Anda di halaman 1dari 6

LAPORAN PENDAHULUAN

STROKE NON-HEMORAGIK
STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

Disusun Oleh:
Uchrizal Febby Millenniantary
20902100162

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2022
STROKE NON- KLASIFIKASI: ETIOLOGI: PATOFISIOLOGI:
HEMORAGIK 1. Stroke iskemik transien (Transtien Stroke non hemoragik terjadi karena Stroke non hemoragik disebabkan oleh trombosis akibat plak
ischemic attack/TIA) dimana stroke tersumbatnya pembuluh darah yang aterosklerosis yang memberi vaskularisasi pada otak atau
terjadi pada periode singkat iskemik menyebabkan aliran darah ke otak sebagian oleh emboli dari pembuluh darah diluar otak yang tersangkut
serebral terlokalisasi terjdinya defisit atau keseluruhan terhenti. Ini disebabkan oleh di arteri otak. Saat terbentuknya plak fibrosis (ateroma)
PENGERTIAN: aterosklerosis yaitu penumpukan kolesterol
neurologis berlangsung selama kurang dilokasi yang terbatas seperti di tempat percabangan arteri.
Stroke non hemoragik yaitu tersumbatnya pada dinding pembuluh darah atau bekuan
dari 24 jam. Trombosit selanjutnya melekat pada permukaan plak
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah yang telah menyumbat suatu pembuluh
2. Stroke pembuluh darah besar bersama dengan fibrin, perlekatan trombosit secara perlahan
darah ke otak sebagian atau keseluruhan darah ke otak. Pembuluh darah yang
(trombolisis) sering dikaitkan dengan akan memperbesar ukuran plak sehingga terbentuk thrombus.
terhenti. Tidak terjadi perdarahan namun mengalami sumbatan sehingga menyebabkan
aterosklerosis dan menyebabkan Trombus dan emboli di dalam pembuluh darah akan terlepas
terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia berkurangnya aliran darah pada jaringan otak,
penyempitan lumen arteri dan gangguan dan terbawa hingga terperangkap dalam pembuluh darah
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder thrombosis otak, aterosklerosis dan emboli
masuknya darah menuju ke otak. distal, lalu menyebabkan pengurangan aliran darah yang
(Permatasari,2020) serebral yang merupakan penyumbatan
3. Reversible Ischemic Neurological menuju ke otak sehingga sel otak akan mengalami
Deficit (RIND) Kondisi RIND dan TIA pembuluh darah yang timbul akibat kekurangan nutrisi dan juga oksigen, sel otak yang
mempunyai kesamaan, hanya saja RIND pembentukan plak sehingga terjadi mengalami kekurangan oksigen dan glukosa akan
MANIFESTASI KLINIS berlangsung maksimal 1 minggu (7 hari) penyempitan pembuluh darah yang menyebabkan asidosis atau tingginya kadar asam di dalam
Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai dan kemudian pulih kembali (dalam dikarenakan oleh penyakit jantung, diabetes, tubuh lalu asidosis akan mengakibatkan natrium klorida, dan
macam tergantung dari berat ringannya lesi jangka waktu 3 minggu) serta tidak obesitas, kolesterol, merokok, stress, gaya air masuk ke dalam sel otak dan kalium meninggalkan sel
dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda meninggalkan gejala sisa hidup, rusak atau hancurnya neuron motorik otak sehingga terjadi edema setempat. Kemudian kalium
dan gejala yang umum dijumpai pada 4. Stroke embolik kardiogenik atas (upper motor neuron) dan hipertensi akan masuk dan memicu serangkaian radikal bebas sehingga
penderita stroke non hemoragik yaitu: Terjadi ketika bekuan darah dari fibrilasi (Candra et.,al 2020). terjadi perusakan membran sel lalu mengkerut dan tubuh
1. Gangguan Motorik: atrial, trombi ventrikel, infark miokard, mengalami defisit neurologis lalu mati. Infark iskhemik
a. Tonus abnormal penyakit jantung kongesti, atau plak serebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
b. Penurunan kekuatan otot aterosklerosis masuk sistem sirkulasi dan arteriosklerosis. Arterosklerosis cenderung sebagai faktor
c. Gangguan gerak volunter Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada
menjadi tersumbat pada pembuluh pasiendengan stroke non hemoragik adalah penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak
d. Gangguan koordinasi serebral terlalu sempit. arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis,
sebagai berikut (Radaningtyas, 2018).
e. Gangguan ketahanan 5. Complete stroke dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
2. Ganggaun Sensorik: 1. Angiografi serebral
Suatu gangguan pembuluh darah pada Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
a. Gangguan Propioseptik 2. Elektro encefalography.
otak yang menyebabkan defisit menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan
b. Gangguan Kinestetik 3. Sinar x tengkorak
neurologis yang berlangsung lebih dalam hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang
c. Gangguan Diskriminatif 4. USG Doppler
waktu 24 jam. sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
3. Gangguan kemampuan fungsional 5. CT-Scan
6. Progressive stroke (Stroke in Evolution) keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral
Gangguan dalam beraktifitas seharihari 6. Magnetic Resonance Imagine (MRI)
Gejala gangguan neurologis yang dapat reversibel untuk jangka waktu 4- 6 menit. Perubahan
7. Pemeriksaan foto thorax
seperti mandi, makan, ke toilet dan progresif dalam waktu enam jam atau irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
8. Laboratorium: Fungsi lumbal, darah rutin
berpakaian (Candra et.,al 2020). lebih (Candra et.,al 2020). serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi,
dan kimia darah (Rahmayanti et.,al. 2021) salah satunya cardiac arrest. (Rahmayanti et.,al 2021).

PENATALAKSANAAN: FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN:


1. Penatalaksanaan Umum Ditujukan terhadap 1. Pengkajian Primer KOMPLIKSI: DIAGNOSA KEPERAWATAN
fungsi vital : paru-paru, jantung, ginjal, a. Airway (Mengenali patensi jalan napas 1. Berhubungan dengan imobilisasi: (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, dan ada atau tidaknya sumbatan jalan infeksi pernafasan, nyeri 1. Resiko perfusi serebral tidak efektif d.d hipertensi
higiene, Pencegahan dan pengobatan napas) padadaerah tertekan, konstipasi 2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya bernafas
komplikasi. b. Breathing (Menilai dan memastikan 2. Berhubungan dengan paralise: nyeri 3. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d seksresi yang
2. Penatalaksanaan Khusus: Anti agregasi kepatenan jalan napas) punggung, dislokasi sendi, tertahan
platelet, Trombolitik, Antikoagulan, c. Circulation (Pengelolaan jalan napas) deformitas, terjatuh. 4. Gangguan ventilasi spontan b.d gangguan metabolisme
Neuroprotektan d. Disability (Penilaian status neurologis 3. Berhubungan dengan kerusakan 5. Gangguan penyapihan ventilator b.d riwayat
3. Non medikamentosa : Operatif, Phlebotomi, dengan GCS) otak: epilepsy, sakit kepala. ketergantungan ventilator >4 hari
Neuroretorasi, Edukasi (latihan pasca stroke, e. Exposure (Mencari sumber luka) 4. Hidrosefalus (Hardika et.,al 2020). 6. Resiko aspirasi b.d penurunan tingkat kesadaran
diet) ((Candra et.,al 2020). f. Monitor Jantung
PATHWAY
STROKE NON- HEMORAGIK

Trombus Emboli Iskemia

Menyumbat arteri otak

Sel otak kekurangan


oksigen dan nutrisi

Iskemik
Resiko aspirasi
Infrak serebral Resiko perfusi
serebral tidak
efektif
Kemampuan Penurunan
batuk/reflek kesadaran
batuk menurun
Compliance
Penekanan saluran paru menurun
Kurang pernapasan
mobilitas fisik
Gangguan perfusi &
Pola napas tidak ventilasi
Produksi sekret efektif
meningkat
Gagal napas
Terjadi
penumpukan
sekret Gangguan ventilasi
spontan
Bersihan jalan
napas tidak
Terpasang ventilator Gangguan penyapihan
efektif
Endotracheal Tube lebih ventilator
dari 4 hari
Diagnosa: Resiko perfusi serebral tidak Diagnosa: Gangguan penyapihan Diagnosa: Diagnosa: Gangguan ventilasi spontan Diagnosa: Resiko aspirasi b.d
efektif d.d hipertensi ventilator b.d riwayat ketergantungan 1. Pola nafas tidak efektif b.d b.d gangguan metabolisme penurunan tingkat kesadaran
Intervensi: Manajemen peningkatan ventilator >4 hari hambatan upaya bernafas Intervensi: Dukungan ventilasi Intervensi: Pencegahan aspirasi
tekanan intrakranial (I.09325) Intervensi: Penyapihan ventilasi 2. Bersihan jalan napas tidak (I.01002) (I.01018)
Observasi: mekanik (I.01021) efektif b.d seksresi yang Observasi Observasi
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK Observasi tertahan 1. Identifikasi adanya kelelahan otot 1. Monitor tingkat kesadaran batuk
1. Periksa kemampuan untuk disapih Intervensi: Manajemen jalan bantu napas muntah dan kemampuan menelan
(mis. lesi, gangguan metabolisme, edema
(meliputi hemodinamik stabil, napas (I.01011) 2. Identifikasi efek perubahan posisi 2. Monitor status pernapasan
serebral)
kondisi optimal, bebas infeksi) Observasi terhadap status pernapasan 3. Monitor bunyi napas, terutama
2. Monitor tanda atau gejala peningkatan 2. Monitor prediktor kemampuan 1. Monitor pola napas (frekuensi, 3. Monitor status respirasi dan setelah makan atau minum
TIK (mis. tekanan darah meningkat, untuk mentolerir penyapihan (mis. kedalaman, usaha napas) oksigenasi (mis. frekuensi dan 4. Periksa residu gaster sebelum
tekanan nadi melebar, bradikardia, pola tingkat kemampuan bernapas, 2. Monitor bunyi napas tambahan kedalaman napas, penggunaan otot memberi asupan oral
napas ireguler, kesadaran menurun) kapasitas vital, Vd / Vt, MVV, (mis. gurgiling, mengi, bantu napas, bunyi napas tambahan, 5. Periksa kepatenan selang
3. Monitor MAP (Mean Arterial Pressure), kekuatan inspirasi, FEV1, tekanan wheezing, ronkhi kering) saturasi oksigen) nasogastrik sebelum pemberian
CVP (Central Verious Pressure), jika inspirasi negatif) 3. Monitor sputum (jumlah, Terapeutik asupan oral
perlu 3. Monitor tanda-tanda kelelahan otot warna, aroma) 1. Pertahankan kepatenan jalan napas Terapeutik
4. Monitor PAWP dan PAP, jika perlu pernapasan (mis. kenaikan PaCO2 Terapeutik 2. Berikan posisi semi fowler atau 1. Posisikan semi Fowler (30-45
5. Monitor ICP (Intra Cranial Pressure), mendadak, napas cepat dan 1. Pertahanan kepatenan jalan fowler derajat) 30 menit sebelum
jika tersedia dangkal, gerakan dinding abdomen napas dengan head-tift dan 3. Fasilitasi mengubah posisi memberikan asupan oral
6. Monitor CPP (Cerebral Perfusion paradoks) hipoksemia, dan hipoksia chin-lift (jaw-thrust jika curiga senyaman mungkin 2. Pertahankan posisi semi Fowler
jaringan saat penyapihan trauma servikal) 4. Berikan oksigen sesuai kebutuhan (30-40 derajat) pada pasien tidak
Pressure)
4. Monitor status cairan dan elektrolit 2. Posisikan Semi-Fowler atau (mis. nasal kanul, masker wajah, sadar
7. Monitor gelombang ICP Terapeutik Fowler masker rebreathing atau non 3. Pertahankan kepatenan jalan
8. Monitor status pernapasan 1. Posisikan pasien semi Fowler (30- 3. Berikan minuman hangat rebreathing) napas (mis. teknik head tilt chin
9. Monitor intake dan output cairan dan 40 derajat) 4. Lakukan fisioterapi dada, jika 5. Gunakan bag-valve, jika perlu lift, jaw thrust, in line)
memonitor cairan serebro-spinalis (mis. 2. Lakukan pengisapan jalan napas, perlu Edukasi 4. Pertahankan pengembangan
warna, konsistensi) jika perlu 5. Lakukan penghisapan lendir 1. Ajarkan melakukan teknik relaksasi balon endotracheal tube (ETT)
Terapeutik 3. Berikan fisioterapi dada, jika perlu kurang dari 15 detik napas dalam 5. Lakukan penghisapan jalan
1. Minimalkan stimulus dengan 4. Lakukan uji coba penyapihan (30- 6. Lakukan hiperoksigenasi 2. Ajarkan mengubah posisi secara napas, jika produksi sekret
menyediakan lingkungan yang tenang\ 120 menit dengan napas spontan sebelum penghisapan mandiri meningkat
2. Berikan posisi semi Fowler yang dibantu ventilator) endotrakeal 3. Ajarkan teknik batuk efektif 6. Sediakan suction di ruangan
3. Hindari manuver Valsava 5. Gunakan teknik relaksasi, jika perlu 7. Keluarkan sumbatan benda Kolaborasi 7. Hindari memberi makanan
4. Cegah terjadinya kejang 6. Hindari pemberian sedasi padat dengan proses McGill Kolaborasi pemberian bronkodilator, melalui selang gastrointestinal,
farmakologis selama percobaan 8. Berikan Oksigen, Jika perlu jika perlu jika residu banyak
5. Hindari penggunaan PEEP
penyapihan Edukasi Referensi: 8. Berikan makanan dengan ukuran
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7. Berikan dukungan psikologis 1. Anjurkan asupan cairan 2000 PPNI (2018). Standar Intervensi kecil atau lunak
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal Edukasi ml/hari, Jika tidak Keperawatan Indonesia. 9. Berikan obat oral dalam bentuk
8. Pertahankan suhu tubuh normal Ajarkan cara pengontrolan napas saat komtraindikasi cair
Kolaborasi penyapihan 2. Ajarkan teknik batuk efektif Edukasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan anti Kolaborasi Kolaborasi 1. Anjurkan makan secara perlahan
konvulsan, jika perlu Kolaborasi pemberian obat yang Kolaborasi pemberian 2. Ajarkan strategi mencegah
2. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, meningkatkan kepatenan jalan napas bronkodilator, ekspektoran, aspirasi
jika perlu dan pertukaran gas mukolitik, Jika perlu 3. Ajarkan teknik mengunyah atau
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika Referensi: Referensi: menelan, jika perlu
perlu PPNI (2018). Standar Intervensi PPNI (2018). Standar Intervensi Referensi:
Referensi: Keperawatan Indonesia. Keperawatan Indonesia. PPNI (2018). Standar Intervensi
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Keperawatan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA:
Andika Dimas Aldipratama, & Minardo, J. (2022). Pengelolaan Gangguan Mobilitas Fisik pada Pasien dengan Stroke Non Hemoragik di Desa Sokokulon. Journal of Holistics and
Health Science, 4(1), 117–122. https://doi.org/10.35473/jhhs.v4i1.108
Permatasari, N. (2020). Perbandingan Stroke Non Hemoragik dengan Gangguan Motorik Pasien Memiliki Faktor Resiko Diabetes Melitus dan Hipertensi. Jurnal Ilmiah
Kesehatan Sandi Husada, 11(1), 298–304. https://doi.org/10.35816/jiskh.v11i1.273
Permadhi, B. A., Ludiana, & Ayubbana, S. (2022). PENERAPAN ROM PASIF TERHADAP PENINGKATAN KEKUATAN OTOT PASIEN DENGAN STROKE NON
HEMORAGIK APPLICATION OF PASSIVE ROM TO INCREASE MUSCLE STRENGTH OF PATIENTS WITH NON-HEMORRIC STROKE. Jurnal Cendekia, 2,
443–446.
Hisni, D., Saputri, M. E., & Jakarta, N. (2022). Stroke Iskemik Di Instalasi Fisioterapi Rumah Sakit Pluit Jakarta Utara Periode Tahun 2021. Keperawatan, 2(1)(1), 140–149.
Kusuma, A. P., Utami, I. T., & Purwono, J. (2022). PENGARUH TERAPI “ MENGGENGAM BOLA KARET BERGERIGI ” TERHADAP PERUBAHAN KEKUATAN OTOT
PADA PASIEN STROKE DIUKUR SYARAF RSUD JEND A YANI KOTA METRO THE EFFECT OF " GREETING RUBBER BALL " TH. 2.
Rahmayanti, A. V., & Andriani, W. R. (2021). Studi Literatur Asuhan Keperawatan Pada Klien Stroke Non-Hemoragik Dengan Risiko Gangguan Kerusakan Integritas Kulit.
Tirtayasa Medical Journal, 1(1), 13. https://doi.org/10.52742/tmj.v1i1.12502
Irdawati. (2012). Pengaruh Latihan Gerak Terhadap Keseimbangan Pasien Stroke Non-Hemoragik. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 7(2), 25319.
Rahmadani, E., & Rustandi, H. (2019). Peningkatan Kekuatan Otot Pasien Stroke Non Hemoragik dengan Hemiparese melalui Latihan Range of Motion (ROM) Pasif. Journal of
Telenursing (JOTING), 1(2), 354–363. https://doi.org/10.31539/joting.v1i2.985
Hardika, B. D., Yuwono, M., & Zulkarnain, H. (2020). Faktor Risiko yang Mempengaruhi Terjadinya Stroke Non Hemoragik pada Pasien di RS RK Charitas dan RS Myria
Palembang. Jurnal Akademika Baiturrahim Jambi, 9(2), 268. https://doi.org/10.36565/jab.v9i2.234
Jamaluddin, M., Widiyaningsih, W., & Nadhifah, Z. (2020). Peningkatan Fleksibilitas Sendi pada Pasien Stroke dengan Terapi Tali Temali. Journal Of Health Science (Jurnal
Ilmu Kesehatan), 5(2), 74–78. https://doi.org/10.24929/jik.v5i2.1076
Candra, K. Y., Rakhma, T., Studi, P., Dokter, P., Kedokteran, F., & Surakarta, U. M. (2020). Seorang Laki-Laki 60 Tahun Dengan Stroke Non Hemoragik Dan Pneumonia.
Publikasi Ilmiah UMS, 252–258.

Anda mungkin juga menyukai