Anda di halaman 1dari 18

TUGAS AKHIR

PENYAKIT PARASITER IKAN

Patogenesis Parasit Anisakis sp. pada Ikan Kakap (Lutjanus sp.)

NAMA : AMIRUL MUSTOFA

NIM : 141911133057

KELAS : C- AKUAKULTUR

FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2021
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 2
1.3 Tujuan ............................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .......................................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
2.1 Anisakis sp. ................................................................................................... 3
2.1.1 Klasifikasi ............................................................................................... 3
2.1.2 Morfologi ................................................................................................ 3
2.1.3 Siklus Hidup ........................................................................................... 4
2.1.4 Inang dan Predileksi................................................................................ 5
BAB III ................................................................................................................... 6
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 6
3.1 Proses Patogenesis ......................................................................................... 6
3.2 Gejala Klinis .................................................................................................. 6
3.3 Diagnosa dan Pengobatan ............................................................................. 7
3.4 Dampak Kerugian .......................................................................................... 7
BAB IV ................................................................................................................... 9
PENUTUP ............................................................................................................... 9
4.1 Kesimpulan .................................................................................................... 9
4.2 Saran .............................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 10
LAMPIRAN .......................................................................................................... 13

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan kakap (Lutjanus sp.) merupakan salah satu jenis ikan demersal yang
habitatnya pada perairan karang. Ikan kakap memiliki nilai ekonomis serta nilai
gizi yang lengkap (Azkia et al., 2015). Salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi menurunkan produksi dan populasi ikan adalah serangan penyakit
yang dapat menurunkan jumlah produksi ikan secara drastis serta dapat
mengganggu pertumbuhan ikan (Yanuar dan Manoppo, 2017). Serangan penyakit
pada ikan dapat disebabkan oleh adanya interaksi antara organisme patogen
dengan inang (ikan) serta dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan utamanya
yaitu kualitas air (Umasugi et al., 2018).
Penyakit pada ikan dibedakan menjadi dua, yaitu penyakit infeksius dan
non-infeksius. Penyakit infeksius dapat disebabkan oleh parasit. Parasit
merupakan organisme yang hidup dan mengambil makanan dari organisme lain
yang ditumpanginya untuk berkembang biak (Roza, 2018). Parasit merupakan
salah satu kendala yang sering menimbulkan masalah kerugian dalam peningkatan
usaha, pengembangan usaha dan industri perikanan. Parasit juga dapat dijadikan
sebagai salah satu parameter yang merusak kualitas mutu ikan, karena keberadaan
parasit dapat menyebabkan efek mematikan pada populasi inang. Parasit tidak
hanya merugikan industri perikanan, tetapi juga manusia yang mengonsumsinya
(Hartini et al., 2019).
Salah satu jenis parasit yang merugikan adalah parasit jenis nematoda dari
genus Anisakis. Anisakis merupakan cacing endoparasit yang prevalensinya tinggi
pada spesies ikan laut serta dapat menyebabkan penyakit anisakiasis (Hartini et
al., 2019). Ikan kakap yang bersifat karnivora ataupun omnivora mempunyai
kemungkinan terinfestasi cacing endoparasit lebih besar, sehingga dengan adanya
infestasi Anisakis dalam tubuh ikan dapat mengurangi kualitas dan nilai ekonomis
ikan kakap (Ulkhaq et al., 2019).

1
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan pernyataan pada bagian latar belakang, maka dapat


dirumuskan permasalahan sebagai berikut;
1. Bagaimana proses patogenesis parasit Anisakis sp. pada ikan kakap?
2. Apa saja gejala klinis yang teejadi pada ikan yang terinfestasi parasit
Anisakis sp.?
3. Bagaimana cara diagnosa dan pengobatannya?
4. Apa saja dampak atau kerugian yang diakibatkan oleh parasit Anisakis sp.?

1.3 Tujuan

Tujuan dari penulisan ini yaitu;


1. Mengetahui proses patogenesis parasit Anisakis sp. pada ikan kakap?
2. Mengetahui gejala klinis yang teejadi pada ikan yang terinfestasi parasit
Anisakis sp.?
3. Mengetahui cara diagnosa dan pengobatannya?
4. Mengetahui dampak atau kerugian yang diakibatkan oleh parasit Anisakis
sp.?

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dari penulisan ini yaitu memberikan informasi kepada


pembaca tentang patogenesis parasit Anisakis sp. pada ikan kakap.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anisakis sp.

2.1.1 Klasifikasi

Menurut Hartini et al. (2019) klasifikasi parasit Anisakis sp. sebagai


berikut;
Phylum : Nemathelminthes
Class : Nematoda
Ordo : Rhabditida
Family : Anisakidae
Genus : Anisakis
Spesies : Anisakis sp.

2.1.2 Morfologi

Anisakis sp. pada ikan biasanya ditemukan masih dalam stadium ketiga
atau stadium larva dengan ciri morfologi terdapat kutikula yang keras, tiga bibir
(satu dorsal dan dua bilobeal), gigi menonjol untuk melubangi terdapat pada
ventral mulut. Anisakis sp. mempunyai lubang pencernaan yang sederhana
(esophagus, ventriculus, intestine). esophagus relatif panjang dan disertai oleh
jaringan kelenjar, tidak mempunyai apendiks atau sekum. Larva Anisakis sp.
mempunyai panjang 11,2-34,5 mm dan lebar 0,44-0,55 mm. Berbeda dengan
ukuran cacing dewasa jantan yaitu 38-60 mm dan untuk cacing dewasa betina
yaitu 45-80 mm (Hibur et al., 2016). Rahma et al. (2015) mengemukakan bahwa
morfologi dari larva stadium 3 parasit Anisakis sp. memiliki ciri warna putih, pada
bagian anterior memiliki booring tooth, excretory pore dan pada bagian posterior
terdapat mukron.

3
Gambar 1. Morfologi Anisakis sp. stadium larva. Sumber : Hien et al. (2021).
Keterangan A. Larva utuh; B. Bagian anterior tubuh dengan ventriculus; C.
Bagian anterior dengan booring tooth; D. Bagian posteriordengan mukron.

2.1.3 Siklus Hidup

Anisakis sp. merupakan nematoda laut yang larvanya dapat ditemukan


berkista pada beberapa spesies, baik di rongga perut maupun pada otot yang
berdekatan. Mamalia laut besar dari golongan cetacea dan pinnipeds adalah inang
definitif alami dan parasit Anisakis sp. menjadi mencapai tahap dewasa di saluran
pencernaannya. Kemudian telur yang tidak berembrio dilepaskan bersama dengan
feses inang ke perairan. Kemudian telur mulai berembrio di perairan dan larva
matang dalam fase enkapsulasi (stadium 1-2), sampai mereka mulai berenang
bebas pada stadium 3 yang dapat menginfestasi microcrustacea, krustasea, ikan,
dan cephalopoda yang bertindak sebagai inang perantara. Sedangkan ikan (teleost)
dan cephalopoda (khususnya cumi-cumi) adalah inang paratenik, yang dapat
menularkan larva melalui predasi antara ikan dan cumi-cumi, dan jika mereka
(teleost dan cephalopoda) dimakan oleh inang definitif, maka Anisakis sp. akan
matang menjadi stadium 4dan fase dewasa. Jika tertelan oleh manusia yang
memakan ikan yang terinfestasi parasit Anisakis sp., larva hanya akan
berkembang sejauh tahap stadium 4 (Una-Gorospe et al., 2018).

4
Gambar 2. Siklus hidup Anisakis sp. Sumber : Una-Gorospe et al. (2018).

2.1.4 Inang dan Predileksi

Umumnya Anisakis sp. menginfestasi ikan-ikan laut dan cephalopoda


sebagai inang antara, sedangkan inang definitif dari parasit ini yaitu pada mamalia
laut. Parasit ini juga bersifat zoonosis yang berarti dapat mengifeksi manusia
sebagai inang definitifnya. Parasit ini biasanya ditemukan pada saluran
pencernaan serta sebagian ada yang berada pada otot inangnya (Soewarlan et al.,
2020).

5
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Proses Patogenesis

Proses patogenesis oleh Anisakis sp. dimulai dari inang definitifnya,


dimana Anisakis sp. larva stadium empat dan cacing dewasa sering ditemukan
membentuk kelompok cacing di dalam satu lesi pada mukosa dan submukosa
lambung. Kemudian telur Anisakis sp. dilepaskan bersama feses inang ke
lingkungan laut tempat mereka menetas dan berkembang hingga menjadi larva
stadium ketiga yang dapat berenang bebas sehingga dapat tertelan oleh krustasea
planktonik atau semiplanktonik (terutama Euphausiacea dan copepoda) sebagai
inang antara (Gregori et al.,2015). Dalam rantai makanan laut, krustasea yang
terinfeksi dapat dimakan oleh ikan seperti ikan trout, salmon, kakap, dan ikan
lainnya serta cephalopoda yang dengan demikian menjadi inang antara atau
paratenik kedua, yang, kemudian dapat dimangsa oleh ikan lainnya atau mamalia
laut seperti ikan paus sebagai inang definitifnya untuk menyelesaikan siklus
hidupnya menjadi cacing dewasa. Manusia secara tidak sengaja terinfeksi dengan
Anisakis sp. melalui konsumsi ikan mentah atau ikan yang dimasak sebentar dan
produk perikanan yang mengandung larva Anisakis sp.. Namun, manusia bukan
bagian dari siklus hidup alaminya, dan parasit tidak dapat berkembang lebih lanjut
dan akhirnya mati (Bao et al., 2019).

3.2 Gejala Klinis

Gejala klinis yang ditimbulkan oleh parasit Anisakis sp. pada ikan yang
terserang tidak terlalu nampak sehingga masih sulit untuk teridentifikasi gejala
klinisnya, untuk mengetahui ikan terserang parasit Anisakis sp. hal yang dilakukan
adalah melakukan pengamatan sampel acak dan dilakukan pembedahan untuk
mengamati parasit pada saluran pencernaan ikan yang merupakan predileksi
utama parasit tersebut (Hibur et al., 2016). Apabila parasit Anisakis sp.
menginfeksi manusia maka dapat menyebabkan penyakit Anisakiasis dengan
gejala seperti gangguan pada saluran pencernaan, dengan rasa nyeri di bagian

6
perut, mencret, dan kadang-kadang disertai dengan muntah, reaksi alergi,
urtikaria, anafilaksis, sampai gastroenteritis (Buzo-Dominguez et al., 2021).
Menurut Roper dan Jereb (2010) larva Anisakis sp. berbahaya dan dapat
mematikan bagi manusia, namun resiko infeksi dapat diminamilisir dengan
memasak ikan dengan benar atau menggoreng ikan didalam minyak.

3.3 Diagnosa dan Pengobatan

Menurut Food and Drug Administration (2012) Dalam kasus anisakiasis,


penyakit ini dapat didiagnosis dengan pemeriksaan morfologi nematoda. Gejala
anisakiasis invasif dapat salah didiagnosis sebagai radang usus buntu, penyakit
Crohn,tukak lambung, kanker gastrointestinal, dan penyakit gastrointestinal
lainnya. Perangkat serat optik endoskopik, lebih sering digunakan untuk
mendiagnosis dan menghilangkan cacing secara visual yang menempel di
lambung dan usus halus. Dalam kasus yang parah yang tidak dapat didiagnosis
dan diobati endoskopi, operasi perut dapat dilakukan.Tes diagnostik untuk
antibodi dalam serum darah manusia telah dikembangkan, namun antibodi
memungkin terjadinya beberapa tes yang bereaksi silang dengan parasit lain.
Untuk pengobatan dan perawatan dapat dilakukan dengan penggunaan steroid,
antibiotik, dan larutan glukosa isotonik. Penggunaan obat cacing umumnya tidak
dianggap tepat, tetapi telah digunakan dengan beberapa keberhasilan, cacing akan
mati dan lewat secara alami, tetapi pengangkatan endoskopi dianggap sebagai
pengobatan terbaik untuk rasa sakit yang parah.

3.4 Dampak Kerugian

Dampak atau kerugian yang diakibatkan oleh parasit Anisakis sp. pada
ikan yang terinfeksi yaitu terhambatnya laju pertumbuhan akibat adanya
persaingan konsumsi nutrisi dengan parasit. Ikan yang terserang parasit pada
umumnya dapat menurunkan nilai ekonomis dari ikan tersebut (Hartini et al.,
2019). Sedangkan pada manusia parasit ini dapaat menyebabkan terjadinya
penyakit anisakiasis yang dapat membahayakan nyawa manusia (Buzo-
Dominguez et al., 2021). Dampak lainnya dapat terjadi pada aspek sosial ekonomi
dimana kehadiran larva Anisakis sp.ini dapat membahayakan kualitas dan
keamanan produk perikanan, yang menyebabkan terjadinya kekhawatiran

7
konsumen sehingga dapat menurunkan penjualan produk perikanan tersebut (Bao
et al., 2019).

8
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dapat disimpulkan bahwa patogenesis Anisakis sp. pada ikan hanya


sebagai inang antara atau inang paratenik. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh
parasit Anisakis sp. pada ikan yang terserang tidak terlalu nampak sehingga masih
sulit untuk teridentifikasi gejala klinisnya. Sedangkan pada manusia menyebabkan
penyakit anisakiasis dengan gejala seperti gangguan pada saluran pencernaan
sampai gastroenteritis. Diagnosis penyakit ini dapat dilakukan dengan
pemeriksaan morfologi nematoda. Untuk pengobatan dan perawatan dapat
dilakukan dengan penggunaan steroid, antibiotik, dan larutan glukosa isotonik,
serta obat cacing. Dampak atau kerugian yang diakibatkan oleh parasit Anisakis
sp. pada ikan yang terinfeksi yaitu terhambatnya laju pertumbuhan. Sedangkan
pada manusia parasit ini dapaat menyebabkan terjadinya penyakit anisakiasis.
Dampak lainnya dapat terjadi pada aspek sosial ekonomi yang dapat menurunkan
penjualan produk perikanan.

4.2 Saran

Dari kesimpulan dapat disarankan untuk malkukan identifikasi gejala


klinis pada ikan yang terinfeksi parasit Anisakis sp. dan juga disarankan agar
mengolah kembali atau memasak kembali dengan benar produk olahan perikanan
agaar mengurangi resiko penularan parasit kepada manusia melalui makanan
produk perikanan.

9
DAFTAR PUSTAKA

Azkia, L. I., Fitri, A. D. P., and Triarso, I. 2015. Analysis of Catch Per Unit Effort
and Fishing Season Pattern of Red Snapper Resources Landed in
Brondong Archipelagic Fishing Port, Lamongan, East Java. Journal of
Fisheries Resources Utilization Management and Technology, 4(4) : 1-7.

Bao, M., Pierce, G. J., Strachan, N. J., Pascual, S., González-Muñoz, M., and
Levsen, A. 2019. Human Health, Legislative and Socioeconomic Issues
Caused By The Fish-Borne Zoonotic Parasite Anisakis: Challenges in Risk
Assessment. Trends in Food Science & Technology, 86, 298-310.

Buzo-Domínguez, S., Morales-Yuste, M., Domingo-Hernández, A. M., Benítez,


R., and Adroher, F. J. 2021. Molecular Epidemiology of Anisakis spp. in
Wedge Sole, Dicologlossa cuneata (Moreau, 1881), from Fishmarkets in
Granada (Southern Spain), Caught in Two Adjacent NE and CE Atlantic
Areas. Pathogens, 10(10) : 1302.

Food and Drug Administration. 2012. Bad Bug Book, Foodborne Pathogenic
Microorganisms and Natural Toxins. Second Edition. Anisakis simplex and
related worms, U. S. Department of Health and Human Services. pp. 149-
151.

Gregori, M., Roura, Á., Abollo, E., González, Á. F., and Pascual, S. 2015.
Anisakis simplex complex (Nematoda: Anisakidae) in Zooplankton
Communities From Temperate NE Atlantic Waters. Journal of Natural
History, 49(13-14) : 755-773.

Hartini, S., Damriyasa, I. M., dan Suryaningtyas, E. W. 2019. Endoparasit Pada


Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) di Pantai Kelan, Bali; Potensi Bersifat
Zoonosis. Current Trends in Aquatic Science 2(2) : 99-107.

Hibur, O. S., Detha, A. I. R., dan Almet, J. 2016. Tingkat kejadian parasit
Anisakis sp. pada ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) dan ikan Tongkol

10
(Auxis thazard) yang dijual di tempat penjualan ikan Pasir Panjang Kota
Kupang. Jurnal Kajian Veteriner, 4(2) : 40-51.

Hien, V. H., Dung, B. T., Ngo, H. D., and Doanh, P. N. 2021. First Morphological
and Molecular Identification Of Third-Stage Larvae of Anisakis typica
(Nematoda: Anisakidae) From Marine Fishes In Vietnamese Water.
Journal of Nematology, 53(10) : 1-9.

Rahma.Y.A, Gaber.R.A, and Ahmed.A.K. 2015. First Record of Anisakis simplex


Third-Stage Larvae (Nematoda, Anisakidae) in European Hake Merluccius
merluccius lessepsianus in Egyptian Water. Journal of Parasitology
Research. 1(1) : 1-8.

Roper, C.F.E. and Jereb, P. 2010. Family Enoploteuthidae. In P. Jereb and C.F.E.
Roper, eds. Cephalopods of the world. Anannotated and illustrated
catalogue of species known to date. Volume 2. Myopsid and Oegopsid
Squids. FAO Species Catalogue for Fishery Purposes. No. 4, Vol. 2.
Rome, FAO. pp. 183–200.

Roza, D. 2018. Diseases Infection and Control Measurement On Seahorse,


Hippocampus kuda Broodstock In Hatchery. Jurnal Ilmu dan Teknologi
Kelautan Tropis, 10(2) : 353-364.

Soewarlan, L. C., Yahya, Y., and Al Ayubi, A. 2020. Morphological Detection of


Anisakis sp. Found In Auxis Rochei From Surrounding Kupang Bay
Waters, East Nusa Tenggara. Jurnal Techno-Fish, 4(1) :12-21.

Ulkhaq, M. F., Budi, D. S., Kenconojati, H., dan Azha, M. H. 2019. Insidensi dan
Derajat Infeksi Anisakiasis pada Ikan Hasil Tangkapan di Pelabuhan
Perikanan Pantai Muncar, Banyuwangi, Jawa Timur. Jurnal Veteriner,
20(1) : 101-108.

Umasugi, A., Tumbol, R. A., Kreckhoff, R. L., Manoppo, H., Pangemanan, N. P.,
and Ginting, E. L. 2018. The Use of Probiotic Bacteria To Prevent
Streptococcus agalactiae Infection on Nile tilapia, Oreochromis niloticus.
Journal Budidaya Perairan, 6(2) : 39-44.

11
Uña-Gorospe, M., Herrera-Mozo, I., Canals, M. L., Martí-Amengual, G., and
Sanz-Gallen, P. 2018. Occupational Disease Due To Anisakis simplex In
Fish Handlers. International Maritime Health, 69(4) : 264-269.

Yanuar AP, dan Manoppo H. 2017. Respon Kebal Nonspesifik Ikan Mas Yang
Diberi Imunostimulant Ragi Roti Secara Oral. Jurnal Perairan, 5(2) : 1-7.

12
LAMPIRAN

13
14
15
16

Anda mungkin juga menyukai