Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
”Penyakit Menular Kolera”. Salam serta salawat penulis peruntukkan kepada Nabi
Muhammad SAW. yang telah menjadi panutan umat manusia.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas individu
dari dosen pengampu Pak H. Gunawan, SKM, M.Kes pada mata kuliah Imu Dasar
Keperawatan II. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang
topik makalah yang diberikan oleh dosen bagi para pembaca dan penulis.

Kami mengucapkan banyak terima kasih dalam pembuatan makalah ini dan Ibu
dosen, yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Penulis menyadari bahwa makalah ini belum mencapai kesempurnaan, sehingga
kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dari berbagai pihak
demi kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Bulukumba, 10 Juni 2022

Kelompok XX
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………..…………………..…………..…………..………….i

Daftar Isi………….…..…………..…………..…………..…………..…………...........ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………..…………..…………..…………………..………….4
B. Rumusan Masalah…………..…………..…………..…………………..………5
C. Tujuan Penulisan…………..…………..………….……..…………..…….........5
D. Manfaat Penulisan…………..…………..…………..…………..………………6

BAB II PEMBAHASAN

A. Klasifikasi Penyakit Kolera………..………..………….....................................7


B. Morfologi Penyakit Kolera……………..............................................................8
C. Gambaran Klnik Penyakit Kolera........................................................................8
D. Pencegahan Penyakit Kolera…………..……...……………………...…..……..9
E. Pengobatan Penyakit Kolera…………..……....…………..…………………....12
F. Kekebalan Penyakit Kolera…………..…………..…………..…………………15

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………..…………..…………..…………..……..………………16
B. Saran…………..…..…………..…………..…………..………………………..16

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan
dan kematian anak di berbagai negara termasuk Indonesia. Diperkirakan lebih
dari 1.3 miliar serangan dan 3,2 juta kematian per tahun pada balita
disebabkan oleh diare. Setiap anak mengalami episode serangan diare rata-
rata 3,3 kali setiap tahun. Lebih kurang 80% kematian terjadi pada anak
berusia kurang dari dua tahun (Widoyono, 2011).
Penyakit diare merupakan penyakit endemis di Indonesia dan juga
merupakan penyakit potensial KLB yang sering disertai dengan kematian.
Laporan Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa penyakit diare merupakan
penyebab kematian nomer satu pada bayi (31,4%) dan pada balita (25,2%),
sedangkan pada golongan semua umur merupakan penyebab kematian yang ke
empat (13,2%) (Supriyantoro dkk, 2013).
Penyebab diare dapat dikelompokkan menjadi (Widoyono, 2011) :
1. Virus: Rotavirus (40-60%), Adenovirus.
2. Bakteri: Escherichia coli (20-30%), Shigella sp. (1-2%), Vibrio
cholerae, dan lain-lain.
3. Parasit: Entamoeba histolytica (<1%), Giardia lamblia,
Cryptosporidium
(4-11%).
4. Keracunan makanan.
5. Malabsorpsi: Karbohidrat, lemak, dan protein.
6. Alergi: Makanan dan susu sapi.
7. Immunodefisiensi: AIDS
Dari beberapa penyebab diare, Vibrio cholerae yang termasuk ke dalam
kategori bakteri telah menginfeksi jutaan orang di dunia dan menyebabkan
kematian. Diperkirakan sekitar 5,5 juta kasus kolera terjadi setiap tahunnya di
Asia dan Afrika, 8% dari pada kasus-kasus ini cukup berat sehingga
memerlukan perawatan rumah sakit da 20% dari kasus-kasus berat ini
berakhir dengan kematian, sehingga jumlah kematian berkisar 120.000 kasus
pertahun (Lesmana, 2006).
Di Indonesia sendiri, kasus penyakit kolera terjadi pada bulan Januari
tahun 1961 yang merupakan pandemi ke tujuh di dunia dan pandemi pertama
di Indonesia yang terjadi di kota Makassar dan Sulawesi. Penyakit kolera ini
disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae yang sangat berbahaya dan jika
terinfeksi menyebabkan diare serta muntah sehingga penderita dapat
kehilangan nyawa jika tidak ditangani dengan secepat mungkin.
Vibrio cholerae pertama kali ditemukan oleh seorang ahli anatomi dari
Itala Filippo Pacini pada tahun 1854. Penemuannya mengungkapkan tentang
bakteri V. cholerae penyebab utama yang menjadi penyakit kolera. Namun
teori dari Filippo Pacini ini diabaikan oleh komunitas ilmiah karena pada masa
tersebut masih berkembang teori tentang penyakit kolera yang disebabkan
oleh racun. Pada tahun 1884 Robert Koch melaporkan hasil penelitiannya
tentang bakteri V. cholerae sebagai penyebab penyakit Kolera dan dikenal
secara luas oleh seluruh kalangan masyarakat (Lippi & Gotuzzo, 2013).

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini antara lain:

1. Apa klasifikasi penyakit kolera?


2. Apa morfologi penyakit kolera?
3. Bagaimana gambaran klinik penyakit kolera?
4. Bagaimana pencegahan terhadap terinfeksi bakteri Vibrio cholerae?
5. Bagaimana pengobatan terhadap penderita penyakit kolera?
6. Bagaimana kekebalan tubuh pada penderita penyakit kolera?

C. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini antara lain:
1. Mahasiswa dapat mengetahui klasifikasi penyakit kolera
2. Mahasiswa dapat mengetahui morfologi penyakit kolera
3. Mahasiswa dapat mengetahui gambaran klinik penyakit kolera
4. Mahasiswa dapat mengetahui pencegahan terhadap terinfeksi bakteri Vibrio
cholerae
5. Mahasiswa dapat mengetahui pengobatan terhadap penderita penyakit
kolera
6. Mahasiswa dapat mengetahui kekebalan tubuh pada penderita penyakit
kolera
D. Manfaat Penulisan
Hasil pembelajaran ini diharapkan dapat mempunyai manfaat bagi penulis
dan pembaca.
1. Manfaat bagi penulis, pengkajian ini memberikan pengetahuan
tentang Penyakit Menular Kolera.
2. Manfaat dari pembaca, pengkajian ini dapat digunakan sebagai
bahan referensi tambahan bagi dunia ilmu kesehatan.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Klasifikasi Vibrio Cholerae
Vibrio cholerae merupakan salah satu bakteri paling banyak terdapat pada
permukaan air yang terkontaminasi limbah industri dan limbah rumah tangga.
Bakteri ini bersifat gram negatif berbentuk basil (batang) bengkok, bersifat
aerob dan motil, serta mempunyai satu flagel kutub. Vibrio cholera yang
menyebabkan penyakit kolera pada manusia adalah jenis serogrup O1 dan O139
(Kharirie, 2013).
Bakteri Vibrio cholerae mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
 Kingdom: Bacteri
 Filum: Proteobacteria
 Ordo: Vibrionales
 Kelas: Gamma proteobacteria
 Family: Vibrionaceae
 Genus: Vibrio
 Spesies: Vibrio cholera (Aditia, 2015).
Vibrio cholerae dikelompokkan menjadi dua tipe, yaitu serotype dan
biotype. Pada tipe serotype, bakteri V. cholerae memiliki kemampuan
mengaglutinasi antisera polyvalent O. Antisera polyvalent O terbagi atas tiga
tipe, yaitu: (1) Serotype Ogawa (AB); (2) Serotype Inaba (AC); (3) Serotype
Hikojima (ABC). Sementara untuk biotype, bakteri ini dibagi lagi berdasarkan
sensitifitasnya terhadap bakteriofaga, yaitu: (1) Biotype Klasikal & (2) Biotype
El-Tor (Widyastana, 2015). Berdasarkan variasi antigen, genomic, dan
toksisitasnya Vibrio cholerae dibagi lagi kedalam 30 strain (Moat et al., 2002).
V. cholerae serogrup O1 dibagi atas biotype Klasikal dan El-Tor.
Biotype Klasikal adalah penyebab penyakit kolera atau asiatik kolera. Biotype
El-Tor ini juga menghasilkan hemolisin selain menghasilkan toksin. Hemolisin
yang dihasilkan merupakan suatu protein yang dapat menyebabkan hemolisis
darah sehingga pada penderita diare mengalami diare yang berdarah
(Widyastana, 2015).
Infeksi yang disebabkan oleh bakteri V. cholerae grup non O1 ini
dianggap tidak begitu berbahaya karena bakteri V. cholerae grup non O1 ini
hanya menyebabkan diare yang ringan pada penderita (Widyastana, 2015).
Akan tetapi, pada tahun 1991 dunia dikejutkan dengan adanya wabah kolera di
Bangladesh dan India yang disebabkan oleh bakteri V. cholerae grup non O1
yang memproduksi toksin seperti grup O1. Strain baru ini selanjutnya diberi
nama V. cholerae O139 Bengal (Amelia, 2005).

2. Morfologi Vibrio Cholerae


Vibrio cholerae termasuk bakteri gram negatif, berbentuk batang
bengkok seperti koma dengan ukuran panjang 2-4 μm. Koch menamakannya
“kommabacillus”. Morfologi sel V. cholerae dapat dilihat pada Gambar 1.
Bakteri ini bisa menjadi batang yang lurus mirip dengan bakteri enteric gram
negatif bila inkubasi diperpanjang. Bakteri V. cholerae memiliki satu buah
flagela halus pada ujungnya (Monotrikh) yang menyebabkan bakteri ini
bergerak sangat aktif. Bakteri ini tidak membentuk spora, bentuk koloninya
cembung (convex), dan bergranula bila disinari (Matson et al, 2007).

Gambar 1. Bentuk bakteri V. cholerae (Howard and Daghlian,


2012).

3. Gambaran Klinik Penyakit Kolera


Sebagian besar infeksi yang disebabkan V. cholerae ini asimptomatik
atau terjadi diare yang ringan dan pasien tetap ambulatoir. Masa inkubasi
selama 1-4 hari sampai timbul gejala, tergantung pada inokulan yang
tertelan. Gejala kolera yang khas dimulai dengan munculnya diare yang encer
dan berlimpah, tanpa didahului oleh rasa mulas dan tanpa adanya tenesmus.
Dalam waktu singkat tinja yang semula berwarna dan berbau feses berubah
menjadi cairan putih keruh yang mirip air cucian beras (rice water stool). Cairan
ini mengandung mucus, sel epithelial dan sejumlah besar vibrio. Muntah timbul
kemudian setelah diare diikuti gejala mual. Kejang otot dapat menyusul, baik
dalam bentuk fibrilasi maupun fasikulasi atau kejang klonik yang nyeri dan
mengganggu. Otot yang sering terlibat antara lain betis, biseps, triseps,
pektoralis dan dinding perut (kram perut).

Gambar 2. Menunjukkan perjalanan kuman V. cholerae di dalam tubuh manusia.


Penderita akan kehilangan cairan dan elektrolit dengan cepat yang dapat
mengarah pada dehidrasi berat, syok dan anuria. Tanda-tanda dehidrasi tampak
jelas, berupa perubahan suara menjadi serak seperti suara serak (vox cholerica),
kelopak mata cekung, mulut menyeringai karena bibir yang kering, tulang pipi
menonjol, turgor kulit berkurang, jari jari tangan dan kaki tampak kurus dengan
lipatan-lipatan kulit, terutama ujung jari yang keriput (washer women hand),
diuresis berangsur-angsur kurang dan berakhir dengan anuria. Tingkat kematian
tanpa pengobatan antara 25% dan 50%. Bagaimanapun, kasus yang sporadis
maupun yang ringan tidak mudah untuk dibedakan dari penyakit diare yang lain.

4. Pencegahan Penyakit Kolera


Di dalam kondisi di mana persediaan air bersih tidak memadai dan sanitasi
umum buruk, transmisi dari semua jenis infeksi enterik, termasuk kolera, sangat
mudah terjadi. Jika timbul epidemi kolera maka prioritas pertama adalah upaya
untuk menekan angka kematian dengan menyediakan fasilitas rehidrasi dan
pendidikan kesehatan pada penderita agar segera mencari pertolongan ke pusat-
pusat kesehatan yang ada. Penyelidikan lapangan untuk menentukan fokus utama
infeksi adalah sangat penting (Lesmana, 2006).
Vaksin kolera berisi V. Cholerae 01 yang sudah dilemahkan lewat serotip
inaba dan ogawa untuk melawan panas tubuh yang muncul akibat serangan kolera.
Dia bisa melindungi sampai 50% selama 3-6 bulan. Bagi orang-orang berprofesi
pergi ketampat lain atau sekedar liburan, vaksin ini selalu direkomendasikan. Tapi
nasihat paling bijak tetap saja berhati-hati memilih makanan dan minuman yang
hendak disantap. Bagaimanapun imunisasi hanya mencegah, tapi kalau gaya hidup
tidak dijaga, kolera tetap bisa menyerang (Kelly, 2009).
Vaksin kolera ada 2 macam, yakni vaksin yang telah dimatikan dan vaksin
hidup yang dilemahkan. Vaksin kolera-CSL (suspensi Vibrio cholera klasik
serotype O1 Inaba dan Ogawa) berasal dari bakteri yang telah dimatikan dengan
penambahan fenol 0,5% sebagai pengawet. Vaksin ini memberikan efek selama
beberapa bulan (3-6 bulan). Namun, vaksin ini tidak efektif untuk Vibrio cholera
O139 vaksin hidup yang dilemahkan diberikan satu kali suntikan dan efektif selama
3 Tahun. Vaksin kolera hidup dalam bentuk oral sedang dalam pengembangan.
Vaksin kolera diberikan satu kali melalui suntikan ke dalam otot. Dosis orang
dewasa 0,5 ml; anak (5 – 9 kali tahun) 0,3 ml; dan bayi 0,1 ml. Agar perlindungan
menjadi lebih optimal, vaksinasi ulangan dapat diberikan 7-28 hari sesudah
suntikan pertama (Cahyono, 2010).
Pada saat ini ada 3 jenis vaksin kolera yang terdaftar dan dapat diperoleh di
berbagai negara. Vaksin tersebut adalah :
a. Vaksin lama dari sel yang dimatikan, diberikan secara parenteral (killed
whole-cell parenteral vaccine).
b. Vaksin dari subunit B dari sel yang dimatikan (BS/WCV), diberikan
secara oral.
c. Vaksin hidup dari V. cholerae galur CVD 103-HgR, diberikan secara oral.
Oleh karena vaksin lama berupa sel yang dimatikan dan diberikan secara
parenteral hanya memberikan perlindungan parsial dan jangka waktunya pendek,
maka tidak banyak lagi negara-negara yang menggunakannya. Kedua vaksin yang
terakhir lebih disukai karena mudah diberikan (secara oral) dan lebih kuat
merangsang respons kekebalan lokal usus (Lesmana, 2006).
Keuntungan dari vaksin BS/WCV adalah karena sangat aman, tetapi
kerugiannya adalah karena vaksin ini perlu diberikan dari 2-3 dosis untuk
mencapai ambang proteksi yang memadai (Lesmana, 2006).
Vaksin oral CVD 103-HgR juga aman dan memberikan imunogenisitas
yang tinggi dengan hanya satu dosis tunggal. Vaksin ini memberikan proteksi
terhadap penyakit kolera baik yang ringan maupun yang berat yang disebabkan
oleh semua biotipe dan serotipe V. cholerae O1 (Lesmana, 2006).

Efek samping yang dapat ditemui sesudah vaksinasi antara lain:


pembengkakan pada tempat bekas suntikan, sedangakan demam, lemah tubuh, dan
reaksi serius jarang terjadi. Vaksin sebaikanya jangan diberikan kepada orang-
orang yang hipersensitif pada dosis sebelumnya, anak-anak yang mudah sakit,
bayi berusia < 6 bulan, dan ibu hamil (Cahyono, 2010).
Tabel 1.1 Penjelasan Penggunaan Vaksin Kolera (Cahyono, 2010)
Nama Vaksinasi Kolera
Sasaran imunisasi Semua usia, bayi usia > 6 bulan.
Macam Vaksin Vaksin kolera yang dimatikan dan
vaksin kolera yang dilemahkan..

Dosis Dosis tunggal


Jadwal Pemberian Satu kali suntik, booster interval 7-28
hari setelah suntikan pertama.

Cara Pemberian Suntik Kedalam Otot

Efektivitas 85%
Kontra Indikasi Orang-orang yang diketahui
hipersensitif pada dosis sebelumnya,
anak-anak yang mudah sakit, bayi
berusia > 6 bula, dan Ibu hamil

Efek Samping Pembengkakan pada tempat bekas


suntikan, sedangkan lemah berak
tubuh dan reaksi serius jarang terjadi

Selain vaksin kolera, dapat juga dilakukan langkah-langkah berikut untuk


mencegah masuknya bakteri Vibrio cholerae ke dalam saluran pencernaan (Irianto,
2013):
 Hanya minum air matang
 Gunakan air bersih untuk memasak, mencuci piring, sikat gigi, mandi, mencuci
baju.
 Hati-hati jika mencampur minuman dengan es batu jangan menggunakan es
batu dari air mentah.
 Jangan makan daging mentah atau makanan laut yang kurang matang seperti
kerang.
 Kupas buah atau sayuran saan akan memakannya.
 Selalu cuci tangan sebelum dan sesudah makan.
 Miliki fasilitas MCK dengan pembuangan limbah yang baik agar tidak
mengkontaminasi air bersih di sumur.

5. Pengobatan Penyakit Kolera

1. Pengobatan Penyakit Kolera Disebabkan Bakteri Vibrio Cholerae O1


Penderita kolera umumnya harus dikarantina atau diisolasi, dan diinfus
dengan kadar yang sudah ditetapkan rumah sakit agar mengurangi dehidrasi
tubuh. Biasanya ini untuk serang kolera yang ringan sampai sedang. Tapi untuk
serangan berat, pasien harus segera di-UGD-kan untuk segera mengeluarkan
kolera lewat cairan infus dan obat yang memicu dengan cepat keluarnya feses
bersama V. Cholerae (Kelly, 2009).

a. Terapi cairan dan elektrolit

Pemberian cairan pada penderita kolera merupakan upaya yang


sangat penting dalam tata laksana penyakit. Bila cairan diberikan secara dini,
pada permulaan penyakit, dehidrasi dapat dicegah. Terhadap penderita-
penderita dengan dehidrasi ringan dan dapat menerima cairan per oral (tidak
muntah hebat) dapat dilakukan terapi rehidrasi oral, sedangkan untuk
penderita dengan dehidrasi berat, rehidrasi dilakukan dengan cairan
intravena. Penderita dengan kolera berat memerlukan beberapa liter cairan
intravena (bisa sampai 8-10 L) untuk membuat keadaannya stabil sebelum
dapat diganti dan dilanjutkan dengan dehidrasi oral (Lesmana, 2006).

Pengobatan untuk kolera biasanya melibatkan proses rehidrasi, yaitu


dengan (Medkes, 2014):
1. Solusi rehidrasi melalui oral (oralit).
2. Solusi rehidrasi dengan intravena (infus) untuk kasus kolera berat.

Tabel 1.2 Rehidrasi yang Direkomendasikan WHO


Kondisi Pengoba
Pedoman; Usia dan Berat Badan
Pasien Tan
Non dehidrasi - Anak-anak < 2 tahun: 50 mL-
Oralit
100mL, hingga 500 mL/hari
- Anak-anak 2-9 tahun: 100
ML- 200mL, hingga 1.000
mL/hari
- Anak-anak> 9 tahun:
sebanyak mungkin, hingga
2.000 mL/hari
Dehidrasi - Bayi < 4 bulan (<5 kg): 200-400
Oralit (dalam 4
sedang mL
jam pertama)
- Bayi 4-11 bulan (5 kg-7,9 kg):
400-600
- Anak-anak 1-2 tahun (8 kg-10,9
kg) : 600-800 mL

- Anak-anak 2-4 tahun (11 kg-

15,9 kg): 800-1.200 mL


- Anak-anak 5-14 tahun (16 kg-
29,9 kg): 1.200-2.200 mL
- Pasien>14 tahun (30 kg atau
lebih): 2.200-4.000 mL
Dehidrasi IV drip Ringer - Usia < 12 bulan: 30 mL/kg
berat Lactate, atau dalam satu jam*, kemudian
jika tidak 70 mL/kg selama 5 jam.
tersedia, - Usia > 1 tahun: 30 mL/kg
oralit seperti dalam 30 menit*, kemudian
uraian diatas
70 mL/kg selama dua
setengah jam.
Note: Ulangi sekali lagi jika nadi masih sangat lemah atau tidak terdeteksi

3. Pantau terus keadaan pasien selama satu sampai dua jam dan terus lakukan
rehidrasi. Jika dnegan rehidrasi kondisi tidak membaik, berikan infus. 200
mL/kg atau lebih mungkin akan dibutuhkan dalam 24 jam pertama.
4. Setelah enam jam (bayi) atau tiga jam (pasien yang lebih tua), lakukan
observasi penuh. Beralih ke oralit jika rehidrasi berhasil dan pasien dapat
minum.
b. Terapi antibiotika
Pengobatan antibiotika merupakan upaya yang penting di samping
terapi cairan (Lesmana, 2006):
a) Pemberian antibiotika dapat mengurangi waktu ekskresi kuman V.
cholerae O1 di tinja di samping mengurnagi gejal-gejala penyakit.
b) Pemberian antibiotika dapat memperpendek lamanya diare.
c) Pemberian antibiotika dapat mengurangi jumlah cairan intravena
maupun oral yang diperlukan untuk rehidrasi penderita.
Meskipun dilaporkan dari beberapa negara seperti India, Thailand
dan beberapa negara di Afrika, adanya kuman-kuman V. cholerae O1 yang
telah resisten terhadap tetrasiklin, yaitu antibiotika yang merupakan obat
pilihan untuk kolera namun di banyak tempat termasuk Indonesia, V.
cholerae O1 masih sensitif terhadap tetrasiklin (Lesmana, 2006).
Jenis- jenis antibiotika yang efektif untuk kolera adalah (Lesmana, 2006) :

a) Tetrasiklin
b) Doksisiklin
c) Trimetoprin-sulfametokzasol
d) Norfloksasin

2. Pengobatan Penyakit Kolera Disebabkan Bakteri Vibrio Cholerae O139


Kepekaan antibiotika dari V. cholerae O139 diperlihatkan terhadap ampisilin,
tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, siprofloksasin dan asam nalidiksat. Tetapi
kuman ini resisten terhadap trimetoprim-sulfametokzasol (ko-trimoksazol) dan
streptomisum (Lesmana, 2006).
Pengobatan cairan dan pemberian antibiotika pada kasus-kasus infeksi Vibrio
cholerae O139 sama seperti pada infeksi yang disebabkan oleh V. cholerae O1. Obat
pilihan untuk infeksi O139 adalah tetrasiklin, tetapi dapat pula digunakan antibiotika
lain seperti asam nalidiksat atau siprofloksasin (Lesmana,2006).

Usaha prevensi seperti perbaikan kesehatan perorangan dan lingkungan


adalah strategi yang penting seperti halnya di dalam pencegahan penyakit diare
umumnya. Dari kasus-kasus pada wabah Bangladesh dan India dapat disimpulkan
bahwa imunisasi dengan O1 tidak memberikan perlindungan silang terhadap O139.
Oleh karena itu, pengembangan vaksin kolera di masa yang akan datang, untuk
daerah-daerah endemis kolera (O1 dan O139) perlu mempertimbangkam
penggunaan vaksin bivalen yang dapat melindungi seseorang baik terhadap infeksi
V. cholerae O1 maupun terhadap O139 (Lesmana,2006).

6. Kekebalan Tubuh pada Penyakit Kolera


Asam lambung menyediakan beberapa perlindungan dalam melawan
Vibrio cholerae. Setiap serangan kolera diikuti dengan kekebalan terhadap
infeksi, tetapi durasi atau derajat kekebalan tidak diketahui. Pada hewan
percobaan, antibody IgA terjadi dalam lumen usus. Antibodi vibriosidal (titer 1 :
20) memiliki hubungan dengan perlindungan untuk melawan kolonisasi dan
penyakit.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penyakit kolera menimbulkan wabah secara eksplosif serta menjadi suatu
penyakit pandemi, sehingga pada awalnya penyakit ini menyebar ke seluruh dunia.
Diantaranya negara yang banyak terkena adalah negara di benua Afrika, Asia dan
Amerika Latin. Penyakit ini menyerang semua usia dan banyak menyebabkan
kematian.
Penyakit kolera merupakan salah satu infeksi pada usus halus yang
disebabkan oleh bakteri Vibrio cholerae O1 atau Vibrio cholerae O139.
Pengobatan dilakukan dua terapi yaitu pemberian cairan dan elektrolit kepada
penderita kolera serta pemberian obat antibiotika untuk menghilangkan bakteri
Vibrio cholerae.
Penyakit kolera dapat dicegah melalui vaksin kolera serta melakukan tindakan-
tindakan seperti minum air matang, menggunakan air bersih untuk memasak,
mencuci piring, mandi dll, serta tidak memakan bahan makanan mentah.

B. Saran
Penulis berharap pembaca dapat memahami dan memanfaatkan makalah
penyakit menular kolera untuk menambah ilmu pengetahuan di dunia kesehatan.
Penulis juga menyarankan kepada pembaca untuk menjaga kebersihan lingkungan
agar terhindar dari penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3576/1/05010682.pdf
https://www.academia.edu/10494635/Epidemiologi_Penyakit_Menular_Kolera
http://repository.unimus.ac.id/456/3/13.%20BAB%202.pdf

Anda mungkin juga menyukai