Anda di halaman 1dari 5

LAPORAN PENDAHULUAN

THYPOID FEVER
STASE KEPERAWATAN ANAK
DI RUANG MELATI RSUD TUGUREJO SEMARANG

Disusun Oleh:
Uchrizal Febby Millenniantary
20902100162

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2022
MANIFESTASI KLINIS ETIOLOGI: PATOFISIOLOGI:
THYPOID FEVER Demam meningkat perlahan ketika Disebabkanoleh infeksi kuman Salmonella Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi atau
menjelang sore hingga malam hari dan typhos atau Eberthella typhosa yang paratyphi. Bakteri tersebut merupakan bakteri basil gram
akan turun ketika siang hari. Demam merupakan kuman gram negatife, motil dan negatif ananerob fakultatif. Bakteri akan masuk kedalam
semakin tinggi (39 – 40ºC) dan menetap tidak menghasilkan spora. Kuman ini dapat tubuh melalui oral bersama dengan makanan atau minuman
PENGERTIAN:
Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pada minggu kedua. Inkubasi demam hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia yang terkontaminasi. Sebagian bakteri akan dimusnahkan
pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella tifoid sekitar 7-14 hari (dengan rentang 3 maupun suhu yang sedikit lebih rendah, dalam lambung oleh asam lambung. Sebagian bakteri yang
typhi. Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut sampai 60 hari). Gejala demam tifoid serta mati pada suhu 70°C ataupun oleh lolos akan segera menuju ke usus halus tepatnya di ileum dan
usus halus yang disebabkan oleh bakteri umumnya tidak spesifik, diantaranya antiseptik. Sampai saat ini, diketahui bahwa jejunum untuk berkembang biak. Bila sistem imun humoral
Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B adalah: Gejala yang muncul pada kuman ini hanya menyerang manusia. mukosa (IgA) tidak lagi baik dalam merespon, maka bakteri
dan C. Penularan emam tifoid melalui fecal dan penyakit ini (Widodo, 2006) sebagai Salmonella typhosa mempunyai 3 macam akan menginvasi kedalam sel epitel usus halus (terutama sel
oral yang masuk ke dalam tubuh manusia melalui berikut : antigen, yaitu : M) dan ke lamina propia. Di lamina propia bakteri akan
makanan dan minuman yang terkontaminasi 1. Demam 1. Antigen O = Ohne Hauch, antigen difagositosis oleh makrofag. Bakteri yang lolos dapat
(Mustofa et.,al 2020). 2. Sakit kepala somatic (tidak menyebar) berkembang biak didalam makrofag dan masuk ke sirkulasi
3. Mual, muntah 2. Antigen H= Hauch (menyebar),pada darah (bakterimia I). Bakterimia I dianggap sebagai masa
4. Diare flgela dan bersifat termolabil inkubasi yang dapat terjadi selama 7-14 hari Bakteri dapat
KLASIFIKASI: 3. Antigen V1= kapsul, meliputi tubuh menginvasi bagian usus yang bernama plak payer. Setelah
Klasifikasi dari Thypoid adalah : 5. Tidak nafsu makan
6. Lemas kuman, melindungi antigen O terhadap itu, bakteri melakukan translokasi ke dalam folikel limfoid
1. Demam Thypoid akut non komplikasi, Penderita fagositosis (Febriana et.,al 2018). intestin dan aliran limfe mesenterika dan beberapa bakteri
7. Lidah kotor (Febriana et.,al 2018).
dikarakterisasi dengan demam berkepanjangan melewati sistem retikuloendotelial di hati dan limpa. Pada
abnormalisfungsi bowel (konstipasi pada pasien fase ini bakteri juga melewati organ hati dan limpa. Di hati
dewasa dan diare pada anak), sakit kepala, dan limpa, bakteri meninggalkan makrofag yang selanjutnya
malaise, dan anoreksia. Saat periode 17 demam, berkembang biak di sinusoid hati. Setelah dari hati, bakteri
sampai 25% penyakit menunjukkan adanya akan masuk ke sirkulasi darah untuk kedua kalinya
resespot pada dada, abdomen dan punggung. DIAGNOSA KEPERAWATAN FOKUS PENGKAJIAN
KEPERAWATAN: (bakterimia II). Saat bakteremia II, makrofag mengalami
2. Demam Thypoid dengan komplikasi, mungkin (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
1. Identifikasi tumbuh kembang anak hiperaktivasi dan saat makrofag memfagositosis bakteri,
dapat berkembang menjadi komplikasi parah. 1. Hipertermia b.d proses penyakit. maka terjadi pelepasan mediator inflamasi salah satunya
Bergantung pada kualitas pengobatan dan 2. Nyeri akut b.d agen pencedera 2. Keluhan utama terkait kondisi anak
tersenut baik yang disampaikan oleh sitokin. Pelepasan sitokin ini yang menyebabkan munculnya
keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat fisiologis. demam, malaise, myalgia, sakit kepala, dan gejala toksemia.
mengalami komplikasi, mulai dari melena, anak maupun keluarganya
3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan Plak payer dapat mengalami hyperplasia pada minggu
perforasi dan usus. 3. Pemeriksaan fisik
mengabsorbsi nutrisi. 4. Pemeriksaan laboratorium pertama dan dapat terus berlanjut hingga terjadi nekrosis di
3. Keadaan karier (pembawa) Keadaan karier 4. Konstipasi b.d ketidak cukupan minggu kedua. Lama kelamaan dapat timbul ulserasi yang
Thypoid terjadi pada 1-5% pasien, tergantung 5. Pemeriksaan penunnjang lainnya seperti
asupan serat rotgen dll pada akhirnya dapat terbentuk ulkus diminggu ketiga.
umur pasien. KarierThypoid bersifat kronis Terbentuknya ulkus ini dapat menyebabkan perdarahan dan
dalam hal sekresi Salmenella typhi di feses perforasi. Hal ini merupakan salah satu komplikasi yang
(Febriana et.,al 2018). cukup berbahaya dari demam tifoid (Levani et.,al 2020).

PENATALAKSANAAN MEDIS:
PEMERIKSAAN PENUNJANG: PENCEGAHAN:
1. Klien di istirahatkan 7 harisampai 14 hari untuk mencegah komplikasi perdarahan
Menurut Lolon (2018), Air dan makanan yang terkontaminasi S. typhi merupakan penyebab utama
usus.
pemeriksaan penunjang yang dapat demam tifoid. Hal tersebut dapat dicegah dengan pengolahan air minum dan
2. Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya transfusi bila ada
dilakukan pada klien yang limbah rumah tangga dengan baik, menjaga kebersihan makanan dan
komplikasi perdarahan.
mengalami Demam Thypoid adalah minuman, pasterisasi susu, mencuci tangan sebelum makan, merebus air
3. Pasien dengan kesadaran yang menurun posisi tubuh harus diubah ubah pada waktu
sebagai berikut : minum, menghindari makan kerang mentah, dan es yang menggunakan air
waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia, hipostatik dan dekubitus.
1. Pemeriksaan darah tepi yang tidak direbus. Pencegahan demam tifoid lainnya adalah melalui vaksinasi.
4. BAB dan BAK perlu diperhatikan, karena kadang terjadi obstipasi dan retensi urine
2. Pemeriksaan serologi widal Vaksin Ty21a dan Vi merupakan vaksin untuk mencegah demam tifoid yang
5. Diet yang sesuai, cukup kalori dan tinggi protein. Pada penderita yang akut dapat di
3. Uji typhidot aman dan efektif. Vaksin Ty21a merupakan vaksin yang mengandung S. typhi
berikan bubur saring. Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi 4. Pemeriksaan kultur yang dilemahkan dan diberikan secara oral, sedangkan vaksin Vi berupa
tim. Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam selama 7 hari
(Levani et.,al 2020). polisakarida kapsular yang diberikan secara injeksi (Hardianto,2019).
(Levani et.,al 2020).
PATHWAY
THYPOID

Kuman salmonell typhi

Masuk melalui
makanan/minuman, jari
tangan/kuku, muntahan, lalat
dan feses
Masuk ke mulut

Menuju ke saluran
pencernaan

Bakteri
Kuman mati Masuk kedalam lambung Kuman hidup Lolos masuk ke
dari asam dalam usus
lambung halus

Peredaran darah dan


masuk ke retikulo
endothelia terutama
hati dan limfa

Nyeri tekan Hematomegali Inflamasi pada hati Masuk kealiran darah


dan limfa
Endotoksi
Nyeri akut Spenomegali
Mengakibatkan komplikasi seperti
neuropsikiatrik, kardiovaskuler,
Penurunan peristaltik usus Peningkatan asam lambung pernafasan dll

Merangsang melepas sel perogen


Konstipasi Anoreksia, mual dan muntah

Hipertemia Mempengaruhi pusat thermoregulator


Defisit nutrisi di hipotalamus
1. Hipertermia b.d proses penyakit. 2. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis. 3. Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan 4. Konstipasi b.d ketidak cukupan asupan serat
Intervensi: Manajemen Hipertemia Intervensi: Manajemen Nyeri mengabsorbsi nutrisi. Intervensi: Manajemen Konstipasi
Observasi Observasi Intervensi: Manajemen Nutrisi Observasi
 Identifikasi penyebab hipertermia  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, Observasi  Periksa tanda dan gejala konstipasi
 Monitor suhu tubuh frekuensi, kualitas, intensitas dan skala  Identifikasi status nutrisi  Periksa gerakan usus, karakteristik feses
 Monitor kadar elektrolit nyeri  Identifikasi alergi dan intoleransi  Identifikasi faktor resiko konstipasi
 Monitor haluaran urine  Identifikasi respon nyeri non-verbal makanan Terapeutik
 Monitor komplikasi akibat hipertermia  Identifikasi faktor yang memperberat  Identifikasi makanan yang disukai  Anjurkan diet tinggi serat
Terapeutik dan memperingan nyeri  Identifikasi perlunya penggunaaan  Lakukan masase abdomen, jika perlu
 Sediakan lingkungan yang dingin  Identifikasi pengaruh nyeri terhadaap nasogstrik  Lakukan evakuasi feses secara manual, jika
 Longgarkan atau lepaskan pakaian kualitas hidup  Monitor asupan makanan, berat badan perlu
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh Terapeutik dan hasil pemeriksaan laboratorium  Berika enema atau irigasi, jika perlu
 Berikan cairan oral  Berikan teknik nonfarmakologis untuk Terapeutik Edukasi
 Ganti linen setiap hari atau lebih sering mengurangi nyeri  Lakukan oral hygien sebelum makan,jika  Jelaskan etiologi dan alasan tindakan
jika mengalami keringat berlebih  Kontrol lingkungan yang memperberat perlu  Anjurkan peningkatan asupan caran, jika
 Berikan kompres dingin rasa nyeri  Sajikan makanan secara menarik dan tidak ada kontraindikasi
 Hindari pemberian antipiretik atau  Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri suhu yang sesuai  Latih buang air besar secara teratur
aspirin dalam pemilihan strategi meredakan  Berikan makanan tinggi serat untuk  Ajarkan cara mengatasi konstipasi/impaksi
 Berikan oksigen, jika perlu nyeri mencegah konstipasi Kolaborasi
Edukasi Edukasi  Berikan makanan tinggi kalori dan  Konsultasi dengan tim medis tentang
 Anjurkan tirah baring  Jelaskan penyebab, periode dan pemicu protein dan suplemen makanan jika perlu penurunan/peningkatan frekuensi suara
Kolaborasi nyeri dan strategi meredakan nyeri Edukasi usus
 Kolaborasi pemberian cairan dan Kolaborasi  Ajurkan posisi duduk, jika mampu  Kolaborasi penggunaan obat pencahar,jika
elektrolit intravena, jika perlu  Kolaborasi pemberian analgetik Kolaborasi perlu
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan
 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA:

Mustofa, F. L., Rafie, R., & Salsabilla, G. (2020). Karakteristik Pasien Demam Tifoid pada Anak dan Remaja. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada, 12(2), 625–633.
https://doi.org/10.35816/jiskh.v12i2.372

Levani, Y., & Prastya, A. D. (2020). Demam Tifoid: Manifestasi Klinis, Pilihan Terapi Dan Pandangan Dalam Islam. Al-Iqra Medical Journal : Jurnal Berkala Ilmiah Kedokteran,
3(1), 10–16. https://doi.org/10.26618/aimj.v3i1.4038

Cahyani, A. D., & Suyami. (2022). Demam Thypoid Pada Anak Di Ruang Hamka Rsu Pku Muhammadiyah Delanggu. MOTORIK Journal Kesehatan, 17(1), 51–57.

Febriana, U., Furqon, M. T., & Rahayudi, B. (2018). Klasifikasi Penyakit Typhoid Fever ( TF ) dan Dengue Haemorhagic Fever ( DHF ) dengan Menerapkan Algoritma Decision
Tree C4 . 5 ( Studi Kasus : Rumah Sakit Wilujeng Kediri ). Jurnal Pengembangan Ilmu Kesehatan Dengan Teknologi, 2(3), 1275–1282.

Febrianti, N., & Ponulele, H. (2022). Hubungan Pengetahuan Ibu Tentang Demam Tifoid dengan Cara Penanganan Demam Tifoid pada Anakwilayah Kerja Puskesmas Birobuli
Kota Palu Relationship between Mother ’ s Knowledge of Typhoid Fever and Ways of Handling Typhoid Fever in Children in the Work Are. 05(April), 209–215.

Suryantini, S., & Daud, D. (2016). Perawatan Singkat Demam Tifoid pada Anak. Sari Pediatri, 3(2), 77. https://doi.org/10.14238/sp3.2.2001.77-82

Melarosa, P. R., Ernawati, D. K., & Mahendra, A. N. (2019). Pola Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Dewasa Dengan Demam Tifoid Di Rsup Sanglah Denpasar Tahun 2016-
2017. E-Jurnal Medika Udayana, 8(1), 12. https://doi.org/10.24922/eum.v8i1.45224

Hardianto, D. (2019). TELAAH METODE DIAGNOSIS CEPAT DAN PENGOBATAN INFEKSI Salmonella typhi. Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI), 6(1), 149.
https://doi.org/10.29122/jbbi.v6i1.2935

Anda mungkin juga menyukai