Anda di halaman 1dari 32

07

K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N

PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN,


TERMASUK KEAMANAN PANGAN

DIREKTORAT KESEHATAN DAN GIZI MASYARAKAT


KEDEPUTIAN PEMBANGUNAN MANUSIA, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL /
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN, TERMASUK KEAMANAN PANGAN
© 2019 by Kementerian PPN/Bappenas

Pengarah
Dr. Ir. Subandi Sardjoko, MSc

Penulis
Dra. Lucky S. Slamet, M.Sc
Dewi Amila Solikha, SKM, M.Sc
PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN,
Editor
Pungkas Bahjuri Ali, STP, MS, PhD
Prof. dr. Ascobat Gani, MPH., Dr.PH.
TERMASUK KEAMANAN PANGAN
Foto: UNICEF Indonesia

KAJIAN SEKTOR KESEHATAN

Diterbitkan dan dicetak oleh


Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat
Kedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan
Kementerian PPN/Bappenas
Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat, 10310
Telp: (021) 31934379, Fax: (021) 3926603
Email: kgm@bappenas.go.id

Cetakan pertama: April 2019


ISBN: 978-623-93153-4-4

DIREKTORAT KESEHATAN DAN GIZI MASYARAKAT


Hak Penerbitan @ Kementerian PPN/Bappenas KEDEPUTIAN PEMBANGUNAN MANUSIA, MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari penulis dan penerbit, KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/
sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, photoprint, microfilm
dan sebagainya. BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL
iv • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan Kajian Sektor Kesehatan • v

Kata Pengantar

Menjelang akhir periode Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-
2019, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Kementerian PPN/Bappenas) melakukan Kajian Sektor Kesehatan (Health Sector
Review/HSR) 2018 yang merupakan suatu proses berbasis bukti yang akan digunakan sebagai
masukan dalam penyusunan target, arah kebijakan, strategi, dan prioritas pembangunan
kesehatan dalam RPJMN 2020-2024.

Kajian Sektor Kesehatan 2018 dengan topik “Pengawasan Obat dan Makanan, termasuk
Keamanan Pangan” merupakan terobosan baru dalam kajian analisis sektor kesehatan 2018
mengingat dalam kajian analisis sektor kesehatan 2014, pengawasan obat dan makanan
merupakan bagian dari tematik farmasi dan teknologi kesehatan. Hal ini dikarenakan
pengawasan obat dan makanan merupakan salah satu agenda pembangunan nasional bidang
kesehatan dengan fungsi yang strategis dalam upaya perlindungan dan peningkatan kualitas
hidup masyarakat dan sekaligus untuk mendukung daya saing obat dan makanan nasional.

Laporan Kajian Sektor Kesehatan 2018 dengan topik “Pengawasan Obat dan Makanan,
termasuk Keamanan Pangan” menyajikan identifikasi isu strategis dan tantangan pengawasan
obat dan makanan, menganalisa capaian dan memberikan rekomendasi dalam bentuk arah
kebijakan, strategi, indikator, kerangka kelembagaan dan kerangka regulasi. Masukan dari
kajian ini akan menjadi salah satu referensi utama dalam menyusun RPJMN 2020-2024
terutama mengenai pengawasan obat dan makanan. Akhir kata, kami mengucapkan terima
kasih kepada tim penyusun dan narasumber yang telah membantu penyelesaian laporan
ini. Kami sangat berharap kajian ini dapat bermanfaat bagi pemangku kepentingan dalam
merancang pembangunan kesehatan ke depan.

Jakarta, April 2019

Subandi Sardjoko
Deputi Bidang Pembangunan Manusia,
Masyarakat dan Kebudayaan
Kementerian PPN/Bappenas
vi • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan Kajian Sektor Kesehatan • vii

Ucapan Terima Kasih dan Penghargaan Daftar Isi

Tim penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang membantu penulisan dan
perbaikan laporan ini. Apresiasi yang tinggi kami berikan kepada Prof. dr. Ascobat Gani (team Kata Pengantar iv
leader HSR 2018); Prof. dr. Meiwita P. Budiharsana, MPA, Ph.D; Pimpinan dan Tim Deputi 1, 2,
Ucapan Terima Kasih dan Penghargaan vi
3, 4, serta Tim Biro Perencanaan dan Keuangan BPOM; Dr Budiono Santoso, SpFK, Ph.D; Dr. Ir.
Roy Alexander Sparringa, M.App.Sc; Prof.Dr.Ir. Dedi Fardiaz, M.Sc; Drs. Halim Nababan, MM; Daftar Isi vii
GP Farmasi Indonesia dan IPMG; dan juga para narasumber yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Daftar Tabel viii

Daftar Gambar ix
Kajian ini disusun oleh sebuah tim Kajian Sektor Kesehatan (Health Sektor Review) di bawah
bimbingan Dr. Ir. Subandi Sardjoko, M.Sc (Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat Daftar Singkatan x
dan Kebudayaan - Bappenas) dengan arahan teknis dari Pungkas Bahjuri Ali, STP, MS, Ph.D
(Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat - Bappenas), Dewi Amila Solikha, SKM, M.Sc Ringkasan Eksekutif xii
(Kasubdit Kesehatan Masyarakat - Bappenas), Renova Glorya Montesori Siahaan, SE, MSc
1. Pendahuluan 1
(Kasubdit Sumber Daya Manusia dan Pembiayaan Kesehatan-Bappenas).
2. Analisis Situasi 3
Kajian yang dilakukan pada tahun 2018 oleh Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/
Bappenas ini mendapatkan dukungan dari kementerian/Lembaga terkait, serta dukungan dari 2.1. Capaian Pengawasan Obat dan Makanan 4
UNICEF dan DFAT, beserta beberapa mitra pembangunan lain seperti WHO, ADB, World Bank,
2.2. Kelembagaan dalam Pengawasan Obat dan Makanan 16
USAID, UNFPA, WFP, FAO, JICA, UNDP, GIZ, dan Nutrition International. Proses edit dan cetak
laporan kajian ini didukung oleh UNICEF Indonesia. 2.3. SDM Pengawas 19

Kajian sektor kesehatan dilakukan secara paralel untuk 10 topik meliputi: 2.4. Kapasitas Laboratorium 20

1 Transisi Demografi dan Epidemiologi: Permintaan Pelayanan Kesehatan di Indonesia 2.5. Penindakan Pelanggaran Obat dan Makanan 21

2 Fungsi Kesehatan Masyarakat (Public Health Functions) dan Health Security 3. Tantangan Pengawasan Obat dan Makanan 27

3 Kesehatan Reproduksi, Ibu, Neonatal, Anak dan Remaja 4. Saran/Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan Kesehatan 37

4 Pembangunan Gizi di Indonesia 4.1. Usulan Arah Kebijakan dan Strategi 38

4.2. Review Indikator POM 2015-2019 dan Masukan Indikator POM 2020-2024 40
5 Sumber Daya Manusia Kesehatan
4.2.1. Review Indikator Pengawasan Obat dan Makanan 2015-2019 40
6 Penyediaan Obat, Vaksin, dan Alat Kesehatan
4.2.2. Masukan Indikator Pengawasan Obat dan Makanan 2020-2024 41
7 Pengawasan Obat dan Makanan, termasuk Keamanan Pangan
Referensi 44
8 Pembiayaan Kesehatan dan JKN

9 Penguatan Sistem Pelayanan Kesehatan

10 Penguatan Tata Kelola Pembangunan Kesehatan


viii • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan Kajian Sektor Kesehatan • ix

Daftar Tabel Daftar Gambar

Tabel 1 Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan (Umum) Tahun 2017 4 Gambar 1 Permohonan Registrasi Obat 2014-2016 dan Ketepatan Waktu Proses
Pemberian NIE 6
Tabel 2 Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan Sebelum Beredar Pre-Market
(Penilaian dan Standarisasi) 5 Gambar 2 Profil Presentase Temuan Obat Tradisional yang mengandung Bahan
Kimia Obat (BKO) 8
Tabel 3 Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan Post-Market 2017
(Inspeksi Sarana Distribusi dan Produksi) 7 Gambar 3 Hasil Pengawasan Obat Tidak Memenuhi Syarat Berdasarkan
Parameter Uji 2015-2017 10
Tabel 4 Target dan Capaian PMR Keamanan Pangan 2015-2017 13
Gambar 4 Tren Obat Tidak Memenuhi Syarat Berdasarkan Parameter Uji Tahun
Tabel 5 Kinerja Kawalan Keamanan Pangan 2017 15 2015 s/d Oktober 2017 10

Tabel 6 Pengawasan Obat dan Makanan oleh Balai/Balai Besar POM 18 Gambar 5 Mata Rantai Keamanan Pangan from Farm to Table 11

Tabel 7 Kinerja Investigasi dan Penyidikan dalam Rangka Penegakan Hukum Gambar 6 Penyebab KLB Keamanan Pangan berdasarkan Jenis Pangan
Bidang Obat dan Makanan 22 (2013-2017) 12

Tabel 8 Putusan Pengadilan atas Perkara Tindak Pidana Obat dan Makanan Gambar 7 Profil Etiologi KLB Keamanan Pangan (2013-2017) 12
(Beberapa Contoh) 25
Gambar 8 Kinerja Program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 2013-2017 14

Gambar 9 Kemampuan Uji Badan POM terhadap Fornas dan Produk Beredar di
Pasaran 21

Gambar 10 Kelas Terapi Produk Obat Palsu 23

Gambar 11 Jumlah Perkara Tindak Pidana Obat dan Makanan 2015-2017 23

Gambar 12 Temuan Jenis Pelanggaran dalam Perkara Pidana Obat dan Makanan
2017 24

Gambar 13 Nilai Keekonomisan Temuan Produk Obat dan Makanan yang


Dimusnahkan Periode 2013-2017 (Produk Mengandung Bahan
Berbahaya, Ilegal dan Palsu) 25

Gambar 14 Tren Capaian Indikator Pengawasan Obat dan Makanan 40


x • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan Kajian Sektor Kesehatan • xi

Daftar Singkatan

AB Antibiotik LKPP Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah


AMR Anti-Microbial Resistance Monev Monitoring dan Evaluasi
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah NIE Nomor Izin Edar
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara NSAID Non-Steroid Anti-Inflammation Drug
Bareskrim Badan Reserse Kriminal OECD Organization for Economic Co-operation and Development
BBO Bahan Baku Obat OOP Out-of-pocket
BKKBN Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional PADK Pusat Analisis Determinan Kesehatan
BLUD Badan Layanan Umum Daerah PAK Penyalur Alat Kesehatan
BMHP Bahan Medis Habis Pakai PBF Pedagang Besar Farmasi
BMI Business Monitoring International PKRT Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga
BPJS Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan POR Penggunaan Obat Rasional
BPOM Badan Pengawasan Obat dan Makanan PPNS Penyidik Pegawai Negeri Sipil
BPS Badan Pusat Statistik PPOK Penyakit Paru Obstruktif Kronis
CDOB Cara Distribusi Obat yang Baik PPRA Program Pengendalian Resistensi Antimikroba
CPBBAOB Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik PRB Program Rujuk Balik
DAK Dana Alokasi Khusus Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat
DAU Dana Alokasi Umum QSDS Quantitative Service Delivery Survey
ESBLs Extended-spectrum-beta-lactamases Rifaskes Riset Fasilitas Kesehatan
Ina-CBGs Indonesia Case Based Groups RIPIN Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional
Farmalkes Farmasi dan Alat Kesehatan RKO Rencana Kebutuhan Obat
Fornas Formularium Nasional RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
GeMa CerMat Gerakan Masyarakat Cerdas Minum Obat SCM Supply Chain Management
HPS Harga Perkiraan Sendiri SDGs Sustainable Development Goals
HSR Health Sector Review SIRKESNAS Survei Indikator Kesehatan Nasional
HTA Health Technology Assessment SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah
IDAI Ikatan Dokter Anak Indonesia SLE Systemic lupus erythematosus
IOT Industri Obat Tradisional SRB Surat Rujuk Balik
JKN Jaminan Kesehatan Nasional STR Surat Tanda Registrasi
KIE Komunikasi Informasi Edukasi TNP2K Tim Nasional Percepatan Pengentasan Kemiskinan
KPK Komisi Pemberantasan Korupsi VVM Vaccine Vial Monitor
KPRA Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba WHO World Health Organization
KPTK Komite Penilaian Teknologi Kesehatan
xii • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan

Ringkasan Eksekutif

Pengawasan obat dan makanan masih memerlukan penguatan dari berbagai aspek. Secara
kelembagaan, perlu kejelasan pembagian peran dan mekanisme koordinasi antara pengawasan
1.
produk obat dan makanan baik pusat maupun daerah. Di tingkat pusat, koordinasi ini mencakup
beberapa K/L yang berwenang seperti pengawasan produk pangan segar di Kementan, Pendahuluan
pengawasan produk olahan yang memiliki ijin edar di BPOM, dan pengawasan produk makanan
dan minuman secara umum di Kementerian Kesehatan. Di daerah dan pada tataran pelaksanaan
koordinasi ini lebih sulit dilakukan dengan semakin meningkatnya produk pangan segar dan
industri rumah tangga. Pengembangan laboratorium dan balai pengawasan obat dan makanan
belum secara spesifik disesuaikan dengan penanganan risiko keterpaparan produk dan jumlah
penduduk dalam suatu area tertentu. Untuk itu, pengembangan loka di daerah perlu di review
kembali. Dalam aspek regulasi, penegakan hukum dan pemberian sanksi bagi pelanggaran
obat dan makanan perlu diperkuat. Beberapa pelanggaran yang dilakukan ditemukan secara
berulang karena sanksi yang diterapkan tidak membuat efek jera. Peran BPOM sebagaimana
diamanahkan dalam “Inpres No.3 Tahun 2017 tentang peningkatan efektivitas pengawasan obat
PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN,
dan makanan” yakni sebagai koordinator dalam pengawasan obat dan makanan perlu lebih
dioptimalkan.
TERMASUK KEAMANAN PANGAN
Secara umum tantangan pengawasan obat dan makanan dalam 5 tahun ke depan mencakup
empat aspek, yaitu: 1) aspek kesehatan-menjamin produk obat dan makanan yang beredar K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N
memenuhi standar kualitas, keamanan, dan khasiat/efektivitas terutama bagi industri kecil
dan mikro; 2) aspek sosial-meningkatkan kepercayaan publik terhadap produk obat dan
makanan yang beredar; 3) aspek ekonomi-mendorong daya saing industri obat dan makanan
dengan semakin mudahnya perizinan dan sertifikasi obat dan makanan dengan tetap
mempertimbangkan kualitas dan jaminan produk halal, dukungan pengembangan produk
dan makanan baru dan ketersediaan bahan baku dalam negeri dengan berbagai riset, dan
memperluas inovasi dan pemanfaatan teknologi dalam pengawasan obat dan makanan; dan
4) aspek keamanan nasional-meningkatkan penegakan hukum terhadap kasus pelanggaran
obat dan makanan serta bioterorisme.

Arah kebijakan ke depan difokuskan pada peningkatan pengawasan obat dan makanan yang lebih
efektif, efisien, dan berdaya ungkit bagi pencapaian target pembangunan nasional, sehingga
memberikan perlindungan menyeluruh bagi kesehatan masyarakat sekaligus peningkatan daya
saing obat dan makanan. Strategi yang diusulkan, di antaranya: 1) perlindungan publik dari obat
dan makanan yang tidak memenuhi syarat dengan perluasan cakupan dan kualitas pengawasan
pre dan post market obat dan pangan; 2) peningkatan kemandirian pelaku usaha, pemangku
kepentingan dan partisipasi masyarakat; 3) peningkatan kemampuan penegakan hukum dan
peran Badan POM dalam Integrated Criminal Justice System; 4) percepatan proses registrasi
produk obat dan makanan dengan tetap mengacu pada pemenuhan kualitas keamanan produk;
5) peningkatan riset di bidang pengawasan obat dan makanan; 6) peningkatan kemampuan
SDM dan kapasitas laboratorium dan Balai POM; dan 7) perluasan pemanfaatan teknologi
informasi dalam pengawasan obat dan makanan. Strategi tersebut perlu didukung oleh
penguatan kerangka kelembagaan, regulasi dan pendanaan yang memadai. Untuk mengukur
capaian kinerja pengawasan obat dan makanan, indikator persentase obat memenuhi syarat
dan persentase makanan memenuhi syarat masih cukup relevan untuk digunakan, namun perlu
perbaikan metodologi. Selain itu, indeks keamanan obat dan makanan dan indeks pengawasan
obat dan makanan sebagai alternatif indikator perlu dieksplorasi dan dikembangkan dengan
menggunakan prinsip-prinsip statistik yang valid dan reliable.
2 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan

Dalam rangka penyusunan RPJMN 2020-2024 yang merupakan tahap akhir dari RPJPN 2005-
2025, Kementerian PPN/Bappenas melakukan Kajian Analisis Sektor Kesehatan atau Health
Sector Review (HSR) pada tahun 2018. Salah satu tematik topik yang diangkat dalam HSR tahun 2.
2018 adalah tematik 7 tentang Pengawasan Obat dan Makanan, termasuk Keamanan Pangan.
Tujuan dari kajian ini adalah melakukan identifikasi isu strategis dan tantangan pengawasan
obat dan makanan, menganalisa capaian dan memberikan rekomendasi dalam bentuk arah Analisis situasi
kebijakan, strategi, indikator, kerangka kelembagaan dan regulasi. Masukan dari kajian ini
akan menjadi salah satu referensi dalam menyusun RPJMN 2020-2024 terutama mengenai
pengawasan obat dan makanan.

Komponen Pengawasan Obat dan Makanan, termasuk pengawalan terhadap Keamanan


Pangan sebagai judul tematik tersendiri merupakan terobosan baru dalam kajian analisis
sektor kesehatan 2018 mengingat dalam kajian analisis sektor kesehatan 2014, Pengawasan
Obat dan Makanan merupakan bagian dari tematik Farmasi dan Teknologi Kesehatan. Hal ini
karena Pengawasan Obat dan Makanan termasuk Keamanan Pangan merupakan salah satu
agenda reformasi pembangunan nasional bidang kesehatan dengan fungsi yang sangat
PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN,
strategis dalam upaya perlindungan dan peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia
dan sekaligus untuk mendukung daya saing nasional bidang usaha obat dan makanan.
TERMASUK KEAMANAN PANGAN

Kajian ini akan dikonsolidasikan dengan kajian tematik lainnya menjadi satu kesatuan laporan
karena seluruh tematik saling berkaitan, melengkapi dan mendukung. Oleh karena itu, kajian K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N
tematik 7 Pengawasan Obat dan Makanan, termasuk Keamanan Pangan perlu dibaca bersama,
termasuk tetapi tidak terbatas, dengan kajian tematik yang lain, seperti, tematik no 4 (terkait
dengan Keamanan Pangan), tematik no 6 (terkait dengan keterpaduan sistem Pengawasan
Obat dan Makanan dengan seluruh sektor farmasi), tematik 9 (terkait ketersediaan obat yang
terjamin khasiat, keamanan dan mutunya dalam pelayanan kesehatan).
4 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 2. Analisis Situasi • 5

2.1. Capaian Pengawasan Obat dan Makanan

Secara keseluruhan kinerja pengawasan obat dan makanan dalam mengawal keamanan, Pencapaian indikator pengawasan obat dan makanan tersebut didukung oleh beberapa
khasiat/manfaat dan mutu obat dan makanan telah mengalami perbaikan secara bermakna. pencapaian kinerja yang lain3, seperti kinerja pengawasan produk obat dan makanan sebelum
Berdasarkan evaluasi paruh waktu RPJMN 2015-2019, target pencapaian target pengawasan beredar (pre-market) sebagaimana Tabel 2.
obat dan makanan yaitu persentase obat yang memenuhi syarat, telah melampaui target
sasaran (target 92 % dengan realisasi 98%)1 . Di samping itu, data2 sebagaimana Tabel 1
1

Tabel 2. Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan Sebelum Beredar Pre-Market


Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan (Umum) Tahun 2017, menunjukkan bahwa dari 4 (Penilaian dan Standarisasi)
(empat) indikator, 3 (tiga) di antaranya telah melampaui target sasaran 2017 dan 2019, yaitu (i)
persentase obat yang memenuhi syarat (99%), (ii) persentase makanan yang memenuhi syarat Program/ Capaian
(92%) dan (iii) jumlah industri farmasi yang meningkat kemandiriannya (100%). Walaupun Indikator Target Realisasi
Kegiatan (%)
1 (satu) indikator yaitu persentase industri pangan olahan yang mandiri dalam rangka
Persentase keputusan penilaian
menjamin keamanan pangan, realisasi pencapaiannya pada tahun 2017 (6%) masih di bawah Penilaian Obat 60 63 105
obat yang diterbitkan tepat waktu
target (7%), tetapi pada dasarnya sudah terjadi peningkatan yang signifikan dibandingkan
dengan pencapaian tahun 2016 (4%). Persentase keputusan penilaian
obat tradisional yang diterbitkan 70 64 92
tepat waktu
Penilaian Obat
Tabel 1. Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan (Umum) Tahun 2017 Tradisional, Persentase keputusan penilaian
Suplemen suplemen kesehatan yang 60 60 100
Kesehatan dan diterbitkan tepat waktu
Indikator Target (%) Realisasi (%) Capaian (%) Kosmetik
Persentase keputusan penilaian
Persentase obat yang memenuhi kosmetika yang diterbitkan tepat 75 83 111
93 99 106
syarat waktu
Persentase obat tradisional yang Persentase keputusan penilaian
82 87 106 Penilaian
memenuhi syarat pangan olahan yang diselesaikan 80 97 121
Pangan Olahan
tepat waktu
Persentase kosmetik yang
91 98 108
memenuhi syarat Penyusunan Jumlah standar obat yang
10 10 100
Standar Obat disusun
Persentase suplemen kesehatan
81 97 120
yang memenuhi syarat Penyusunan Jumlah standar pangan yang
14 14 100
Standar Pangan disusun
Persentase makanan yang
89 92 103
memenuhi syarat Jumlah standar obat tradisional
15 15 100
yang disusun
Jumlah industri farmasi yang
12 12 100
meningkat kemandiriannya Jumlah standar kosmetik yang
Penyusunan 17 17 100
disusun
Jumlah pelaku usaha Industri Obat Standar Obat
Tradisional (IOT) yang memiliki 71 86 121 Tradisional, Jumlah standar suplemen
8 8 100
sertifikat CPOTB Kosmetik dan Kesehatan yang disusun
Suplemen
Jumlah industri kosmetika yang Persentase keputusan dokumen
Kesehatan
mandiri dalam pemenuhan 195 210 107 uji klinik obat tradisional,
ketentuan kosmetik dan suplemen 100 100 100
kesehatan yang diselesaikan
Persentase industri pangan olahan tepat waktu
yang mandiri dalam rangka 7 6 96
menjamin Keamanan Pangan Sumber: Badan POM –Kinerja BPOM dalam angka Triwulan IV Tahun 2017
Jumlah kerjasama yang
15 15 100
diimplementasikan
Kinerja pengawasan pre-market khususnya penilaian dalam proses pendaftaran/registrasi
Sumber: Badan POM, Laporan Kinerja 2017 masih memiliki limitasi karena jenis produk obat dan makanan baru yang perlu dievaluasi

1 Bappenas, Presentasi Pakar, FGD Pengawasan Obat dan Makanan, 30 Mei 2018
2 Badan POM, Laporan Kinerja 2017 3 Badan POM, Kinerja BPOM Dalam Angka Triwulan IV, 2017
6 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 2. Analisis Situasi • 7

makin beragam, dengan jumlah berkas permohonan cukup banyak per tahun. Hal ini menjadi Di samping itu, pencapaian target pengawasan obat dan makanan juga ditunjukkan dari
tantangan tersendiri di bidang pengawasan pre-market. Sebagai contoh, untuk produk obat, kinerja pengawasan post-market obat dan makanan yang dimaksudkan untuk menjamin
jumlah berkas permohonan registrasi yang diterima pada 2014 -2016 berturut-turut berjumlah konsistensi dan kesinambungan jaminan khasiat/manfaat, keamanan dan mutu obat dan
15.947 berkas (2014), 13.302 berkas (2015), 15.672 berkas (2016). Evaluasi yang dilakukan makanan yang beredar. Capaian kinerja pengawasan post-market obat dan makanan (inspeksi
seringkali terkendala dengan belum adanya standar ilmiah obat baru, sehingga diperlukan sarana distribusi dan produksi) sebagaimana Tabel 3 (Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan
upaya khusus untuk penilaian obat dimaksud bersama pakar. Sesuai WHO4, keberadaan pakar Post-Market 2017 (Inspeksi Sarana Distribusi dan Produksi).
dalam proses evaluasi pre-market diperlukan untuk jaminan proses evaluasi ilmiah yang
independent dan mengedepankan fairness. Selanjutnya, pemohon registrasi (pelaku usaha)
memerlukan upaya juga untuk dapat memberikan data-data sesuai standar yang ditetapkan Tabel 3. Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan Post-Market 2017
tersebut. (Inspeksi Sarana Distribusi dan Produksi)

Gambar 1. Permohonan Registrasi Obat 2014-2016 dan Ketepatan Waktu Proses Program/ Capaian
Indikator Target Realisasi
Pemberian NIE Kegiatan (%)
Persentase hasil inspeksi dengan
Pengawasan temuan kritikal yang ditindak lanjuti 75 66 88
produksi produk tepat waktu
terapetik (obat) Jumlah industri farmasi yang
12 12 100
meningkat tingkat kemandiriannya
Jumlah PBF yang meningkat
150 150 100
pemenuhan CDOB
Pengawasan
distribusi obat Jumlah tindak lanjut regulatori
terkait keamanan obat pasca 14 13 92
pemasaran
Pengawasan Jumlah pelaku usaha industri obat
produksi obat tradisional yang memiliki sertifikat 80 86 107
tradisional CPOTB
Pengawasan Jumlah industri kosmetik yang
produksi mandiri dalam pemenuhan 210 203 95
Sumber: Budi Santoso, 2018 kosmetika ketentuan
Persentase industri pangan olahan
yang menerapkan program 7 6 96
Hal ini seringkali yang menyebabkan proses pemberian Nomor Ijin Edar lebih lama. Dari manajemen risiko
Pengawasan
database Badan POM5, diketahui bahwa jumlah berkas permohonan registrasi obat yang produksi dan Jumlah sarana distribusi pangan
evaluasinya dapat diselesaikan tepat waktu dari tahun 2014-2016 rata-rata berkisar 50% per distribusi pangan yang dilakukan inspeksi dalam
tahun yang berarti ada backlog sekitar 50% per tahun, sebagaimana yang dapat di lihat pada 120 124 103
rangka pendalaman mutu dan
(Gambar 1 Permohonan Registrasi Obat 2014-2016 dan Ketepatan Waktu Proses Pemberian sertifikasi
NIE). Untuk mengatasi hal ini, berbagai upaya deregulasi telah dilakukan, tanpa mengorbankan
Sumber: Badan POM – Kinerja BPOM dalam Angka Triwulan IV Tahun 2017
persyaratan jaminan khasiat, keamanan dan mutu obat. Di antaranya adalah (i) percepatan
timeline proses registrasi, misalnya registrasi obat untuk ekspor dari 40 HK menjadi 7 HK,
sistem notifikasi untuk registrasi variasi minor (tell and do), (ii) simplifikasi prosedur, misalnya Dampak yang diharapkan dari peningkatan kinerja pengawasan obat dan makanan adalah
peniadaan tahap pra-registrasi untuk registrasi obat generik lokal dan registrasi variasi major perlindungan komprehensif terhadap konsumen/masyarakat dari obat dan makanan yang
yang tidak perlu uji klinik, (iii) kemudahan dan transparansi misalnya dengan optimalisasi tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan khasiat/manfaat, produk ilegal/palsu
sistem registrasi obat online. Hal ini tertuang dalam Peraturan Kepala Badan No. 24Tahun 2017 dan produk yang mengandung bahan yang berbahaya. Selain upaya pengawasan Pre-Post
tentang kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat, yang merupakan perbaikan dari Peraturan market obat dan makanan, telah dilakukan upaya intensifikasi pengawasan obat dan makanan
Kepala Badan POM tentang hal sama. untuk temuan yang persisten, antara lain terhadap produk obat dan makanan yang sering
mengandung bahan berbahaya, misal Obat Tradisional (OT) yang mengandung Bahan Kimia
Obat (BKO), kosmetika yang mengandung bahan merkuri, hidrokinon, asam retinoat dan zat
warna yang dilarang (merah K10/Rhodamin, merah K3, jingga K1) serta produk palsu dan
4 WHO Regulatory Benchmark Tools, 2010
5 Budi.Santoso, presentasi dalam forum FGD Pengawasan Obat dan Makanan, Bappenas, 2018 ilegal.
8 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 2. Analisis Situasi • 9

Intensifikasi pengawasan tersebut dilakukan dalam bentuk kerja sama lintas sektor, khususnya diberlakukan penjaminan mutu khususnya untuk produk obat dan makanan yang digunakan.
dengan organisasi penegak hukum yang lain, di antaranya adalah Operasi Gabungan Nasional Kegiatan jaminan mutu produk dalam JKN tersebut harus didukung oleh Sistem Pengawasan
(OPGABNAS) yang dilakukan serentak pada waktu yang sama di seluruh Indonesia. Selain Obat dan Makanan (SISPOM) yang efektif dan efisien dan melibatkan semua pemangku
itu, secara periodik juga dilakukan Operasi Gabungan Daerah (OPGABDA) yang dilakukan kepentingan dalam jejaring kerja dan koordinasi yang responsif dan akuntabel, khususnya
setiap kwartal/semester di masing-masing provinsi. Operasi ini dilaksanakan secara terkait (i) jaminan ketersediaan Obat yang aman, berkhasiat, dan bermutu di sarana pelayanan
terpadu melibatkan lintas sektor terkait, misalnya kepolisian daerah, dinas kesehatan, dinas kesehatan dan beredarnya Makanan yang aman dan bergizi, dan (ii) jaminan kesinambungan
perindustrian-perdagangan. Sasaran operasi ditujukan kepada sarana produksi, distribusi akses masyarakat terhadap obat dan vaksin dalam pelayanan kesehatan. Kondisi ini hanya bisa
atau pengecer obat, obat tradisional, kosmetika, dan makanan yang diduga melakukan tercapai, antara lain, dengan (i) upaya pengawasan intensif dan pembinaan oleh Badan POM
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan dengan urutan prioritas produk tanpa terhadap Industri Farmasi dan Pangan agar mempraktekkan ketentuan Good Manufacturing
ijin edar, produk kedaluwarsa, OT BKO (Obat Tradisional mengandung Bahan Kimia Obat), Practices (GMP) secara konsekuen dalam produksi obat dan makanan, (ii) upaya monitoring
pangan dan kosmetik mengandung bahan berbahaya, pangan rusak, dan distribusi obat dan surveilans mutu obat dan makanan yang beredar, dan (iii) kawalan rantai distribusi
keras di sarana tidak berwenang. Sasaran OBGABNAS 20176 adalah 189 sarana, dengan hasil obat dan Makanan yang menerapkan Good Distribution Practices (GDP) terkait mutu dan
176 sarana (93%) melakukan pelanggaran, yang terdiri dari 7% sarana produksi, 10% sarana keabsahan obat dan makanan. Tantangan khusus bagi BPOM dalam hal ini adalah intensifikasi
importir/distributor, 10% sarana apotek, 48% sarana toko, 8% sarana toko obat, 2% gudang, pengawasan pre-market dan post-market, serta pembinaan pelaku usaha agar secara mandiri
1% salon dan 8% rumah. Hasil intensifikasi pengawasan obat dan makanan yang diharapkan menjamin mutu produknya. Tantangan lain adalah kurangnya keterpaduan koordinasi
adalah penurunan pelanggaran bidang obat dan makanan. Salah satu temuan adalah tren (perencanaan dan pelaksanaan) antara Badan POM dan K/L yang terkait dalam proses
penurunan di tahun 2017 OT BKO menjadi 0,69%7, sebagaimana Gambar 2. pengadaan obat e-Katalog. Hal ini terkait dengan kebijakan penetapan pemenang suplair obat
dalam mekanisme E-Katalog yang hanya menekankan pada harga obat termurah dan diduga
Gambar 2. Profil Presentase Temuan Obat Tradisional yang Mengandung dapat terjadi trade-off terhadap jaminan mutu obat dalam pelaksanaan bisnis farmasi yang
Bahan Kimia Obat (BKO) tidak profesional. Misalnya kurangnya kepatuhan penerapan ketentuan GMP sesuai kondisi
saat diberikan Nomor Ijin Edar, dan terjadi peningkatan Toll Manufacturing pemenang suplair
obat ke industri farmasi lain tanpa proses registrasi di Badan POM, dengan alasan bahwa
pemenang suplair obat terikat dengan komitmen waktu suplai padahal proses registrasi obat
di Badan POM memerlukan waktu.

Pada dasarnya, jaminan mutu (Quality Assurance) dalam manajemen suplai obat8 bertujuan
untuk memberikan jaminan bahwa setiap produk obat yang digunakan oleh pasien aman,
dan efektif dengan standar mutu yang sama. Karakteristik dari standar mutu tersebut, antara
lain, memiliki Nomor Ijin Edar, jaminan kemurnian dan potensi, memiliki keseragaman bentuk
sediaan, profil Uji Bio-Availability (bila perlu) yang baik dan merupakan produk dengan
kestabilan sesuai ketentuan. Jaminan mutu juga sangat tergantung pada kualitas kemasan,
transportasi yang digunakan dan kondisi penyimpanan. Jaminan mutu obat yang dipakai dalam
JKN harus mencakup seluruh life cycle dari produk obat tersebut. Dampak tidak terpenuhinya
jaminan mutu obat dalam JKN, antara lain, (i) Tujuan penggunaan obat tidak tercapai dan
kemungkinan akan meningkatkan biaya pengobatan dan layanan kesehatan akibat risiko
dari obat tersebut (ii) Obat yang tidak memenuhi syarat perlu dilakukan penarikan/recall dan
Sumber: Laporan Kinerja Badan POM 2016 dan 2017 akan berdampak pada kelancaran layanan (iii) kekosongan obat apabila tidak ada mekanisme
penggantian pasokan yang cepat dan efisien.
Salah satu subsistem Sistem Kesehatan Nasional (SKN) adalah sediaan farmasi, alat kesehatan
dan makanan, yang meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan, khasiat/ Di samping itu, walaupun persentase obat yang memenuhi syarat menunjukkan profil yang
kemanfaatan dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar; (ii) on-track tetapi tidak diketahui bagaimana kaitannya dengan sasaran agenda pembangunan
ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial; (iii) perlindungan nasional dalam meningkatkan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Apabila dilihat
masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat dan penggunaan obat dalam 3 (tiga) tahun belakangan ini masih banyak temuan pengawasan obat yang terkait
yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan jaminan mutu dengan masalah terbesar adalah pemenuhan uji disolusi, dan konsistensi
sumber daya dalam negeri. Oleh karena itu dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) kadar obat, sebagaimana terlihat dalam Gambar 3 Hasil pengawasan obat tidak memenuhi
sebagai bagian tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dalam SKN

6 Badan POM, Kinerja BPOM Dalam Angka Triwulan IV Tahun 2017 8 Management Sciences for Health (MSH). Managing Drug Supply, 1997, hal.119-150; 161-184; 315-326, update 2012
7 Badan POM, Laporan Kinerja 2016 dan 2017 edition (Google Source)
10 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 2. Analisis Situasi • 11

syarat berdasarkan parameter uji 2015-2017. Kajian terhadap jenis obat yang diuji dari hasil Upaya keterpaduan SISPOM dan K/L terkait dalam SKN perlu direvitalisasi antara lain
pengawasan obat dalam Gambar 3 menunjukkan menunjukkan bahwa Analgesik/Antipiretik/ melalui (i) peningkatan koordinasi kawalan jaminan mutu produk farmasi dalam JKN dan;
Anti-inflamasi dan beberapa jenis obat life-saving seperti Antibiotika. (ii) peningkatan kerjasama lintas sektor dalam sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan kesehatan. Khusus untuk proses pengadaan obat dalam e-katalog, diperlukan
kerja sama yang lebih erat antara Badan POM, Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat
Gambar 3. Hasil Pengawasan Obat Tidak Memenuhi Syarat Kesehatan Kementrian Kesehatan dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Berdasarkan Parameter Uji 2015-2017 (LKPP) utamanya terkait persyaratan pemenang suplair obat dan kawalan jaminan mutu
obat, dimana diperlukan masukan hasil SISPOM dalam kriteria pemilihan pemenang suplair
obat berdasarkan rekam jejak jaminan mutu obat suplair/produsen (Historical Quality Track
Records) yang meliputi (i) Konsistensi kinerja produsen dalam pemenuhan GMP dan GDP, (ii)
Data temuan ke-berulang-an masalah mutu untuk produk obat tertentu dari produsen tertentu,
(iii) pengaruh riwayat recall terhadap proses resertifikasi dan registrasi obat dan (i) sejarah
konsistensi komitmen ketersediaan dan pengiriman sesuai kontrak.

Di sisi lain, permasalahan keamanan pangan juga telah menjadi keprihatinan dunia. Dipicu
oleh kenyataan bahwa ratusan juta manusia di dunia menderita penyakit menular maupun
tidak menular karena pangan yang tercemar (Food Borne Diseases), maka pada tahun 1992
dalam forum FAO/WHO International Conference on Nutrition telah dilakukan deklarasi bahwa
memperoleh pangan yang cukup, bergizi dan aman di konsumsi adalah hak setiap orang.
Sumber: Badan POM: Forum Dialog tentang “Aksesibilitas terhadap Obat-obatan yang berkualitas Di Indonesia, kawalan Good Practices pada Keamanan Pangan sangat kompleks karena
dengan harga yang terjangkau dalam JKN di Indonesia”, CSIS, Jakarta,9 Nov 2017 melibatkan kemitraan seluruh komponen pemangku kepentingan yaitu pemerintah
(Kementrian Pertanian, Kementrian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Perindustrian,
Anti TB, Anti virus dan Kardio-vaskular termasuk produk obat yang konsisten tidak memenuhi Kementrian Perdagangan, Kementrian Kesehatan, Badan POM, dan pemerintah daerah),
syarat mutu dalam kurun waktu 2015, 2016, 2017, walaupun terjadi pergeseran jenis obat untuk produsen pangan, distributor terkait dan konsumen. Mata rantai Keamanan Pangan from Farm
temuan terbanyak dari tahun ke tahun, sebagaimana yang terlihat dalam Gambar 4 (Tren Obat to Table9 adalah sebagaimana Gambar 5 (Mata Rantai Keamanan Pangan from Farm to Table).
Tidak Memenuhi Syarat Berdasarkan Parameter Uji 2015 sampai dengan Oktober 2017). Hasil
temuan tidak memenuhi syarat hanya mencakup < dari 2 % obat yang di-sampling dan diuji
(dengan asumsi 98,74% obat memenuhi syarat), tetapi kondisi ini memberikan warning bahwa Gambar 5. Mata Rantai Keamanan Pangan from Farm to Table
ada sekelompok masyarakat yang mungkin masih terpapar akan obat yang tidak memenuhi
syarat apabila tidak ada koordinasi bidang obat sektor publik.

Gambar 4. Tren Obat Tidak Memenuhi Syarat Berdasarkan Parameter Uji


Tahun 2015 s/d Oktober 2017

Sumber: Prof Deddy Fardiaz, 2010-2018

Sumber: Badan POM: Forum dialog CSIS tentang “Aksesibilitas terhadap obat-obatan yang berkualitas 9 Prof Dedy Fardiaz, 2010-2018
dengan harga yang terjangkau dalam JKN di Indonesia”, Jakarta, Nov 2017
12 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 2. Analisis Situasi • 13

Saat ini Indonesia mengalami beban ganda keamanan pangan10. Beban pertama Hal ini tercermin dari data penolakan produk pangan ekspor Indonesia di pasar global.
berkaitan dengan masalah-masalah mendasar keamanan pangan; terutama masih belum Hal ini disebabkan karena keamanan pangan telah menjadi prasyarat yang semakin ketat
diaplikasikannya prinsip pembuatan makanan/pangan dengan baik. Sepanjang tahun 2013- bagi perdagangan internasional, dan karena itu maka kondisi keamanan pangan juga akan
2017 Badan POM11 telah menerima laporan sebanyak 271 Kejadian Luar Biasa Keamanan berpengaruh secara langsung pada kinerja ekspor produk pangan dari suatu negara. Sebagai
Pangan (KLB KP) dimana penyebabnya didominasi oleh pangan masakan rumah tangga (36- contoh, data US FDA (US Food and Drug Administration) tahun 2011-201413, menunjukkan terjadi
49%), disusul oleh pangan jajanan (17-36%), pangan jasa boga (13-28%) dan industri pangan penolakan produk pangan Indonesia oleh US FDA karena alasan keamanan pangan sebanyak
olahan (11-15%) sebagaimana Gambar 6 (Penyebab KLB Keamanan Pangan berdasarkan Jenis 1.451 kasus atau sekitar 30 kasus penolakan per bulan. Alasan terbesar penolakan produk
Pangan 2013-2017). pangan Indonesia adalah karena alasan kotor (filthy, 36%), diikuti dengan tercemar Salmonella
suatu bakteri patogen penyebab keracunan pangan (31%). Penyebab penolakan ekspor yang
sering juga dialami oleh eksportir Indonesia ke Amerika Serikat adalah ditemukannya residu
Gambar 6. Penyebab KLB Keamanan Pangan berdasarkan Jenis Pangan (2013-2017) obat hewan (hormon, antibiotika), dekomposisi (histamin, pertumbuhan mikroba lain, dll),
serta alasan lain yang meliputi adanya indikasi praktik tidak saniter, kesalahan pelabelan, dan
Masakan Rumah Tangga Pangan Jajanan Pangan Jasa Boga Pangan Olahan Tidak diketahui penggunaan pewarna ilegal.

2017 38% 36% 13% 13% 0% Upaya peningkatan kinerja kawalan Keamanan Pangan14, khususnya untuk mengatasi beban
pertama, sejak 2014 telah dikembangkan Program Manajemen Risiko (PMR) yang menekankan
2016 49% 20% 15% 15% 0%
kemandirian pelaku usaha dalam penjaminan penerapan Sistem Manajemen Keamanan
Pangan. Konsep ini, menekankan kepada upaya-upaya preventif oleh pelaku usaha dan
2015 41% 23% 21% 15% 0%
pemberian kepercayaan kepada industri sebagai pihak yang paling bertanggung jawab untuk
2014 36% 26% 28% 11% 0% Keamanan Pangan, dimana pelaksanaannya diverifikasi oleh pemerintah sebagai regulator.
Pelaksanaan PMR untuk tahap saat ini, difokuskan pada industri pangan yang memproduksi
2013 48% 17% 17% 15% 4% pangan berisiko tinggi, dan dilaksanakan secara bertahap, sebagai berikut:
· Pada tahun 2015 – 2016 diterapkan secara wajib untuk seluruh industri pangan yang
Sumber : Badan POM, 2018 memproduksi pangan formula bayi, formula lanjutan dan formula pertumbuhan
· Pada tahun 2017 – 2018 diterapkan bagi industri pangan yang memproduksi pangan
Data Badan POM 2013-201712 juga menunjukkan bahwa agen penyebab KLB keracunan steril komersial yang disterilisasi akhir (Low Acid Canned Food in container sterilization),
pangan ini didominasi oleh agen mikrobiologi (confirmed and suspect) dan disusul oleh agen misal: ikan dalam kaleng, susu steril dalam kaleng
kimia (confirmed and suspect) sebagaimana Gambar 7 (Profil Etiologi KLB Keamanan Pangan · Pada tahun 2019 dan selanjutnya akan dikembangkan untuk produk lainnya
2013-2017). Beban kedua, secara khusus berkaitan dengan industri pangan Indonesia yang
berorientasi ekspor; yang harus menghadapi berbagai isu keamanan pangan baru yang selalu Target dan capaian Program Manajemen Risiko (PMR) 2015-2017 adalah sebagaimana
bermunculan dari waktu ke waktu, berubah-ubah dan berbeda dari satu negara ke negara tercantum dalam Tabel 4 (Target dan Capaian PMR Keamanan Pangan 2015-2017).
lainnya.

Gambar 7. Profil Etiologi KLB Keamanan Pangan (2013-2017) Tabel 4. Target dan Capaian PMR Keamanan Pangan 2015-2017

Target Capaian
Tahun % Capaian
(% Industri yang Mandiri) (% Industri yang Mandiri)

2015 3% 2.7% 90%

2016 5% 4.6% 91%

2017 7% 6.8% 96%

Sumber : Badan POM, 2018

Sumber : Badan POM, 2018

10 Hariyadi P, SNI Valuasi Volume 9/No2/2015 13 Hariyadi P, SNI Valuasi Volume 9 / No 2/ 2015
11 Badan POM, 2018 14 Badan POM, Kedeputian 3, 2018
12 Ibid
14 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 2. Analisis Situasi • 15

Mengingat masalah yang mendesak terkait dengan Keamanan Pangan pada saat ini adalah · Hygiene dan sanitasi yang tidak terpenuhi (ditunjukkan dengan data Angka Kapang dan
masalah persisten penggunaan Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang melebihi batas dan Khamir, Angka Lempeng Total bakteri, dan MPN Coliform melebihi batas)
penggunaan bahan kimia yang dilarang/berbahaya untuk pangan (misalnya formalin, boraks, · Mengandung pemanis buatan siklamat yang melebihi batas
zat pewarna non pangan) khususnya pada level industri rumah tangga, jasa boga, dan UMKM15, · Mengandung bahan yang dilarang ditambahkan di pangan, misal: Rhodamin – B di sirup,
maka saat ini intensifikasi kawalan Keamanan Pangan juga diprioritaskan pada beberapa Boraks di bakso
program antara, lain, program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya, program Desa Pangan
Aman, program pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), program pembinaan Walaupun profil Keamanan Pangan tahun 2017 menunjukkan perbaikan yang signifikan,
UMKM, serta peningkatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi. Hasil pengawasan pangan intensifikasi kawalan Keamanan Pangan masih terus harus dilakukan karena realisasi capaian
di pasar dalam rangka program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya sepanjang 2013-2017 indikator program/kegiatan Keamanan Pangan yang ditetapkan sebagaimana Tabel 5 (Kinerja
menunjukkan tren penurunan pangan yang mengandung bahan berbahaya (Boraks, Formalin, Kawalan Keamanan Pangan 2017) yang dilakukan Badan POM menunjukkan cakupan yang
Rhodamin B dan Kuning Metanil), sebagaimana ditunjukkan Gambar 8 (Kinerja Program Pasar terbatas. Oleh karena itu, upaya kerjasama lintas sektor antar kementrian/Lembaga from Farm
Aman dari Bahan Berbahaya 2013-2017). to Table perlu direvitalisasi.

Gambar 8. Kinerja Program Pasar Aman dari Bahan Berbahaya 2013-2017 Tabel 5. Kinerja Kawalan Keamanan Pangan 2017

Capaian
Indikator Target Realisasi
(%)

Jumlah desa pangan aman 100 100 100

Jumlah desa yang diintervensi keamanan pangan 2100 2094 99

Jumlah desa pangan aman di daerah destinasi


10 10 100
wisata

Jumlah komunitas yang mendapat sosiasilasi


110 110 100
keamanan pangan

Persentase laporan keracunan pangan yang di


100 110 100
tindaklanjuti

Jumlah komunitas desa yang terpapar Keamanan


2500 1930 77
Pangan (5 komunitas/desa/komunitas)
Sumber : Badan POM, 2018

Jumlah sekolah yang diintervensi keamanan


Pengawasan terhadap PJAS dilakukan melalui pengambilan sampel dan pengujian 5000 5000 100
Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
laboratorium terhadap cemaran kimia dan cemaran mikrobiologi (angka kapang dan khamir,
MPN Coliform, Angka lempeng Total, Pemanis buatan Siklamat). Hasil evaluasi terhadap Jumlah usaha pangan (Usaha Mikro Kecil dan
Menengah/UMKM) yang diintervensi keamanan 21000 20511 97
Pangan PJAS 2012-2014 menunjukkan bahwa 4 (empat) jenis pangan paling bermasalah,
pangan
yaitu es, minuman berwarna/sirup, jeli/agar dan bakso. Oleh karena itu selanjutnya pantauan
Keamanan PJAS difokuskan pada 4 jenis pangan tersebut. Hasil pengawasan PJAS pada tahun Jumlah komunitas pelaku usaha pangan desa da-
4200 4188 99
2015 – 2017 menunjukkan adanya penurunan PJAS yang tidak memenuhi syarat, yaitu pada lam pemanfaatan dan pengembangan teknologi
tahun 2015 terdapat 47% sampel pangan tidak memenuhi syarat (dari 526 sampel), pada tahun
2016 sampel pangan tidak memenuhi syarat menurun menjadi 39% (dari total sampel 627 Sumber : Badan POM – Kinerja BPOM Dalam Angka Triwulan IV Tahun 2017

sampel), dan pada tahun 2017 sampel pangan tidak memenuhi syarat menurun menjadi 19%
(dari 1449 sampel). Penyebab PJAS tidak memenuhi syarat antara lain karena:

15 BAPPENAS, presentasi pakar, FGD Bappenas Pengawasan Obat dan Makanan, 30 Mei 2018
16 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 2. Analisis Situasi • 17

2.2. Kelembagaan dalam pengawasan obat dan makanan 201719 Kementrian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) pada
prinsipnya mendukung rencana pembentukan UPT Badan POM di Kabupaten/Kota tertentu
Pengawasan obat dan makanan yang memiliki dimensi luas dan kompleks merupakan tersebut dan pada bulan Juni 2018 sebanyak 40 Loka POM (UPT level eselon 4) telah disetujui
komponen pembangunan kesehatan yang melibatkan multisektor dan multilevel di Pusat dan oleh Kementrian PANRB20. Untuk itu, telah ditetapkan Peraturan BPOM Nomor 11 Tahun 2018
Daerah, dengan berbagai pemangku kepentingan. Rantai pengawasan obat dan makanan masih tentang Kriteria Klasifikasi Unit Pelaksana Teknis di lingkungan BPOM dan Peraturan BPOM
terfragmentasi dimana sebagian kewenangannya tidak dimiliki Badan POM sebagai Lembaga Nomor 12 Tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan
Pemerintah Non Kementrian bidang pengawasan obat dan makanan, utamanya terkait dengan BPOM.
upaya di pemerintah daerah dan penegakan hukum. Agar pelaksanaan pengawasan Obat dan
makanan efektif dan efisien, telah dilakukan berbagai upaya penguatan SISPOM terhadap 4 Menyadari bahwa dalam penguatan kelembagaan pengawasan obat dan makanan pada
(empat) aspek/kerangka, yaitu (i) kerangka regulasi (dasar hukum, kedudukan, kewenangan), leval daerah perlu dilakukan dengan lebih strategik, maka telah dilakukan koordinasi dengan
(ii) kerangka kelembagaan (tugas, fungsi, organisasi), (iii) kerangka sumber daya (SDM, pemerintah daerah, antara lain, dalam bentuk kerjasama formal yang dipayungi oleh
pendanaan/anggaran, infrastruktur), dan (iv) kerangka koordinasi dan sinergisme lintas sektor Peraturan/Keputusan Bersama antara Menteri terkait dengan Kepala Badan POM dan atau
dengan fokus utama penguatan SISPOM adalah sebagai berikut: Nota Kesepahaman (MOU-Memorandum of Understanding) antara pimpinan pemerintah
· Menguatkan kewenangan dan wibawa kelembagaan Badan POM sebagai penjuru dan kabupaten/kota dengan Kepala Badan POM. Secara umum, pelaksanaan koordinasi di tingkat
instansi terkait untuk secara efektif melaksanakan pengawasan hulu ke hilir dan tindak pusat telah berjalan dengan baik. Namun di tingkat daerah, kerjasama lintas sektor sangat
lanjut hasil pengawasan bergantung pada komitmen pemerintah daerah terhadap pentingnya kawalan obat dan
· Meningkatkan koordinasi, kolaborasi dan komunikasi lintas sektor serta mengembangkan makanan yang aman dan bermutu sebagai bagian program/kegiatan pemerintah daerah.
jejaring kemitraan dengan Kementrian/Lembaga terkait dan pemerintah daerah Untuk itu, langkah strategis secara nasional dalam kaitan ini adalah implementasi Peraturan
· Melaksanakan pelayanan publik yang lebih efisien dan mendekatkan Badan POM dan Menteri Dalam Negeri No. 41 Tahun 2018 tentang Peningkatan Koordinasi Pengawasan Obat
instansi terkait pengawasan obat dan makanan ke masyarakat dan Makanan di daerah sebagai turunan dari Instruksi Presiden No. 3/2017 tentang Peningkatan
· Meningkatkan pengawasan dan penindakan yang bisa memberikan efek jera terhadap Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan. Dengan demikian, diharapkan pelaksanaan
pelanggaran hukum atas jaminan keamanan, manfaat, dan mutu obat dan makanan koordinasi pengawasan obat dan makanan di jajaran pemerintah daerah akan lebih efektif.
· Meningkatkan pemahaman dan keterlibatan masyarakat dan pelaku usaha dalam
pengawasan obat dan makanan Dalam rangka intensifikasi keamanan pangan, dengan mengacu pada Undang Undang Pangan
No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, telah ditetapkan Peraturan Bersama Menteri Dalam
Penguatan sistem dan kelembagaan pengawasan obat dan makanan juga dilakukan dengan Negeri dan Kepala Badan POM No. 43 Tahun 2013 dan No. 2 Tahun 2013 tentang Pengawasan
pelaksanaan benchmarking ke beberapa institusi bidang pengawasan obat dan makanan Bahan Berbahaya yang Disalahgunakan dalam Pangan, dimana dimandatkan pembentukan
di beberapa negara, yang tergolong negara maju (misalnya US FDA) dan negara emerging Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya yang beranggotakan wakil dari pemerintah pusat,
(misalnya Chinese FDA)16. Secara global, Badan Kesehatan Dunia (WHO-World Health pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Tim dimaksud di daerah diketuai oleh
Organization) sesuai mandatnya berupaya memperkuat sistem regulatori obat negara Kepala Dinas yang membidangi Perdagangan dan beranggotakan seluruh instansi yang
anggotanya, terutama negara berkembang17, antara lain dengan melakukan kajian tingkat terlibat dalam produksi dan peredaran bahan berbahaya, yaitu (i) Dinas yang membidangi
maturity sistem regulatori dimaksud. Untuk itu, WHO telah menyusun Global Benchmarking perindustrian dan perdagangan, serta (i) instansi yang terdampak dengan penyalahgunaan
Tools yang mencakup organisasi dan fungsi regulatori yang harus dicakup. Pada bulan Juli bahan berbahaya yaitu: BBPOM/BPOM, Dinas yang membidangi pertanian, peternakan,
2018, organisasi dan fungsi Badan POM untuk pengawasan obat dan vaksin dikaji oleh WHO, perikanan dan pasar. Sampai dengan saat ini telah terbentuk sebanyak 23 Tim Pengawas
dengan hasil bahwa Badan POM termasuk NRA (National Regulatory Authority) dengan fungsi Terpadu Provinsi dan 73 Tim Pengawas Terpadu Kabupaten/Kota. Namun demikian, pada saat
regulatori yang mantap (Maturity Level 3 dan 4 dari total 5 level)18. ini hanya sedikit Tim Pengawas Terpadu yang aktif melakukan pengawasan dan melaporkan
kegiatan yang telah dilakukan ke Kementerian Dalam Negeri dan Badan POM sebagaimana
Dalam rangka penguatan kelembagaan pengawasan obat dan makanan pada leval pusat diatur dalam Peraturan Bersama tersebut. Implementasi yang agak berhasil-guna sebagian
telah ditetapkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat besar diinisiasi kegiatannya oleh Balai Besar/Balai POM, baik dari sisi penyediaan anggaran
dan Makanan, pada leval daerah, telah dilakukan langkah-langkah strategis sesuai amanat pengawasan, kompetensi, maupun penetapan target pengawasan.
Nawacita pertama yaitu untuk menghadirkan Negara dalam memberikan jaminan kepada
masyarakat atas keamanan dan mutu obat dan makanan. Langkah-langkah strategis Kendala utama yang dihadapi dalam koordinasi untuk kegiatan ini adalah (i) setelah Undang
tersebut, antara lain, meliputi penguatan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Balai besar/Balai POM Undang No. 23 Tahun 2014 diterbitkan, persepsi pemerintah daerah adalah tidak merasa
diseluruh provinsi, dan pembentukan UPT di kabupaten/kota tertentu secara bertahap sesuai perlu untuk membentuk Tim Pengawas Terpadu Bahan Berbahaya dan menyiapkan anggaran
kebutuhan pengawasan sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan pasal 35 Peraturan pengawasan (ii) pemerintah daerah tidak memiliki database sarana distribusi bahan berbahaya
Presiden No. 80 tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pada bulan Mei di wilayahnya. Penugasan pemerintah daerah provinsi untuk menyediakan layanan penerbitan

16 Badan POM, Kinerja BPOM Dalam Angka Triwulan IV Tahun 2017 19 Badan POM, Naskah Akademik Penguatan Unit Pelaksana Teknis (UPT) di lingkungan Badan Pengawas Obat dan
17 WHO, World Health Assembly (WHA) Resolution 67.20, 2014 Makanan, 2017-2018
18 WHO Benchmarking Visit at Badan POM, July 2018 20 Badan POM, Surat dari Menteri PANRB No B/411/M.KT.01/2018 tanggal 8 Juni 2018 perhal penataan UPT BPOM
18 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 2. Analisis Situasi • 19

Surat Izin Usaha Perdagangan Bahan Berbahaya, yang disertai dengan rekomendasi hasil 2.3. SDM pengawas
pemeriksaan dari pemerintah kabupaten/kota dimana sarana pemohon berlokasi, masih belum
terlaksana dengan baik. Sampai dengan saat ini hanya 18 Provinsi yang telah menyediakan Perubahan lingkungan strategis pengawasan obat dan A shortage of qualified personnel
layanan penerbitan izin dimaksud dan proses pelayanan yang diizinkan tidak seluruhnya makanan berjalan dengan kecepatan bagaikan deret was cited as a major problem facing
mengacu pada Peraturan Menteri Perdagangan No. 44/M-Dag/per/9/2009, dan (iii) Keterbatasan ukur, sementara upaya efisiensi di berbagai bidang the National Regulatory Authorities
kompetensi petugas daerah untuk melakukan pengawasan, termasuk pelaksanaan Pro kerja dan tambahan sumber daya (manusia dan (NRA) worldwide. A number of
Justitia bagi pelanggaran terkait. Dengan telah ditetapkannya regulasi baru untuk penguatan pendanaan/anggaran) yang ada, hanya menghasilkan strategies can be considered in
kelembagaan dan koordinasi pengawasan obat dan makanan serta pembentukan 40 Loka perkembangan kapasitas yang berjalan seperti suatu order to alleviate the shortage of
POM (level eselon 4) di beberapa Kabupaten/Kota, perlu diperkuat tata hubungan Balai Besar/ deret hitung. Sesuai kajian WHO21, sebagaimana human resources: better human
Balai/Loka POM dan pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan perlunya upaya yang lebih keras organisasi National Regulatory Authority (NRA) resource planning; sharing and
untuk penguatan kemampuan Balai Besar/Balai POM. Dalam konteks ini, sangat diperlukan yang lain, Badan POM yang merupakan organisasi pooling of international resources
NSPK yang menjadi acuan kerja sama antara K/L yang terkait pengawasan obat dan makanan berbasis bukti ilmiah dan ilmu pengetahuan on education and training, on
dengan pemerintah daerah, khususnya Dinas Kesehatan, Dinas Perindustrian/Perdagangan, (scientific/evidence and knowledge-based) dan information, and on QC; instituting
dan jajaran lintas sektor lainnya. sekaligus merupakan organisasi penegak hukum incentives, prioritizing and
(enforcement agency) perlu didukung oleh SDM streamlining work processes, job
yang memadai dengan kompetensi, kemampuan, enlargement and job enrichment.
Tabel 6. Pengawasan Obat dan Makanan oleh Balai/Balai Besar POM ilmu pengetahuan atau intangible asset yang lain (Effective Drug Regulation, a Multi
sesuai bidang yang diperlukan sehingga keberadaan Country Study, WHO, 2002)
Badan POM dalam menjalankan peran dan fungsinya
Indikator Target Realisasi Capaian (%) benar-benar dirasakan oleh masyarakat luas. Saat
ini, SDM yang dimiliki oleh Badan POM sampai tahun 2017 sejumlah 3.812 orang,
Jumlah sampel obat KB yang diuji
995 981 98,59 yang tersebar di Unit Kerja Pusat dan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia.
menggunakan parameter kritis
Ditinjau dari analisa beban kerja, utamanya dengan upaya penguatan kelembagaan dan
Jumlah sampel obat yang diuji peningkatan koordinasi lintas sektor, Badan POM masih memerlukan penambahan SDM
57.702 56.881 98,58
menggunakan parameter kritis sejumlah 3.568 orang22.

Jumlah sampel makanan yang diuji


24.848 24.346 97,98 Mengingat tantangan terkait kelangkaan SDM merupakan hal yang akan terus dihadapi,
menggunakan parameter kritis
strategi pengembangan SDM perlu difokuskan menjadi pengembangan Human Capital
Persentase cakupan pengawasan sarana dimana kajian yang dilakukan bukan saja berdasarkan analisa beban kerja, tetapi juga pada
63 46.23 73,38
produksi obat dan makanan kemampuan dan kompetensi apa yang diperlukan karena pada dasarnya terdapat dua masalah
Persentase cakupan pengawasan sarana besar terkait dengan Human Capital, yaitu kuantitas maupun kualitasnya. Keterbatasan kualitas
25 39.52 158,08 SDM Badan POM perlu mendapat perhatian khusus, utamanya dari perspektif internasional,
distribusi obat dan makanan
dimana SDM Badan POM masih harus ditingkatkan kompetensinya dalam menghadapi
Jumlah perkara di bidang obat dan tantangan globalisasi.
315 306 97,14
makanan

Jumlah layanan publik BB/BPOM 40.192 56.840 141,42 Sesuai dengan Peraturan Badan POM No. 26 Tahun 2017, telah dibentuk satu unit khusus pusat
pengembangan SDM pengawasan obat dan makanan dengan level eselon 2 yang diharapkan
Jumlah komunitas yang diberdayakan 727 713 98,07 dapat menjadi center of excellence untuk mendukung pengembangan profesionalisme SDM,
antara lain meningkatnya rasio Human Capital strata 3 (S3) dan strata 2 (S2) yang merupakan
Jumlah dokumen perencanaan,
penganggaran, dan evaluasi yang 321 326 101,56 salah satu pilar penting terwujudnya Badan POM sebagai organisasi pembelajar yang
dilaporkan tepat waktu berbasis kuat pada ilmu pengetahuan (scientific/evidence and knowledge-based learning
organization). Regulasi yang perlu dituntaskan untuk pendukung penguatan kelembagaan,
Persentase pemenuhan sarana prasarana kapasitas institusional, cakupan dan sumber daya pengawasan obat dan makanan. Dalam
90 80.76 89,73
sesuai standar
melaksanakan pengawasan obat dan makanan yang komprehensif, walaupun sudah ditetapkan
Sumber: Badan POM – Kinerja BPOM dalam Angka Triwulan IV Tahun 2017 beberapa regulasi baru dalam 2 (dua) tahun belakangan ini, tetap diperlukan dukungan
Undang-Undang yang bersifat (Lex Specialis) yang dapat menajamkan pengawasan obat dan

21 WHO, Ratanawijitrasin S., Wondemagegnehu E., Effective Drug Regulation, A multi Country Study, 2002
22 Badan POM – Laporan Kinerja BPOM 2017
20 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 2. Analisis Situasi • 21

makanan dalam melindungi masyarakat dan sekaligus Human Capital Program adalah rujukan dan melakukan uji yang belum dapat dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM (rujukan
dapat mengesampingkan perundang-undangan yang pilar penting untuk menjadikan skala nasional dan internasional). Dengan penataan kembali organisasi laboratorium di
bersifat umum (Lex Generalis). Di samping itu, perlu Badan POM sebagai scientific/ Pusat, tantangan baru selanjutnya adalah bagaimana implementasi yang optimal akan
dilakukan revisi beberapa dasar hukum yang mungkin evidence and knowledge-based peran dan fungsinya dalam mendukung pengawasan obat dan makanan, utamanya dengan
sudah obsolete dan perlu disesuaikan dengan kondisi dan sekaligus learning organization meningkatnya kompleksitas produk obat dan makanan yang perlu diuji.
lingkungan strategis obat dan makanan terkini serta yang terus berkembang mengikuti
NSPK terkait. perubahan lingkungan strategis
baik di organisasi internal maupun Gambar 9. Kemampuan Uji Badan POM Terhadap Fornas
Khusus tantangan terkait SDM pengujian, diperlukan eksternal dan Produk Beredar di Pasaran (%)
upaya penambahan SDM dan peningkatan kompetensi
yang terstruktur dan intensif, karena data pada tahun
2017, SDM di laboratorium obat dan makanan pusat (Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional) hanya berjumlah 153, dengan pendidikan terbanyak adalah sarjana S1 (83 orang),
diikuti oleh sarjana S2 (33 orang) dan hanya 1 (satu) Sarjana S323. Tantangan lain terkait
standar GLP laboratorium pengawasan obat dan makanan adalah cakupan dan kemampuan uji
yang dimiliki. Salah satu contoh nyata adalah terbatasnya kapasitas pengujian dalam rangka
mendukung ketersediaan obat dan jaminan mutu yang berkesinambungan program JKN.

2.4. Kapasitas laboratorium

Data dalam 3 (tiga) tahun belakangan laboratorium Badan POM hanya mampu menguji
sekitar 34.11% sampai 43.92% obat yang ada di dalam Formularium Nasional (FORNAS), dan
sekitar 24.87 % sampai 32.02 % obat yang beredar24, sebagaimana terlihat pada Gambar 9
(Kemampuan Uji Badan POM terhadap Fornas dan Produk Beredar di Pasaran), padahal
Permenkes nomor 75 Tahun 2016 memberikan mandat kepada Badan POM untuk Sumber : Badan POM, Laporan Tahunan Kedeputian 1 BPOM 2015-2017
Penyelenggaraan Uji Mutu Obat JKN pada Instalasi Farmasi Pemerintah dengan cara melakukan
pengambilan sampel yang representatif dan berdasarkan analisis resiko serta pengujian mutu
berdasarkan standar kompedia. 2.5. Penindakan pelanggaran obat dan makanan

Tantangan lain adalah mempertahankan akreditasi laboratorium Badan POM (PPOMN/ Pengamanan (security) jaringan peredaran obat dan makanan yang bermutu, aman, dan
PPPOMN) sebagai laboratorium pengendali mutu untuk pengujian obat HIV/AIDS, berkhasiat dari infiltrasi produk ilegal, di bawah standar (sub-standard) dan palsu (falsified),
antituberkulosa dan Anti Malaria (ATM) yang diperoleh sekitar tahun 201325. Audit yang merupakan perhatian dunia27 . Oleh karena itu salah satu fungsi pengawasan obat dan makanan
dilakukan tim prekualifikasi WHO pada medio 2018 ke laboratorium Badan POM (PPOMN/ di samping melindungi masyarakat dari peredaran obat dan makanan yang tidak aman,
PPPOMN) ternyata menunjukkan masih ada temuan major terkait penerapan sistem mutu bermutu dan bermanfaat, juga perlu melakukan upaya penegakan hukum (enforcement).
yang perlu ditindak lanjuti dengan CAPA (Correction Action Prevention Action), walaupun
sebelumnya sudah ada bantuan USAID melalui USP-PQM26 untuk laboratorium Badan POM Kegiatan pengawasan post-market sebagai upaya hilir pengawasan obat dan makanan juga
(PPOMN/PPPOMN) berupa pelatihan kemampuan uji dan penerapan GLP. mencakup kegiatan law enforcement (kegiatan bidang penyidikan dan penindakan) sebagai
salah satu upaya untuk memberikan dampak bermakna tindak lanjut pelanggaran di bidang
Perubahan organisasi dari laboratorium obat dan makanan di Pusat, dari Pusat Pengujian Obat obat dan makanan, antara lain, berupa pemberian efek jera pelaku tindak pidana obat dan
dan Makanan Nasional (PPOMN) menjadi Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan makanan yang selanjutnya diharapkan akan berdampak pada penurunan pelanggaran di
Nasional (PPPOMN) sesuai dengan Peraturan Kepala Badan POM No. 26 Tahun 2017. PPOMN bidang obat dan makanan. Untuk memperkuat kegiatan penyidikan dan penindakan, dilakukan
memiliki tugas dan fungsi utama sebagai berikut : (i) Pengembangan Metoda Analisa dan Baku beberapa upaya penguatan, antara lain, operasi terpadu dan operasi intensif dalam kerangka
Pembanding; (ii) Memastikan pemenuhan GLP oleh Balai Besar/Balai POM (iii) Memastikan ICJS (Integrated Criminal Justice System) yang melibatkan Bareskrim POLRI serta K/L terkait,
seluruh obat dan makanan yang beredar di Indonesia mampu diuji (iv) menjadi laboratorium di samping kegiatan koordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk mempercepat penyelesaian

23 Badan POM, Laporan Tahunan PPOMN 2017 27 WHO, the 65th WHA 2012, resolution on Member State Mechanism on SSFC medical products; the 67th WHA 2014,
24 Badan POM, Laporan Tahunan kedeputian 1 BPOM 2015-2017 Resolution No 67.20, Regulatory System Strengthening
25 USAID Press Release Dec 4, 2013.
26 Badan POM, Laporan Kinerja PPOMN, 2017
22 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 2. Analisis Situasi • 23

berkas perkara tahap 1 (penyerahan berkas perkara) hingga tahap 2 (penyerahan barang bukti mengukur besaran masalah dan dampak akibat beredarnya produk obat dan makanan palsu,
dan tersangka). Peningkatan kinerja dan profesionalisme Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) substandar dan ilegal. Oleh karena itu dirasa perlu (i) untuk melaksanakan studi khusus
dioptimalkan guna mendukung kapasitas sumber daya manusia yang lebih baik. Keberhasilan tentang produk palsu, substandar dan ilegal di Indonesia secara independen dan (ii) untuk
kegiatan investigasi awal dan penyidikan diukur dengan beberapa indikator28 dengan realisasi meningkatkan koordinasi dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice
sebagaimana Tabel 7. System-ICJS), mengingat Badan POM tidak dapat berperan sebagai single player karena
keterbatasan kewenangan sehingga dukungan dan jaringan kerja sama yang baik dengan
Tabel 7. Kinerja Investigasi dan Penyidikan dalam Rangka Penegakan Hukum semua pemangku kepentingan termasuk para penegak hukum sangat diperlukan.
Bidang Obat dan Makanan

Gambar 10. Kelas Terapi Produk Obat Palsu


Capaian
Indikator Target Realisasi
(%)
Jumlah intervensi yang diberikan kepada
69 79 114
Balai Besar/Balai POM

Perkara yang diselesaikan hingga penyerahan


4 2 50
berkas perkara (tahap 1)

Perkara yang diselesaikan hingga penyerahan


2 3 150
tersangka dan barang bukti (tahap 2)

Sumber: Badan POM –Kinerja BPOM Dalam Angka Triwulan IV Tahun 2017

Khususnya di bidang obat, dari studi WHO tentang obat palsu, termasuk obat ilegal dan obat
di bawah standar (substandar)29 diketahui bahwa masalah tingginya temuan obat palsu,
substandar dan ilegal, khususnya di negara berkembang dapat meningkatkan kerentanan
pertahanan keamanan negara, menimbulkan ancaman terhadap kesehatan masyarakat
dan perekonomian, dan sekaligus juga melemahkan kepercayaan terhadap Pemerintah,
profesional kesehatan, sistem dan program kesehatan. Dari 118 studi WHO yang dilaksanakan Sumber : Investigation on falsified Vaccine di Indonesia (WHO, 2016)
dari tahun 2006 sampai 2016 serta data WHO Global Surveillance and Monitoring System
(GSMS) diketahui bahwa obat Antimalaria palsu berkontribusi terhadap 51.000 sampai 297.000 Ancaman bidang obat dan makanan yang sangat serius menyebabkan pada Oktober 2017
kematian setiap tahunnya di negara-negara sub-Sahara Afrika dengan dampak ekonomi total Presiden RI mencanangkan Aksi Nasional Pemberantasan Obat Ilegal dan Penyalahgunaan
pertahun diperkirakan antara US$ 9 juta dan US$ 54 juta akibat diperlukannya tambahan Obat, agar secara serentak aksi nasional lintas sektor dilaksanakan di 34 Provinsi oleh Balai
pengobatan dan perawatan lebih lanjut. Secara global, data pemalsuan obat terbanyak, POM di Daerah, bersama dengan pemerintah daerah dan K/L terkait di seluruh wilayah
antara lain adalah Anti Malaria, Antibiotika, antituberkulosa yang merupakan obat lifesaving Nusantara. Dalam Aksi Nasional ini koordinasi dan kerjasama terpadu diperluas dengan
sebagaimana terlihat dalam Gambar 10 (Kelas Terapi Produk Obat Palsu – data WHO). pemangku kepentingan baik pemerintah pusat-daerah, masyarakat, dan pelaku usaha, melalui
strategi di bidang Pencegahan, Pengawasan, dan Penindakan Hukum untuk memberikan efek
Di Indonesia, kasus vaksin palsu yang terkuak pada tahun 201630 dan beberapa kejadian jera.
penyalahgunaan obat yang sudah dilarang beredar (PCC: Parasetamol, Coffein, Carisoprodol)
memperkuat fakta bahwa keberadaan obat ilegal dan palsu bukan saja merupakan kejahatan Gambar 11. Jumlah Perkara Tindak Pidana Obat dan Makanan 2015-2017
kemanusiaan yang mengancam perlindungan kesehatan masyarakat, tetapi juga merupakan
kejahatan yang dapat mengganggu jalannya perekonomian, dan lebih jauh dapat mengganggu
keamanan dan ketertiban yang berujung pada menurunnya pertahanan negara. Dalam kaitan
ini, apabila ditemukannya kasus kejahatan obat dan makanan, Badan POM senantiasa berada
di front line dalam menghadapi keluhan dan pengaduan masyarakat, meskipun sebenarnya
kasus tersebut menjadi ranah sektor lain. Hal ini menunjukkan kebutuhan untuk penguatan
kerangka pengawasan obat dan makanan, termasuk penegakan hukum terkait yang lebih
koordinatif, apalagi pada saat ini belum ada data di Indonesia yang komprehensif untuk

28 Badan POM, Kinerja BPOM Dalam Angka Triwulan IV Tahun 2017 Sumber : Kedeputian IV, BPOM (Mei 2018), Bappenas,
29 WHO, 118 Field Studies 2006-2016 and WHO Global Surveillance and Monitoring System (GSMS) 2016 FGD Pengawasan Obat dan Makanan, 30 Mei 2018
30 WHO, Investigation on falsified Vaccine in Indonesia, 2016
24 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 2. Analisis Situasi • 25

Pada tahun 2017 temuan jenis pelanggaran obat dan makanan berjumlah 293 perkara dengan Gambar 13. Nilai Keekonomisan Temuan Produk Obat dan Makanan yang Dimusnahkan
rincian temuan pelanggaran terbanyak berturut-turut adalah Kosmetik Tidak Memenuhi Syarat Periode 2013-2017 (Produk Mengandung Bahan Berbahaya, Ilegal dan Palsu)
(TMS) 67, Obat Tradisional (OT) Tanpa Ijin Edar (TIE) 59, Pangan TIE 51, sedangkan total temuan
sepanjang 2015-2017 adalah sebagaimana Gambar 11 (Jumlah Perkara Tindak Pidana Obat
dan Makanan 2015-2017). Hal terpenting dalam pengamanan (security) peredaran obat dan
makanan adalah upaya komprehensif dan terpadu untuk melakukan pencegahan maupun
pemberantasan terhadap kejahatan ini dan terhadap pelaku harus diberi sanksi yang berat
agar dapat memberi efek jera serta mencegah orang lain berani melakukan kejahatan ini. Di
samping itu, harus dilakukan upaya terstruktur terhadap pemberantasan kejahatan bidang obat
dan makanan untuk memberikan kepastian hukum bagi para pelaku industri legal sehingga
industri lokal/domestik dapat meningkatkan daya saing bangsa. Hal ini disebabkan karena
sumber produk TIE, TMS, Ilegal dan palsu kebanyakan merupakan produk yang bersumber
dari luar Indonesia.

Gambar 12. Temuan Jenis Pelanggaran dalam Perkara Pidana Obat dan Makanan 2017
Sumber: Badan POM, Mei 2018

Salah satu tantangan aspek penegakan hukum bidang obat dan makanan dan menjadi salah
satu penyebab tidak efektifnya upaya penegakan hukum, antara lain adalah bahwa hukuman
yang dijatuhkan belum memiliki efek jera, sehingga diperlukan upaya lanjutan guna meyakinkan
bahwa tindak pidana obat dan makanan merupakan kejahatan serius dan kepada pelakunya
perlu diberikan hukuman maksimal berdasar ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Gambaran contoh putusan pengadilan terendah dan tertinggi terhadap perkara
pidana bidang obat dan makanan adalah sebagaimana Tabel 8 dimana dapat dilihat bahwa
putusan hukum yang dijatuhkan tidak mempunyai efek jera dan tidak sebanding dengan
insentif ekonomi serta keuntungan finansial yang didapatkan oleh para pelanggar hukum. Hal
ini mengakibatkan pelanggaran berulang dan bahkan menjadi contoh bagi para pelanggar
hukum yang lain. Selain itu, lemahnya payung hukum mengakibatkan upaya penegakan
Sumber: BPOM, Mei 2018 hukum bidang obat dan makanan tidak dapat dilakukan secara maksimal.

Nilai ekonomi produk-produk tersebut tergambar dari nilai barang bukti yang berhasil
diamankan dan kemudian dimusnahkan yang jumlahnya meningkat secara signifikan setiap Tabel 8. Putusan Pengadilan atas Perkara Tindak Pidana Obat dan Makanan (Beberapa Contoh)
tahunnya. Gambaran nilai ekonomis barang bukti kejahatan bidang obat dan makanan
periode 2013-2017 dapat dilihat dalam Gambar 13 Nilai Keekonomisan Temuan Produk Obat Ancaman
dan Makanan yang Dimusnahkan Periode 2013-2017 (produk mengandung bahan berbahaya, No Produk Putusan Pengadilan Terendah Putusan Pengadilan Tertinggi
Pidana
ilegal dan palsu). 1. Obat UU RI Nomor Pidana denda 150 ribu Pidana Penjara 3 tahun
36 tahun (mengedarkan obat G-Obat 4 bulan dan denda Rp
2009 tentang dengan Resep) – 200 juta subsider 2 bulan
Kesehatan: BBPOM di Yogyakarta (mengedarkan obat TIE) –
Pidana Pusat Penyidikan Obat dan
penjara Makanan
paling lama
2. Obat 15 tahun dan Percobaan 1 tahun (mengedarkan Penjara 18 bulan denda 1
Tradisional denda paling OT TIE) - milyar Rupiah subsider 1
banyak BBPOM di Pekanbaru bulan (mengedarkan OT TIE) –
Rp1,5 Milyar BBPOM di Banda Aceh
3. Kosmetik Pidana denda 500 ribu subsider Pidana penjara 2 tahun
3 bulan (mengedarkan kos TIE) – 6 bulan dan denda Rp5
BBPOM di Semarang juta subsider 3 bulan
(mengedarkan kosmetik TIE) –
BBPOM di Mataram
26 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan

No Produk Ancaman Pidana


Putusan Pengadilan
Terendah
Putusan Pengadilan
Tertinggi
3.
4. Pangan UU RI Nomor.18 tahun 2012
tentang Pangan: Pidana penjara
paling lama 5 tahun dan denda
Percobaan 1 tahun
(mengedarkan pangan
TIE) –
Pidana Penjara 2 tahun
(mengedarkan pangan
TIE) –
Tantangan Pengawasan
Obat dan Makanan
paling banyak Rp10 Milyar BBPOM di Samarinda BBPOM di Mataram

Sumber : Badan POM, Mei 2018

Keberhasilan intensifikasi pengawasan obat dan makanan yang lain, antara lain, adalah
penindakan terhadap jaringan kosmetika iIegal impor dengan nilai keekonomisan senilai
hampir 19 miliar rupiah pada tahun 2017. Terhadap berbagai temuan kasus pelanggaran bidang
obat dan makanan, yang terpenting adalah membongkar modus operandi dan aktor intelektual
dari kasus tersebut, dan pemberian sanksi yang memiliki efek jera (deterent sanction) terhadap
pelaku kejahatan di bidang obat dan makanan. Hal ini penting untuk memberikan dampak
perlindungan kepada masyarakat luas, dan juga untuk memberikan kepastian hukum bagi para
PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN,
pelaku industri legal agar terjadi persaingan yang sehat dan sekaligus dapat meningkatkan
daya saing bangsa.
TERMASUK KEAMANAN PANGAN

Berbagai perbaikan terkini atas kinerja pengawasan obat dan makanan pada dasarnya tidak
lepas dari upaya berkesinambungan dalam penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N
(SISPOM), khususnya terkait penguatan dasar hukum koordinasi pengawasan, mengingat
keberhasilan pengawasan obat dan makanan sangat tergantung pula pada jejaring dengan
instansi lain dimana diperlukan koordinasi dan kerjasama yang efektif secara terus menerus.
Dengan ditetapkannya Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas
Pengawasan Obat dan Makanan, koordinasi lintas sektor pengawasan obat dan makanan
antar K/L dan pemerintah daerah diperkuat untuk mengambil langkah-langkah sesuai tugas,
fungsi, dan kewenangan masing-masing melakukan peningkatan efektivitas dan penguatan
pengawasan obat dan makanan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yang
meliputi: (1) sediaan farmasi, yang terdiri dari obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetik;
(2) ekstrak bahan alam; (3) suplemen kesehatan; (4) pangan olahan; dan (5) bahan berbahaya
yang berpotensi disalahgunakan.

Salah satu upaya untuk mengatasi Kronologis Temuan kosmetik ilegal 2017:
tantangan tersebut yakni operasi 1. Akhir bulan Maret 2017, Balai POM di Serang
penindakan pelanggaran menjadi lebih berhasil mengungkap peredaran kosmetika
intensif dan efektif, utamanya terkait Ilegal senilai 5,4 miliar rupiah yang diduga
berasal dari Filipina yang diselundupkan
dengan kerjasama dengan aparat penegak melalui jalur tidak resmi di wilayah Sumatera.
hukum lain (kepolisian, Bea dan Cukai,
2. Hasil temuan BPOM di Serang tersebut,
kejaksaan, pengadilan). Unit baru di
berhasil dikembangkan 3 hari berikutnya
organisasi Badan POM ini diharapkan akan melalui pengungkapan oleh Deputi Penindakan
berhasil guna dalam penegakan hukum di wilayah Cengkareng dengan total temuan
mencapai 3 miliar rupiah.
bidang obat dan makanan bekerja sama
dengan aparat penegak hukum yang lain. 3. Pengembangan kembali dilakukan dan berhasil
diungkap oleh Balai Besar POM di Lampung
dengan temuan mencapai 11,2 miliar rupiah.
28 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 3. Tantangan Pengawasan Obat dan Makanan • 29

Dalam lima tahun ke depan pengawasan obat dan makanan menghadapi berbagai tantangan of industrial sectors in all countries, in particular developing countries, including, by 2030,
yang saat ini telah dijumpai maupun tantangan baru. Secara umum tantangan pengawasan encouraging innovation and substantially increasing the number of research and development
obat dan makanan dalam 5 tahun ke depan mencakup empat aspek, yaitu: 1) aspek kesehatan- workers per 1  million people and public and private research and development spending.
menjamin produk obat dan makanan yang beredar memenuhi standar kualitas, keamanan, Dalam hal ini, terdapat 2 (dua) indikator yang telah ditetapkan untuk memantau pencapaian
dan khasiat/efektivitas terutama bagi industri kecil dan mikro; 2) aspek sosial-meningkatkan target 9.5, yaitu (i) ekspenditur riset dan pengembangan sebagai proporsi Gross Domestic
kepercayaan publik terhadap produk obat dan makanan yang beredar; 3) aspek ekonomi- Product, dan (ii) Rasio peneliti (yang full time) per 1 juta penduduk. Di bidang usaha obat
mendorong daya saing industri obat dan makanan dengan semakin mudahnya perizinan dan dan makanan, hal ini menjadi tantangan tersendiri, mengingat usaha yang telah memberikan
sertifikasi obat dan makanan dengan tetap mempertimbangkan kualitas dan jaminan produk penekanan pada riset dan pengembangan untuk inovasi umumnya hanya sebagian misalnya
halal, dukungan pengembangan produk dan makanan baru dan ketersediaan bahan baku dalam bidang obat, pangan olahan, selebihnya merupakan UMKM. Tipe inovasi yang dilakukan
negeri dengan berbagai riset, meniadakan penyelundupan dan peredaran produk ilegal dan di bidang usaha Indonesia umumnya masih berkisar pada inovasi marketing dan proses,
palsu, serta memperluas penggunaan teknologi dalam pengawasan obat dan makanan; dan 4) belum pada inovasi produk31 . Kontribusi Badan POM dalam hal ini untuk capaian target 2024
1

aspek keamanan nasional-meningkatkan penegakan hukum terhadap kasus pelanggaran obat adalah dukungan peningkatan kemandirian dan daya saing usaha bidang obat dan makanan,
dan makanan serta bioterorisme. pembinaan UMKM obat dan makanan (UMKM obat tradisional, kosmetika dan makanan),
fasilitasi pelaksanaan inovasi obat dan makanan dengan menciptakan insentif bagi pelaksana
Secara spesifik tantangan eksternal maupun internal dalam pengawasan obat dan makanan riset dan pengembangan dan juga mendukung inovasi yang tidak terkait langsung dengan
lima tahun ke depan, sebagai berikut: riset dasar seperti technology transfer serta pelaksanaan peningkatan awareness pentingnya
riset dan pengembangan.
a. Pemenuhan Target SDGs
b. Peningkatan Daya Saing dan Kemandirian Industri Obat dan Makanan
Dari 17 agenda SDGs yang ditargetkan tercapai pada tahun 2030, yang dapat dikaitkan dengan
pengawasan obat dan makanan langsung ataupun tidak langsung adalah SDGs Goal 2 (Zero Upaya pantauan peningkatan daya saing dan kemandirian usaha obat dan makanan saat
Hunger), 3 (Good Health and Well-being), dan 9 (Industry, Innovation and Infrastructure). Untuk ini masih ditekankan pada kepatuhan pemenuhan Good Regulatory Practices yaitu Good
SDGs Goal 2 (Zero Hunger), kontribusi pengawasan obat dan makanan terhadap kondisi Manufacturing Practices (GMP), Good Laboratory Practices (GLP) dan Good Clinical Practices
ini adalah tersedianya pangan dengan nilai gizi yang cukup, misalnya pangan diet khusus (GCP). Ke depan, diperlukan upaya peningkatan daya saing dan kemandirian usaha obat
yang mengandung Angka Kecukupan Gizi (AKG) tertentu seperti pada produk pangan untuk dan makanan dengan dukungan insentif khusus untuk usaha obat dan makanan yang telah
pasien diabetes dan formula bayi; garam, terigu, dan minyak goreng sawit difortifikasi dengan melakukan investasi berbasis riset dan inovasi, baik untuk bahan baku maupun produk
mikronutrien. Hal ini hanya dapat terjadi jika produsen pangan olahan yang telah diinspeksi jadi32 . Oleh karena itu Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2016 mengenai Pengembangan Industri
2

dan dibina Badan POM menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP) dan menjamin Farmasi dan Alat Kesehatan perlu dioptimalkan dengan menyusun roadmap yang mencakup
mutu produknya termasuk nilai gizi sesuai dengan standar nasional dan internasional yang (i) prioritas pengembangan produk, antara lain produk yang berbasis herbal dan bioteknologi,
ditetapkan. Pengawasan fortifikasi pangan dasar sesuai program kesehatan oleh Badan POM (ii) insentif ilmiah dan teknis misalnya penetapan skema prioritas untuk pelaksanaan uji klinik
bekerja sama dengan K/L yang terkait merupakan prioritas. dan pendaftaran produk inovasi, (iii) insentif untuk produk ekspor dan insentif ekonomi lainnya
seperti pemotongan pajak, dan (iv) koordinasi lintas sektoral.
Untuk SDGs Goal 3 (Good Health and Well-being) dimana cakupan agendanya antara lain
peningkatan program imunisasi anak, kawalan agar terjadi penurunan angka kematian anak Mengingat salah satu komponen untuk peningkatan daya saing adalahnya tersedianya produk
dan ibu hamil, dan peningkatan penanggulangan penderita HIV/AIDS. Kontribusi pengawasan yang dapat di pasarkan, maka upaya efisiensi dan efektivitas registrasi produk obat dan
obat dan makanan adalah jaminan ketersediaan dan akses masyarakat terhadap obat dan makanan tanpa mengabaikan persyaratan khasiat/manfaat, keamanan dan mutu perlu terus
vaksin yang aman, berkhasiat, efektif dan bermutu yang merupakan salah satu pencapaian ditingkatkan. Sebagai contoh, untuk bidang obat, ketentuan baru tentang kriteria dan tata cara
JKN. Selain itu, perlu perhatian khusus pada koordinasi lintas sektor dalam jaminan mutu obat pendaftaran tahun 2017 terkait penerapan reliance system33 dan dukungan akan OSS (Online
3

dan vaksin, misal: kawalan sistem Cold Chain Monitoring produk vaksin, kawalan kestabilan Single Submission)34 perlu dilaksanakan dengan sungguh-sungguh. Di samping itu, perlu
4

obat esensial untuk menanggulangi kasus PPH (Post Partum Haemorhage) seperti injeksi dilakukan penyempurnaan mekanisme pendaftaran online produk obat dan makanan di tingkat
oksitoksin, kawalan mutu obat lain untuk kesehatan ibu (maternal health) seperti magnesium pusat (Badan POM) dan tingkat provinsi (Balai POM) untuk mendukung proses pendaftaran
sulfat dan ketersediaan obat Antriretroviral yang bermutu dan terjangkau. obat dan makanan, serta pembinaan dan penyiapan berkas pendaftaran oleh industri UMKM
khususnya untuk obat tradisional obat-obatan, kosmetik dan pangan industri rumah tangga.
Untuk SDGs Goal 9 (Industry, Innovation and Infrastructure-membangun infrastruktur
yang kukuh, menggalakkan industrialisasi inklusif dan berkelanjutan, serta membantu
mengembangkan inovasi), agenda yang terkait dengan usaha bidang obat dan makanan adalah 31 UNESCO, survey to support SDGs goal 9, 2013
SDGs target 9.5, yaitu Enhance scientific research, upgrade the technological capabilities 32 UNESCO, survey to support SDGs goal 9, 2013 dan berbagai sumber lain (GPFI, seminar Penta Helix, UnPad,
2016; informasi inovasi obat di China dan India)
33 Badan POM, Peraturan BPOM No 26 Tahun 2017 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat (Buku Coklat)
34 Presentasi Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Reformasi Perijinan Berusaha dan
OSS (Online Single Submission), 18 Mei 2018
30 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 3. Tantangan Pengawasan Obat dan Makanan • 31

c. Implementasi UU No.33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) Dengan telah dikembangkannya beberapa aplikasi teknologi informasi untuk pengawasan
obat dan makanan, yang menjadi tantangan adalah apakah aplikasi tersebut berhasil-guna dan
Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal akan diberlakukan 5 (lima) berdaya-guna untuk pengawasan obat dan makanan sebagaimana tujuan pengembangannya.
tahun sesudah diundangkan. Hal ini berarti mulai tahun 2019 diperlukan langkah antisipatif Namun demikian, terkait informasi tentang regulasi, standar, persyaratan dan tata laksana
dan adaptif untuk implementasi Undang-Undang tersebut untuk produk obat dan makanan prosedur obat dan makanan serta hasil pengawasan dilapangan pada kenyataannya belum
yang tetap mendukung upaya kemandirian dan daya saing usaha bidang obat dan makanan35 . 5
dapat dimanfaatkan secara optimal karena belum disajikan dalam 2 (dua) bahasa (bilingual),
Langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi dampak pelaksanaan Undang-Undang sebagaimana komentar WHO pada saat melakukan assessment/benchmarking ke Badan POM
JPH, antara lain (i) pemberian kawalan atas daya saing produksi obat dan makanan, dan (ii) bahwa manfaat informasi dalam situs Badan POM dipaparkan hanya dalam bahasa Indonesia,
ketersediaan alternatif obat “life saving” dan vaksin yang mengandung dan atau berbasis sedangkan pencari informasi termasuk mereka yang bukan berbahasa Indonesia38 . 8

bahan yang “tidak direstui” atau diproduksi bersentuhan dengan bahan dimaksud.
Tantangan lain yakni pemanfaatan teknologi dalam tindak lanjut hasil pengawasan obat dan
d. Peningkatan Pemanfaatan Teknologi Informasi makanan melalui pelaporan aplikasi SIPT (Sistem Informasi Pelaporan Terpadu) yang isinya
antara lain, hasil pengawasan sarana distribusi dan pengujian sampel produk obat dan
Pemanfaatan sistem informasi kesehatan terkini dan teknologi informasi diperlukan untuk makanan oleh seluruh Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia. Sistem ini belum secara
mendukung kegiatan penetapan regulasi bidang obat dan makanan, dan strategi komunikasi optimal dapat mengkaitkan hasil pengawasan dengan kecepatan tindak lanjut pengawasan,
efektif risiko, misal: data pola penyakit, data resistensi antibiotika, data outbreak keracunan misalnya pelaksanaan penarikan (recall) bets produk yang bermasalah dari lapangan dan
pangan. Di samping itu, pengawasan rantai suplai/distribusi obat dan makanan merupakan pemberian sanksi terhadap temuan pemeriksaan sarana distribusi dan pelayanan obat dan
kegiatan post-market yang saat ini menjadi tantangan terbesar pengawasan obat dan makanan. Dari data yang ada diketahui bahwa dari keseluruhan temuan bidang pengawasan
makanan, utamanya yang terkait efisiensi suplai dan jaminan keabsahan produk. Hal ini hanya obat dan makanan, hanya sekitar 20% yang ditindak lanjuti secara efektif, karena kurangnya
dapat ditanggulangi dengan upaya khusus yang berbasis elektronik, mengingat keterbatasan kecepatan proses dan tidak adanya koordinasi lintas sektor, misalnya oleh pemerintah daerah
SDM. Saat ini dikembangkan aplikasi teknologi informasi 2D Bar Code untuk semua produk yang memberikan ijin sarana tersebut39 . Di beberapa negara, apabila ditemukan produk obat
9

dan aplikasi SMART BPOM. Efektivitas implementasi aplikasi teknologi informasi baru ini juga dan makanan yang bermasalah, institusi regulatori nasional atau daerah (National Regulatory
menjadi tantangan ke depan, baik dari aspek kepatuhan pelaku usaha (untuk pencantuman Authority – NRA) dapat memerintahkan penarikan produk kepada pemilik produk dari tempat
2D Bar Code) maupun kemampuan regulator dalam mengelola datanya. Di samping itu, layanan kesehatan secara serentak di seluruh negeri serta meminta yang bersangkutan
masih perlu ada peningkatan investasi teknologi informasi yang lain yang ditujukan antara melaporkan hasilnya melalui sistem elektronik dalam waktu 24 jam kepada NRA mengenai
lain, untuk perluasan cakupan pantauan rantai suplai/distribusi, pantauan ketersediaan obat jumlah, nomor bets dan rencana lebih lanjut terhadap bets yang bermasalah40 . Hal ini 10

(berkoordinasi dengan Kementrian Kesehatan dan pemerintah daerah), deteksi dini keabsahan memberikan jaminan perlindungan masyarakat yang cepat dan menyeluruh dari produk obat
obat dan makanan oleh masyarakat melalui perangkat telpon genggam, dan kontrol keamanan dan makanan yang bermasalah.
produk di media virtual (distribusi online, promosi melalui media sosial dll).
Selain itu, sistem informasi yang ada perlu disempurnakan dengan aplikasi yang
Pemanfaatan teknologi, utamanya teknologi informasi merupakan hal yang mutlak untuk mengintegrasikan hasil pre-market dan post-market (temuan di lapangan) dengan tindak
meningkatkan efektivitas pengawasan obat dan makanan, dan pemantapan pelayanan publik, lanjut regulatori yang cepat, termasuk koordinasi dengan dengan K/L dan pemerintah daerah
mengingat lingkungan strategis dan tantangan bidang obat dan makanan yang sangat dinamis. agar perlindungan masyarakat dari Obat dan Makanan yang Tidak Memenuhi Syarat, palsu,
Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi dan ilegal dapat dilakukan secara komprehensif. Hal mendasar lain yang perlu dilakukan dalam
Nasional pengembangan e-government. Sesuai WHO, bisnis proses pengawasan obat dan pemanfaatan teknologi informasi adalah perlu adanya sinergisme antara sasaran strategik
makanan memerlukan kecepatan tindak lanjut dan manajemen berbasis teknologi informasi Badan POM yang ditetapkan dengan pemanfaatan teknologi informasi pengawasan obat dan
akan lebih efektif dan efisien untuk semua kegiatan regulatori pengawasan obat dan makanan makanan sebagai indikator kinerja yang dapat menunjang penguatan sistem pengawasan
yang siklusnya berulang36 , di samping dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas
6
obat dan makanan.
tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). Dalam kaitan ini, sebagaimana
tahun 2016, pada tahun 2017 Badan POM diminta oleh Kementrian PAN dan RB untuk segera e. Kemitraan yang Berdampak pada Pengawasan Obat dan Makanan
menyempurnakan rumusan ukuran kinerja organisasi Badan POM secara berjenjang serta
melaksanakan pemantauan dan pengukuran kinerja tersebut secara elektronik di seluruh level Penerapan jaminan mutu obat JKN dalam rangka ketersediaan, pemerataan dan keterjangkauan
organisasi secara berkala37 . Strategi pemanfaatan teknologi informasi dikembangkan dengan
7
obat, terutama obat esensial, merupakan kegiatan yang beririsan dengan program pengawasan
aplikasi berbasis web dengan fokus prioritas (i) pelaksanaan tata kelola Pemerintahan yang obat dan makanan, khususnya dalam pelaksanaan pengadaan obat dan penyusunan e-katalog.
baik (e-Good Governance); (ii) proses bisnis pengawasan obat dan makanan, dimana perlu Selama ini, dalam pelaksanaan pengawasan obat dan makanan masih dijumpai kendala
ada keterkaitan antara data pre- dan post-market (iii) Peningkatan efektivitas layanan publik. yang berkaitan dengan koordinasi dengan pemangku kepentingan, utamanya di lapangan.
Demikian halnya dengan jaminan mutu obat kontrasepsi yang dikoordinasi oleh BKKBN;
35 Bappenas, Presentasi GPFI, forum FGD Pengawasan Obat dan Makanan, 30 Mei 2018
36 WHO, Ms Sauwakon Ratanawijitrasin and Mr Eshetu Wondemagegnehu, Effective Drug Regulation, a Multi
country study, 2002 38 WHO NRA Assessment ke Badan POM tahun 2012
37 Badan POM, Laporan Kinerja BPOM 2017 39 Badan POM, Kinerja BPOM Dalam Angka Triwulan IV Tahun 2017
40 DCDGI, 2014 State of Gujarat, India
32 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 3. Tantangan Pengawasan Obat dan Makanan • 33

serta sarana pengelolaan darah dan produk bersumber darah yang dikoordinasi oleh Palang dan makanan dengan K/L terkait sangat diperlukan, khususnya untuk implementasi jejaring
Merah Indonesia dan Kementrian Kesehatan. Untuk itu, diperlukan suatu mekanisme khusus, (i) INSW (Indonesia National Single Window) yang merupakan sistem nasional Indonesia
misalnya, adanya forum komunikasi lintas sektor terkait pengawasan mutu obat beredar yang yang memungkinkan dilakukan penyampaian data dan informasi secara tunggal, pemrosesan
melibatkan K/L, dan pemerintah daerah (Dinkes Provinsi dan Kabupaten/Kota). data dan informasi secara tunggal dan sinkron dan pembuat keputusan tunggal untuk ijin
kepabeanan dan pengeluaran barang41 dan (ii) Indonesia National Trade Repository System
11

Upaya perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat yang merupakan sistem repository nasional di bidang perdagangan yang diperlukan untuk
serta penggunaan obat yang rasional. Pengawasan obat dan makanan mencakup juga menghadapi ekonomi global sehingga lebih transparan.
pengawasan terhadap informasi label/penandaan dan promosi obat yang dimaksudkan agar
tidak terjadi penyalahgunaan dan penggunaan yang salah suatu obat oleh pengguna (tidak Di samping itu, dalam mendukung Inpres No. 6 Tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan
sesuai dengan indikasi yang disetujui saat produk diberi ijin edar). Dari aspek supply, Badan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan, diperlukan investasi pelaku usaha dalam bentuk
POM telah banyak melakukan pembinaan termasuk memberikan pedoman pengelolaan obat- Penanaman Modal Dalam Negeri dan Penanaman Modal Asing. Dalam kaitan ini, peran Badan
obat tertentu, namun pada kenyataannya dilapangan banyak ditemukan penggunaan obat POM adalah terkait dengan dukungan informasi persyaratan teknis untuk industri obat dan
terdaftar yang disalahgunakan, misalnya yang mengandung misoprostol, dextrometorfan, makanan bagi K/L (Badan Koodinasi Penanaman Modal, Kementrian Perdagangan) yang
amitriptilin, dan klorpromazin dan yang sudah dilarang beredar, misal PCC (Parasetamol, menangani kebijakan dimaksud, misalnya penerapan Peraturan Presiden No. 44 Tahun 2016
Caffein dan Carisoprodol). Untuk itu, dari aspek demand, diperlukan langkah-langkah strategis tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yangTerbuka dengan Persyaratan
khusus yang melibatkan Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, di Bidang Penanaman Modal. Pengawasan Obat dan Makanan pre-market khususnya yang
dan pemerintah daerah dan Badan POM untuk melakukan upaya preventif dan promotif. terkait dengan pemberian ijin edar Obat didasarkan pada kriteria khasiat, keamanan dan mutu.
Hal ini sejalan dengan Inpres No. 3 Tahun 2017 yang dimaksudkan untuk perkuatan regulasi Khusus untuk obat yang masih dilindungi paten sesuai Undang Undang No. 13 Tahun 2016
dan meningkatkan koordinasi lintas sektor dengan Kementerian/Lembaga dan pemerintah tentang Paten, pertimbangan kepentingan publik yang mendesak akan ketersediaan obat
daerah, serta memaksimalkan fungsi posko terpadu di 34 propinsi sebagai forum komunikasi, dimaksud dimungkinkan dengan adanya Peraturan Presiden tertentu. Kontribusi Badan POM
informasi dan koordinasi dengan lintas sektor terkait permasalahan obat dan makanan. dalam kaitan ini terkait dengan kajian teknis dan informasi ketersediaan obat yang lain.

Upaya percepatan pencapaian SDGs, utamanya SDG Goal 2 (Zero Hunger) terkait dengan f. Penguatan Kapasitas dan Kemampuan Uji Laboratorium Obat dan Makanan
akses untuk mendapatkan makanan yang aman, bergizi dengan jumlah yang cukup sesuai
kebutuhannya. Ketersedian pangan dengan nilai gizi yang cukup perlu dikawal, misalnya Dalam mengawal kebijakan pengawasan obat dan makanan, pengujian laboratorium
pangan diet khusus yang mengandung Angka Kecukupan Gizi (AKG) tertentu seperti pada merupakan salah satu tulang punggung pengawasan yang penting dan saat ini diselenggarakan
produk pangan untuk pasien diabetes dan formula bayi; garam, terigu, dan minyak goreng oleh laboratorium Badan POM yang berkedudukan di pusat dan yang tersebar diseluruh
sawit difortifikasi dengan mikronutrien. Di samping itu, diperlukan peningkatan awareness Indonesia di Balai Besar/Balai POM (UPT Badan POM). Laboratorium Badan POM di pusat
dalam bentuk serta Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat. Tantangan adalah Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) yang mempunyai 2 (dua) aspek
bagi BPOM ke depan adalah kolaborasi, koordinasi dan jejaring kerja dengan K/L terkait dan yang strategis sesuai tugas dan fungsinya yaitu meningkatkan kemampuan uji laboratorium
pemerintah daerah dalam penyusunan kebijakan teknis terkini tentang standar gizi pangan BB/BPOM diseluruh Indonesia dan meningkatkan kualitas pelayanan publik. Seiring dengan
olahan, pengawalan mutu, manfaat, dan keamanan pangan olahan, serta pelaksanaan KIE tuntutan kebutuhan pengawasan serta harapan masyarakat atas jaminan mutu dan keamanan
kepada masyarakat. obat dan makanan, maka harus dilakukan peningkatan kemampuan uji laboratorium sesuai
Standar Good Laboratory Practices (GLP) dan standar mutu laboratorium (ISO 2001:2015
Penguatan koordinasi lintas sektor dalam rangka Keamanan Pangan yang melibatkan K/L dan 17025) baik di PPOMN/PPPOMN maupun di laboratorium Balai Besar/Balai POM seluruh
lain, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk mengakomodasi tantangan terkini yang Indonesia secara bertahap. Pada saat ini, semua laboratorium Balai Besar/Balai POM dapat
dihadapi di bidang Keamanan Pangan. Badan POM telah menginisiasi berbagai upaya lintas melakukan pengujian dan analisis hasil uji obat dan makanan sederhana, tetapi untuk yang
sektor dalam rangka Keamanan Pangan, misalnya program pengawasan bahan berbahaya lebih kompleks pengujian harus dilakukan oleh BPOM (PPOMN/PPPOMN)42 . Dalam kaitan 12

mengingat penggunaan bahan berbahaya yang persisten dalam makanan. Berbagai upaya ini, yang perlu mendapat perhatian adalah kebijakan saat ini dimana hasil pengujian Balai
tersebut selain berkoordinasi/berkolaborasi dengan K/L terkait dan pemerintah daerah, juga Besar/Balai POM dapat langsung dimanfaatkan untuk tindak lanjut regulatori, termasuk upaya
telah melibatkan peran aktif dari komunitas masyarakat. Program Pasar Aman dari Bahan penindakan. Hal ini perlu dicermati dan seharusnya hanya dapat diberlakukan untuk Balai
Berbahaya yang dimulai sejak tahun 2013 digagas dalam rangka mengendalikan peredaran Besar/Balai POM dengan kemampuan uji strata tertentu.
bahan berbahaya dan pangan yang mengandung bahan berbahaya di pasar, serta mendukung
Program Pasar Sehat Kementerian Kesehatan. Demikian juga program Pangan Jajanan Anak Untuk itu, penguatan laboratorium pengawasan obat dan makanan yang fungsional harus
Sekolah (PJAS) yang dicanangkan sejak 2010. dibangun dengan memperhatikan jumlah penduduk, faktor risiko paparan, dan tingkat
konsumsi masyarakat akan produk obat dan makanan. Konsep baru ini perlu menetapkan
Pengawasan obat dan makanan mencakup juga kontrol terhadap arus impor dan ekspor produk kebijakan dan perencanaan bidang pengujian secara komprehensif, dari aspek manajerial dan
obat, obat tradisional, kosmetika, suplemen kesehatan dan pangan/makanan termasuk bahan
baku (bahan aktif dan bahan penolong). Dalam hal ini jejaring dan koordinasi pengawasan obat 41 Peraturan Presiden No 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik dalam Kerangka Indonesia National
Single Window
42 Badan POM, Laporan Tahunan Pusat Pengujian Obat dan Makanan (PPOMN) 2017
34 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 3. Tantangan Pengawasan Obat dan Makanan • 35

teknis, antara lain misalnya uji profisiensi yang diperlukan, sinergisme prosedur Quality Control sebelumnya sudah ada bantuan USAID melalui USP-PQM47 untuk laboratorium Badan POM
17

(QC)/Quality Assurance (QA) untuk laboratorium di Pusat dan Daerah, penerapan sistem mutu (PPOMN/PPPOMN) berupa pelatihan kemampuan uji dan penerapan GLP.
terkini (ISO 2001:2015 dan ISO 17025); penetapan metoda sampling yang mewakili dan efisien,
dan penetapan baku pembanding yang merupakan kebutuhan utama untuk pelaksanaan Dalam hal ini, mengingat pengembangan laboratorium obat dan makanan sangat padat
pengujian seluruh obat beredar. Untuk itu, perlu disusun peta jalan. sumber daya (manusia dan anggaran/dana) dan sarana-pra sarana maka penambahan jenis
laboratorium harus dilakukan dengan sangat strategis48 , dan perlu diprioritaskan dengan
18

Dengan konsep ini, kompetensi dan kemampuan uji obat dan makanan, utamanya laboratorium kajian yang matang, antara lain (i) memperkuat laboratorium yang belum berhasil-guna secara
di Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia dapat lebih merata, sehingga mampu mengawal optimal, misalnya laboratorium rokok, laboratorium vaksin dan produk biologi yang terbatas
upaya pengawasan obat dan makanan secara optimal. Khususnya laboratorium Balai Besar/ kapasitasnya, dan (ii) menetapkan pengembangan laboratorium untuk dukungan kecepatan
Balai POM di luar pulau Jawa, di provinsi daerah yang terpencil dan terluar dengan lokasi pengujian yang strategis, misalnya Mobile Laboratory, Mini Laboratory untuk screening.
geografis sulit, kapabilitas/kemampuan uji perlu disetarakan dengan kompleksitas produk-
produk yang beredar di wilayahnya. Hal ini berarti perlu upaya khusus untuk (i) Peningkatan Untuk itu, harus dibuat “Peta Jalan” pengembangan laboratorium Badan POM dengan fokus
kompetensi SDM dalam melakukan pengujian, (ii) Perbaikan peralatan dan sarana prasarana prioritas sebagai berikut :
untuk pelaksanaan pengujian, dan (iii) Pemenuhan ruang lingkup pengujian sesuai standar a) Menetapkan konsep baru laboratorium pengawasan obat dan makanan yang fungsional
kompetensi dan standar mutu ISO terkait. harus dibangun, berupa regionalisasi atau spesialisasi laboratorium di tingkat provinsi,
dan peningkatan kapasitas untuk pengujian berbasis potensi daerah
Langkah strategis lain yang harus dilakukan terkait penguatan sistem laboratorium pengawasan b) Memperkuat jejaring kerja (networking) laboratorium Badan POM di pusat dan Balai
obat dan makanan adalah, pembentukan satu jaringan kerja nasional yang dinamis dan Besar/Balai POM seluruh Indonesia dengan berbagai laboratorium di dalam negeri
kohesif untuk semua laboratorium pengawasan obat dan makanan dengan peralatan yang (termasuk universitas, lembaga penelitian) dan kerja sama bilateral serta multilateral
lengkap dan memadai sesuai standar Good Laboratory Practices (GLP) serta didukung oleh dengan berbagai institusi di luar negeri
sumber daya (manusia dan anggaran/dana) yang cukup, kompetensi SDM dalam melakukan c) Memperkuat Laboratorium Pusat Pengembangan Pengujian Obat dan Makanan Nasional
pengujian yang memadai dan, pemenuhan ruang lingkup pengujian sesuai standar kompetensi sebagai laboratorium yang memiliki jaringan/akses regional dan global serta dapat
dan standar mutu ISO terkait. Standar Minimum Laboratorium dalam GLP43 mencakup SDM,
13
mempertahankan sistem akreditasi internasional dan WHO. Dalam hal ini laboratorium
Infrastruktur dan peralatan, program pengamanan laboratorium, kemampuan analisia tren, Pusat tetap harus melaksanakan pengujian untuk produk obat dan makanan yang tidak
serta kajian secara periodik kinerja laboratorium, termasuk kompetensi SDM dan pelatihan dapat diuji oleh laboratorium Balai Besar/Balai POM
yang dilakukan. Pada tahun 2017, pemenuhan Standar Minimum Laboratorium di laboratorium d) Meningkatkan kompetensi dan kapabilitas personil laboratorium pengujian melalui
pengawasan obat dan makanan hanya mencapai 76,1%, walaupun terdapat peningkatan pelatihan yang berkelanjutan baik berupa in-house training maupun pelatihan di luar
apabila dibandingkan dengan capaian tahun 2016 sebesar 64,5%44 . 14
negeri
e) Pemantapan penerapan Quality Management System terkini dan persyaratan Good
Khusus tantangan terkait SDM pengujian, diperlukan upaya penambahan SDM dan Laboratory Practices (GLP), termasuk persyaratan standar minimum laboratorium
peningkatan kompetensi yang terstruktur dan intensif, karena data pada tahun 2017, SDM di (sarana-prasarana laboratorium di pusat dan daerah kemajuan IPTEK, dan SDM)
laboratorium obat dan makanan Pusat (Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional) hanya
berjumlah 153, dengan pendidikan terbanyak adalah sarjana S1 (83 orang), diikuti oleh sarjana g. Penegakan Hukum dari Pelanggaran Obat dan Makanan
S2 (33 orang) dan hanya 1 (satu) Sarjana S345 . Tantangan lain terkait standar GLP laboratorium
15

pengawasan obat dan makanan adalah cakupan dan kemampuan uji yang dimiliki. Salah satu Pengamanan (security) jaringan peredaran obat dan makanan yang bermutu, aman, dan
contoh nyata adalah terbatasnya kapasitas pengujian dalam rangka mendukung ketersediaan berkhasiat dari infiltrasi produk ilegal, di bawah standar (sub-standard) dan palsu (falsified),
obat dan jaminan mutu yang berkesinambungan program JKN. merupakan perhatian dunia49 . Oleh karena itu salah satu fungsi pengawasan obat dan makanan
19

di samping melindungi masyarakat dari peredaran obat dan makanan yang tidak aman,
Tantangan lain adalah mempertahankan akreditasi laboratorium Badan POM (PPOMN/ bermutu dan bermanfaat, juga perlu melakukan upaya penegakan hukum (enforcement).
PPPOMN) sebagai laboratorium pengendali mutu untuk pengujian obat HIV/AIDS, Khususnya di bidang obat, dari studi WHO tentang obat palsu, termasuk obat ilegal dan obat
antituberkulosa dan anti Malaria (ATM) yang diperoleh sekitar tahun 201346 . Audit yang
16
di bawah standar (substandar)50 diketahui bahwa masalah tingginya temuan obat palsu,
20

dilakukan tim prekualifikasi WHO pada medio 2018 ke laboratorium Badan POM (PPOMN/ substandar dan ilegal, khususnya di negara berkembang dapat meningkatkan kerentanan
PPPOMN) ternyata menunjukkan masih ada temuan major terkait penerapan sistem mutu pertahanan keamanan negara, menimbulkan ancaman terhadap kesehatan masyarakat
yang perlu ditindak lanjuti dengan CAPA (Correction Action Prevention Action), walaupun dan perekonomian, dan sekaligus juga melemahkan kepercayaan terhadap Pemerintah,
profesional kesehatan, sistem dan program kesehatan. Dari 118 studi WHO yang dilaksanakan

43 WHO, Global Benchmark Tools, 2017 47 Badan POM, Laporan Kinerja PPOMN, 2017
44 Badan POM, Laporan Kinerja BPOM 2017 48 Badan POM, Laporan kinerja BPOM 2017
45 Badan POM, Laporan Tahunan PPOMN 2017 49 WHO, the 65th WHA 2012, resolution on Member State Mechanism on SSFC medical products; the 67th WHA
46 USAID Press Release Dec 4, 2013 2014, Resolution No 67.20, Regulatory System Strengthening
50 WHO,118 Field Studies 2006-2016 and WHO Global Surveillance and Monitoring System (GSMS) 2016
36 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan

dari tahun 2006 sampai 2016 serta data WHO Global Surveillance and Monitoring System
4.
Saran/Rekomendasi
(GSMS) diketahui bahwa obat Antimalaria palsu berkontribusi terhadap 51.000 sampai 297.000
kematian setiap tahunnya di negara-negara sub-Sahara Afrika dengan dampak ekonomi total
pertahun diperkirakan antara US$ 9 juta dan US$ 54 juta akibat diperlukannya tambahan

Kebijakan Pembiayaan
pengobatan dan perawatan lebih lanjut. Secara global, data pemalsuan obat terbanyak, antara
lain adalah Anti Malaria, Antibiotika, anti tuberkulosa yang merupakan obat life saving.

Di Indonesia, kasus vaksin palsu yang terkuak pada tahun 201651 dan beberapa kejadian
21

penyalahgunaan obat yang sudah dilarang beredar (PCC: Parasetamol, Coffein, Carisoprodol) Kesehatan
memperkuat fakta bahwa keberadaan obat ilegal dan palsu bukan saja merupakan kejahatan
kemanusiaan yang mengancam perlindungan kesehatan masyarakat, tetapi juga merupakan
kejahatan yang dapat mengganggu jalannya perekonomian, dan lebih jauh dapat mengganggu
keamanan dan ketertiban yang berujung pada menurunnya pertahanan negara. Dalam kaitan
ini, apabila ditemukannya kasus kejahatan obat dan makanan, Badan POM senantiasa berada
di front line dalam menghadapi keluhan dan pengaduan masyarakat, meskipun sebenarnya
kasus tersebut menjadi ranah sektor lain. Hal ini menunjukkan kebutuhan untuk penguatan
PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN,
kerangka pengawasan obat dan makanan, termasuk penegakan hukum terkait yang lebih
koordinatif, apalagi pada saat ini belum ada data di Indonesia yang komprehensif untuk
TERMASUK KEAMANAN PANGAN
mengukur besaran masalah dan dampak akibat beredarnya produk obat dan makanan palsu,
substandar dan ilegal. Oleh karena itu dirasa perlu (i) untuk melaksanakan studi khusus
tentang produk palsu, substandar dan ilegal di Indonesia secara independen dan (ii) untuk K A J I A N S E K T O R K E S E H ATA N
meningkatkan koordinasi dalam Sistem Peradilan Pidana Terpadu (Integrated Criminal Justice
System-ICJS), mengingat Badan POM tidak dapat berperan sebagai single player karena
keterbatasan kewenangan sehingga dukungan dan jaringan kerja sama yang baik dengan
semua pemangku kepentingan termasuk para penegak hukum sangat diperlukan.

Hal terpenting dalam pengamanan (security) peredaran obat dan makanan adalah upaya
komprehensif dan terpadu untuk melakukan pencegahan maupun pemberantasan terhadap
kejahatan ini dan terhadap pelaku harus diberi sanksi yang berat agar dapat memberi
efek jera serta mencegah orang lain berani melakukan kejahatan ini. Di samping itu, harus
dilakukan upaya terstruktur terhadap pemberantasan kejahatan bidang obat dan makanan
untuk memberikan kepastian hukum bagi para pelaku industri legal sehingga industri lokal/
domestik dapat meningkatkan daya saing bangsa. Hal ini disebabkan karena sumber produk
TIE, TMS, Ilegal dan palsu kebanyakan merupakan produk yang bersumber dari luar Indonesia.

Salah satu tantangan aspek penegakan hukum bidang obat dan makanan dan menjadi salah
satu penyebab tidak efektifnya upaya penegakan hukum, antara lain adalah bahwa hukuman
yang dijatuhkan belum memiliki efek jera, sehingga diperlukan upaya lanjutan guna meyakinkan
bahwa tindak pidana obat dan makanan merupakan kejahatan serius dan kepada pelakunya
perlu diberikan hukuman maksimal berdasar ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Gambaran contoh putusan pengadilan terendah dan tertinggi terhadap perkara pidana
bidang obat dan makanan dimana dapat dilihat bahwa putusan hukum yang dijatuhkan tidak
mempunyai efek jera dan tidak sebanding dengan insentif ekonomi serta keuntungan finansial
yang didapatkan oleh para pelanggar hukum. Hal ini mengakibatkan pelanggaran berulang
dan bahkan menjadi contoh bagi para pelanggar hukum yang lain. Selain itu, lemahnya
payung hukum mengakibatkan upaya penegakan hukum bidang obat dan makanan tidak
dapat dilakukan secara maksimal.

51 WHO, Investigation on falsified Vaccine in Indonesia, 2016


38 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 4. Saran/Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan Kesehatan • 39

4.1. Usulan Arah Kebijakan dan Strategi

Arah kebijakan ke depan yang diusulkan “peningkatan pengawasan obat dan makanan yang i. Peningkatan akses obat dan makanan yang aman, bermutu, berkhasiat/bermanfaat dan
lebih efektif, efisien, dan berdaya ungkit bagi inovasi, sehingga memberikan perlindungan terjangkau serta peningkatan jaminan keamanan pangan;
menyeluruh bagi kesehatan masyarakat sekaligus peningkatan daya saing obat dan makanan”. j. Peningkatan kemampuan penegakan hukum dan peran Badan POM dalam Integrated
Arah kebijakan yang ditetapkan tersebut perlu memperhatikan 2 (dua) hal penting yaitu a) Criminal Justice System (ICJS);
penyelarasan dengan sistem kesehatan nasional, dukungan terhadap aspek sosio-ekonomi, k. Peningkatan komunikasi risiko obat dan makanan termasuk jejaring kerja sama dengan
dan dukungan inovasi dan aspek ilmiah riset dan pengembangan terkait aspek regulasi uji masyarakat dan pemangku kepentingan;
klinis, dan b) pengembangan kerangka kinerja regulatori (Regulatory Performance Framework) l. Optimalisasi implementasi Inpres No 3/2017 tentang peningkatan efektivitas pengawasan
a. Penyelarasan dengan (i) Sistem Kesehatan Nasional secara keseluruhan, antara lain, obat dan makanan;
peningkatan akses obat dan makanan yang terjamin khasiat/manfaat, keamanan, mutu, m. Penyelesaian beban ganda keamanan pangan yaitu (i) penguatan prinsip pembuatan
dan keterjangkauannya termasuk upaya promosi kesehatan masyarakat jangka panjang makanan/pangan yang baik sesuai GMP/HACCP pangan masakan rumah tangga, pangan
dengan komunikasi yang jelas, efektif dan memiliki target sasaran; (ii) dukungan terhadap jajanan, pangan jasa boga dan industri pangan olahan, khususnya untuk UMKM dan
aspek sosio-ekonomi dalam mengawal aspek ekonomi bisnis obat dan makanan dan perluasan PMR (Program Manajemen Risiko); (ii) penguatan pemenuhan persyaratan
peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat (iii) dukungan inovasi dan aspek ilmiah internasional terhadap pangan olahan produksi Indonesia untuk ekspor.
riset dan pengembangan terkait aspek regulasi uji klinis produk biopharmaceutical, dan
pengembangan obat berbasis herbal serta kajian ketersediaan obat life-saving halal Arah kebijakan dan strategi tersebut perlu didukung oleh penguatan kerangka kelembagaan,
(antisipasi pelaksanaan UU Jaminan produk halal). kerangka regulasi, dan kerangka pendanaan.
b. Pengembangan kerangka kinerja regulatori (regulatory performance framework)
untuk mengukur dampak kinerja pengawasan obat dan makanan terhadap kesehatan Penguatan kerangka kelembagaan yang didasarkan pada pendekatan manajemen risiko,
masyarakat sesuai indikator kinerja utama (key performance indicator) yang ditetapkan. pemanfaatan teknologi informasi dan kolaborasi lintas sektoral untuk meningkatkan
Kerangka kinerja regulatori harus bertujuan mendorong efisiensi, transparansi dan transparansi, akuntabilitas, tata kelola pemerintahan yang baik dan efisiensi, dengan (i)
akuntabilitas, antara lain, cost-effectiveness pelaksanaan pengawasan obat dan makanan; pengembangan model berbasis risiko untuk inspeksi produksi dan evaluasi produk terhadap
seberapa jauh berfungsinya institusi pengawasan obat dan makanan; seberapa jauh kepatuhan Good Regulatory Practices (Good Review Practices, GMP, GDP) berkoordinasi
akses publik terhadap regulasi, prosedur, kriteria dan keputusan regulatori; dampak biaya dengan lembaga lain, (ii) pengembangan model pengujian obat dan makanan yang inovatif
(cost-impact) terhadap bisnis farmasi apabila terjadi keterlambatan dalam penetapan serta penjajakan kerja sama dengan laboratorium independen (misalnya laboratorium di
keputusan regulatori; akuntabilitas hasil tindakan regulasi; dan efektivitas komunikasi universitas terakreditasi) untuk pengujian produk obat dan makanan yang established (iii)
risiko. intensifikasi kegiatan penegakan hukum termasuk pengungkapan aktor intelektual yang
berkaitan dengan kejahatan obat dan makanan dengan kolaborasi yang kuat dalam sistem
Strategi yang diusulkan untuk melaksanakan arah kebijakan tersebut dapat dilakukan melalui: peradilan pidana terpadu (ICJS : Integrated Criminal Justice System).
a. Perlindungan publik dari obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat dengan
perluasan cakupan dan kualitas pengawasan pre- dan post-market obat dan pangan Penguatan kerangka pendanaan dengan peningkatan efisiensi alokasi anggaran, utamanya
berisiko untuk revitalisasi kinerja laboratorium dan pelaksanaan sampling dan pengujian produk obat
b. Peningkatan kemandirian pelaku usaha, pemangku kepentingan dan partisipasi dan makanan.
masyarakat
c. Percepatan proses registrasi produk obat dan makanan dengan tetap mengacu pada Penguatan kerangka regulasi yang difokuskan pada penguatan dasar hukum berdasarkan
pemenuhan kualitas keamanan produk Good Regulatory Practices, dengan mempertimbangkan input (sumber daya manusia, dan
d. Peningkatan riset di bidang pengawasan obat dan makanan alokasi anggaran), proses (regulasi dan bisnis proses atau layanan berdasarkan konsep
e. Peningkatan kemampuan SDM dan kapasitas laboratorium dan Balai POM perlindungan yang komprehensif dan promosi kesehatan masyarakat dari hulu hingga hilir -
f. Perluasan pemanfaatan teknologi informasi dalam pengawasan obat dan makanan full Spectrum52 ), dan output (implikasi bagi kesehatan masyarakat). Penting untuk melakukan
1

g. Peningkatan kemandirian dan inovasi/pengembangan obat, obat tradisional, bahan baku kemitraan antara K/L, dan pemerintah daerah di semua level) dan penegakan hukum atas
farmasi dalam negeri seluruh pelanggaran obat dan makanan secara tegas.
h. Penguatan perlindungan dan promosi kesehatan masyarakat melalui komunikasi risiko
yang efektif (effective risk communication), mencakup (i) penguatan pengetahuan yang
mendukung komunikasi efektif risiko, (ii) perluasan kapasitas penyebarluasan, dan
52 Full Spectrum adalah pengawasan obat dan makanan sesuai kriteria Benchmarking WHO dan studi FAO-WHO
pengawasan efektif komunikasi risiko, dan (iii) optimalisadi kebijakan komunikasi risiko yaitu (i) Pengawasan pre-market berupa kawalan khasiat/manfaat, keamanan, dan mutu melalui sistem registra-
dan manfaat si, penerapan jaminan mutu, penerapan GMP dan (ii) Pengawasan post-market berupa kawalan kepatuhan GMP,
GDP, Market Vigillance dan upaya Law Enforcement (penyidikan dan penindakan) serta pelaksanaan Effective
Risk Communication dan upaya promosi kesehatan masyarakat bidang obat dan makanan.
40 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan 4. Saran/Rekomendasi Kebijakan Pembiayaan Kesehatan • 41

4.2. Review Indikator POM 2015-2019 dan Masukan Indikator POM 2020-2024 b. Penentuan Sampel
Mengacu pada pedoman sampling obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, dan
4.2.1. Review Indikator Pengawasan Obat dan Makanan 2015-2019 pangan, metode yang digunakan dalam penentuan sampel yaitu gabungan antara
purposive-targeted dengan pendekatan analisis risiko dan metode acak/random.
Dalam mengukur capaian pengawasan obat dan makanan, perlu diukur dengan indikator Selain itu, sampling dikelompokkan atas dua jenis sampling rutin dan sampling kasus.
tertentu. Pada periode 2015-2019 kinerja pengawasan obat dan makanan secara nasional Sampling rutin dilakukan secara purposive-targeted melalui pendekatan analisis risiko
diukur dengan persentase obat memenuhi syarat dan persentase makanan memenuhi yang dilakukan untuk obat-obat yang digunakan untuk pelayanan di sarana pemerintah
syarat. Namun, tren capaian dari tahun ke tahun kurang sensitif untuk menggambarkan maupun sarana pelayanan lain yang bekerja sama dengan BPJS dan sampling obat non
progress kinerja (hampir 100%). Permasalahan utama pada tingginya capaian obat dan JKN yang dilakukan di sarana swasta dan dilakukan secara acak/random. Pengambilan
makanan antara lain karena metode pengukuran yang kurang representatif. sampel dilakukan secara acak/random untuk memenuhi keterwakilan (representative)
terhadap produk yang beredar. Obat dalam kategori ini mencakup obat, obat tradisional,
a. Definisi Operasional dan Cakupan Pengawasan Obat dan Makanan dan suplemen kesehatan. Sampling yang dilakukan karena dipicu kasus tertentu
Obat dan makanan yang Memenuhi Syarat (MS) adalah obat dan makanan yang aman (triggered sampling). Dengan penentuan sampel tersebut, pengawasan obat dan
dikonsumsi, yaitu yang memenuhi standar keamanan/mutu dan khasiat (untuk Obat) makanan tidak murni dilakukan secara random dan mempengaruhi hasil capaian yang
produk yang telah ditetapkan terkait dengan komponen yang terkandung di dalamnya. belum mencerminkan kondisi di lapangan. Penentuan sampel dilakukan berdasarkan
Dengan definisi operasional tersebut maka pernyataan MS (Memenuhi Syarat) atau TMS pada survei baseline data yang tidak dilakukan secara berkala.
(Tidak Memenuhi Syarat) hanya bisa ditetapkan dengan analisis laboratorium terhadap
komponen yang terkandung di dalam obat dan makanan, baik komponen kimia maupun c. Pendekatan Berbasis Risiko
mikrobiologi (atau biologi). Pernyataan MS atauTMS untuk kriteria pelanggaran terhadap Pengambilan sampel berbasis risiko (risk-based sampling) digunakan dalam fungsi
ketentuan lainnya seperti tidak memiliki NIE/produk ilegal, produk kadaluarsa/produk pengawasan obat dan makanan dengan penentuan sampel berdasarkan perkiraan
rusak, dan tidak memenuhi ketentuan label/penandaan, digunakan sebagai pelengkap risikonya terhadap kesehatan. Sehubungan dengan hal tersebut, obat dan makanan
informasi dan tetap dicatat terkait dengan sampel yang diuji di laboratorium. Dengan yang dikonsumsi dalam jumlah besar, sering dikonsumsi oleh masyarakat dan produk
demikian, setiap sampel yang diambil dari peredaran diuji di laboratorium terhadap yang kemungkinan terkontaminasi seharusnya diambil sampelnya dalam jumlah lebih
parameter uji kimia dan mikrobiologi serta uji lainnya untuk menetapkan kategori MS banyak atau lebih sering diuji. Semua rencana sampling harus mempertimbangkan
atau TMS. Definisi operasional ini terbatas pada produk obat dan makanan (olahan) secara statistik terkait dengan sejumlah sampel yang dianalisis. Namun, saat ini
yang memiliki ijin edar, sehingga obat dan pangan tanpa ijin edar serta pangan segar pengambilan sampel terbatas pada alokasi anggaran dan kapasitas laboratorium,
tidak dijadikan sasaran. Permasalahan di lapangan karena terdapat beda kewenangan sehingga pemerataan beban laboratorium dalam pengujian disamaratakan sementara
antara BPOM sebagai pengawas obat dan pangan dengan ijin edar dan Kemtan sebagai faktor risiko, keterpaparan, dan jumlah penduduk masing-masing wilayah berbeda-beda.
pengawas pangan segar. Selain itu, stakeholder lainnya yaitu Kemkes sebagai pengawas
makanan dan minuman di berbagai tempat-tempat umum. d. Pengukuran Pengawasan Obat dan Makanan
Dengan kondisi SDM, kapasitas laboratorium, dan ketersediaan anggaran yang ada pada
lembaga pengawas obat dan makanan di Indonesia yakni BPOM, belum ada regulasi
Gambar 14. Tren Capaian Indikator Pengawasan Obat dan Makanan
yang mengatur atau mewajibkan peran swasta secara mandiri untuk self-assessment
terhadap produknya melalui laboratorium yang telah dinyatakan layak oleh BPOM
sebagai regulator.

4.2.2. Masukan indikator pengawasan obat dan makanan 2020-2024

Ke depan indikator pengawasan obat dan makanan 2020-2024 perlu dijabarkan menjadi
Indikator yang mampu memberikan gambaran sejauh mana upaya pengawasan obat
dan makanan mampu memberikan dampak perlindungan kesehatan masyarakat dan
mencakup pengukuran hasil pengawasan untuk seluruh komoditas dan prosesnya. Untuk
itu, perlu dilakukan benchmarking53 terhadap indikator serupa yang secara internasional
2

mampu mengukur dampak terhadap upaya pengawasan yang dilakukan, antara lain,
sebagai berikut :

53 Australian Government, Therapeutic Goods Administration, Dept of Health, TGA Key Performance Indicators,
July 2015-June 2016
Sumber: BPOM, berbagai tahun
42 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan Kajian Sektor Kesehatan • 43

a. Adanya peningkatan efektivitas dan efisiensi perlindungan kesehatan masyarakat indeks pengawasan obat dan makanan, pada skala nasional dapat menggambarkan
b. Adanya koordinasi dan komunikasi dengan lintas sektor dan pemangku kepentingan kinerja organisasi pengawas obat dan makanan. Hal yang perlu menjadi perhatian dalam
yang jelas, sesuai target dan pelaksanaannya efektif penentuan indeks adalah komponen penyusunnya perlu dikaji secara komprehensif
c. Tindakan regulatori pengawasan obat dan makanan yang dilakukan sebanding dan pengukurannya perlu dibuat secara berkala. Jika ditinjau lebih lanjut, terdapat
dan efektif dengan paparan resiko regulatori kelemahan dalam penggunaan indeks. Indeks merupakan indikator yang sifatnya
d. Adanya pendekatan yang terarah dan terkoordinasi terhadap kepatuhan standar komparasi, perbandingan dengan daerah/negara lain, sebagai contoh misalnya indeks
dan persyaratan serta pelaksanaan monitoring hasil pengawasan obat dan pembangunan manusia. Sementara untuk indeks keamanan maupun pengawasan obat
makanan dan makanan belum terdapat ada benchmark-nya dan tidak dapat dibandingkan dengan
e. Adanya transparansi upaya pengawasan obat dan makanan dengan keterlibatan kondisi di negara lain. Selain itu, indeks merupakan komposit dari banyak indikator/
semua pihak yang diregulasi variabel, sehingga kurang mampu menjelaskan intervensi yang harus dilakukan apabila
f. Adanya dukungan terhadap peningkatan kemandirian dan inovasi serta perbaikan indeks tersebut masih rendah dan perlu melihat lagi ke dalam bagian mana yang
kerangka regulatori lemah. Untuk itu, indeks keamanan obat dan makanan perlu dikaji lebih lanjut terutama
komponen pembentuknya dan cara hitungnya sehingga mampu merepresentasikan
Di samping hal tersebut di atas, komponen kritis yang penting untuk masuk sebagai kinerja sistem pengawasan obat dan makanan. Namun, indeks pengawasan obat dan
indikator pengawasan obat dan makanan adalah pelaksanaan komunikasi risiko yang makanan lebih tepat menjadi indikator organisasi karena mengukur kinerja dari seluruh
efektif54 , yang dikelompokkan dalam 2 (dua) kategori yaitu komunikasi interaktif tentang
3 fungsi (unit) di organisasi BPOM, bukan indikator pembangunan untuk pengawasan obat
benefit risk produk obat dan makanan agar masyarakat dapat melakukan kajian mandiri dan makanan.
terhadap produk yang diregulasi dan pemberian pedoman kepada pelaku usaha obat
dan makanan untuk melakukan komunikasi efektif.

Untuk memenuhi beberapa kaidah tersebut di atas, terdapat berbagai usulan indikator
pengawasan obat dan makanan ke depan sebagai berikut:

a. Persentase Obat Memenuhi Syarat dan Persentase Makanan Memenuhi Syarat


dengan Perbaikan
Sampai dengan saat ini persentase obat memenuhi syarat dan persentase makanan
memenuhi syarat masih merupakan indikator yang relevan untuk digunakan dalam 5
tahun ke depan. Namun, perlu perbaikan baik dari aspek pengambilan sampelnya maupun
dari aspek keterwakilan produk obat dan makanannya. Dalam pengambilan sampel
perlu dibedakan antara random dan targeted. Khusus random dapat digunakan dalam
pengukuran kinerja capaian pengawasan obat dan makanan. Sementara itu, targeted
dilakukan terpisah dengan tujuan untuk mengukur capaian kegiatan yang strategis
seperti pangan jajanan anak sekolah dan lain sebagainya. Dalam penentuan sampelnya
menggunakan risk-based sampling dengan memperhatikan jumlah penduduk, risiko
keterpaparan produk obat dan makanan (exposure), dan tingkat konsumsi masyarakat.
Penentuan sampel tersebut perlu berbasis pada hasil survei baseline data.

b. Indeks Keamanan obat dan makanan & indeks pengawasan obat dan makanan
Indeks dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi agregat indikator keamanan
dan pengawasan obat dan makanan yang dibentuk dari dimensi obat, obat tradisional,
suplemen kesehatan, kosmetik, dan makanan, dapat dibandingkan antar waktu, antar
wilayah (provinsi), dan antar dimensi. Perubahan kondisi dapat ditunjukkan oleh
perubahan angka indeks. Indikator yang lebih mencerminkan impact yang diusulkan
adalah indeks keamanan obat dan makanan yang diharapkan dapat tersusun beberapa
indikator outcome yang korelasinya kuat dalam menentukan keamanan, manfaat/
khasiat, dan mutu obat dan makanan. Indikator lainnya yang bersifat komposit yakni

54 US Dept of Health and Human Services, Food and Drug Administration, Strategic Plan for Risk Communication,
2009.
44 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan Kajian Sektor Kesehatan • 45

Referensi

1. Australian Government. (2016). Therapeutic Goods Administration Key Performance 18. Fardiaz, Dedy. (2010-2018) kumpulan berbagai presentasi di pertemuan Rapat Kerja Badan
Indicators July 2015-June 2016. Australia: Department of Health. POM.

2. Badan POM. (2015). Laporan Tahunan 2015. Jakarta: BPOM. 19. Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia. (2016). disampaikan dalam Seminar Penta Helix
Kemandirian Bahan Baku Farmasi, Universitas Padjadjaran, September 2016.
3. Badan POM. (2016). Laporan Tahunan 2016. Jakarta: BPOM.
20. GPFI .(2018, Mei). Harapan industri farmasi untuk pengawasan obat dan makanan di
4. Badan POM. (2017). Laporan Kinerja 2017. Jakarta: Badan POM. Indonesia. Disampaikan pada FGD Pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan
oleh Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas, 30 Mei 2018.
5. Badan POM. (2017). Naskah Akademik Penguatan Unit PelaksanaTeknis (UPT) di lingkungan
Badan Pengawas Obat dan Makanan, 2017-2018. 21. Hariyadi, P. (2015). Keamanan Pangan: Tantangan Ganda Bagi Indonesia. SNI Valuasi
Volume 9 No.2 Tahun 2015, Hal. 6-9.
6. Badan POM. (2017). Laporan Tahunan 2017. Jakarta: BPOM.
22. Instruksi Presiden Nomor 6 tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri
7. Badan POM. (2017). Kinerja BPOM Dalam Angka Triwulan IV. Jakarta: BPOM.
Farmasi dan Alat Kesehatan.

8. Badan POM. (2017). Laporan Kinerja BPOM Tahun 2016-2017 dan hasil indepth interview
23. Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2017 tentang Peningkatan Efektivitas Pengawasan Obat
terhadap Kesestamaan Juni-Juli 2018. Jakarta: BPOM.
dan Makanan.

9. Badan POM. (2017). Laporan Tahunan Pusat Pengujian Obat dan Makanan (PPOMN) 2017.
24. Kementrian Perindustrian. (2016). Data Nilai Ekspor Tahun 2016. Dapat diakses di: https://
Jakarta: BPOM.
www.kemenperin.go.id/statistik/exim.php.

10. Badan POM. (2017). Laporan Tahunan Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
25. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia. (2018). disampaikan
NAPZA 2016-2017. Jakarta: BPOM.
dalam acara Reformasi Perijinan Berusaha dan OSS (Online Single Submission), 18 Mei
2018.
11. Badan POM. (2018). Laporan Tahunan Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan
2017 dan hasil indepth interview dengan kedeputian III Juni-Juli-Agustus 2018.
26. Kepala Badan POM .(2018, Mei). Review Pengawasan Obat dan Makanan. Disampaikan
pada FGD Pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan oleh Direktorat Kesehatan
12. Bappenas. (2017). Evaluasi Paruh Waktu RPJMN 2015-2019. Jakarta: Bappenas
dan Gizi Masyarakat Bappenas, 30 Mei 2018.

13. Biro Hubungan Masyarakat dan Dukungan Strategis Pimpinan BPOM. (2018, Juli).
27. Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan,Tugas, Fungsi, Kewenangan,
Penguatan Sistem Regulasi BPOM melalui WHO NRA Benchmarking. Dapat diakses di:
Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.
https://www.pom.go.id/new/view/more/berita/14621/Penguatan-Sistem-Regulasi-BPOM-
melalui-WHO-NRA-Benchmarking.html.
28. Management Sciences for Health (MSH). (1997). Managing Drug Supply, hal.119-150; 161-
184; 315-326, update 2012 edition.
14. Britton, K., Koseki, S., and Dutta, A. (2018). Expanding Markets while Improving Health in
Indonesia: Private Health Sector Market in the JKN Era. Washington, DC: Palladium, Health
29. McKency Report. (2012). acuan dalam Rencana Strategis Deputi 1 2015-2019 Badan POM,
Policy Plus; and Jakarta, Indonesia: TNP2K.
Jakarta : BPOM.

15. Deats, Michael; Eisenhawer, Martin, World Health Organization. (2016), Falsified Vaccine
30. Peraturan BPOM Nomor 26 tahun 2017 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas
Incident, Indonesia 2016, A Report of WHO fact finding visit 10 to 12 August 2016.
Obat dan Makanan.

16. Drugs Central Standard Control of the Government of India. (2014). medicine product recall
31. Peraturan BPOM Nomor 11 tahun 2018 tentang Kriteria Klasifikasi Unit Pelaksana Teknis di
system in State of Gujarat, India, finding of the visit, 2014.
lingkungan BPOM.

17. FAO and WHO. (2017). Assessment of the National Food Control System in Indonesia.
32. Peraturan BPOM Nomor 12 tahun 2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana
Jakarta: FAO/WHO Joint Mission.
Teknis di Lingkungan BPOM.
46 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan Kajian Sektor Kesehatan • 47

33. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 87 Tahun 2013 tentang Peta Jalan Pengembangan 49. WHO. (2014). Sixty-Seventh World Health Assembly: Resolutions and Decisions Annexes.
Bahan Baku Obat. Geneva: WHO.

34. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian 50. WHO. (2017). WHO Global Surveillance and Monitoring System (GSMS) for substandard
di Rumah Sakit. and falsified medical products. Geneva: WHO.

35. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 73 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian 51. WHO. (2017). Global Benchmark Tools 2017. Geneva: WHO.
di Apotek.
52. WHO (2017), A study on the public health and socioeconomic impact of substandard and
36. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 74 tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian falsified medical products , Geneva : WHO, November 2017.
di Puskesmas.
53. WHO. (2017) Global Surveillance and Monitoring System (GSMS) for falsified and
37. Peraturan Presiden tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor 103 substandard medical products, Geneva : WHO, November 2017.
Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian.

38. Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan.

39. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2008 tentang Penggunaan Sistem Elektronik Dalam
Kerangka Indonesia National Single Window.

40. Ratanawijitrasin, Sauwakon, Wondemagegegnehu, Eshetu & World Health Organization.


(‎2002)‎. Effective drug regulation : a multicountry study. Geneva: World Health Organization.

41. Santoso, Budiono. (2018, Mei). Meningkatkan daya saing obat di Indonesia ditinjau dari sisi
keamanan. Disampaikan pada FGD Pengawasan Obat dan Makanan yang diselenggarakan
oleh Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat Bappenas, 30 Mei 2018.

42. Surat Menteri PANRB Nomor B/411/M.KT.01/2018 Tanggal 8 Juni 2018 perihal penataan UPT
BPOM.

43. Pusat Informasi Obat dan Makanan. (2012, Juli). NRA Assessment. Dapat diakses di: https://
www.pom.go.id/new/view/more/berita/1695/NRA-Reassessment.html.

44. UNESCO Istitute for Statistic. (2013). The First Intenational Survey on Innovation by
Manufacturing Firms, 2013.

45. Universitas Pajajaran (2016). Seminar Penta Helix Kemandirian Bahan Baku Farmasi (BBF),
September 2016.

46. USAID (2013). Press Release on accreditation of BPOM laboratorium for HIV/AIDs, TB and
ATM products, December 4, 2013.

47. US Department of Health and Human Services. (2009), Strategic Plan for Risk
Communication, Food and Drug Administration, USA : Department of Health and Human
Services.

48. WHO. (2012). Sixty-Fifth World Health Assembly: Resolutions and Decisions Annexes.
Geneva: WHO.
48 • Pengawasan Obat dan Makanan, Termasuk Keamanan Pangan
Direktorat Kesehatan dan Gizi Masyarakat
Kedeputian Pembangunan Manusia, Masyarakat dan Kebudayaan
Kementerian PPN/Bappenas
Jalan Taman Suropati No. 2, Jakarta Pusat, 10310
Telp: (021) 31934379, Fax: (021) 3926603
Email: kgm@bappenas.go.id

Anda mungkin juga menyukai