Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hasil Penelitian Terdahulu


Dalam penelitian yang telah dilakukan oleh Mahaguna et al. (2004)
yang membandingkan kualitas dari sediaan racikan suppositoria
progesteron vaginal dengan formulasi yang disetujui FDA. Hanya satu dari
sepuluh produk sediaan racikan farmasi yang memenuhi spesifikasi
potensi berlabel. Ada juga perbedaan pH yang besar dalam supositoria,
dan satu produk sediaan racikan dari terkontaminasi mikrobiologi.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Naveed et al. (2014) di
Rumah Sakit Umum di Daman menunjukkan bahwa semua sampel yang
diuji terkontaminasi secara mikrobiologis. Kontaminasi bakteri terutama
berasal dari Bacillus, sedangkan kontaminan jamur berasal dari Candida.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mugoyela dan Kennedy
(2010) menunjukkan bahwa 50% dari semua produk nonsteril (tablet,
sirup, dan kapsul) di Rumah Sakit Amana Municipal di Dar es Salaam,
Tanzania, yang diuji sangat terkontaminasi, dan kontaminan utama terdiri
dari spesies Klebsiella, Bacillus, dan Candida.

B. Tinjauan Pustaka
1. Bakteri
Bakteri adalah kelompok organisme yang tidak memiliki
membran inti sel dan berukuran sangat kecil (mikroskopik), serta
memiliki peran besar dalam kehidupan di bumi. Beberapa kelompok
bakteri dapat memberikan manfaat maupun sumber penyakit
(Madigan, 2009).
Bakteri Gram-positif maupun Gram-negatif memiliki suatu
membran plasma yang dibentuk oleh lapisan lemak dua lapis (lipid
bilayer) bersama dengan protein. Pada keduanya, komponen struktural
utama dari dinding sel adalah kerangka tiga dimensi dari polisakarida

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


N-asetilglukosamin, asam Nasetilmuramat, dan asam amino yang
dinamakan peptidoglikan (Hart dan Shears, 2004).
Bakteri Gram-positif, hampir seluruh dinding selnya terdiri
dari dua lapisan peptidoglikan dengan polimer-polimer asam teikoat
yang melekat padanya. Bakteri Gram-negatif memiliki dinding sel
yang lebih kompleks. Lapisan peptidoglikannya lebih tipis
dibandingkan bakteri Gram-positif dan dikelilingi oleh suatu membran
luar yang terdiri dari lipopolisakarida dan lipoprotein. Komponen
lipopolisakarida dari dinding sel Gram-negatif merupakan molekul
endotoksin yang memberikan sumbangan pada patogenesis bakteri
(Hart dan Shears, 2004).
a. Escherichia coli
Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak
ditemukan di dalam usus besar manusia sebagai flora normal.
Sifatnya unik karena dapat menyebabkan infeksi primer pada usus
misalnya diare pada anak dan travelers diarrhea (Syahrurachman
et al., 1993).
Pencemaran Escherichia coli biasa terjadi di air dan
makanan (Romanda et al., 2016). Bakteri Escherichia coli dapat
menyebabkan beberapa penyakit diantaranya adalah (Jawetz, et
al., 2012):
1) Infeksi saluran kemih
Escherichia coli merupakan bakteri yang paling umum
menyebabkan infeksi saluran kemih dan menjadi penyebab
sekitar 90% infeksi pertama saluran kemih pada perempuan
muda. Adapun gejala dan tandanya adalah seing berkemih,
dysuria, hematuria, dan piuria.
2) Diare
Escherichia coli dapat menyebabkan diare dan kasus ini
sudah banyak ditemukan di seluruh dunia. Sifat perlekatan
pada sel epitel usus besar atau usus halus disandi oleh gen

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


pada plasmid. Toksin seringkali diperantarai oleh plasmid
atau fag.
3) Sepsis
Jika pertahanan normal pada pejamu tidak adekuat,
Escherichia coli dapat masuk ke aliran darah dan
menyebabkan sepsis. Neonatus mungkin sangat rentan
terhadap sepsis Escherichia coli karena tidak mempunyai
antibodi Imunoglobulin M (IgM). Sepsis dapat menjadi
sekunder akibat infeksi saluran kemih.
4) Meningitis
Escherichia coli dan streptokokus grup B merupakan
penyebab utama terjadinya meningitis pada janin. Sekitar
75% Escherichia coli penyebab meningitis memiliki antigen
K1. Antigen tersebut bereaksi-silang dengan polisakarida
kapsuler grup B N. meningitides. Mekanisme virulensi yang
berkaitan dengan antigen K1 belum dipahami.
b. Salmonella sp.
Salmonella adalah bakteri batang motil yang memiliki ciri
khas memfermentasi glukosa dan manosa tanpa menghasilkan
gas, tetapi tidak memfermentasi laktosa atau sukrosa. Sebagian
besar dari Salmonella dapat menghasilkan H2S. Bakteri dari
golongan Salmonella bersifat patogenik terhadap manusia atau
hewan jika bakteri tertelan (Jawetz et al., 2012). Salmonella sp.
adalah bakteri batang gram negatif dari golongan Salmonella
yang dapat menyebabkan demam tifoid. Salmonella sp.
merupakan salah satu penyebab infeksi tersering di daerah tropis,
khususnya di tempat-tempat dengan higiene yang buruk (Brook,
2001).

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


Penyakit klinis yang disebabkan oleh Salmonella (Jawetz,
et al., 2012):
Tabel 2.1. Penyakit Klinis yang disebabkan oleh Salmonella
Demam enteric Septikemia Enterokolitis
Periode 7-20 hari Bervariasi 8-48 jam
inkubasi
Awitan Lambat Mendadak Mendadak
Demam Meningkat secara Meningkat Biasanya rendah
bertahap, dengan cepat,
kemudian plato kemudian
tinggi, dengan meningkat tajam
keadaan “tifoidal” mencapai suhu
“septik”
Durasi Beberapa minggu Bervariasi 2-5 hari
penyakit
Gejala Sering konstipasi Sering tidak ada Mual, muntah,
gastrointesti pada awalnya, diare sejak awal
nal kemudian diare
berdarah
Kultur darah Positif dalam Positif saat Negatif
minggu pertama demam tinggi
hingga kedua
penyakit
Kultur feses Positif sejak Jarang positif Positif segera
minggu kedua; setelah awitan
negatif
sebelumnya
Sumber: Jawetz, et al., 2012
c. Pseudomonas aeruginosa
Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri berbentuk
batang dan motil, berukuran sekitar 0.6 x 2 μm. Bakteri ini
bersifat gram-negatif dan terlihat dalam bentuk tunggal,
berpasangan, dan kadang-kadang berupa rantai pendek (Jawetz, et
al., 2012).
Pseudomonas aeruginosa membentuk koloni yang bundar
dan licin dengan warna kehijauan yang berfluorosensi.

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


Pseudomonas aeruginosa sering menghasilkan pigmen kebiruan
yang tidak berfluorosensi, piosianin yang berdifusi ke dalam agar.
Banyak galur Pseudomonas aeruginosa juga menghasilkan
pigmen berfluorosensi, pioverdin yang memberikan warna
kehijauan pada agar. Beberapa galur menghasilkan pigmen merah
gelap, piorubin, atau pigmen hitam, piomelanin (Jawetz, et al.,
2012).
Pseudomonas aeruginosa tumbuh baik pada suhu 37-42°C.
Kemampuannya untuk tumbuh pada suhu 42°C membantu
membedakannya dari spesies Pseudomonas lain dari grup
fluoresens. Identifikasi dari Pseudomonas aeruginosa biasanya
didasarkan pada morfologi koloni, kepositifan oksidase, adanya
pigmen khas, dan pertumbuhan pada suhu 42°C (Jawetz, et al.,
2012).
Pseudomonas aeruginosa menjadi patogenik hanya jika
mencapai daerah yang tidak memiliki pertahanan normal,
misalnya membran mukosa dan kulit yang terluka oleh cedera
jaringan langsung, saat penggunaan kateter urin atau intravena,
atau jika terdapat neutropenia, seperti pada kemoterapi kanker.
Bakteri melekat dan membentuk koloni pada membrane mukosa
atau kulit, menginvasi secara lokal, dan menyebabkan penyakit
sistemik. Pseudomonas aeruginosa menyebabkan infeksi pada
luka dan luka bakar yang menimbulkan pus hijau kebiruan. Jika
bakteri masuk melalui pungsi lumbal maka dapat menyebabkan
meningitis, dan jika bakteri masuk melalu kateter dan peralatan
atau larutan irigasi maka dapat menyebabkan infeksi saluran
kemih. Jika bakteri mencapai saluran napas, khususnya dari alat
bantu napas yang terkontaminasi, maka dapat menyebabkan
pneumonia nekrotikans (Jawetz, et al., 2012).
d. Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif
berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2 μm, tersusun dalam

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,
fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak.
Bakteri ini tumbuh pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk
pigmen paling baik pada suhu kamar (20-25 ºC). Koloni pada
perbenihan padat berwarna abu-abu sampai kuning keemasan,
berbentuk bundar, halus, menonjol, dan berkilau. Lebih dari 90%
isolat klinik menghasilkan Staphylococcus aureus yang
mempunyai kapsul polisakarida atau selaput tipis yang berperan
dalam virulensi bakteri. Berbagai derajat hemolisis disebabkan
oleh Staphylococcus aureus dan kadang-kadang oleh spesies
stafilokokus lainnya. (Jawetz et al., 2008).
Staphylococcus aureus merupakan patogen utama untuk
manusia. Hampir setiap orang akan mengalami beberapa jenis
infeksi Staphylococcus aureus sepanjang hidupnya, dengan
tingkat keparahan dari keracunan makanan atau infeksi kulit
minor hingga infeksi berat yang mengancam jiwa (Jawetz, et al.,
2012).
e. Candida albicans
Candida albicans adalah suatu jamur uniseluler yang
merupakan flora normal rongga mulut, usus besar dan vagina.
Dalam kondisi tertentu, Candida albicans dapat tumbuh berlebih
dan melakukan invasi sehingga menyebabkan penyakit sistemik
progresif pada penderita yang lemah atau kekebalannya tertekan
(Jawetz et al., 1996; Pratiwi, 2008). Candida albicans dapat
menyebabkan keputihan, sariawan, infeksi kulit, infeksi kuku,
infeksi paru-paru dan organ lain serta kandiasis mukokutan
menahun (Jawetz et al., 1996; Tortora, 2004).
2. Suspensi
Menurut Priyambodo (2007), berdasarkan bentuk sediaannya,
obat dapat digolongkan menjadi tiga macam, yaitu bentuk sediaan
padat atau solid, bentuk sediaan semipadat atau semisolid, dan bentuk
sediaan cair atau liquid. Contoh dari bentuk sediaan padat atau solid

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


adalah tablet dan kapsul, sedangkan contoh dari bentuk sediaan
semipadat atau semisolid adalah salep, krim, jel, dan pasta. Contoh
dari bentuk sediaan cair atau liquid adalah larutan, suspensi, dan
emulsi.
Suspensi adalah sediaan yang mengandung bahan obat padat
dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi dalam cairan pembawa.
Zat yang terdispersi harus halus dan tidak larut, terdispersi dalam
cairan pembawa. Zat yang terdispersi harus halus dan tidak boleh
cepat mengendap. Jika dikocok perlahan-lahan, endapan harus segera
terdispersi kembali. Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin
stabilitas suspensi. Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar
sediaan mudah dikocok dan dituang (Departemen Kesehatan RI,
1979).
Ada beberapa alasan dari pembuatan suspensi oral. Salah
satunya adalah karena obat-obat tertentu tidak stabil secara kimia bila
ada dalam sediaan larutan tetapi stabil dalam sediaan suspensi. Untuk
banyak pasien, bentuk sediaan cairan lebih disukai daripada bentuk
sediaan padat (tablet atau kapsul dari obat yang sama), karena
mudahnya menelan cairan dan keluwesan dalam pemberian dosis,
aman, mudah diberikan untuk anak-anak, juga mudah diatur
penyesuaiannya untuk anak (Ansel et al., 1995).
Kerugian dari obat tertentu yang mempunyai rasa tidak enak
bila diberikan dalam bentuk larutan akan tidak terasa bila diberikan
sebagai partikel yang tidak larut dalam suspensi. Untuk obat-obat
yang tidak enak rasanya telah dikembangkan bentuk-bentuk kimia
khusus menjadi bentuk yang tidak larut dalam pemberian yang
diinginkan sehingga didapatkan sediaan cair yang rasanya enak.
Pembuatan bentuk-bentuk yang tidak larut untuk digunakan dalam
suspensi mengurangi kesulitan ahli farmasi untuk menutupi rasa obat
yang tidak enak dari suatu obat (Ansel et al., 1995).
Terdapat banyak pertimbangan dalam pengembangan dan
pembuatan suatu suspensi yang baik, disamping khasiat teraupetik

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


stabilitas kimia dari komponen-komponen formulasi, kestabilan
sediaan dan bentuk estetik dari sediaan juga menjadi pertimbangan
(Ansel et al., 1995).
Sifat-sifat yang diinginkan dalam sediaan suspensi adalah:
1) Sediaan suspensi yang dibuat dengan tepat dapat mengendap
secara lambat dan harus rata lagi bila dikocok.
2) Karakteristik suspensi harus sedemikian rupa sehingga ukuran
partikel dari suspensoid tetap tegak konstan untuk waktu
penyimpanan lama.
3) Suspensi harus bisa dituang dari wadah dengan cepat dan
homogen.
(Ansel et al., 1995)

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi


Salah satu masalah yang dihadapi dalam proses pembuatan
suspensi adalah cara memperlambat penimbunan partikel serta
menjaga homogenitas dari partikel tersebut. Cara tersebut
merupakan salah satu tindakan untuk menjaga stabilitas suspensi
(Syamsuni, 2006).
Beberapa faktor yang mempengaruhi stabilitas suspensi
adalah:
1) Ukuran partikel
Ukuran partikel erat hubungannya dengan luas
penampang partikel tersebut serta daya tekan keatas dari
cairan suspensi itu. Hubungan antara ukuran partikel
merupakan perbandingan terbalik dengan luas
penampangnya. Sedangkan antara luas penampang dengan
daya tekan keatas merupakan hubungan linier. Artinya
semakin besar ukuran partikel ukuran partikel semakin kecil
luas penampangnya (dalam volume yang sama). Sedangkan
semakin besar luas penampang partikel daya tekan keatas
cairan akan semakin memperlambat gerakan tersebut dapat

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel (Syamsuni,
2006).
2) Kekentalan (viskositas)
Kekentalan suatu cairan mempengaruhi pula
kecepatan aliran dari cairan tersebut, makin kental susu caira
kecepatan alirannya makin turun (kecil). Kecepatan aliran
dari cairan tersebut akan mempengaruhi pula gerakan
turunnya partikel yang terdapat didalamnya. Dengan
demikian dengan menambah viskositas cairan, gerakan turun
dari partikel yang kekentalan suspensi tidak boleh terlalu
tinggi agar sediaan mudah dikocok dan dituang. Hal ini dapat
dibuktikan dengan hukum “STOKES” (Syamsuni, 2006).

d2 (ρ – ρ0) g
V=
ƞ
Keterangan: V = kecepatan aliran.
d = diameter dari partikel
ρ = berat jenis dari partikel
ρ0 = berat jenis cairan
g = gravitasi
ƞ = viskositas cairan
3) Jumlah partikel (konsentrasi)
Apabila didalam suatu ruangan berisi partikel dalam
jumlah besar, maka partikel tersebut akan susah melakukan
gerakkan yang bebas karena sering terjadi benturan antara
partikel tersebut. Benturan itu akan menyebabkan
terbentuknya endapan dari zat tersebut, oleh karena itu makin
besar konsentrasi partikel, makin besar terjadinya endapan
partikel dalam waktu yang singkat (Syamsuni, 2006).
4) Sifat atau muatan partikel
Dalam suatu suspensi kemungkinan besar terdiri dari
beberapa macam campuran bahan yang sifatnya tidak selalu

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


sama. Dengan demikian ada kemungkinan terjadi interaksi
antar bahan tersebut yang menghasilkan bahan yang sukar
larut dalam cairan tersebut. Karena sifat bahan tersebut sudah
mempengaruhi sifat alam. Maka kita tidak dapat
mempengaruhinya (Syamsuni, 2006).
Stabilitas fisik suspensi farmasi didefinisikan sebagai
kondisi suspensi dimana partikel tidak mengalami agregasi
dan tetap terdistribusi merata. Bila partikel mengendap
mereka akan mudah tersuspensi kembali dengan pengocokan
yang ringan. Partikel yang mengendap ada kemungkinan
dapat saling melekat oleh suatu kekuatan untuk membentuk
agregat dan selanjutnya membentuk cimpacted cake dan
peristiwa ini disebut caking (Syamsuni, 2006).
Kalau dilihat dari faktor-faktor tersebut diatas, faktor
konsetrasi dan sifat dari partikel merupakan faktor yang tetap,
artinya tidak dapat diubah lagi karena konsentrasi merupakan
jumlah obat yang tertulis dalamresep dan sifat partikel
merupakan sifat alam. Yang dapat diubah atau disesuaikan
adalah ukuran partikel dan viskositas (Syamsuni, 2006).
Ukuran partikel dapat diperkecil dengan
menggunakan pertolongan mixer, homogeniser colloid mill
dan mortir. Sedangkan viskositas fase eksternal dapat
dinaikkan denan penambahan zat pengental atau sering
disebut sebagai suspending agent (bahan pensuspensi),
umumnya bersifat mudah berkembang dalam air
(hidrokoloid) (Syamsuni, 2006).
b. Syarat-syarat suspensi
Menurut Farmakope Edisi III Halaman 32:
1) Suspensi terdispersi harus halus dan tidak boleh mengendap.
2) Jika dikocok harus segera terdispersi kembali.
3) Dapat mengandung zat tambahan untuk menjamin stabilitas.

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


4) Kekentalan suspensi tidak boleh terlalu tinggi agar mudah
dikocok dan di tuang.
(Departemen Kesehatan RI, 1979)
Menurut Farmakope Edisi IV Halaman 18:
1) Suspensi tidak boleh diinjeksikan secara intra vena dan intra
rectal
2) Suspensi yang dinyatakan untuk digunakan dengan cara
tertentu harus mengandung zat anti mikroba.
3) Suspensi harus dikocok sebelum digunakan.
4) Suspensi harus disimpan dalam wadah tertutup rapat.
(Departemen Kesehatan RI, 1995)
c. Sistem Pembentukan Suspensi
1) Sistem deflokulasi
a. Partikel suspensi dalam keadaan terpisah satu dengan
yang lainnya.
b. Sedimentasi yang terjadi lambat, masing-masing partikel
mengendap secara terpisah dan ukuran partikel adalah
minimal (paling kecil).
c. Sedimen terbentuk lambat.
d. Diakhir sedimen akan membentuk cake yang keras dan
sukar terdispersi kembali
e. Wujud suspensi bagus karena zat tersuspensi dalam
waktu yang relative lama. Terlihat bahwa ada endapan
dan cairan atas yang berkabut.
(Syamsuni, 2006)
2) Sistem Flokulasi
a. Partikel merupakan agregat yang bebas.
b. Sedimentasi terjadi begitu cepat.
c. Sedimen terbentuk cepat.
d. Sedimen tidak membentuk cake yang keras dan padat
dan mudah terdispersi kembali seperti semula.

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


e. Wujud dari suspensi kurang bagus karena sedimentasi
terjadi cepat dan diatasnya terjadi daerah cairan yang
jernih dan nyata.
(Syamsuni, 2006)
Suspending agent digunakan untuk meningkatkan viskositas
dan memperlambat proses pengendapan. Pembuat formulasi harus
memilih suspending agent secara tunggal atau kombinasi dan pada
konsentrasi yang tepat. Faktor yang mempengaruhi pemilihan
suspending agent diantaranya yaitu: kesesuaian secara kimia dengan
bahan yang lain, khususnya obat, pengaruh pH obat, penampilan, dan
harga (Nash, 1996).
3. Puskesmas
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat yang
selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan
upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Kementerian
Kesehatan RI, 2014).
Prinsip penyelenggaraan Puskesmas meliputi (Kementerian
Kesehatan RI, 2014):
a. Paradigma sehat
Puskesmas mendorong seluruh pemangku kepentingan
untuk berkomitmen dalam upaya mencegah dan mengurangi
resiko kesehatan yang dihadapi individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
b. Pertanggungjawaban wilayah
Puskesmas menggerakkan dan bertanggung jawab terhadap
pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya.

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


c. Kemandirian masyarakat
Puskesmas mendorong kemandirian hidup sehat bagi
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
d. Pemerataan
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang
dapat diakses dan terjangkau oleh seluruh masyarakat di wilayah
kerjanya secara adil tanpa membedakan status sosial, ekonomi,
agama, budaya dan kepercayaan.
e. Teknologi tepat guna
Puskesmas menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan
dengan memanfaatkan teknologi tepat guna yang sesuai dengan
kebutuhan pelayanan, mudah dimanfaatkan dan tidak berdampak
buruk bagi lingkungan.
f. Keterpaduan dan kesinambungan
Puskesmas mengintegrasikan dan mengoordinasikan
penyelenggaraan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan
Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) lintas program dan lintas
sektor serta melaksanakan Sistem Rujukan yang didukung dengan
manajemen Puskesmas.
Puskesmas harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Puskesmas harus didirikan pada setiap kecamatan.
b. Dalam kondisi tertentu, pada 1 (satu) kecamatan dapat didirikan
lebih dari 1 (satu) Puskesmas.
c. Kondisi tertentu tersebut ditetapkan berdasarkan pertimbangan
kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan aksesibilitas.
d. Pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, peralatan kesehatan, ketenagaan,
kefarmasian dan laboratorium.
(Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Lokasi pendirian Puskesmas harus memenuhi persyaratan:
a. Geografis.
b. Aksesibilitas untuk jalur transportasi.

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


c. Kontur tanah.
d. Fasilitas parker.
e. Fasilitas keamanan.
f. Ketersediaan utilitas publik.
g. Pengelolaan kesehatan lingkungan
h. Kondisi lainnya.
(Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Bangunan Puskesmas harus memenuhi persyaratan yang
meliputi:
a. Persyaratan administratif, persyaratan keselamatan dan kesehatan
kerja, serta persyaratan teknis bangunan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. Bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan lain.
c. Menyediakan fungsi, keamanan, kenyamanan, perlindungan
keselamatan dan kesehatan serta kemudahan dalam memberi
pelayanan bagi semua orang termasuk yang berkebutuhan khusus,
anak-anak dan lanjut usia.
(Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Puskesmas harus memiliki prasarana yang berfungsi paling
sedikit terdiri atas sistem penghawaan (ventilasi), sistem pencahayaan,
sistem sanitasi, sistem kelistrikan, sistem komunikasi, sistem gas
medik, sistem proteksi petir, sistem proteksi kebakaran, sistem
pengendalian kebisingan, sistem transportasi vertikal untuk bangunan
lebih dari 1 (satu) lantai, kendaraan Puskesmas keliling dan kendaraan
ambulans (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Sumber daya manusia Puskesmas terdiri atas Tenaga
Kesehatan dan tenaga nonkesehatan. Jenis dan jumlah Tenaga
Kesehatan dan tenaga nonkesehatan dihitung berdasarkan analisis
beban kerja, dengan mempertimbangkan jumlah pelayanan yang
diselenggarakan, jumlah penduduk dan persebarannya, karakteristik
wilayah kerja, luas wilayah kerja, ketersediaan fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama lainnya di wilayah kerja, dan pembagian

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


waktu kerja. Jenis tenaga kesehatan paling sedikit terdiri atas dokter
atau dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga
kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi
laboratorium medic, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian. Tenaga
nonkesehatan harus dapat mendukung kegiatan ketatausahaan,
administrasi keuangan, sistem informasi, dan kegiatan operasional lain
di Puskesmas (Kementerian Kesehatan RI, 2014).
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu
kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan,
yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan
kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat
penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang
meliputi pelayanan kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan
masyarakat (Kementrian Kesehatan RI, 2016).
Pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu
dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan
masalah Obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan
Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama
yang berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma
baru yang berorientasi pada pasien (patient oriented) dengan filosofi
Pelayanan Kefarmasian (pharmaceutical care) (Kementrian
Kesehatan RI, 2016).
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi 2 (dua)
kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat manajerial berupa pengelolaan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai dan kegiatan
pelayanan farmasi klinik. Kegiatan tersebut harus didukung oleh
sumber daya manusia dan sarana dan prasarana (Kementrian
Kesehatan RI, 2016).

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


a. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian,
yang dimulai dari perencanaan, permintaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan
pelaporan serta pemantauan dan evaluasi. Tujuannya adalah untuk
menjamin kelangsungan ketersediaan dan keterjangkauan Sediaan
Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang efisien, efektif dan
rasional, meningkatkan kompetensi atau kemampuan tenaga
kefarmasian, mewujudkan sistem informasi manajemen, dan
melaksanakan pengendalian mutu pelayanan (Kementrian
Kesehatan RI, 2016).
Kepala Ruang Farmasi di Puskesmas mempunyai tugas dan
tanggung jawab untuk menjamin terlaksananya pengelolaan
Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang baik.
Kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai meliputi (Kementrian Kesehatan RI, 2016):
1) Perencanaan kebutuhan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis
Habis Pakai
2) Permintaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
3) Penerimaan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
4) Penyimpanan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
5) Pendistribusian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis
Pakai
6) Pemusnahan dan penarikan
7) Pengendalian Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai
8) Administrasi
9) Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Sediaan Farmasi dan
Bahan Medis Habis Pakai
Setiap kegiatan pengelolaan Sediaan Farmasi dan Bahan
Medis Habis Pakai, harus dilaksanakan sesuai standar prosedur
operasional. Standar Prosedur Operasional (SPO) ditetapkan oleh

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


Kepala Puskesmas. SPO tersebut diletakkan di tempat yang
mudah dilihat (Kementrian Kesehatan RI, 2016).
b. Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari Pelayanan
Kefarmasian yang langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien berkaitan dengan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan
mutu kehidupan pasien (Kementrian Kesehatan RI, 2016).
Pelayanan farmasi klinik bertujuan untuk (Kementrian
Kesehatan RI, 2016):
1. Meningkatkan mutu dan memperluas cakupan Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas.
2. Memberikan Pelayanan Kefarmasian yang dapat menjamin
efektivitas, keamanan dan efisiensi Obat dan Bahan Medis
Habis Pakai.
3. Meningkatkan kerjasama dengan profesi kesehatan lain dan
kepatuhan pasien yang terkait dalam Pelayanan Kefarmasian.
4. Melaksanakan kebijakan Obat di Puskesmas dalam rangka
meningkatkan penggunaan Obat secara rasional.
Pelayanan farmasi klinik meliputi:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep
Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi
persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan
persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat
jalan.
Persyaratan administrasi meliputi (Kementrian
Kesehatan RI, 2016):
a. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien.
b. Nama, dan paraf dokter.
c. Tanggal resep.
d. Ruangan atau unit asal resep.

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


Persyaratan farmasetik meliputi:
a. Bentuk dan kekuatan sediaan.
b. Dosis dan jumlah Obat.
c. Stabilitas dan ketersediaan.
d. Aturan dan cara penggunaan.
e. Inkompatibilitas (ketidakcampuran Obat).
Persyaratan klinis meliputi:
a. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan Obat.
b. Duplikasi pengobatan.
c. Alergi, interaksi dan efek samping Obat.
d. Kontra indikasi.
e. Efek adiktif.
Kegiatan Penyerahan (Dispensing) dan Pemberian Informasi
Obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap
menyiapkan atau meracik Obat, memberikan label atau etiket,
menyerahan sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai
pendokumentasian (Kementrian Kesehatan RI, 2016).
2. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
3. Konseling
4. Visit Pasien (khusus Puskesmas rawat inap)
5. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
6. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
7. Evaluasi Penggunaan Obat

4. Proses Pembuatan Sediaan Suspensi


a. Metode Dispersi
Metode pembuatan suspensi dengan cara dispersi dilakukan
dengan cara menambahkan serbuk bahan obat ke dalam musilago
yang telah terbentuk, kemudian baru dilakukan pengenceran
(Syamsuni, 2006).

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


b. Metode Presipitasi
Metode pembuatan suspensi dengan cara presipitasi
dilakukan dengan cara serbuk obat yang akan didispersikan
dilarutkan terlebih dahulu kedalam pelarut organik yang akan
dicampur dengan air. Setelah serbuk obat larut kedalam pelarut
organik, dilakukan pengenceran dengan larutan pensuspensi
dalam air sehingga akan terbentuk endapan halus yang tersuspensi
dengan bahan pensuspensi. Pelarut organic tersebut dapat berupa
etanol, propilen glikol, dan polietilen glikol (Syamsuni, 2006).

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018


C. Kerangka Konsep
Sediaan racikan suspensi yang Memungkinkan
berpotensi ditumbuhi bakteri dan terjadinya infeksi atau
jamur patogen penyebab penyakit

Deteksi bakteri patogen dan jamur

Ada Tidak

Memenuhi Tidak
Syarat Memenuhi
Syarat

D. Hipotesis
1. Sediaan racikan suspensi di Puskesmas kabupaten Banyumas
mengandung bakteri patogen (Escherichia coli, Salmonella sp.,
Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus) dan jamur
(Candida albicans) yang dapat membahayakan pasien.
2. Kualitas mikrobiologi bakteri patogen (Escherichia coli, Salmonella
sp., Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus), dan jamur
(Candida albicans) yang terdapat dalam sediaan racikan suspensi di
Puskesmas Kabupaten Banyumas tidak memenuhi syarat
International Pharmacopoeia edisi IV.

Analisis Bakteri Patogen… Sholihatul Ummah, Fakultas Farmasi UMP, 2018

Anda mungkin juga menyukai