Anda di halaman 1dari 11

Indonesian Journal of

Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10


Applied Science and Technology

KUALITAS AIR DAN KELIMPAHAN BAKTERI VIBRIO sp DI INTAKE, TANDON,


DAN PETAK PADA TAMBAK BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus
vannamei) PT. CARIDEA SUMBAWA AV 11 LIM SHRIMP
ORGANIZATION (LSO) KABUPATEN SUMBAWA

Khatimah
Peternakan dan Perikanan, Universitas Samawa
e-mail: khatimah166@gmail.com

Abstrak
Penyakit bakterial yang sering ditemukan pada kegiatan budidaya udang vaname adalah
penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. Bakteri Vibrio sp merupakan jenis
patogen oportunistik yang akan tumbuh pesat apabila kualitas air memburuk dan keadaan
inang lemah. Beberapa jenis Vibrio sp secara signifikan berkorelasi atau tidak dengan
parameter fisika dan kimia perairan, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan
kualitas air terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp. Penelitian ini dilakukan di tambak
budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) PT. Caridea Sumbawa AV 11 Lim Shrimp
Organization (LSO) Kabupaten Sumbawa pada bulan Februari 2021. Tujuan dari penelitian
yakni mengetahui hubungan kualitas air terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp pada kegiatan
budidaya udang vaname. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Pengambilan sampel air dilakukan di tiga titik pada saat pagi hari (pukul 7.00) dan sore hari
(pukul 15.00). Dari hasil penelitian didapatkan kelimpahan bakteri Vibrio sp dalam kategori
aman yaitu pada intake 3,06 x 102 CFU/ml, tandon 0 CFU/ml dan petak 8,10 x 102 CFU/ml.
Berdasarkan grafik hubungan menunjukkan parameter kualitas air meliputi suhu, pH, DO
memliki hubungan yang lemah terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp, sedangkan salinitas,
amoniak, nitrat memiliki hubungan yang sangat lemah terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp
dan nitrit tidak terdapat hubungan terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp.
Kata Kunci: kualitas air, kelimpahan, Vibrio sp, udang vaname

Abstract
Bacterial diseases that are often found in vaname shrimp farming activities are vibriosis caused
by the bacterium Vibrio sp. Vibrio sp is an opportunistic pathogen that will grow rapidly if the
water quality deteriorates and the host condition is weak. Several types of Vibrio sp are
significantly correlated or not with the physical and chemical parameters of the waters, so it is
necessary to conduct research on the relationship of water quality to the abundance of Vibrio sp.
This research was conducted in the vaname shrimp (Litopenaeus vannamei) aquaculture ponds at
PT. Caridea Sumbawa AV 11 Lim Shrimp Organization (LSO) Sumbawa Regency in February
2021. The purpose of the study was to determine the relationship between water quality and the
abundance of Vibrio sp bacteria in vaname shrimp farming activities. The research method used is
descriptive method with a quantitative approach. Sampling using purposive sampling method.
Water sampling was carried out at three points in the morning (at 7:00) and in the afternoon
(15:00). From the results of the study, it was found that the abundance of Vibrio sp bacteria was in
the safe category, namely at intakes of 3,06 x 102 CFU/ml, reservoirs 0 CFU/ml and plots of 8,10
x 102 CFU/ml. Based on the graph the relationship shows that water quality parameters including
temperature, pH, DO have a weak relationship to the abundance of Vibrio sp bacteria, while
salinity, ammonia, nitrate have a very weak relationship to the abundance of Vibrio sp bacteria
and nitrite has no relationship to the abundance of Vibrio sp bacteria.
Keywords: water quality, abundance, Vibrio sp, vaname shrimp
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology

PENDAHULUAN
Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) menjadi salah satu budidaya
perikanan yang menguntungkan. Budidaya udang vaname dapat diterapkan dengan teknologi
intensif yakni dengan padat tebar yang tinggi bahkan bisa mencapai hingga 244 ind/m 2.
Kepadatan yang tinggi tidak selalu diimbangi dengan hasil panen yang tinggi. Hal ini
dikarenakan oleh serangan virus, jamur , bakteri bahkan buruknya kualitas air.
Pengamatan dini terhadap kehadiran jenis bakteri yang kemungkinan diduga sebagai
penyebab kematian udang melalui mekanisme kontrol yang terus menerus dan terencana
sangat dibutuhkan dalam proses budidaya udang vaname. Air sebagai media utama dalam
proses budidayaudang vaname merupakan obyek yang harus secara intensif dikontrol, karena
air juga merupakan media utama bagi kehidupan berbagai jenis mikroba (Cahyadi, 2008).
Kematian massal pada unit budidaya udang vaname dilain pihak semakin nyata pada saat
intensifikasi budidaya udang vanname mengalami masa keemasan dengan masuknya
berbagai penyakit virus antara lain Yellow Head Diseases (YHD), White Spot Syndrome
Virus (WSSV) dan Taura Syndrome Virus (TSV) (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
2003).
Dari berbagai penyakit tersebut, Indonesia setidaknya telah kehilangan berbagai
pendapatan baik domestik maupun devisa negara. Kehilangan penghasilan dari budidaya
udang yang terserang White Spot Syndrome Virus (WSSV) dari tahun 1990-sampai saat ini
mencapai US$ 300.000/tahun (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2003). Berdasarkan
hal tersebut menunjukkan bahwa penyakit udang telah menyebabkan kerugian yang sangat
signifikan bagi industri perikanan budidaya Indonesia.
Produksi usaha budidaya udang vaname dapat terus ditingkatkan dengan
mengefektifkan upaya pencegahan dan pengendalian faktor-faktor yang dapat menurunkan
kualitas lingkungan perairan sehingga dapat meminimalkan serangan wabah penyakit infeksi
oleh patogen. Menurut Irianto (2005), salah satu penyakit infeksi yang sering menyerang
usaha budidaya yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen, selain dapat mematikan
ikan golongan ini dapat pula mengakibatkan menurunnya kualitas dari daging ikan yang
terinfeksi.
Bakteri merupakan organisme mikroskopik dengan jenis dan jumlah yang cukup besar
di alam. Bakteri hidup di berbagai lingkungan, mulai dari tanah dan badan-badan air sampai
pada bagian luar maupun dalam tubuh manusia serta hewan dan tanaman (Ali, 2005). Bakteri
ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan, ini karena bakteri memiliki kemampuan
antara lain penyebab penyakit, dekomposisi dan pelapukan bahan-bahan organik, penghasil
berbagai senyawa kimiawi dan lain sebagainya. Bakteri Vibrio sp merupakan bakteri gram
negatif, bersifat motil, oksidase positif, berbentuk sel tunggal, batang pendek bengkok atau
lurus, berukuran panjang 1,4-5,0 μm dan lebar 0,3-1,3 μm, fermentatif terhadap glukosa,
berpendar dan mempunyai flagela di salah satu kutubnya, tidak membentuk asam dari
glukosa dan dapat menggunakan sukrosa sebagai sumber energinya (Lavilla-Pitogo et al.
2001).
Bakteri Vibrio sp ditemukan di hampir seluruh habitat, seperti air tawar, estuaria, air
laut, tanah dan merupakan agen penyebab penyakit pada manusia, ikan dan crustase
(Singleton, 2002). Masuknya Vibrio patogen dalam usaha budidaya udang di tambak dapat
berasal dari air laut dan benur yang di gunakan. Boer et al. (2003) menyatakan bahwa induk
udang yang berasal dari air laut positif membawa bakteri berpendar sehingga dapat
menularkan pada benur (larva) dan akhirnya terbawa masuk ke tambak.
Kehadiran bakteri Vibrio sp pada pemeliharaan udang dapat menyebabkan kematian,
bakteri ini bersifat oportunistik yang akan tumbuh pesat apabila kualitas air memburuk dan
keadaan inang lemah (Raharjo, 2016). Tingkat kepadatan tertentu serta kondisi hidup udang
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology

yang kurang baik menyebabkan bakteri Vibrio sp berubah menjadi patogen dan menginfeksi
udang (Rukyani, 2003). Menurut Singh (2001), apabila populasi Vibrio sp lebih banyak
dibanding dengan populasi bakteri yang lain dapat menyebabkan penurunan tingkat
kelulushidupan pada masa pembenihan dan pembesaran udang. Sebagai bakteri patogen
Vibrio sp dapat menyebabkan kematian sampai 100% pada udang (Manefield, Harris, Rice,
Rocky dan Staffan, 2000).
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka diperlukan suatu pengetahuan untuk
mengetahui kelimpahan bakteri Vibrio sp serta mengetahui faktor kualitas air yang
mempengaruhi kelimpahan bakteri Vibrio sp. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
sebagai upaya untuk mengetahui kualitas air terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp pada
kegiatan budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) PT. Caridea Sumbawa AV 11
Lim Shrimp Organization (LSO), Kabupaten Sumbawa.

METODE
Penelitian ini tentang hubungan kualitas air terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp di
intake, tandon, dan petak tambak budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) PT.
Caridea Sumbawa AV 11 Lim Shrimp Organization (LSO), Kabupaten Sumbawa
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan pengambilan
sampel menggunakan metode purposive sampling. Lokasi pengambilan sampel penelitian ini di
intake, tandon, dan petak tambak budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) PT. Caridea
Sumbawa Aqua Village (AV) 11, Kabupaten Sumbawa.
Penelitian ini menggunakan peralatan seperti in situ, nitrit test, nitrat test, ammonium
test, oven, hot plate, magnetic stirrer, timbangan digital mikropipet, tabung erlenmeyer,
beaker glass, bunsen/lampu spiritus, cawan petri, botol sampelmikro tip, effendorf,
alumunium foil, batang kaca l, lemari, vortex mixer, lemari pendingin, timbah , tusukan,
heandtally counter, van dorn, penggaris. Bahan tang digunakan adalah media TCBS Agar,
NaCl 8 %, aquades, larutan tri salt, alkohol 70%, sampel air intake, sampel air tandon,
sampel air petak.
Prosedur penelitian dalam penelitian ini meliputi pengukuran kualitas air dan uji bakteri
Vibrio sp. Parameter kualitas air yang diteliti terdiri dari suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut
(DO), amoniak, nitrit dan nitrat.yang diukur pada pagi hari (pukul 7.00) dan sore hari (15.00)
menggukan in situ dan test kit. Pengukuran kualitas air ini dilakukan untuk menganalisa air
tambak yang diteliti sesuai dengan batas untuk pertumbuhan udang vaname dan bakteri Vibrio sp.
Selain itu, dilakukan pula analisis korelasi menggunakan untuk melihat hubungan antara kualitas
air dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp.
Bakteri Vibrio sp diisolasi dari air intake, tandon ,dan petak pada pagi yang dilakukan 1
kali dalam seminggu selama 2 bulan atau 8 minggu dengan dua kali pengambilan sampel
dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 7.00 dan sore hari pukul 15.00 . Pengambilan sampel
air dilakukan dengan menggunakan van dorn yang dimasukkan ke dalam air pada masing-masing
titik yaitu kedalaman 10 cm, 20 cm, dan 30 cm kemudian air dituangkan ke dalam botol ukuran
500 ml yang telah disterilisasi.
Larutan pengencer (tri salt) sebanyak 900 µl diambil menggunakan mikropipet yang
sudah di pasang mikrotip kemudian dimasukkan ke dalam effendorf. Ambil sampel air
sebanyak 100 µl menggunakan mikropipet yang sudah di pasang mikrotip kemudian
masukkan ke dalam effendorf yang berisi larutan pengencer (tri salt). Selanjutnya
homogenkan larutkan selama 15 menit menggunakan vortex mixer. Panaskan batang kaca L
menggunakan bunsen. Selanjutnya ambil 100 µl larutan yang telah dihomogenkan di atas
media TCBS Agar, kemudian sebarkan dengan menggunakan batang kaca L yang telah di
bakar dan didinginkan (steril). Melakukan penyebaran harus menyalakan bunsen untuk
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology

menghindari indospora. Setelah itu inkubasi dalam ruangan (kotak khusus) dengan suhu 25°C
(tidak boleh lebih dari 30°C) selama 24 jam.
Proses perhitungan kelimpahan bakteri Vibrio sp dilakukan setelah mengisolasi Vibrio
sp selama 24 jam atau 1 hari dikarenakan isolasi Vibrio sp membutuhkan waktu 24 jam dan
setelah 24 jam hasil isolasi bakteri Vibrio sp sudah dapat dihitung kelimpahannya yang
dilakukan di laboratorium PT. Caridea Sumbawa AV 11 Lim Shrimp Organization (LSO).
Metode yang digunakan untuk menghitung jumlah koloni Vibrio sp adalah metode hitungan
cawan petri atau disebut Total Plate Count. Metode ini menghitung jumlah koloni Vibrio sp
yang tumbuh pada media biakan yang diisolasi dari air intake tandon dan petak. Pertumbuhan
koloni dicatat dari setiap cawan petri. Dihitung Total Plate Count (TPC) koloni bakteri yang
terdapat pada setiap tingkat pengenceran menggunakan colony counter (Radji, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Parameter Kualitas Air
Hasil pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1 Data Parameter Kualitas Air
Parameter Kualitas Air
Lokasi Suhu Salinita DO NH4+ NO2- NO3-
Ph
(°C) s (ppt) (ppm) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
Intake 30 32 7,8 6,14 0 0 0
Tandon 29 31 7,9 6,28 0 0 0
Petak 28 28 8,1 6,49 0,15 0 5

Kelimpahan Bakteri Vibrio sp


Kelimpahan bakteri Vibrio sp yang diperoleh pada intake, tandon dan petak tersaji pada
Gambar 1 sebagai berikut.
810
900
Kelimpahan Bakteri Vibrio

800
700
sp (CFU/ml)

600 Intake
500 Tandon
306
400 Petak
300
200
100 0
0
Gambar 1 Kelimpahan Bakteri Vibrio sp

Hubungan Kualitas Air Terhadap Kelimpahan Bkateri Vibrio sp


Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology

600 600

Kelimpahan Bakteri
Kelimpahan Bakteri

Vibrio sp (CFU/ml)
Vibrio sp (CFU/ml)
400 400
f(x) = − 27.91658930752 x
200 200 + 1074.162045079
f(x) = − 0.345276599032 x
+ 230.8430458045 R² = 0.125837893179236
0 0
27 = 1.87589760647366E-06
R² 28 29 30 31 24 26 28 30 32 34 36
Suhu Salinitas
a. b.
600 600
Kelimpahan Bakteri

Kelimpahan Bakteri
Vibrio sp (CFU/ml)

Vibrio sp (CFU/ml)
400 400

200 200
f(x) = 40.3029739352 x − 47.0303071837
f(x) = 44.60191746561 x − 132.4510212589
R² = 0.00256718943992473 R² = 0.00803241088919038
0 0
7.5 7.6 7.7 7.8 7.9 8.0 8.1 8.2 8.3 8.4 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50
pH DO
c. d.
Kelimpahan Bakteri

600 Kelimpahan Bakteri 600


Vibrio sp (CFU/ml)

Vibrio sp (CFU/ml)
400 400
f(x) = 234.8484848485 x + 209.0909090909 f(x) = 234.8484848485 x + 209.0909090909
200
R² = 0.0469949630788792 200
R² = 0.0469949630788792
0 0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Amoniak Amoniak
e. f.
Gambar 4. Grafik Hubungan kualitas Air Meliputi; a) Suhu, b) Salinitas, c) pH, d) DO, e)
Amoniak, dan f) Nitrat terhadap Kelimpahan Bakteri Vibrio sp

Pembahasan
Parameter Kualitas Air
Suhu merupakan suatu besaran untuk mengukur tinggi atau rendahnya suatu kondisi
pada suatu benda yang dinyatakan dalam bentuk celcius. Suhu merupakan pengaruh yang
besar dalam sistem metabolisme tubuh organisme perairan dan berpengaruh pada
kelangsungan organisme perairan seperti udang (Susanto, 2008). Suhu di perairan
dipengaruhi oleh suhu udara lingkungannya, intensitas cahaya matahari, sudut datang sinar
matahari, letak geografis, curah hujan, kondisi penaungan, kecepatan arus dan angin,
kedalaman, kekeruhan, penguapan, dan timbunan bahan organik di dasar perairan
(Hadikusumah, 2008). Dilihat dari data hasil pengukuran nilai rata-rata suhu yang diperoleh
yaitu pada intake 28˚C, tandon 29˚C, dan petak 30˚C. Nilai rata-rata suhu di tiga lokasi
tersebut berada dalam nilai optimum untuk untuk budidaya udang vaname. Nilai optimum
suhu untuk budidaya udang vaname yaitu 29-32˚C (SNI, 2009). Menurut Prajitno (2005),
suhu 3035C merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri
Vibrio sp, pada suhu 4C dan 45C bakteri Vibrio sp tidak dapat tumbuh dan pada suhu 55C
akan mati.
Salinitas merupakan kadar dari total ion-ion terlarut yang terdapat di dalam perairan.
Salinitas dinyatakan dalam permil (o/oo) atau part per thousand (ppt) (g/L). salinitas adalah
jumlah kadar garam yang terdapat pada suatu perairan atau berat dalam gram dari semua zat
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology

padat terlarut dalam satu kilogram air laut. Hal ini dikarenakan salinitas air merupakan
gambaran tentang padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi
oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh khlorida, dan semua bahan organik telah
dioksidasi (Effendi, 2003). Dilihat dari data hasil pengukuran nilai rata-rata salinitas yang
diperoleh yaitu pada intake 32 ppt, tandon 31 ppt, dan petak 28 28 ppt. Nilai rata-rata
salinitas di tiga lokasi berada dalam nilai yang optimum untuk budidaya udang vaname. Nilai
optimum salinitas untuk budidaya udang vaname yaitu 29-34 ppt (SNI, 2009). Menurut
Prajitno (2005) pada salinitas 2030 ppt mikroorganisme seperti bakteri Vibrio sp dapat
tumbuh maksimum. Bakteri Vibrio sp menyerang ikan atau udang pada saat kualitas air buruk
(fakultatif) yaitu salinitas 1015 ppt.
pH (derajat keasaman) merupakan logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H yang
terlepas didalam suatu perairan, dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi
lingkungan dan juga organisme yang ada didalam suatu perairan tersebut. pH digunakan
sebagai pengukur tingkat keadaan baik netral, basa, maupun asam (Atmadjaja et al., 2008).
Peningkatan ion hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut larutan asam,
sedangkan apabila ion hidrogen berkurang akan menyebabkan nilai pH naik dan dikenal
dengan larutan basa. Jika suatu pH telah berada di atas 8,5 ataupun di bawah 7,5 maka
kondisinya sudah terlalu asam ataupun basa (IUPAC, 2011). Fluktuasi pH air sangat
mengganggu aktivitas udang. PH air juga sangat menentukan berhasil tidaknya pemeliharaan
udang, biasanya pH ini yang paling dulu menimbulkan kematian. Dilihat dari data hasil
pengukuran nilai rata-rata pH yang diperoleh yaitu pada intake 7,8, tandon, 7,9 dan petak 8,1.
Nilai rata-rata pH di tiga lokasi berada dalam nilai yang optimum untuk budidaya udang
vaname. Nilai optimum pH untuk budidaya udang vaname yaitu 7,5-8,5 (SNI, 2009).
Menurut Prajitno (2005), pada kisaran pH optimum antara 7,5-8,5, mikroorganisme seperti
bakteri Vibrio sp dapat tumbuh dengan baik. Bakteri Vibrio tumbuh pada pH 4-9 dan tumbuh
maksimal pada pH 6,5-8,5 atau kondisi alkali dengan pH 9.
Oksigen  terlarut (DO) adalah tingkat saturasi udara yang berada di air yang
dinyatakan dalam kadar mg per liter atau per million (ppm). Oksigen terlarut di suatu
perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air.
Menurut Adiyana et al. (2017), oksigen terlarut dibutuhkan semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi
untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Pada tingkatan
oksigen terlarut rendah, maka akan menyebabkan lebih banyak kematian organisme perairan
seperti udang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dilihat dari data hasil
pengukuran nilai rata-rata DO yang diperoleh yaitu pada intake 6,14 ppm, tandon 6,28 ppm
dan petak 6,49 ppm. Nilai rata-rata DO di tiga lokasi tersebut berada dalam nilai optimum
untuk budidaya udang vaname. Nilai optimum DO untuk budidaya udang vaname yaitu > 5
ppm (SNI, 2009). Menurut Prajitno (2005), apabila DO di perairan kurang dari 6 ppm,
mikroorganisme seperti bakteri Vibrio sp dapat hidup dengan baik dan menyerang ikan dan
udang. Bakteri Vibrio sp berpendar termasuk bakteri anaerobik fakultatif, yaitu dapat hidup
baik dengan atau tanpa oksigen.
Menurut Nur (2005), amoniak sudah dapat menghambat pertumbuhan hewan hewan
akuatik pada umumnya, sedangkan pada nilai > 0,01 mg/l dapat menghambat pertumbuhan udang
50 %. Selanjutnya pada kadar 1,29 mg/l sudah mengakibatkan kematian pada udang. Dilihat dari
data hasil pengukuran nilai rata-rata amoniak yaitu pada intake dan tandon 0 mg/l dan pada
petak 0,15 mg/l. Nilai amoniak pada petak telah melewati batas optimum untuk budidaya
udang vaname yaitu < 0,01 mg/l (SNI, 2009). Amoniak dengan konsentrasi yang tinggi dapat
bersifat racun dan akan mematikan udang dan menyebabkan timbul suatu penyakit. Menurut
Prajitno, (2005) bahwa pada nilai amoniak > 0,01 mg/l, mikroorganisme seperti bakteri
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology

Vibrio sp dapat hidup dan berkembang lebih cepat.


Nitrit merupakan bentuk nitrogen yang relatif tidak stabil dan mudah teroksidasi, dan
merupakan indikator tingkat pencemaran. Nitrit pada kadar yang rendah dapat bersifat toksik
bagi organisme akuatik. Nitrit merupakan produk awal dari proses nitrifikasi dimana ion
ammonium dioksidasi oleh bakteri Nitrosomonas menjadi nitrit (Komarawidjaja, 2006).
Dilihat dari data hasil pengukuran nilai rata-rata nitrit pada intake, tandon dan petak yaitu 0
mg/l. Nilai rata-rata nitrit di tiga lokasi tersebut berada dalam nilai optimum untuk budidaya
udang vaname. Nilai optimum nitrit untuk budidaya udang vaname yaitu < 0,01 mg/l (SNI,
2009). Menurut Suprapto (2005), kandungan nitrit yang dapat ditoleransi oleh organisme
budidaya perairan berkisar 0,1–1,0 mg/l. Menurut Effendi (2003) nilai nitrit yang lebih dari
0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme dan menimbulkan adanya bakteri Vibrio sp.
Nitrat (NO3-) adalah ion-ion organik alami, yang merupakan bagian dari siklus
nitrogen (Effendi, 2003). Konsentrasi nitrat yang tinggi dalam perairan akan menstimulasikan
pertumbuhan serta perkembangan organisme di perairan apabila didukung oleh ketersediaan
nutrien (Alaerst & Sartika, 2001). Dilihat dari data hasil pengukuran nilai rata-rata nitrat yaitu
pada intake dan tandon 0 mg/l, dan pada petak 5 mg/l. Nilai nitrat pada petak telah melewati
batas optimum untuk budidaya udang vaname yaitu < 0,5 mg/l (SNI, 2009). Nilai nitrat yang
tinggi dapat menimbulkan penyakit dan memicu adanya bakteri Vibrio sp.

Kelimpahan Bakteri Vibrio sp


Bakteri Vibrio sp merupakan salah satu bakteri patogen yang tergolong dalam divisi
Bakteria, klas Shizomicetes, ordo Eubacteriales, famili Vibrionaceae dan genus Vibrio
(Austin, 2010). Menurut Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology (Holt et al., 2004),
anggota bakteri genus Vibrio mempunyai ciri-ciri antara lain berbentuk batang pendek,
bersifat gram negatif, memiliki flagel, tidak berspora, tidak memiliki kapsul, bersifat
fakultatif aerob dan berkembang biak dengan pembelahan biner, tumbuh pada media selektif
Thiosulfate Citrate Bile Salt Sucrose Agar (TCBSA).
Hasil isolasi bakteri ditemukan dua jenis koloni bakteri Vibrio sp yaitu koloni bakteri
yang berwarna kuning dan hijau pada masa inkubasi 24 jam. Warna koloni yang berwarna
hijau menunjukkan sifat Vibrio sp yang tidak dapat memfermentasi sukrosa sedangkan koloni
berwarna kuning dapat memfermentasi sukrosa dan menurunkan pH dalam media TCBSA
(Ihsan & Retnaningrum, 2017).
Kelimpahan bakteri Vibrio sp tertinggi terdapat pada petak yaitu 810 (8,10 x 102)
CFU/ml dan pada tandon tidak ditemukan adanya bakteri Vibrio sp. Tingginya kelimpahan
bakteri Vibrio sp pada petak disebabkan oleh banyaknya sisa feses oleh udang dan sisa pakan
yang tidak termanfaatkan sehingga menumpuk pada dasar sedimen petak tambak budidaya,
hal ini sesuai dengan Arafani, (2016) yang menyatakan bahwa sisa pakan yang mengendap
dan tidak terakumulasi pada media air dapat menyebabkan terjadinya peningkatan
konsentrasi amoniak, jika konsentrasi amoniak tinggi di perairan maka dapat memicu
peningkatan bakteri patogen seperti bakteri Vibrio sp. Selain itu, kualitas air di tambak yang
kurang baik pada saat persiapan serta ada beberapa benih yang ditebar dengan kualitas yang
kurang baik dapat memicu adanya bakteri Vibrio sp. Prajitno (2005) menyatakan, bahwa
pertumbuhan terbaik bakteri Vibrio sp adalah pada perairan yang mempunyai bahan organik
tinggi dan pada perairan yang diperkaya oleh buangan limbah, kualitas air yang buruk.
Selain itu, masuknya Vibrio patogen dalam usaha budidaya udang di tambak dapat berasal
dari air laut dan benur yang di gunakan. Sedangkan tidak ditemukannya bakteri Vibrio sp
pada tandon disebabkan oleh pengaruh treatement yang dilakukan yaitu sterilisasi air dengan
menggunakan kaporit atau dengan pemupukan organik atau anorganik serta probiotik,
sehingga bisa mengurangi amoniak pada air tandon dan dapat menghambat pertumbuhan
bakteri Vibrio sp (Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology

Budidaya (2015) dan Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-7246 (2006).


Kelimpahan bakteri Vibrio sp di intake, tandon dan petak tambak budidaya udang
vaname (Litopenaeus vannamei) masih dalam batas normal pemeliharaan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Taslihan et al (2004), ambang batas maksimal keberadaan bakteri Vibrio
sp dalam air adalah 104 CFU/ml dan jika ambang batas ini dilampaui maka kematian massal
udang budidaya dalam tambak dapat terjadi. Jika populasi Vibrio sp tinggi dan tidak dapat
ditekan akan menyebabkan kondisi yang beresiko. Sesuai dengan pernyataan Supito et al
(2008) yang mengemukakan bahwa dominansi dan kelimpahan bakteri Vibrio sp yang tidak
stabil pada tambak menunjukkan kondisi yang beresiko terhadap masalah kesehatan udang.
Hubungan Kualitas Air Terhadap Kelimpahan Bakteri Vibrio sp
Hasil uji korelasi, suhu memiliki hubungan yang sangat lemah terhadap kelimpahan
bakteri Vibrio sp (r = 0,001), suhu tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan
kelimpahan bakteri Vibrio sp (P > 0,05), selain itu suhu memiliki korelasi negatif dengan
kelimpahan bakteri Vibrio sp dimana nilai y= -0,3453x + 230,84, kemudian nilai R² = 2E-06
yang menunjukkan bahwa kelimpahan bakteri Vibrio sp tidak pengaruhi oleh suhu melainkan
dipengaruhi oleh faktor lain.
Salinitas memiliki hubungan yang lemah terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp (r =
0,354), salinitas tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp
(P > 0,05), selain itu salinitas memiliki korelasi negatif dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp
dimana nilai y = -0,3453x + 230,84, kemudian nilai R² = 0,1258 yang menunjukkan bahwa
sebesar 13% kelimpahan bakteri Vibrio sp dipengaruhi oleh salinitas dan sisanya dipengaruhi
oleh faktor lain.
pH memiliki hubungan yang sangat lemah terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp (r =
0,051), pH tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp (P >
0,05), selain itu pH memiliki korelasi positif dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp dimana
nilai y = 44,602x -132,45, kemudian nilai R² = 0,0026 yang menunjukkan bahwa kelimpahan
bakteri Vibrio sp tidak dipengaruhi oleh pH melainkan dipengaruhi oleh faktor lain.
DO memiliki hubungan yang sangat lemah terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp (r =
0,090), DO tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp (P >
0,05), selain itu DO memiliki korelasi positif dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp dimana
nilai y = 40,303x - 47,03, kemudian nilai R² = 0,008 yang menunjukkan bahwa sebesar 1%
kelimpahan bakteri Vibrio sp dipengaruhi oleh DO dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain.
Amoniak memiliki hubungan yang lemah terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp (r =
0,217), amoniak tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp
(P > 0,05), selain itu amoniak memiliki korelasi positif dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp
dimana nilai y = 234,85x – 209,09, kemudian nilai R² = 0,047 yang menunjukkan bahwa
sebesar 5% kelimpahan bakteri Vibrio sp dipengaruhi oleh amoniak dan sisanya dipengaruhi
oleh faktor lain.
Nitrat memiliki hubungan yang lemah terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp (r =
0,384), nitrat tidak memiliki korelasi yang signifikan dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp (P
> 0,05), selain itu nitrat memiliki korelasi positif dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp
dimana nilai y = 18,5x – 190, kemudian nilai R² = 0,15 yang menunjukkan bahwa sebesar
15% kelimpahan bakteri Vibrio sp dipengaruhi oleh nitrat dan sisanya dipengaruhi oleh faktor
lain.

SIMPULAN (PENUTUP)
Hasil pengkuran kualitas air (suhu salinitas, pH, DO, amoniak, nitrit dan nitrat) pada
intake dan tandon masih dalam keadaan optimal dan sesuai dengan standar baku mutu
kualitas perairan untuk budidaya udang vaname, sedangkan pada petak nilai suhu, salinitas,
pH, DO, dan nitit masih dalam keadaan optimal, namun untuk nilai amoniak 0,15 mg/l dan
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology

nitrat 5 mg/l telah melebihi standar baku mutu kualitas perairan untuk budidaya udang
vaname. Kelimpahan bakteri Vibrio sp yaitu pada intake 306 (3,06 x 102 ) CFU/ml, petak 810
(8,01 x 102) CFU/ml, sedangkan pada tandon tidak terdapat kelimpahan bakteri Vibrio sp.
kelimpahan bakteri Vibrio sp di tiga lokasi tersebut masih dalam batas aman dengan rata-rata
kelimpahan 102 dan batas toleransi bakteri Vibrio sp di perairan yaitu 104 = 10000 CFU/ml.
Hubungan antara kualitas air terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp menunjukkan bahwa
untuk parameter kualitas air meliputi suhu, pH, DO memliki hubungan yang lemah terhadap
kelimpahan bakteri Vibrio sp, sedangkan salinitas, amoniak, nitrat memiliki hubungan yang
sangat lemah terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp, kemudian nitrit tidak memiliki
hubungan terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk melakukan
penelitian lanjutan tentang identifikasi jenis-jenis bakteri Vibrio sp yang terdapat dalam air
tambak sehingga dapat mengetahui cara penanggulangan apabila terjadi penyakit vibriosis
dalam budidaya udang vaname. Selain itu, memperhatikan kondisi benih sebelum melakukan
penebaran, memperhatikan kondisi petak tambak sebelum melakukan pengisian air, serta
pengelolaan kualitas air tambak mulai dari tahap persiapan, penebaran hingga panen,
sehingga dapat meminimalisir adanya bakteri Vibrio sp dalam perairan tambak budidaya
udang vaname.

UCAPAN TERIMA KASIH


Terimakasih kepada PT. Caridea Sumbawa Lim Shrimp Organization (LSO) AV 11, kedua
orang tua saya bapak Addenan dan ibu Raunah, Yadi Putra Mansyah, Fitri Asriyanti, dan Usna
Saputri yang telah mendukung kegiatan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Adiyana, K., Anandasari, R. V., Wahyuni, T. & Thesiana, L. (2017). Kondisi kualitas air dan
respons pertumbuhan pada pemeliharaan postlarva udang vaname litopenaeus vannamei
menggunakan sumber energi surya. Jurnal Kelautan Nasional, 10(3), 163-176.

Alaerst, G dan Sartika, S, 2001, Metode Penelitian Air, Usaha Nasional, Surabaya.

Arafani, Lulu dkk. 2016. Pelacakan Virus bercak putih pada udang Vananname di Lombok
dengan real time PCR. Nusa Tenggara Barat. Jurnal Veteriner. Maret 2016 vol 17 no 1
hal 88-95

Atmadjaja, J., M. Sitanggang. 2008. Panduan Lengkap Budi Daya dan Perawatan Cupang
Hias. Jakarta: Agromedia.

Boer DR, Zafran.2003. Bakteri Vibrio sp sebagai pathogen oportunis bagi udang windu. J
Penel Budidaya Pantai 7(1): 73-76.

Direktorat Jendral Perikanan Budidaya .2003. Makalah Pelatihan Lanjutan Kesehatan Ikan
dan Lingkungan, 23 Oktober 2004 di Bogor.

Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air, bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan
perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta: Kanisius.

Hadikusumah. (2008). Pengantar Oceanografi. Jakarta:UI Press.


Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology

Holt, J.G., N.R. Kreigh,P.H.A Sneath, J.T. Stanley. S.T. Williams. 2004. Bergey’s manual of
determinative bacteriology ninth edition. Williams K. Hensky (ed) and Wilkins
Baltimore. 787 hal.

Ihsan, B., dan Retnaningrum, E., 2017. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Vibrio sp. Pada
Kerang Kapah (Meretrix meretrix) di Kabupaten Trenggalek. Jurnal Harpodon Borneo.
10 (1) : 23-27.

Irianto, 2005. Patologi Ikan Telestoi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Jumani.
2008. Kajian Tambak Tradisional Di Kota Tarakan. Skripsi Program Studi Budiday
Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo. Tarakan.

Manefield. M, L.Harris, S.Rice, Rocky dan Staffan K. 2000. Inhibition of


Luminescence and Virulence In The Black Tiger Prawn (Penaeus Monodon) Pathogen
Vibrio Harveyi By Intercelluler Signal Antagonis.
http://aem.asm.org/cgi/content/full/66/5/2079. 6 hal.

Lavilla-Pitogo CR, Baticados MCL, Cruz-Lacierda ER, de la Pena LD. 2001. Occurence of
luminous bacterial disease of Penaeus monodon larvae in the Philippines. Aquaculture
91:1-14.

Prajitno, A. 2005.Diktat Parasit dan Penyakit Ikan.Fakultas Perikanan.Universitas Brawijaya,


105 hal.

Radji, M. 2011. Mikrobiologi. Buku Kedokteran ECG, Jakarta

Raharjo, T., 2016. Hubungan Parameter Kualitas Air dengan Total Bakteri dan Total Vibrio
spp. Pada Tambak Udang Vaname di Kabupaten Purworejo. Skripsi. Universitas Gadjah
Mada

Rukyani A. 2003. Penanggulangan Penyakit Udang Windu. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan.

Singh, B.I. 2001. Studies on the Bacteria Associated with Penaeus indicus in a Culture
System. Ph.D. Thesis. Cochin University of Science and Technology, Cochin, India, 230
pp

Singleton and Sainsbury. 2006. Dictionary of Mikrobiology and Molecular Biology 3rd
Edition.John Wileyand Sons. England. Hal 908.

SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2006. SNI 01-7246-2006 : Produksi Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) di Tambak dengan Teknologi Intensif. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta. 4 hal.

Standar Nasional Indonesia, Produksi Benih Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Kelas
Benih Sebar (SNI 7311:2009)

Supito, D. A. Maskar, J., & Damang, S. (2008). Teknik Budidaya Udang Windu Intensif
Dengan Green Water System Melalui Penggunaan Pupuk Nitrat Dan Penambahan
Sumber Karbon. Media Budidaya Air Payau, 7, 38-53.
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology

Suprapto. 2005. Petunjuk teknis budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei). CV


Biotirta. Bandar Lampung. 25hlm.

Susanto, H. 2008. Budidaya Ikan di Pekarangan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai