Khatimah
Peternakan dan Perikanan, Universitas Samawa
e-mail: khatimah166@gmail.com
Abstrak
Penyakit bakterial yang sering ditemukan pada kegiatan budidaya udang vaname adalah
penyakit vibriosis yang disebabkan oleh bakteri Vibrio sp. Bakteri Vibrio sp merupakan jenis
patogen oportunistik yang akan tumbuh pesat apabila kualitas air memburuk dan keadaan
inang lemah. Beberapa jenis Vibrio sp secara signifikan berkorelasi atau tidak dengan
parameter fisika dan kimia perairan, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai hubungan
kualitas air terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp. Penelitian ini dilakukan di tambak
budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) PT. Caridea Sumbawa AV 11 Lim Shrimp
Organization (LSO) Kabupaten Sumbawa pada bulan Februari 2021. Tujuan dari penelitian
yakni mengetahui hubungan kualitas air terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp pada kegiatan
budidaya udang vaname. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling.
Pengambilan sampel air dilakukan di tiga titik pada saat pagi hari (pukul 7.00) dan sore hari
(pukul 15.00). Dari hasil penelitian didapatkan kelimpahan bakteri Vibrio sp dalam kategori
aman yaitu pada intake 3,06 x 102 CFU/ml, tandon 0 CFU/ml dan petak 8,10 x 102 CFU/ml.
Berdasarkan grafik hubungan menunjukkan parameter kualitas air meliputi suhu, pH, DO
memliki hubungan yang lemah terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp, sedangkan salinitas,
amoniak, nitrat memiliki hubungan yang sangat lemah terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp
dan nitrit tidak terdapat hubungan terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp.
Kata Kunci: kualitas air, kelimpahan, Vibrio sp, udang vaname
Abstract
Bacterial diseases that are often found in vaname shrimp farming activities are vibriosis caused
by the bacterium Vibrio sp. Vibrio sp is an opportunistic pathogen that will grow rapidly if the
water quality deteriorates and the host condition is weak. Several types of Vibrio sp are
significantly correlated or not with the physical and chemical parameters of the waters, so it is
necessary to conduct research on the relationship of water quality to the abundance of Vibrio sp.
This research was conducted in the vaname shrimp (Litopenaeus vannamei) aquaculture ponds at
PT. Caridea Sumbawa AV 11 Lim Shrimp Organization (LSO) Sumbawa Regency in February
2021. The purpose of the study was to determine the relationship between water quality and the
abundance of Vibrio sp bacteria in vaname shrimp farming activities. The research method used is
descriptive method with a quantitative approach. Sampling using purposive sampling method.
Water sampling was carried out at three points in the morning (at 7:00) and in the afternoon
(15:00). From the results of the study, it was found that the abundance of Vibrio sp bacteria was in
the safe category, namely at intakes of 3,06 x 102 CFU/ml, reservoirs 0 CFU/ml and plots of 8,10
x 102 CFU/ml. Based on the graph the relationship shows that water quality parameters including
temperature, pH, DO have a weak relationship to the abundance of Vibrio sp bacteria, while
salinity, ammonia, nitrate have a very weak relationship to the abundance of Vibrio sp bacteria
and nitrite has no relationship to the abundance of Vibrio sp bacteria.
Keywords: water quality, abundance, Vibrio sp, vaname shrimp
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology
PENDAHULUAN
Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) menjadi salah satu budidaya
perikanan yang menguntungkan. Budidaya udang vaname dapat diterapkan dengan teknologi
intensif yakni dengan padat tebar yang tinggi bahkan bisa mencapai hingga 244 ind/m 2.
Kepadatan yang tinggi tidak selalu diimbangi dengan hasil panen yang tinggi. Hal ini
dikarenakan oleh serangan virus, jamur , bakteri bahkan buruknya kualitas air.
Pengamatan dini terhadap kehadiran jenis bakteri yang kemungkinan diduga sebagai
penyebab kematian udang melalui mekanisme kontrol yang terus menerus dan terencana
sangat dibutuhkan dalam proses budidaya udang vaname. Air sebagai media utama dalam
proses budidayaudang vaname merupakan obyek yang harus secara intensif dikontrol, karena
air juga merupakan media utama bagi kehidupan berbagai jenis mikroba (Cahyadi, 2008).
Kematian massal pada unit budidaya udang vaname dilain pihak semakin nyata pada saat
intensifikasi budidaya udang vanname mengalami masa keemasan dengan masuknya
berbagai penyakit virus antara lain Yellow Head Diseases (YHD), White Spot Syndrome
Virus (WSSV) dan Taura Syndrome Virus (TSV) (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya,
2003).
Dari berbagai penyakit tersebut, Indonesia setidaknya telah kehilangan berbagai
pendapatan baik domestik maupun devisa negara. Kehilangan penghasilan dari budidaya
udang yang terserang White Spot Syndrome Virus (WSSV) dari tahun 1990-sampai saat ini
mencapai US$ 300.000/tahun (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2003). Berdasarkan
hal tersebut menunjukkan bahwa penyakit udang telah menyebabkan kerugian yang sangat
signifikan bagi industri perikanan budidaya Indonesia.
Produksi usaha budidaya udang vaname dapat terus ditingkatkan dengan
mengefektifkan upaya pencegahan dan pengendalian faktor-faktor yang dapat menurunkan
kualitas lingkungan perairan sehingga dapat meminimalkan serangan wabah penyakit infeksi
oleh patogen. Menurut Irianto (2005), salah satu penyakit infeksi yang sering menyerang
usaha budidaya yaitu penyakit yang disebabkan oleh bakteri patogen, selain dapat mematikan
ikan golongan ini dapat pula mengakibatkan menurunnya kualitas dari daging ikan yang
terinfeksi.
Bakteri merupakan organisme mikroskopik dengan jenis dan jumlah yang cukup besar
di alam. Bakteri hidup di berbagai lingkungan, mulai dari tanah dan badan-badan air sampai
pada bagian luar maupun dalam tubuh manusia serta hewan dan tanaman (Ali, 2005). Bakteri
ada yang menguntungkan dan ada yang merugikan, ini karena bakteri memiliki kemampuan
antara lain penyebab penyakit, dekomposisi dan pelapukan bahan-bahan organik, penghasil
berbagai senyawa kimiawi dan lain sebagainya. Bakteri Vibrio sp merupakan bakteri gram
negatif, bersifat motil, oksidase positif, berbentuk sel tunggal, batang pendek bengkok atau
lurus, berukuran panjang 1,4-5,0 μm dan lebar 0,3-1,3 μm, fermentatif terhadap glukosa,
berpendar dan mempunyai flagela di salah satu kutubnya, tidak membentuk asam dari
glukosa dan dapat menggunakan sukrosa sebagai sumber energinya (Lavilla-Pitogo et al.
2001).
Bakteri Vibrio sp ditemukan di hampir seluruh habitat, seperti air tawar, estuaria, air
laut, tanah dan merupakan agen penyebab penyakit pada manusia, ikan dan crustase
(Singleton, 2002). Masuknya Vibrio patogen dalam usaha budidaya udang di tambak dapat
berasal dari air laut dan benur yang di gunakan. Boer et al. (2003) menyatakan bahwa induk
udang yang berasal dari air laut positif membawa bakteri berpendar sehingga dapat
menularkan pada benur (larva) dan akhirnya terbawa masuk ke tambak.
Kehadiran bakteri Vibrio sp pada pemeliharaan udang dapat menyebabkan kematian,
bakteri ini bersifat oportunistik yang akan tumbuh pesat apabila kualitas air memburuk dan
keadaan inang lemah (Raharjo, 2016). Tingkat kepadatan tertentu serta kondisi hidup udang
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology
yang kurang baik menyebabkan bakteri Vibrio sp berubah menjadi patogen dan menginfeksi
udang (Rukyani, 2003). Menurut Singh (2001), apabila populasi Vibrio sp lebih banyak
dibanding dengan populasi bakteri yang lain dapat menyebabkan penurunan tingkat
kelulushidupan pada masa pembenihan dan pembesaran udang. Sebagai bakteri patogen
Vibrio sp dapat menyebabkan kematian sampai 100% pada udang (Manefield, Harris, Rice,
Rocky dan Staffan, 2000).
Berdasarkan uraian permasalahan di atas maka diperlukan suatu pengetahuan untuk
mengetahui kelimpahan bakteri Vibrio sp serta mengetahui faktor kualitas air yang
mempengaruhi kelimpahan bakteri Vibrio sp. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan
sebagai upaya untuk mengetahui kualitas air terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp pada
kegiatan budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) PT. Caridea Sumbawa AV 11
Lim Shrimp Organization (LSO), Kabupaten Sumbawa.
METODE
Penelitian ini tentang hubungan kualitas air terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp di
intake, tandon, dan petak tambak budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) PT.
Caridea Sumbawa AV 11 Lim Shrimp Organization (LSO), Kabupaten Sumbawa
menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan pengambilan
sampel menggunakan metode purposive sampling. Lokasi pengambilan sampel penelitian ini di
intake, tandon, dan petak tambak budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) PT. Caridea
Sumbawa Aqua Village (AV) 11, Kabupaten Sumbawa.
Penelitian ini menggunakan peralatan seperti in situ, nitrit test, nitrat test, ammonium
test, oven, hot plate, magnetic stirrer, timbangan digital mikropipet, tabung erlenmeyer,
beaker glass, bunsen/lampu spiritus, cawan petri, botol sampelmikro tip, effendorf,
alumunium foil, batang kaca l, lemari, vortex mixer, lemari pendingin, timbah , tusukan,
heandtally counter, van dorn, penggaris. Bahan tang digunakan adalah media TCBS Agar,
NaCl 8 %, aquades, larutan tri salt, alkohol 70%, sampel air intake, sampel air tandon,
sampel air petak.
Prosedur penelitian dalam penelitian ini meliputi pengukuran kualitas air dan uji bakteri
Vibrio sp. Parameter kualitas air yang diteliti terdiri dari suhu, salinitas, pH, oksigen terlarut
(DO), amoniak, nitrit dan nitrat.yang diukur pada pagi hari (pukul 7.00) dan sore hari (15.00)
menggukan in situ dan test kit. Pengukuran kualitas air ini dilakukan untuk menganalisa air
tambak yang diteliti sesuai dengan batas untuk pertumbuhan udang vaname dan bakteri Vibrio sp.
Selain itu, dilakukan pula analisis korelasi menggunakan untuk melihat hubungan antara kualitas
air dengan kelimpahan bakteri Vibrio sp.
Bakteri Vibrio sp diisolasi dari air intake, tandon ,dan petak pada pagi yang dilakukan 1
kali dalam seminggu selama 2 bulan atau 8 minggu dengan dua kali pengambilan sampel
dalam sehari yaitu pada pagi hari pukul 7.00 dan sore hari pukul 15.00 . Pengambilan sampel
air dilakukan dengan menggunakan van dorn yang dimasukkan ke dalam air pada masing-masing
titik yaitu kedalaman 10 cm, 20 cm, dan 30 cm kemudian air dituangkan ke dalam botol ukuran
500 ml yang telah disterilisasi.
Larutan pengencer (tri salt) sebanyak 900 µl diambil menggunakan mikropipet yang
sudah di pasang mikrotip kemudian dimasukkan ke dalam effendorf. Ambil sampel air
sebanyak 100 µl menggunakan mikropipet yang sudah di pasang mikrotip kemudian
masukkan ke dalam effendorf yang berisi larutan pengencer (tri salt). Selanjutnya
homogenkan larutkan selama 15 menit menggunakan vortex mixer. Panaskan batang kaca L
menggunakan bunsen. Selanjutnya ambil 100 µl larutan yang telah dihomogenkan di atas
media TCBS Agar, kemudian sebarkan dengan menggunakan batang kaca L yang telah di
bakar dan didinginkan (steril). Melakukan penyebaran harus menyalakan bunsen untuk
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology
menghindari indospora. Setelah itu inkubasi dalam ruangan (kotak khusus) dengan suhu 25°C
(tidak boleh lebih dari 30°C) selama 24 jam.
Proses perhitungan kelimpahan bakteri Vibrio sp dilakukan setelah mengisolasi Vibrio
sp selama 24 jam atau 1 hari dikarenakan isolasi Vibrio sp membutuhkan waktu 24 jam dan
setelah 24 jam hasil isolasi bakteri Vibrio sp sudah dapat dihitung kelimpahannya yang
dilakukan di laboratorium PT. Caridea Sumbawa AV 11 Lim Shrimp Organization (LSO).
Metode yang digunakan untuk menghitung jumlah koloni Vibrio sp adalah metode hitungan
cawan petri atau disebut Total Plate Count. Metode ini menghitung jumlah koloni Vibrio sp
yang tumbuh pada media biakan yang diisolasi dari air intake tandon dan petak. Pertumbuhan
koloni dicatat dari setiap cawan petri. Dihitung Total Plate Count (TPC) koloni bakteri yang
terdapat pada setiap tingkat pengenceran menggunakan colony counter (Radji, 2011).
Hasil
Parameter Kualitas Air
Hasil pengukuran parameter kualitas air dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1 Data Parameter Kualitas Air
Parameter Kualitas Air
Lokasi Suhu Salinita DO NH4+ NO2- NO3-
Ph
(°C) s (ppt) (ppm) (mg/l) (mg/l) (mg/l)
Intake 30 32 7,8 6,14 0 0 0
Tandon 29 31 7,9 6,28 0 0 0
Petak 28 28 8,1 6,49 0,15 0 5
800
700
sp (CFU/ml)
600 Intake
500 Tandon
306
400 Petak
300
200
100 0
0
Gambar 1 Kelimpahan Bakteri Vibrio sp
600 600
Kelimpahan Bakteri
Kelimpahan Bakteri
Vibrio sp (CFU/ml)
Vibrio sp (CFU/ml)
400 400
f(x) = − 27.91658930752 x
200 200 + 1074.162045079
f(x) = − 0.345276599032 x
+ 230.8430458045 R² = 0.125837893179236
0 0
27 = 1.87589760647366E-06
R² 28 29 30 31 24 26 28 30 32 34 36
Suhu Salinitas
a. b.
600 600
Kelimpahan Bakteri
Kelimpahan Bakteri
Vibrio sp (CFU/ml)
Vibrio sp (CFU/ml)
400 400
200 200
f(x) = 40.3029739352 x − 47.0303071837
f(x) = 44.60191746561 x − 132.4510212589
R² = 0.00256718943992473 R² = 0.00803241088919038
0 0
7.5 7.6 7.7 7.8 7.9 8.0 8.1 8.2 8.3 8.4 5.50 6.00 6.50 7.00 7.50
pH DO
c. d.
Kelimpahan Bakteri
Vibrio sp (CFU/ml)
400 400
f(x) = 234.8484848485 x + 209.0909090909 f(x) = 234.8484848485 x + 209.0909090909
200
R² = 0.0469949630788792 200
R² = 0.0469949630788792
0 0
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7
Amoniak Amoniak
e. f.
Gambar 4. Grafik Hubungan kualitas Air Meliputi; a) Suhu, b) Salinitas, c) pH, d) DO, e)
Amoniak, dan f) Nitrat terhadap Kelimpahan Bakteri Vibrio sp
Pembahasan
Parameter Kualitas Air
Suhu merupakan suatu besaran untuk mengukur tinggi atau rendahnya suatu kondisi
pada suatu benda yang dinyatakan dalam bentuk celcius. Suhu merupakan pengaruh yang
besar dalam sistem metabolisme tubuh organisme perairan dan berpengaruh pada
kelangsungan organisme perairan seperti udang (Susanto, 2008). Suhu di perairan
dipengaruhi oleh suhu udara lingkungannya, intensitas cahaya matahari, sudut datang sinar
matahari, letak geografis, curah hujan, kondisi penaungan, kecepatan arus dan angin,
kedalaman, kekeruhan, penguapan, dan timbunan bahan organik di dasar perairan
(Hadikusumah, 2008). Dilihat dari data hasil pengukuran nilai rata-rata suhu yang diperoleh
yaitu pada intake 28˚C, tandon 29˚C, dan petak 30˚C. Nilai rata-rata suhu di tiga lokasi
tersebut berada dalam nilai optimum untuk untuk budidaya udang vaname. Nilai optimum
suhu untuk budidaya udang vaname yaitu 29-32˚C (SNI, 2009). Menurut Prajitno (2005),
suhu 3035C merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri
Vibrio sp, pada suhu 4C dan 45C bakteri Vibrio sp tidak dapat tumbuh dan pada suhu 55C
akan mati.
Salinitas merupakan kadar dari total ion-ion terlarut yang terdapat di dalam perairan.
Salinitas dinyatakan dalam permil (o/oo) atau part per thousand (ppt) (g/L). salinitas adalah
jumlah kadar garam yang terdapat pada suatu perairan atau berat dalam gram dari semua zat
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology
padat terlarut dalam satu kilogram air laut. Hal ini dikarenakan salinitas air merupakan
gambaran tentang padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi
oksida, semua bromida dan iodida digantikan oleh khlorida, dan semua bahan organik telah
dioksidasi (Effendi, 2003). Dilihat dari data hasil pengukuran nilai rata-rata salinitas yang
diperoleh yaitu pada intake 32 ppt, tandon 31 ppt, dan petak 28 28 ppt. Nilai rata-rata
salinitas di tiga lokasi berada dalam nilai yang optimum untuk budidaya udang vaname. Nilai
optimum salinitas untuk budidaya udang vaname yaitu 29-34 ppt (SNI, 2009). Menurut
Prajitno (2005) pada salinitas 2030 ppt mikroorganisme seperti bakteri Vibrio sp dapat
tumbuh maksimum. Bakteri Vibrio sp menyerang ikan atau udang pada saat kualitas air buruk
(fakultatif) yaitu salinitas 1015 ppt.
pH (derajat keasaman) merupakan logaritma negatif dari kepekatan ion-ion H yang
terlepas didalam suatu perairan, dan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap kondisi
lingkungan dan juga organisme yang ada didalam suatu perairan tersebut. pH digunakan
sebagai pengukur tingkat keadaan baik netral, basa, maupun asam (Atmadjaja et al., 2008).
Peningkatan ion hidrogen akan menyebabkan nilai pH turun dan disebut larutan asam,
sedangkan apabila ion hidrogen berkurang akan menyebabkan nilai pH naik dan dikenal
dengan larutan basa. Jika suatu pH telah berada di atas 8,5 ataupun di bawah 7,5 maka
kondisinya sudah terlalu asam ataupun basa (IUPAC, 2011). Fluktuasi pH air sangat
mengganggu aktivitas udang. PH air juga sangat menentukan berhasil tidaknya pemeliharaan
udang, biasanya pH ini yang paling dulu menimbulkan kematian. Dilihat dari data hasil
pengukuran nilai rata-rata pH yang diperoleh yaitu pada intake 7,8, tandon, 7,9 dan petak 8,1.
Nilai rata-rata pH di tiga lokasi berada dalam nilai yang optimum untuk budidaya udang
vaname. Nilai optimum pH untuk budidaya udang vaname yaitu 7,5-8,5 (SNI, 2009).
Menurut Prajitno (2005), pada kisaran pH optimum antara 7,5-8,5, mikroorganisme seperti
bakteri Vibrio sp dapat tumbuh dengan baik. Bakteri Vibrio tumbuh pada pH 4-9 dan tumbuh
maksimal pada pH 6,5-8,5 atau kondisi alkali dengan pH 9.
Oksigen terlarut (DO) adalah tingkat saturasi udara yang berada di air yang
dinyatakan dalam kadar mg per liter atau per million (ppm). Oksigen terlarut di suatu
perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup dalam air.
Menurut Adiyana et al. (2017), oksigen terlarut dibutuhkan semua jasad hidup untuk
pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi
untuk pertumbuhan dan pembiakan. Di samping itu, oksigen juga dibutuhkan untuk
mengoksidasi bahan-bahan organik dan anorganik dalam proses aerobik. Pada tingkatan
oksigen terlarut rendah, maka akan menyebabkan lebih banyak kematian organisme perairan
seperti udang, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dilihat dari data hasil
pengukuran nilai rata-rata DO yang diperoleh yaitu pada intake 6,14 ppm, tandon 6,28 ppm
dan petak 6,49 ppm. Nilai rata-rata DO di tiga lokasi tersebut berada dalam nilai optimum
untuk budidaya udang vaname. Nilai optimum DO untuk budidaya udang vaname yaitu > 5
ppm (SNI, 2009). Menurut Prajitno (2005), apabila DO di perairan kurang dari 6 ppm,
mikroorganisme seperti bakteri Vibrio sp dapat hidup dengan baik dan menyerang ikan dan
udang. Bakteri Vibrio sp berpendar termasuk bakteri anaerobik fakultatif, yaitu dapat hidup
baik dengan atau tanpa oksigen.
Menurut Nur (2005), amoniak sudah dapat menghambat pertumbuhan hewan hewan
akuatik pada umumnya, sedangkan pada nilai > 0,01 mg/l dapat menghambat pertumbuhan udang
50 %. Selanjutnya pada kadar 1,29 mg/l sudah mengakibatkan kematian pada udang. Dilihat dari
data hasil pengukuran nilai rata-rata amoniak yaitu pada intake dan tandon 0 mg/l dan pada
petak 0,15 mg/l. Nilai amoniak pada petak telah melewati batas optimum untuk budidaya
udang vaname yaitu < 0,01 mg/l (SNI, 2009). Amoniak dengan konsentrasi yang tinggi dapat
bersifat racun dan akan mematikan udang dan menyebabkan timbul suatu penyakit. Menurut
Prajitno, (2005) bahwa pada nilai amoniak > 0,01 mg/l, mikroorganisme seperti bakteri
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology
SIMPULAN (PENUTUP)
Hasil pengkuran kualitas air (suhu salinitas, pH, DO, amoniak, nitrit dan nitrat) pada
intake dan tandon masih dalam keadaan optimal dan sesuai dengan standar baku mutu
kualitas perairan untuk budidaya udang vaname, sedangkan pada petak nilai suhu, salinitas,
pH, DO, dan nitit masih dalam keadaan optimal, namun untuk nilai amoniak 0,15 mg/l dan
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology
nitrat 5 mg/l telah melebihi standar baku mutu kualitas perairan untuk budidaya udang
vaname. Kelimpahan bakteri Vibrio sp yaitu pada intake 306 (3,06 x 102 ) CFU/ml, petak 810
(8,01 x 102) CFU/ml, sedangkan pada tandon tidak terdapat kelimpahan bakteri Vibrio sp.
kelimpahan bakteri Vibrio sp di tiga lokasi tersebut masih dalam batas aman dengan rata-rata
kelimpahan 102 dan batas toleransi bakteri Vibrio sp di perairan yaitu 104 = 10000 CFU/ml.
Hubungan antara kualitas air terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp menunjukkan bahwa
untuk parameter kualitas air meliputi suhu, pH, DO memliki hubungan yang lemah terhadap
kelimpahan bakteri Vibrio sp, sedangkan salinitas, amoniak, nitrat memiliki hubungan yang
sangat lemah terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp, kemudian nitrit tidak memiliki
hubungan terhadap kelimpahan bakteri Vibrio sp.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan untuk melakukan
penelitian lanjutan tentang identifikasi jenis-jenis bakteri Vibrio sp yang terdapat dalam air
tambak sehingga dapat mengetahui cara penanggulangan apabila terjadi penyakit vibriosis
dalam budidaya udang vaname. Selain itu, memperhatikan kondisi benih sebelum melakukan
penebaran, memperhatikan kondisi petak tambak sebelum melakukan pengisian air, serta
pengelolaan kualitas air tambak mulai dari tahap persiapan, penebaran hingga panen,
sehingga dapat meminimalisir adanya bakteri Vibrio sp dalam perairan tambak budidaya
udang vaname.
DAFTAR PUSTAKA
Adiyana, K., Anandasari, R. V., Wahyuni, T. & Thesiana, L. (2017). Kondisi kualitas air dan
respons pertumbuhan pada pemeliharaan postlarva udang vaname litopenaeus vannamei
menggunakan sumber energi surya. Jurnal Kelautan Nasional, 10(3), 163-176.
Alaerst, G dan Sartika, S, 2001, Metode Penelitian Air, Usaha Nasional, Surabaya.
Arafani, Lulu dkk. 2016. Pelacakan Virus bercak putih pada udang Vananname di Lombok
dengan real time PCR. Nusa Tenggara Barat. Jurnal Veteriner. Maret 2016 vol 17 no 1
hal 88-95
Atmadjaja, J., M. Sitanggang. 2008. Panduan Lengkap Budi Daya dan Perawatan Cupang
Hias. Jakarta: Agromedia.
Boer DR, Zafran.2003. Bakteri Vibrio sp sebagai pathogen oportunis bagi udang windu. J
Penel Budidaya Pantai 7(1): 73-76.
Direktorat Jendral Perikanan Budidaya .2003. Makalah Pelatihan Lanjutan Kesehatan Ikan
dan Lingkungan, 23 Oktober 2004 di Bogor.
Effendi, H. (2003). Telaah kualitas air, bagi pengelolaan sumber daya dan lingkungan
perairan. Cetakan Kelima. Yogjakarta: Kanisius.
Holt, J.G., N.R. Kreigh,P.H.A Sneath, J.T. Stanley. S.T. Williams. 2004. Bergey’s manual of
determinative bacteriology ninth edition. Williams K. Hensky (ed) and Wilkins
Baltimore. 787 hal.
Ihsan, B., dan Retnaningrum, E., 2017. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Vibrio sp. Pada
Kerang Kapah (Meretrix meretrix) di Kabupaten Trenggalek. Jurnal Harpodon Borneo.
10 (1) : 23-27.
Irianto, 2005. Patologi Ikan Telestoi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Jumani.
2008. Kajian Tambak Tradisional Di Kota Tarakan. Skripsi Program Studi Budiday
Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Borneo. Tarakan.
Lavilla-Pitogo CR, Baticados MCL, Cruz-Lacierda ER, de la Pena LD. 2001. Occurence of
luminous bacterial disease of Penaeus monodon larvae in the Philippines. Aquaculture
91:1-14.
Raharjo, T., 2016. Hubungan Parameter Kualitas Air dengan Total Bakteri dan Total Vibrio
spp. Pada Tambak Udang Vaname di Kabupaten Purworejo. Skripsi. Universitas Gadjah
Mada
Rukyani A. 2003. Penanggulangan Penyakit Udang Windu. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perikanan.
Singh, B.I. 2001. Studies on the Bacteria Associated with Penaeus indicus in a Culture
System. Ph.D. Thesis. Cochin University of Science and Technology, Cochin, India, 230
pp
Singleton and Sainsbury. 2006. Dictionary of Mikrobiology and Molecular Biology 3rd
Edition.John Wileyand Sons. England. Hal 908.
SNI [Standar Nasional Indonesia]. 2006. SNI 01-7246-2006 : Produksi Udang Vaname
(Litopenaeus vannamei) di Tambak dengan Teknologi Intensif. Badan Standarisasi
Nasional. Jakarta. 4 hal.
Standar Nasional Indonesia, Produksi Benih Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Kelas
Benih Sebar (SNI 7311:2009)
Supito, D. A. Maskar, J., & Damang, S. (2008). Teknik Budidaya Udang Windu Intensif
Dengan Green Water System Melalui Penggunaan Pupuk Nitrat Dan Penambahan
Sumber Karbon. Media Budidaya Air Payau, 7, 38-53.
Indonesian Journal of
Vol. 1 No. 1. 2021: 1-10
Applied Science and Technology