lama dalam produksi, penyimpanan, distribusi dan akhirnya
sampai ke tangan konsumen. Jadi kemungkinan dapat terjadi pertumbuhan
mikroorganisme didalamnya.
Mikroorganisme merupakan jasad hidup yang mempunyai ukuran sangat
kecil. Setiap sel tunggal mikroorganisme memiliki kemampuan untuk
melangsungkan aktivitas kehidupan antara lain dapat mengalami pertumbuhan,
menghasilkan energi dan bereproduksi dengan sendirinya.
Menurut Buckle (2010), bahan pangan dapat berperan penting sebagai
agen dari penularan atau pemindahan penyakit karena mikroorganisme yang
bersifat patogenik terhadap manusia. Mikroorganisme tersebar luas di alam
lingkungan, dan sebagai akibatnya produk pangan jarang sekali yang steril dan
umumnya tercemar oleh berbagai jenis mikroorganisme.Bahan pangan selain
merupakan sumber zat gizi bagi manusia, juga sebagai sumber makanan bagi
perkembangan mikroorganisme. Namun, dalam beberapa hal pertumbuhan
mikroorganisme dalam bahan pangan menyebabkan perubahan yang
menguntungkan seperti perbaikan bahan dari segi mutu baik dari aspek gizi
maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpannya. Pada umumnya
melibatkan proses fermentasi (bahan pangan) oleh mikroorganisme sebagai
contoh adalah keju dan yoghurt (dari susu), tempe (dari kedelai) dan tape (dari
ubi kayu).
Kelompok mikroorganisme yang umumnya berhubungan dengan bahan
pangan adalah bakteri, kapang, khamir, dan virus (Buckle, 2010).
Mikroorganisme jenis bakteri adalah kelompok mikroorganisme yang paling
penting dan beraneka ragam, bakteri merupakan salah satu mikroba yang
mempengaruhi kehidupan manusia. Di daerah tropis seperti di Indonesia,
penyakit yang disebabkan oleh bakteri pathogen memiliki peringkat yang cukup
tinggi dalam urutan penyakit yang banyak diderita oleh masyarakat.
Bakteri juga sangat erat hubungannya dengan makanan. Adanya bakteri
dalam bahan pangan dapat mengakibatkan pembusukan yang tidak diinginkan
atau menimbulkan penyakit yang ditularkan melalui makanan atau dapat
melangsungkan fermentasi yang menguntungkan.
Bakteri terdapat secara luas dilingkungan alam yang berhubungan
dengan hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, air dan tanah. Pada kenyataannya
sangat sedikit sekali lingkungan yang bersih dari bakteri. Akibatnya berbagai
penyakit atau infeksi yang berbeda-beda mungkin terjadi karena memakan
makanan yang terkontaminasi dengan bakteri pathogen yang mampu hidup
dalam usus dan menimbulkan penyakit.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan pembahasan yang
mendalam tentang bakteri yang terdapat pada makanan dan minuman serta
penyakit apa saja yang dapat ditimbulkan dari bakteri-bakteri tersebut.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa saja bakteri yang terdapat dalam makanan dan minuman ?
2. Penyakit apa yang dapat ditimbulkan dari bakteri pathogen dalam
makanan dan minuman ?
3. Pemeriksaan laboratorium apa yang dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi bakteri makanan dan minuman?
1.3.Tujuan
a. Untuk mengetahui bakteri-bakteri yang terdapat pada makanan dan minuman.
b. Untuk mengetahui penyakit yang dapat ditimbulkan dari bakteri pathogen
dalam makanan dan minuman.
c. Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium yang digunakan untuk
identifikasi bakteri makanan dan minuman
BAB II
PEMBAHASAN

A. Bakteri pada makanan


Makanan adalah hasil dari alam yang sebenarnya tidak hanya untuk
makhluk hidup. Oleh karena itu sangat wajar bahwa makanan yang kita makan
juga disukai oleh mikroorganisme, baik ketika masih mentah maupun sudah
matang. Makanan yang dihuni oleh mikroorganisme, maka disitu akan terjadi
penguraian. Penguraian terkadang dapat meningkatkan nilai gizi, seperti
fermentasi pada tempe. Namun kasus seperti pada tempe tidaklah banyak, hanya
beberapa saja, sedangkan yang terbanyak adalah justru zat yang dihasilkan dari
penguraian tersebut dapat meracuni manusia jika dikonsumsi. Hal ini disebut
sebagai pencemaran makanan secara biologis.
Sebagian besar bakteri sebenarnya tidak berbahaya bagi kesehatan, tetapi
jika tumbuh dan berkembang biak pada pangan sampai mencapai jumlah yang
sangat tinggi dapat mengakibatkan kerusakan makanan, yaitu menimbulkan bau
busuk, lendir, asam, perubahan warna, pembentukan gas, dan perubahan-
perubahan lain yang tidak diinginkan. Bakteri semacam ini digolongkan ke
dalam bakteri perusak pangan. Bakteri perusak pangan sering tumbuh dan
menyebabkan kerusakan pada bahan pangan yang mempunyai kandungan protein
tinggi seperti ikan, susu, daging, telur dan sayuran. Bakteri yang menyebabkan
gejala sakit atau keracunan disebut bakteri patogenik atau patogen.
Gejala penyakit yang disebabkan oleh patogen timbul karena bakteri
tersebut masuk ke dalam tubuh melalui pangan dan dapat berkembang biak di
dalam saluran pencemaan dan menimbulkan gejala sakit perut, diare, muntah,
mual, dan gejala lain. Patogen semacam ini misalnya yang tergolong bakteri koli
(Escherichia coli patogenik), Salmonella dan Shigella. Bakteri patogenik di
dalam pangan juga dapat menyebabkan gejala lain yang disebut keracunan
pangan. Gejala semacam ini disebabkan oleh tertelannya racun (toksin) yang
diproduksi oleh bakteri selama tumbuh pada pangan. Gejala keracunan pangan
oleh racun bakteri dapat berupa sakit perut, diare, mual, muntah, atau
kelumpuhan. Bakteri yang tergolong ke dalam bakteri penyebab keracunan
misalnya Staphylococcus aureus, Clostridium perfringens, dan Bacillus cereus
yang memproduksi racun yang menyerang saluran pencernaan dan disebut
enterotoksin. Selain pengaruh yang merugikan, beberapa bakteri juga
mempunyai pengaruh yang menguntungkan dan yang digunakan atau berperan.
dalam pembuatan berbagai makanan fermentasi seperti yogurt dan yakult.
Banyak faktor yang mempengaruhi jumlah serta jenis bakteri yang terdapat
dalam makanan, diantaranya adalah sifat makanan itu sendiri (pH, kelembaban,
nilai gizi), keadaan lingkungan dari mana makanan tersebut diperoleh, serta
kondisi pengolahan ataupun penyimpanan. Jumlah bakteri yang terlalu tinggi
dapat mengubah karakter organoleptik, mengakibatkan perubahan nutrisi / nilai
gizi atau bahkan merusak makanan tersebut.

B. Jenis jenis bakteri pada makanan dan minuman


Beberapa bakteri yang mencemari makanan dan minuman yaitu sebagai berikut:
1. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri aerob dan anaerob fakultatif yang
mampu memfermentasikan manitol dan menghasilkan enzim koagulase,
hyalurodinase, fosfatase, protease, dan lipase. Staphylococcus aureus
mengandung lysostaphin yang dapat menyebabkan lisisnya sel darah merah.
Toksin yang dibentuk oleh Staphylococcus aureus adalah haemolysin alfa,
beta dan gamma, delta dan apsilon. Toksin lain antara lain leukosidin,
enterotoksin, dan eksfoliatin. Enterotoksin dan eksoenzim dapat
menyebabkan keracunan makanan terutama yang mempengaruhi saluran
pencernaan. Leukosidin menyerang leukosit sengga daya tahan tubuh akan
menurun. Eksofoliatin adalah toksin yang menyerang kulit dengan tanda-
tanda kulit merah seperti terkena luka bakar.
a. Patogenesis
Kontaminasi Staphylococcus aureus pada makanan dapat
menyebabkan keracunan (intoksikasi). Hal ini disebabkan karena bakteri
tersebut mampu menghasilkan toksin yang berupa enterotoksin di dalam
saluran pencernaan. Enterotoksin dapat diproduksi apabila kondisi
lingkungan mendukung untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri
tersebut, seperti pH dan suhu. Staphylococcus aureus menghasilkan
enterotoksin yang menyebabkan gastroenteritis. Jumlah sel yang
diperlukan oleh Staphylococcus aureus untuk menghasilkan racun yang
cukup sehingga bersifat meracuni adalah 10 5 108 CFU/g.

b. Gejala klinis
Staphylococcus aureus menginfeksi kulit atau luka luar biasanya
berakibat pada penahanan, misalnya bisul atau luka bernanah lainnya.
Area infeksi berwarna merah, bengkak dan terasa sakit bila disentuh.
Dalam kondisi parah, pembengkakan tersebut berkembang
menjadi empetigo (pengerasan dari kulit) atau cellitus (peradangan pada
jaringan bawah kulit). Infeksi juga bisa terjadi pada ibu menyusui
berupa peradangan payudara, bisul dan nanah pada puting, yang
berpotensi menularkan bakteri kepada bayi.
Bakteri yang masuk ke dalam aliran darah juga bisa bersarang di
dalam paru-paru menyebabkan organ tersebut bernanah dan infeksi klep
jantung (endocarditis) yang bisa mengakibatkan gagal jantung. Infeksi
pada sel tulang berakibat peradangan berat osteomyletis.
Bakteri yang mengontaminasi makanan, saat tertelan akan
menimbulkan gangguan pencernaan dengan gejala mual, muntah,
(benar-benar muntah atau tampak seperti muntah tetapi tidak
mengeluarkan apapun), kram perut, lemas, diare, dan dehidrasi. Gejala
muncul sekitar 1-6 jam sejak tertelan. Gejala tersebut berlangsung
selama 1-3 hari. Pada kasus yang lebih berat, gejala tersebut disertai
dengan sakit kepala, kram otot, tekanan darah, dan denyut nadi tidak
teratur.

2. Escherichia colli
Escherichia coli umumnya merupakan bakteri patogen yang banyak
ditemukan pada saluran pencernaan manusia sebagai flora normal.
Escherichia coli dapat ditemukan tersebar di alam sekitar kita,
pencemarannya tidak selalu melalui air, melainkan secara pasif dapat
terjadi melalui makanan atau minuman.
Escherichia coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam
saluran pencernaan meningkat atau berada di luar usus. Escherichia coli
menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus diare.
Escherichia coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan
enterotoksin pada sel epitel.
Ada 5 macam E.colli, yaitu :
1. E. coli enteropatogen (EPEC)
2. E. coli Enterotoksigenik (ETEC)
3. E. coli Enterohemoragik (EHEC)
4. E. coli Enteroinvasif (EIEC)
5. E. coli Enteroagregatif (EAEC)

a. Patogenesis
Kebanyakan E.coli tidak bersifat membahayakan, tetapi ada pula
yang bersifat patogen terhadap manusia E. coli dapat masuk ke dalam
tubuh manusia terutama melalui konsumsi pangan yang tercemar,
misalnya daging mentah, daging yang dimasak setengah matang, susu
mentah, dan cemaran fekal pada air dan pangan, hal ini yang
menyebabkan diare.
Mekanismenya adalah dengan cara melekatkan dirinya pada sel
mukosa usus kecil dan membentuk filamentous actin pedestal
sehingga menyebabkan diare cair (Watery diarrheae) yang bisa
sembuh dengan sendirinya atau berlanjut menjadi kronis.

b. Gejala Klinis
Gejala bergantung pada tipe pencemar dan jumlah yang tertelan.
Gejala dari pangan yang tercemar bakteri patogen biasanya dimulai 2-
6 jam setelah mengkonsumsi pangan yang tercemar. Namun,
waktunya bisa lebih panjang (setelah beberapa hari) atau lebih
pendek, tergantung pada cemaran pada pangan. Gejala yang mungkin
timbul antara lain mual dan muntah; kram perut yang dapat
menyebabkan diare (dapat disertai darah); demam dan menggigil; rasa
lemah dan lelah; serta sakit kepala.

3. Salmonella
Salmonella merupakan patogen zoonotic yang dapat menyerang
vertebrata. Infeksi akibat Salmonella pada manusia dan hewan ternak
menyebabkan penyakit yang bersifat asimptomatik hingga infeksi sistemik
yang parah. Salmonellosis dapat tertular akibat kontak langsung atau tidak
langsung dengan hewan yang bersifat reservoir.
Klasifikasi Salmonella terbentuk berdasarkan dasar epidemiologi,
jenis inang, reaksi biokimia, dan struktur antigen O, H, V ataupun K.
Antigen yang paling umum digunakan untuk Salmonella adalah antigen O
dan H.
a. Patogenesis
Habitat bakteri Salmonella berada dalam alat pencernaan
manusia, hewan, dan bangsa burung. Oleh karena itu cara
penularannya adalah melalui mulut karena makan/minum bahan yang
tercemar oleh keluaran alat pencernaan penderita. Salmonella akan
berkambang biak di dalam alat pencernaan penderita, sehingga terjadi
radang usus (enteritis). Radang usus serta penghancuran lamina
propria alat pencernaan oleh penyusupan (proliferasi) Salmonella
inilah yang menimbulkan diare, karena salmonella menghasilkan racun
yang disebut cytotoxin dan enterotoxin (Dharmojono, 2001).
Salmonella mungkin terdapat pada makanan dalam jumlah tinggi,
tetapi tidak selalu menimbulkan perubahan-perubahan. Bahan pangan
asal hewan termasuk jenis makanan yang sering terkontaminasi.
Salmonella di dalam tubuh host akan menginvasi mukosa usus
halus, berbiak di sel epitel dan menghasilkan toxin yang akan
menyebabkan reaksi radang dan akumulasi cairan di dalam usus.
Kemampuan Salmonella untuk menginvasi dan merusak sel berkaitan
dengan diproduksinya thermostable cytotoxic factor. Salmonella ada di
dalam sel epitel akan memperbanyak diri dan menghasilkan
thermolabile enterotoxin yang secara langsung mempengaruhi sekresi
air dan elektrolit.

b. Gejala klinis
Salmonella typhi dapat menyebabkan demam dan gejala tifoid
yang akan berlangsung selama 3-4 minggu. Perforasi sering terjadi
pada minggu ke tiga atau keempat dari penyakitnya. Penderita yang
telah sembuh dari demam tifoid, ternyata 2-5% diantaranya masih
mengandung S. typhi di dalam tubuhnya selama 1 tahun. Bahkan ada
yang menetap sepanjang umur manjadi carrier kronik. Pada carrier
kronik S. typhi umumnya berada dalam kantung empedu, jarang pada
saluran kemih. Biasanya akan dikeluarkan dari tubuh melalui tinja dan
air kemih.
Ada tiga komponen utama dari gejala demam tifoid. Demam
yang berkepanjangan (lebih dari 7 hari), gangguan saluran pencernaan
dan gangguan susunan saraf pusat/kesadaran. Dalam minggu pertama,
keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya
seperti demam, sakit kepala, mual, muntah, nafsu makan menurun,
sakit perut, diare atau sulit buang air beberapa hari, sedangkan
pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu tubuh meningkat dan
menetap. Suhu meningkat terutama sore dan malam hari. Setelah
minggu kedua maka gejala menjadi lebih jelas demam yang tinggi
terus-menerus, napas berbau tak sedap, kulit kering, rambut kering,
bibir kering pecah-pecah /terkupas, lidah ditutupi selaput putih kotor,
ujung dan tepinya kemerahan dan tremor, pembesaran hati dan limpa
dan timbul rasa nyeri bila diraba, perut kembung gangguan kesadaran
dari yang ringan letak tidur pasif, tak acuh (apatis) sampai berat
(delier, koma). Demam tifoid yang berat memberikan komplikasi
perdarahan, kebocoran usus (perforasi), infeksi selaput usus
(peritonitis), renjatan, bronkopnemoni dan kelainan di otak
(ensefalopati, meningitis).

4. Shigella
Shigella sp merupakan berbentuk batang dengan pengecatan Gram
bersifat Gram negatif, tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif aerob,
tumbuh pada pH 6,4 7,8 dengan suhu 37oC. Hal tersebut berarti bakteri
Shigella sp tidak dapat berkembang biak dengan baik pada pH yang
rendah. Sebagian besar masyarakat mengkomsumsi yougt (susu
fermentasi) mempunyai rasa asam, digunakan sebagai minuman yang
dapat menstabilkan pencernaan dan pencegahan diare.
a. Pathogenesis
Bakteri tertelan, masuk dan berada di usus halus, menuju ileum
terminal dan kolon melekat pada permukaan dan kolon, melekat pada
permukaan mukosa, berkembang biak, reaksi peradangan hebat, sel-sel
terlepas, timbul Ulkus, terjadi disentri basiler (tinja lembek, bercampur
darah, mukus dan pus, nyeri abdomen, mules, tenesmus ani).
Masa inkubasinya adalah 2-4 hari, atau bisa lebih lama sampai 1
minggu. Oleh seseorang yang sehat diperlukan dosis 1000 bakteri
Shigella untuk menyebabkan sakit. Penyembuhan spontan dapat terjadi
dalam waktu 2-7 hari terutama pada penderita dewasa yang sehat
sebelumnya, sedangkan pada penderita yang sangat muda atau tua dan
juga pada penderita dengan gizi buruk penyakit ini akan berlangsung
lama. Pernah ditemukan terjadinya septicemia pada penderita dengan
gizi buruk dan berkhir dengan kematian.

b. Gejala Klinis
Masa inkubasi berkisar 1-7 hari, yang paling umum yaitu sekitar 4
hari. Gejala mula-mulanya yaitu demam dan kejang perut yang nyeri.
Diare biasanya terjadi setelah 48 jam, diikuti oleh disentri 2 hari
kemudian. Pada kasus yang parah, tinja terutama terdiri dari darah,
lendir, dan nanah.

5. Vibrio parahaemolyticus
Vibrio parahaemolicus adalah bakteri halofilik yang menyebabkan
gastroenteritis akut sebagai akibat makanan yang terkontaminasi seperti
ikan mentah atau kerang. Sebagai periode inkubasi selama 12-24 jam,
terjadi mual dan muntah, kram perut, demam dan diare air, dan darah.
Vibrio parahaemoliticus biasanya diidentifikasi melalui pertumbuhan
oksidase positifnya pada agar darah (Salemba Medika, 2001).
a. Phatogenesis
Bakteri Vibrio parahaemolyticus masuk ke dalam tubuh manusia
yang mengkonsumsi produk makanan laut seperi udang, kerang,
ataupun ikan mentah yang dimasak kurang sempurna dan tercemar.
Diare akut akibat bakteri Vibrio parahaemolyticus disebabkan
invasi bakteri dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma
disentri dengan diare yang disertai lendir dan darah sehingga disebut
diare inflamasi. Akibatnya terjadi kerusakan mukosa baik usus halus
maupun usus besar. Masa inkubasi bakteri Vibrio parahaemolyticus
biasanya antara 12 sampai 24 jam, tetapi dapat juga berkisar antara 4
sampai 30 jam.

b. Gejala klinis
Gejala yang muncul adalah tiba-tiba dan kejang perut yang
berlangsung selama 48 72 jam dengan masa inkubasi 8 72 jam.
Gejala lain adalah mual, muntah, sakit kepala, badan agak panas dan
dingin. Pada sebagian kecil kasus, bakteri juga menyebabkan
septisemia. Bakteri ini dapat menyebabkan dehidrasi, diare dan
gastroenteritis.

6. Vibrio Cholera
Vibrio cholerae termasuk bakteri gram negative, berbentuk batang
bengkok seperti koma dengan ukuran panjang 2-4 um. Kuman ini dapat
bergerak sangat aktif karena mempunyai satu buah flagella polar yang
halus (monotrikh). Kuman ini tidak membentuk spora. Pada kultur
dijumpai koloni yang cembung (convex), halus dan bulat yang keruh
(opaque) dan bergranul bila disinari. Vibrio cholerae bersifat aerob atau
anaerob fakultatif. Suhu optimum untuk pertumbuhan pada suhu 18-37C.
Dapat tumbuh pada berbagai jenis media, termasuk media tertentu yang
mengandung garam mineral dan asparagin sebagai sumber karbon dan
nitrogen. V. cholerae ini tumbuh baik pada agar Thiosulfate-citrate-bile-
sucrose (TCBS), yang menghasilkan koloni berwarna kuning (Gambar 2)
dan pada media TTGA (Telurite-taurocholate-gelatin-agar).
a. Pathogenesis
Dalam keadaan alamiah, Vibrio cholerae hanya pathogen
terhadap manusia yang dapat menginfeksi manusia melalui rute
pencernaan (fecal-oral). Seseorang memiliki asam lambung yang
normal memerlukan menelan sebanyak 10-10 atau lebih. Vibrio
cholerae dalam air agar dapat menginfeksi, sebab kuman ini sangat
sensitive pada suasana asam. Jika mediatornya makanan, sebanyak 10-2
- 10-4 organisme yang diperlukan, karena kapasitas buffer yang cukup
dari makanan. Manifestasi klinik berupa penyakit kolera akan timbul
apabila jumlah bakteri yang masuk mencapai jumlah tertentu. Jumlah
tersebut dipengaruhi oleh proses masuknya bakteri ke dalam saluran
cerna.

Enterotoksis
Vibrio cholerae ini menghasilkan enterotoksin yang tidak tahan asam
dan panas, dengan berat molekul sekitar 90.000 yang mengandung
98% protein, 1% lipid, dan 1% karbohidrat. Pada tiap molekul
enterootoksin Vibrio cholerae terdiri dari 5 sub unit B (binding) dan 1
sub unit A (active). Sub unit A ini mempunyai 2 komponen A1 dan
A2. Enterotoksin berikatan dengan reseptor ganglion pada permukaan
enterocytes melalui 5 sub unit B, sedangkan komponen A2 sub unit
mempercepat masuknya enterotoksin ke sel dan komponen A1 sub unit
bertugas meningkatkan aktivitas adenil siklase akibatnya produksi
cyclic AMP meningkat yang menyebabkan meningkatnya sekresi
cairan mencapai 20 liter per hari watery diarrhea, pada kasus berat
dengan gejala dehidrasi, syok, gangguan elektrolit dan kematian.

Perlekatan
Vibrio cholerae tidak bersifat invasive, kuman ini tidak masuk ke
dalam aliran darah tetapi tetap berada di saluran usus, Vibrio cholerae
yang virulen harus menempel pada mikrovili permukaan sel epithelial
usus baru menimbulkan keadaan pathogen. Disana mereka melepaskan
toksin kolera (enterotoksin). Toksin kolera diserap di permukaan
gangliosida sel eppitel dan merangsang hipersekresi air dan klorida
dan menghambat absorpsi natrium. Akibatnya kehilangan banyak
cairan dan elektrolit, secara histology, usus tetap normal.

b. Gejala Klinis
Sebagian besar infeksi yang disebabkan V.cholerae ini
asimptomatik atau terjadi diare yang ringan dan pasien tetap
ambulatoir. Masa inkubasi selama 1-4 hari sampai timbul gejala,
tergantung pada inokulan yang tertelan. Gejala kolera yang khas
dimulai dengan munculnya diare yang encer dan berlimpah, tanpa
didahului oleh rasa mulas dan tanpa adanya tenesmus. Dalam waktu
singkat tinja yang semula berwarna dan berbau feses berubah menjadi
cairan putih keruh yang mirip air cucian beras (rice water stool).
Cairan ini mengandung mucus sel epithelial dan sejumlah besar vibrio.
Muntah timbul kemudian setelah diare diikuti gejala mual. Kejang otot
dapat menyusul, baik dalam bentuk fibrilasi maupun fasikulasi atau
kejang klonik yang nyeri dan mengganggu. Otot yang sering terlibat
antara lain betis, biseps, triseps, pektoralis dan dinding perut (kram
perut). Penderita akan kehilangan cairan dan elektrolit dengan cepat
yang dapat mengarah pada dehidrasi berat, syok dan anuria. Tanda-
tanda dehidrasi tampak jelas, berupa perubahan suara menjadi serak
seperti suara bebek manila ( vox cholerica ), kelopak mata cekung,
mulut menyeringai karena bibir yang kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit berkurang, jari jari tangan dan kaki tampak kurus dengan
lipatan-lipatan kulit, terutama ujung jari yang keriput ( washer women
hand), diuresis berangsur-angsur kurang dan berakhir dengan anuria.
Tingkat kematian tanpa pengobatan antara 25% dan 50%.
Bagaimanapun, kasus yang sporadis maupun yang ringan tidak mudah
untuk dibedakan dari penyakit diare yang lain.

7. Bacillus cereus
Bacillus cereus merupakan bakteri yang menyebabkan keracunan jika
tertelan dalam jumlah banyak (103-105) dan memproduksi toksin jika sel
mengalami lisis (pecah)
a. Phatogenesis
Bacillus cereus bertanggung jawab untuk sebagian kecil penyakit
bawaan makanan (2-5%), menyebabkan mual muntah, parah dan diare
penyakit bawaan makanan Bacillus. Terjadi karena kelangsungan
hidup endospora bakteri ketika makanan tidak benar matang. Memasak
suhu kurang dari atau sama dengan 100 C (212 F) memungkinkan
beberapa spora Bacillus cereus untuk bertahan hidup. Masalah ini
diperparah ketika makanan itu tidak benar didinginkan, yang
memungkinkan endospores untuk berkecambah. Makanan dimasak
tidak dimaksudkan untuk dipakai sendiri atau pendinginan yang cepat
dan pendinginan harus disimpan pada suhu di atas 60 C (140 F).
Perkecambahan dan pertumbuhan umumnya terjadi antara 10-50 C
(50-122 F), meskipun beberapa strain psychrotrophic hasil
pertumbuhan bakteri dalam produksi enterotoksin, salah satunya
sangat tahan terhadap panas dan pH antara 2 dan 11;. konsumsi
menyebabkan dua jenis penyakit, diare dan muntah (muntah) sindrom.
b. Gejala klinis
Diare berair, kram perut, dan rasa sakit mulai terjadi 6-15 jam
setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi. Rasa mual mungkin
menyertai diare, tetapi jarang terjadi muntah (emesis). Pada sebagian
besar kasus, gejala-gejala ini tetap berlangsung selama 24 jam.
Keracunan makanan tipe emetik ditandai dengan mual dan muntah
dalam waktu 0.5 sampai 6 jam setelah mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi. Kadang-kadang kram perut dan/atau diare dapat juga
terjadi. Umumnya gejala terjadi selama kurang dari 24 jam. Dapat
menyebabkan penyakit pneumonia dan bronkopneumonia.

8. Campylobacter jejuni
Campylobacter jejuni merupakan pantogen manusia yang terutama
menyebabkan enteritis dan kadang-kadang invasi sistemik, terutama pada
bayi. Bakteri ini merupakan penyebab diare yang disertai lendir dan darah
(disebut juga Bloody diarrhea) yang sama seringnya seperti Salmonella
dan Shigella.
a. Pathogenesis
Infeksi pada Campylobacter jejuni melalui mulut dari makanan
(misalnya susu yang tidak dipasteurisasi), minuman (air
terkontaminasi), kontak dengan hewan yang terinfeksi (unggas, anjing,
kucing, domba dan babi), atau dengan feses hewan melaluimakanan
yang terkontaminasi seperti daging ayam yang belum dimasak dengan
baik. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung
person to person atau hewan yang terinfeksi atau ekskretanya serta
aktivitas seksual anal-genital-oral sebagai transmisi.
Campylobacter jejuni peka terhadap asam lambung; perlu
memakan 104 organisme untuk dapat menyebabkan infeksi. Jumlah ini
sesuai dengan jumlah yang diperlukan pada infeksi Salmonella dan
Shigella, tetapi lebih sedikit daripada yang diperlukan untuk infeksi
menyebabkan radang yang mengakibatkan munculnya sel darah merah
dan darah putih pada tinja. Kadang-kadang C.jejuni masuk ke dalam
aliran darah sehingga timbul gambaran klinik demam enterik. Invasi
jaringan yang terlokalisasi serta aktivitas toksin menyebabkan
timbulnya enteritis (prevalensinya lebih tinggi). C.jejuni dapat
menyebabkan diare melalui invasi kedalam usus halus dan usus besar.
Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu cytotoxin dan heat-labile
enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi mirip dengan proses
ulcerative colitis.
b. Gejala Klinis
Keluhan abdominal seperti mulas, nyeri seperti kolik, mual /
kurang napsu makan, muntah, demam, nyeri saat buang air besar
(tenesmus), kejang perut akut, lesu, sakit kepala, demam antara
37,8-40C, malaise, pembesaran hati dan limpa, serta gejala dan
tanda dehidrasi
Kadang infeksi bisa menyerang katup jantung (endokarditis) dan
selaput otak dan medulla spinalis (meningitis)
Penyakit enterik akut disertai invasi kepada usus halus dan
menyababkan nekrosis berdarah
Diare hebat/ ekplosif disertai dengan adanya banyak darah, lendir,
lekosit PMN (polimorfonuklear) dan kuman pada tinja bila
diperiksa secara mikroskopis
Dapat dikacaukan dengan radang usus buntu dan kolitus ulseratif
Jika tidak diobati , 20% penderita mengalami infeksi
berkepanjangan dan sering kambuh

9. Clostridium perfringens
Merupakan bekteri Gram-positif yang dapat membentuk endospora
serta bersifat anaerobik. Bakteri ini terdapat di tanah, usus manusia dan
hewan, daging mentah, unggas, dan bahan pangan kering.
a. Pathogenesis
Clostridium perfringens dapat menghasilkan enterotoksin yang
tidak dihasilkan pada makanan sebelum dikonsumsi, tetapi dihasilkan
oleh bakteri di dalam usus.
b. Gejala klinis
Gejala keracunan dapat terjadi sekitar 8-24 jam setelah
mengkonsumsi pangan yang tercemar bentuk vegetatif bakteri dalam
jumlah besar. Di dalam usus, sel-sel vegetatif bakteri akan
menghasilkan enterotoksin yang tahan panas dan dapat menyebabkan
sakit. Gejala yang timbul berupa nyeri perut, diare, mual, dan jarang
disertai muntah. Gejala dapat berlanjut selama 12-48 jam, tetapi pada
kasus yang lebih berat dapat berlangsung selama 1-2 minggu (terutama
pada anak-anak dan orang lanjut usia).

10. Clostridium botulinum


Clostridium botulinum sering ditemukan pada tanah dan air.
Meskipun bakteri dan spora sendiri tidak menyebabkan penyakit,
produksi toksin botulinum adalah yang menyebabkan botulisme, kondisi
lumpuh serius yang dapat mengakibatkan kematian. Ada tujuh
strain C. botulinum berdasarkan perbedaan antigenisitas antara racun,
masing-masing ditandai oleh kemampuannya untuk menghasilkan
neurotoksin protein, enterotoksin, atau haemotoxin. Tipe A, B, E, dan F
botulisme penyebab pada manusia, sementara jenis C dan D
menyebabkan botulisme pada hewan dan burung. Tipe G diidentifikasi
pada tahun 1970 tapi belum ditentukan sebagai penyebab botulisme pada
manusia atau hewan.
a. Pathogenesis
Botulisme adalah suatu keracunan akibat memakan makanan
dimana Clostridium botulinum tumbuh dan menghasilkan toksin.
Spora Clostridium botulinum tumbuh dalam keadaan anaerob,
bentuk vegetative tumbuh dan menghasilkan toksin. Ada beberapa
cara bakteri Clostridium botulinum masuk kedalam tubuh antara lain
adalah sebagai berikut :
1. Menelan makanan yang mengandung toksin Clostridium
botulinum. Toksin botulinum dapat ditemukan dalam makanan
yang belum ditangani dengan benar atau kaleng dan sering hadir
dalam sayuran kaleng, daging, dan produk makanan
laut. Penyebab paling sering adalah makanan kaleng yang bersifat
basa, dikemas kedap udara, diasap, diberi rempah-rempah, yang
dimakan tanpa dimasak lagi.
2. Botulisme pada bayi terjadi ketika bayi
menelan C. Botulinum spora yang berkecambah dan
memproduksi toksin dalam intestine.
3. Clostridium botulinum menginfeksi luka dan menghasilkan racun.
Toksin dapat dibawa ke seluruh tubuh melalui aliran darah.
4. Toksemia usus dewasa / kolonisasi terjadi dengan cara yang sama
dengan botulisme pada bayi.
5. Botulisme iatrogenik adalah kecelakaan overdosis racun, yang
telah disebabkan oleh inhalasi disengaja oleh pekerja
laboratorium.
b. Gejala klinis
Gejala botulisme mulai 18-36 jam setelah
konsumsi toksin dengan kelemahan, pusing dan kekeringan
mulut. Mual dan muntah dapat terjadi. Neurologis segera
mengembangkan fitur, termasuk penglihatan kabur,
ketidakmampuan untuk menelan, kesulitan dalam berbicara, turun
dari kelemahan otot rangka dan kelumpuhan pernapasan. Toksin
yang terdapat dalam makanan yang terkontaminasi oleh
bakteri Clostridium botulinum dalam bentuk vegetatif maupun spora
akan terserap oleh bagian atas dari saluran pencernaan di duodenum
dan jejunum lalu melewati aliran darah hingga mencapai sinapsis
neuromuskuler perifer. Racun tersebut melakukan blokade terhadap
penghantaran serabut saraf kolinergik tanpa mengganggu saraf
adrenegik. Karena blokade itu, pelepasan asetilkolin terhalang. Efek
ini berbeda dengan efek kurare yang menghalang-halangi efek asetil
kolin terhadap serabut otot lurik. Maka dari itu efek racun botulisme
menyerupai khasiat atropin, sehingga manifetasi klinisnya terdiri
dari kelumpuhan flacid yang menyeluruh dengan pupil yang lebar
(tidak bereaksi terhadapt cahaya), lidah kering, takikardi dan perut
yang mengembung. Kemudian otot penelan dan okular ikut terkena
juga, sehingga kesukaran untuk menelan dan diplopia menjadi
keluhan penderita. Akhirnya otot pernafasan dan penghantaran
impuls jantung sangat terganggu, hingga penderita meninggal karena
apnoe dan cardiac arrest.

11. Listeria monocytogenes


Listeria monocytogenes merupakan bakteri patogen pada manusia dan
hewan. Bakteri ini berperan penting sebagai salah satu penyebab dari food
borne disease yaitu penyakit yang ditularkan melalui makanan. Penyakit yang
disebabkan oleh bakteri ini disebut listeriosis. L. monocytogenes terdistribusi
luas di lingkungan, dapat ditemukan di tanah, feses ternak, air, pembusukan
tanaman. Ternak yang terinfeksi L. monocytogenes umumnya tidak
menunjukkan gejala sakit namun dapat mengkontaminasi lingkungan
sekitarnya, makanan asal ternak seperti daging, susu, serta produk ternak
lainnya.
a. Phatogenesis
Listeria monocytogenes dapat menginfeksi bermacam-macam tipe sel
induk semang atau hospes baik sel ternak maupun manusia. Rute
infeksi diawali ketika bakteri L. monocytogenes melintasi saluran
pencernaan setelah hospes mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi. Selanjutnya, bakteri tersebut masuk ke dalam sirkulasi
darah dan menyebar ke jaringan hati, limpa, plasenta ibu hamil/hewan
bunting atau jaringan lain yang peka. Distribusi bakteri tersebut
diperantarai oleh makrofag. Di dalam sel yang peka, L. monocytogenes
akan bereplikasi di dalam sel sitosol sel hospes terinfeksi dan
menyebar dari satu sel ke sel yang lain tanpa terpapar oleh respon imun
humoral, komplemen atau sel polymorfo-nuclear.
b. Gejala klinis
Gejala Listeriosis dapat muncul kapan saja antara 3-70 hari pasca
infeksi bakteri Listeria, rata-rata biasanya sekitar 21 hari. Gejala
umumnya, yaitu demam, nyeri otot, disertai mual atau diare (kurang
umum). Jika infeksi menyebar ke sistem saraf pusat (SSP), gejala dapat
mencakup sakit kepala, kaku pada leher, bingung, kehilangan
keseimbangan, dan terkadang mengalami kejang. Bagi mereka yang
memiliki sistem kekebalan yang lemah, bakteri Listeria dapat menyerang
sistem saraf pusat dan menyebabkan meningitis atau infeksi otak.
Pada wanita hamil yang terinfeksi, muncul gejala seperti flu
ringan. Namun, infeksi selama kehamilan dapat menyebabkan keguguran,
infeksi pada bayi yang baru lahir, atau bayi lahir mati. Gejala juga
biasanya muncul pada bayi baru lahir di minggu pertama kehidupan,
tetapi juga dapat terjadi di kemudian hari. Gejala pada bayi baru lahir
sering tidak terlihat, namun dapat berupa tanda seperti lekas marah,
demam, dan tidak mau makan.

12. Yersinia enterocoliticus


Yersinia enterolitica merupakan pathogen di saluran pencernaan dan merupakan
spesies Yersinia paling umum ditemukan pada manusia. Bakteri ini mempunyai
kemampuan tumbuh pada lemari es pada suhu < 5 0C.
a. Phatogenesis
Portal masuk adalah saluran pencernaan. Organisme ini diperoleh
biasanya dengan daging babi kurang matang atau air yang terkontaminasi,
daging, atau susu. Infeksi akut Y. enterocolitica biasanya menyebabkan
ringan membatasi diri entero colitis atau terminal ileitis dan adenitis pada
manusia. Setelah penyerapan lisan, spesies Yersinia bereplikasi dalam
ileum terminal dan menyerang patch Peyer. Dari sini mereka dapat
menyebarkan lebih lanjut untuk kelenjar getah bening
menyebabkan limfadenopati .
b. Gejala klinis
Beberapa gejala penyakit yang timbul oleh Y. Enterocolitica antara
lain sakit perut dibawah, demam, menggil, sakit kepala, malaise,
anorexia, diare, muntah-muntah , pusing, pharayngitis, leucocytosis, masa
inkubasi antara 24 sampai 48 jam setelah mengkonsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi (bakteri ini biasanya ditularkan melalui
makanan atau minuman).
13. Streptococcus Thermophilus
Streptococcus thermophylus merupakan bakteri yang non pathogen
pada minuman dan juga menguntungkan karena dapat memfermantasi
gula terutama menjadi asam laktat dan karena itu bakteri ini temasuk
golongan bakteri asam laktat. Bakteri ini juga merupakan salah satu dari
dua bakteri yang dibutuhkan untuk memproduksi yoguft dan susu
fermentasi lainnya, dan memiliki peran terutama dalam pembentukan
tekstur dan citarasa yogurt.
Campuran atau kombinasi dari lactobasillus bulgaris dan
streptococcus thermophylus Sering digunakan pada beberapa macam
produksi yogurt. Walaupun kedua mikroorganisme tersebut dapat
digunakan secara terpisah Namun penggunaan keduanya dalam kultur
starter yogurt secara bersama-sama terbukti telah bersimbiosis dan
meningkatkan efisiensi kerja kedua bakteri tersebut. Selain menyebabkan
tingkat produksi asam yang lebih tinggi streptococcus thermophylus
tumbuh lebih cepat dan menghasilkan asam dan karbondioksida.

14. L.casei shirota strain


L.caseei Shirota strain atau yang banyak juga dikenal dengan nama
bakteri l cassei merupakan salah satu jenis bakteri yang merupakan bakteri
baik yang berperan dalam proses pencernaan, dan bukanlah merupakan
jenis bakteri yang dapat mengganggu kesehatan tubuh manusia.
Bakteri L cassei ini merupakan jenis bakteri yang tahan terhadap
reaksi dari asam lambung, dan memiliki banyak sekali peranan penting di
dalam tubuh manusia. Bakteri l Cassei ini meruapakn bakteri yang hidup
dan juga tinggal di dalam usus, dan peran peningnya adalah untuk
membantu pencernaan.
Yakult adalah minuman susu fermentasi, yang dibuat dengan cara
memfermentasi susu bubuk skim yang mengandung bakteri asam laktat
hidup Lactobacillus casei Shirota strain. Di dalam setiap botol Yakult
terdapat lebih dari 6,5 milyar bakteri L. Casei Shirota Strein yang mampu
melewati asam lambung dan cairan empedu sehingga dapat berperan
secara maksimal dalam usus.

C. Pemeriksaan Laboratorium
Cara pemeriksaan
1) Siapkan peralatan kerja dan bersihkan semua tempat kerja dengan desinfektan.
2) Ambil bahan spesimen pengenceran 10 dalam labu erlenmeyer dengan pipet
steril 10 ml, masukkan ke dalam masing-masing enrichment media.
3) Inkubasikan pada suhu 35C 37C selama 24 jam kecuali :
- Untuk V cholera dalam Alkalis Pepton di inkubasi pada suhu 370 C selama
6-8 jam.
- Untuk E.coli dalam BHI broth (Brain Heart Infusion broth) di inkubasikan
pada suhu 44C 0,2C selama 20 jam.
- Untuk Clostridium dalam Cooked Meat Medium setelah spesimen ditanam,
ditutup parafin liquid, masukkan waterbath mendidih selama 15 menit dan
inkubasikan pada suhu 37C selama 24-48 jam.
4) Siapkan media selektif yang akan dipergunakan. Apabila media tersebut
sebelumnya disimpan pada lemari es, sebelum digunakan harus dikeringkan
sebentar pada inkubator untuk menghilangkan uap air pada media.
5) Dengan menggunakan ose steril, ambil 1 ose spesimen dari masing-masing
broth (untuk Bacillus cereus diambil dari cairan garam buffer phosphate 7.2),
ditanam pada salah satu dari media selektif yang sesuai (Tabel I)
6) Inkubasi pada suhu 37C selama 24 jam.
- Untuk Bacilluscereus inkubasi pada suhu 30C selama 24-48 jam.
- Untuk Clostridium di inkubasi dalam anaerobic jar.
7) Amati koloni yang tumbuh pada masing-masing media isolasi.
8) Koloni yang tumbuh dilanjutkan dengan pemeriksaan biokimia sebagai berikut:
1. Bakteri Enterobacteriaceae (E. coli, Salmonella, Shigella, Vibrio)
a. Dari masing-masing koloni tersangka ditanam pada KIA mining dan
MIU agar.
Caranya :
- Ambil 1 ose koloni tersangka dari bagian ujung ujung atasnya,
dipilih koloni yang halus. Bila terdapat lebih dari 1 tersangka maka
tiap koloni harus set yang terpisah ke dalam satu dari kedua media
tersebut.
- Inokulasikan ke KIA terlebih dahulu dengan menusukkan ose
tersebut sampai dasar media, kemudian oleskan ose tersebut pada
permukaan lereng agar secara zig-zag.
- Tanpa menyentuhkan ose kembali pada koloni ataupun
membakarnya, ujung kawat ose disentuhkan pada bagian bekas
tusukkan di KIA, kemudian ditusukkan ke MIU agar.
- Tutup tabung dengan kapas padat steril, demikian pula dengan
tabung KIA. Bila menggunakan tutup ulir, menutup tabung jangan
terlalu kencang.
- Inkubasi kedua tabung pada suhu 35C-37oC selama 24 jam.
- Pembacaan hasil dilakukan setelah 24 jam.
- Untuk pembacaan MIU, sebelumnya ditambahkan reagen kovac's
ke dalam tabung
b. Selanjutnya pada koloni masing-masing tersangka dilakukan Oxidase
test sebagai berikut:
- Pada kertas saring yang diletakkan dalam petridish diteteskan 2-3
tetes reagen Oxidase.
- Dengan ose ambil koloni tersangka dan oleskan pada kertas saring
tersebut. Dapat juga digunakan aplicator stick atau tusuk gigi.
- Lihat hasilnya.
- Reaksi positip akan ditunjukkan dengan timbulnya warna ungu tua
pada olesan koloni diatas kertas saring tersebut dalam waktu 10
detik. Untuk kontrol positip digunakan spesies Pseudomonas dan
sebagai kontrol negatip digunakan strain kuman E.coli
c. Pada koloni tersangka Vibrio cholera, dilanjutkan dengan pemeriksaan
serologi dengan menggunakan antisera polivalent V. cholera O group
dan antisera monovalent untuk Ogawa dan Inaba, sebagai berikut :
- Dengan menggunakan kawat ose yang lurus, ambil bagian puncak
koloni yang dicurigai dari permukaan lereng media KIA agar,
kemudian diemulsikan ke dalam 1 ose penuh ( 3 mm) saline
fisiologis pada kaca obyek.
- Campur secara merata dengan menggoyangkan kaca obyek ke
depan ke belakang selama 30detik.
- Periksa baik-baik untuk memastikan bahwa suspensi merata dan
tidak menunjukkan penggumpalan yang disebabkan oleh
autoaglutinasi.
- Bila suspensinya halus (keruh dan free flowing) tambahkan 1 ose
penuh antisera, campur baik-baik dengan menggunakan ose.
- Periksa adanya aglutinasi dalam waktu 1 menit dengan latar
belakang gelap.
- Reaksi positip ditunjukkan dengan adanya penggumpalan dalam
waktu 30 detik 1 menit.
d. Pada koloni tersangka Vibrio parahaemoliticus, koloni diinokulasikan
kedalam 1 seri tabung alkaline pepton broth yang berisi NaCl 0%, 3%,
8% dan 10%.

2. Staphylococcus aureus
a. Koloni tersangka dari Blood agar atau Baird parker agar dibuat sediaan
dan dicat dengan pewarnaan Gram
b. Bila terdapat Gram (positip), sisa koloni di tanam pada perbenihan
Nutrient agar, Loffler Serum dan Blood broth.
Inkubasi pada suhu 37C selama 24 jam. Apabila sulit membedakan
Staphylococcus dengan Streptococcus dengan pewarnaan Gram maka
dapat digunakan Katalase test, dengan cara sebagai berikut :
- Pindahkan koloni dari Blood Agar/Baird parker Agar dengan ose
steril ke kaca objek yang bersih
- Kemudian teteskan 1 tetes H2O20,3%.
- Amati reaksi yang terjadi
c. Untuk membedakan aureus dan spesies lainnya, pada koloni tersangka
dilakukan Dnase test dan Koagulase test sebagai berikut:
Dnase test
- Koloni dari Blood Agar atau Baird parker Agar digoreskan pada
Dnase Agar (dalam tabung petridish)
- Bila dipergunakan tabung, goreskan ditengah-tergah lereng 1/2
1 cm.
- Bila dipergunakan petridish, goreskan ditengah secara Zia-zag
- Inkubasikan pada suhu 37 selama 24 jam.
- Koloni yang tumbun digenangi HCl 1 N selama 1-2 menit
kemudian HCl di buang.
Pembacaan hasil dilakukan setelah 1-2 menit.

KoagulaseTest
Dapat dilakukan dengan menggunakan kaca obiek (slide test) maupun
tabung (tube test).
Slide test :
- Diatas kaca objek yang bersih diteteskan 1 tetes larutan saline
(garam fisiologis), masing-masing disebelah kiri dan kanan kaca
objek.
- Tambahkan pada masing-masing larutan saline 1 ose koloni kuman.
- Campur, hingga didapat suspensi yang tebal.
- Pada salah satu suspensi, ditambahkan 1 ose rabbit plasma (dengan
0,15% EDTA).
- Goyang-goyang dan amati selama 10 detik.
- Staphylococcus aureus akan memberikan hasil aglutinasi positip
pada campuran plasma dan koloni kuman
- 10% dari strain staphylococcus aureus dapat memberikan reaksi
false negatip.
Oleh sebab itu bila terjadi reaksi negatip, sebaiknya pemeriksaan
diulang dengan menggunakan tabung.

Tube test :
- Inokulasikan 1 ose koloni ke dalam tabung berisi 1 ml Brain Heart
Infusion Broth.
- Inkubasikan pada suhu 37C selama 16-18 jam.
- Ambil 0,2 ml dari Culture ini, masukkan ke dalam tabung berisi 0,5
ml rabbit plasma (dengan 0,15% EDTA)
- Inkubasikan pada 35C-37oC selama 4 jam. Bilamana dalam 4 jam
tidak memberikan reaksi apa-apa, inkubasikan kembali selama 1
malam pada temperatur kamar.
- Bila terjadi koagulase (bekuan) yang dapat terlihat dengan mata,
dikatakan sebagai Staphylococcus aureus.
-
3. Clostridium
a. Setelah dilakukan pengecatan Gram koloni tersangka dari CSA di
tanam pada media gula-gula:
- Glucose
- Lactose
- Manitol
- Sacharose
- Maltose
b. Selain itu juga di tanam pada: Sulfur indole Montility Agar dan
Nutrient agar + Glucose
c. Semua media dimasukkan ke dalam anaerobic jar, inkubasi pada suhu
37oC selama 24 jam.
d. Dari Nutrient Agar di buat sediaan dan dilakukan pengecatan
Gram/Klein untuk melihat sporanya.

4. Bacillus cereus
a. Pindahkan 1-5 ose koloni tersangka dari MYP Agar ke dalam NA agar
miring
b. Inkubasi pada suhu 30C selama 24 jam.
c. Ambil 1 ose koloni dari pertumbuhan pada NA miring, buat pengecatan
Gram dan periksa secara mikroskopis.
d. Dari MYP Agar dibuat sub culture pada Blood Agar (yang menggunakan
darah domba atau darah kuda)
e. Inkubasi pada suhu 35C 37oC selama 18 24 jam.
f. Amati bentuk koloni yang tumbuh.
g. Kemudian lakukan pemeriksaan gula-gula sbb:
- Ambil 1 ose koloni dari MYP Agar/Blood Agar tanam pada media
gula-gula: Glucose, manitol, Xylose, dan Arabinosa.
- Inkubasi pada suhu 37C selama 24 jam.

5. Enterococcus
a. Koloni tersangka dari Blood Agar di tanam dalam Blood Bouilion/Blood
broth, Blood agar tabung sebagai sub culture.
b. Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
c. Dari ke dua media tersebut di atas dibuat sediaan dengan pengecatan
Gram, untuk melihat apakah betul Streptococcus. Bila betul Streptococcus
koloni di tanam lagi pada Azide Agar atau Gaal Lactose Lakmoes
Boulion.
d. Selanjutnya koloni tersangka dikerjakan pula Optosin test.
Cara test:
- Suspensi koloni dari Blood agar tabung dipulaskan pada Blood agar
(plate)
- Kemudian letakkan Optosin dish.
- Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.
e. Untuk membedakan Enterococcus dengan spesies lainnya dapat pula
dilakukan Salt Tolerance Test, dengan cara sebagai berikut:
- lnokulasikan 2 atau 3 koloni ke dalam 6,5% NaCI broth (Nutrient
broth + 65 g NaCI/lt)
- Inkubasikan pada 35oC
- Periksa pertumbuhannya dalam 24 jam sampai 48 jam dimana akan
terlihat kekeruhan dan kadang-kadang terjadi perubahan warna.
Pertumbuhan dalam 48 jam yang menunjukkan reaksi positip,
dinyatakan sebagai enterococus.

Pembacaan hasil dan pelaporan


1. Bakteri Enterobacteriacea (E. coli, Salmonella, Shigella, Vibrio)
Observasi koloni yang terjadi pada media selektive yang ditanami dan reaksi
biokimia yang terjadi.
Kuman-kuman Enterobacteriacea akan memperlihatkan hal-hal sbb :
No Jenis Kuman Media Selective Sifat-sifat Koloni
1 E. coli Mac Conkey Agar - Koloni merah jingga atau
pink-hitam metalik
- Besar, smooth, cembung,
mengkilat
2 Salmonella a. Hektoen Enteric - Koloni biru atau biru hijau
Agar dan atau tanpa hitam di
tengah
- Kadang-kadang berwarna
hitam
- Besar, smooth
- Atypical : kuning dengan
atau tanpa hitam di tengah
b. Bismuth Sulfit Agar - Typical : koloni coklat
abu-abu atau hitam
metalik
- Kadang-kadang koloni
yang dihasilkan berwarna
hijau kehitaman
disekelilingnya
c. XLD Agar - Koloni pink dengan atau
tanpa hitam di tengah
- Kadang-kadang berwarna
hitam
- Besar, smooth
- Atypical : koloni kuning
dengan atau tanpa hitam
di tengah
3 Shigella Mac Conkey Agar - Koloni opaque,
transparan, jernih, tidak
berwarna
4 Vibrio cholera TCBS Agar - Koloni kuning, sedang
besar, smooth, keeping
Vibrio para- TCBS 3% NaCl - Koloni bulat, kuning-
haemoliticus hijau, sedang atau besar
dengan bagian tengahnya
hitam/hijau

Reaksi Biokimia pada kuman Enterobacteriaceae


Reaksi Biokimia
KIA-------- MIU Agar
N Jenis Oxidas
leren dasa H2 Ga Motilit Indol Ureas
o Kuman e
g r S s y e e
1 E. coli A A - + +/- + - -
2 Salmonell
K A +/- +/- + - - -
a
3 Shigella K A - - - - D/- -
4 Vibrio
cholera K A - - + + - +

Vibrio
parahae K A - - + + - +
moliticus

Keterangan : K = Alkaline (merah)


A = Acid (kuning)
+ = positif
= negative
d = berbeda type biokimianya

Bila koloni tersangka menunjukkan sifat-sifat pada media selektive dan


menghasilkan reaksi biokimia maka dilaporkan sebagai jenis kuman
Enterobacteriaceae sesuai dengan sifat sifatnya. Vibrio parahaemolyticus dalam
alkaline peptone broth NaCl 3% dan 8% menunjukkan adanya pertumbuhan
(menjadi keruh), sedangkan pada Naci 0% dan 10% tidak ada pertumbuhan.

2. Staphylococcus aureus
Bila :
a. Pada media selective Baird-Parker agar menunjukkan sifat-sifat koloni :
Warna hitam pekat dan mengkilat, kadang-kadang keabu-abuan, dilingkari
zone yang jelas (kadang-kadang tidak dilingkari zone), besar 1 mm.
b. Pada Blood agar menunjukkan sifat koloni:
- smooth, bundar, opaque
- umumnya mengandung pigmen kuning tua hingga orange atau kadang-
kadang putih
- Haemolitik non haemolitik. Besar 1.2 mm
c. Pada Katalase Tes akan terlihat bubbles (gelembung-gelembung)
d. Pada Koagulase tes akan terlihat terjadinya perubatan reaksi dari hampir
tidak terdeteksi sampai terjadi penggumpaian
Penggumpalan tersebut menunjukkan koagulase.
e. Pada D nase tes terdapat zone jernih disekitar koloni (D nase test +)
f. Pada Nutrient agar menghasilkan koloni dengan sifat-sifat : kuning, smooth,
keping.
g. Loeffler serum; dihancurkan.
h. Pada Blood broth; haemolitis.
Maka dilaporkan sebagai Staphylococous aureus.

3. Clostridium spp
Bila
a. Pada media selective Clostridium Selective Agar menghasilkan koloni
dengan sifat-sifat warna abu-abu, besar,keping.smooth, haemolitis
b. Pada pemeriksaan Biokimia menghasilkan reaksi sebagai berikut:
Reaksi Biokimia
Clostridiu SIM
Glucos Lactos Mannit Maltos Saccharos
m Indo Motilit
e e ol e e
l y
Clostridiu
m + - - + - - +
botulinum
Clostridiu
m
+ + - + + - -
perfringen
s

c. Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat bentuk spora oval dan letaknya


subterminal. Maka dilaporkan sebagai adanya Clostridium dengan spesies
yang sesuai dengan reaksi biokimia tersebut diatas.

4. Bacillus cereus
a. Pada media selective MYP Agar menghasilkan koloni dengan sifat sifat
warna abu-abu putih, dikelilingi zone opaque dari endapan berwarna putih
dengan latar belakang merah violet.
Besar koloni 3-7 mm.
Permukaannya datar dan kasar.
b. Pada Blood agar menghasilkan koonidengan sifat-sifat:
Warna abu-abu hijau, dikelilingi zone hemolisa.
Besar Koloni 2-6 mm.
Permukaannya rata dengan pinggirmya sering tidak regular
c. Pada pengecatan Gram terlihat Gram + batang berupa rantai panjang atau
pendek dengan spora berbentuk ellips yang terletak di central hingga
subterminal.
d. Pada pemeriksaan gula-gula menghasilkan reaksi sebagai berikut:
Glucosa: acid (kuning)
Mannitol alkalis (biruhijau)
Xylose alkalis (biru/hijau)

Maka dilaporkan sebagai Bacillus cereus.

5. Enterococcus
Bila:
a. Pada media selective Blood agar menghasilkan koloni dengan sifat sfiat:
- Warna abu-abu
- Bentuk bulat, kecil
- , , hemolisis
b. Pada pemeriksaan mikroskopis terlihat Gram + coccus, berderet pendek
pendek.
Pada Azide agar maupun Gaal Lactose Lacmous Bouillion ada pertumbuhan.
c. Optochin test + (resisten), dimana terlihat ada pertumbuhan disekitar disc
(tidak ada zone hambatan).
d. Salt Tolerance Test : dengan cara Broth test akan terlihat kekeruhan dan
kadang-kadang terjadi perubahan warna.

Maka dilaporkan sebagai bakteri Enterococcus


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
1. Bakteri pada makanan dan minuman seperti Staphylococcus aureus,
Esherichia colli Salmonella, Shigella, Vibrio parahaemolyticus, Bacillus
cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium perfringens, Clostridium
botulinum , Yersinia enterocoliticus, Listeria monocytogeneS, Streptococcus
Thermophilus, L.casei shirota strain
2. Mikroorganisme memiliki banyak peranan dalam kehidupan, baik peranan
yang menguntungkan maupun peranan yang merugikan.
3. Peranan mikroorganisme yang menguntungkan adalah pengawetan makanan
dengan mikroorganisme, contohnya bakteri yang menguntungkan kita
adalah Lactobacillus bulgaris, staphylococcus thermophilus.
4. Peranan mikroorganisme yang merugikan adalah dengan menimbulkan
penyakit dan infeksi makanan. Bakteri penting yang menimbulkan infeksi
makanan meliputi C. Perfringens, Vibrio parahaemolyticus, dan sejumlah
jenis Salmonela yang berlainan. Dan Organisme yang menyebabkan
peracunan makanan mencakup S. aureus, C. botulium, dan B. cereus.
DAFTAR PUSTAKA

Adam, S. (1992). Dasar-Dasar Mikrobiologi dan Parasitologi untuk Perawat.


Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Budiyanto, M. 2002. Mikrobiologi Terapan. Malang. Penerbit : Universitas
Muhammadiyah Malang.
Brooks Geo. F, Butel Janet. F, Morse Stephen. A. 2005. Mikrobiologi
Kedokteran. Penerbit Salemba Medika: Jakarta.
Syahrurachman, A. (1994). Mikrobiologi Kedokteran. Edisi Revisi. Penerbit
Bina Rupa Aksara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai