Anda di halaman 1dari 75

PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN KESEHATAN MASYARAKAT

GAMBARAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT BERDASARKAN


PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DAN KRITERIA RUMAH
SEHAT TERHADAP PENYAKIT PNEUMONIA DI WILAYAH
KOTA DEPOK TAHUN 2020

DOSEN PEMBIMBING:
Nina, SKM. M.Kes

DISUSUN OLEH:
No NPM Nama Mahasiswa
1. 01180000014 Devi Dwi Rahayu
2. 01180000009 Firas Azizah
3. 01180000021 Ikrila
4. 01180000011 Intan Tita Faradilla
5. 01180000019 Melizha Handayani
6. 01180000030 Risma Nabila

PROGRAM SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
JAKARTA 2020

HALAMAN PERSETUJUAN
Laporan Praktek Belajar Lapangan Kesehatan Masyarakat I
GAMBARAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT BERDASARKAN
OBSERVASI DARI ASPEK PERILAKU DI WILAYAH
KOTA DEPOK TAHUN 2020

ini telah disetujui dan diperiksa oleh Pembimbing Akademik dan Pembimbing
Lapangan PBL Kesehatan Masyarakat I
P.S. Sarjana Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

Jakarta, Juli 2020

Menyetujui,
Pembimbing Akademik
P.S. Sarjana Kesehatan Masyarakat
STIKIM

Pembimbing Lapangan
(Institusi/Wilayah PBL)

-
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Praktek Belajar Lapangan Kesehatan Masyarakat I

GAMBARAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT BERDASARKAN


OBSERVASI DARI ASPEK PERILAKU DI WILAYAH
KOTA DEPOK TAHUN 2020

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Tim Penguji

Jakarta, Juli 2020

Tim Penguji

Penguji I Penguji II

Mengetahui
Ka. Departemen Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju

SURAT PERNYATAAN

Nina, SKM. M.Kes


PROGRAM STUDI SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
LAPORAN HASIL PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN 1

GAMBARAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT BERDASARKAN


OBSERVASI DARI ASPEK PERILAKU DI WILAYAH
KOTA DEPOK TAHUN 2020

V BAB + ----- Halaman + ---- Tabel + - Gambar + ----- Lampiran


BACHELOR OF PROGRAM PUBLIC HEALTH
INDONESIA MAJU SCHOOL OF HEALTH SCIENCE
REPORT OF PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN I

DESCRIPTION OF PUBLIC HEALTH DEGREE BASED ON OBSERVATION


AND BEHAVIOR ASPECT IN DEPOK 2020

V BAB + ----- Pages + ---- Table + - Picture + ----- Attachment

ABSTRACT
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat dan
hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan proposal pengajuan PBL 1.
Selesainya penyusunan Proposal Pengajuan PBL 1 ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak yang senantiasa memberikan bimbingan dan dorongan serta bantuannya, Oleh
karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Dr. dr. Hafizurrachman, MPH selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia Maju (STIKIM).
2. Nina,SKM.M.Kes, selaku Kepala Departemen Kesehatan Masyarakat Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM) sekaligus dosen pembimbing
mata kuliah PBL 1 Kesmas.
3. Agustina Sari, S.ST. M.Kes selaku Koordinator Program Studi Sarjana Kesehatan
Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM)
4. Orang tua kami yang telah memberikan dorongan moril dan materil.
5. Teman-teman mahasiswa yang telah membantu kami dalam terselesainya laporan
ini.

Kami bersyukur dapat menyelesaikan proposal ini. Mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan kata, nama maupun gelar. Besar harapan kami, semoga Proposal
ini dapat bermanfaat baik untuk penulis maupun para pembaca.

Jakarta, Juli 2020

Penulis

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Derajat kesehatan masyarakat merupakan tolak ukur yang digunakan dalam
pencapaian keberhasilan program dengan berbagai upaya dalam rangka pelaksanaan
kebijakan pembangunan di bidang kesehatan (Riska, 2016). Derajat kesehatan yang
dimaksud adalah meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian
bayi, ibu dan anak, menurunnya angka kesakitan maupun angka kecacatan dan
ketergantungan serta meningkatnya status gizi masyarakat. Banyak faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan, menurut teori H.L. Bloom diketahui bahwa ada 4
faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan yaitu gaya hidup, lingkungan, pelayanan
kesehatan, dan faktor genetik. Keempat faktor tersebut saling berinteraksi dan
berpengaruh satu sama lain (Kemenkes RI, 2018b). Dalam mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang diinginkan nyatanya tidak berjalan dengan lancar. Apalagi
dengan adanya globalisasi membawa berbagai perubahan yang salah satunya
mengenai isu masalah kesehatan yang semakin berkembang pesat dan menjadi salah
satu perhatian utama bagi negara (Kurniawan, 2015). Masalah kesehatan sendiri
merupakan masalah yang sangat kompleks yang saling berkaitan dengan masalah lain
diluar kesehatan itu sendiri (Riska, 2016).
-
Salah satu masalah yang menjadi perhatian berbagai negara adalah tingginya
angka penggunaan tembakau. WHO memperkirakan hampir 6 juta kematian per tahun
disebabkan tembakau dan diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 8 juta
kematian pada tahun 2030. Diperkirakan saat ini jumlah perokok di seluruh dunia
mencapai 1,3 milyar orang (Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2015). Indonesia
menempati peringkat ke-5 sebagai produsen tembakau dunia dengan produksi
tembakau sebesar 135.678 ton, atau sekitar 1.9% dari total produksi tembakau dunia.
Produksi tembakau meningkat dari dari 135.678 ton tahun 2010 menjadi 226.704 ton
tahun 2012, namun di sisi lain impor tembakau juga meningkat dari 65,6 ribu ton
tahun 2010 menjadi 106,5 ribu ton tahun 2011 (Putisari et al., 2014).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan
Bahan yang mengandung Zat adiktif berupa Produk tembakau bagi Kesehatan. Rokok
adalah salah satu Produk Tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap
dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk
lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies
lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa
bahan tambahan (Bastidas, 2012).
Menurut The Tobacco Atlas 3rd Edition (2009) didapatkan persentase tertinggi
penduduk yang mengonsumsi tembakau berada di Asia dan Australia sebesar 57%,
Eropa Timur dan pecahan Uni Soviet 14%, dan 12% penduduk Amerika. Sementara
ASEAN merupakan sebuah kawasan dengan 10% dari seluruh perokok dunia dan
20% penyebab kematian global akibat tembakau. Indonesia merupakan negara yang
tergabung dalam ASEAN dengan persentase perokok tertinggi, yaitu sebesar 46,16%
(Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI, 2015). Secara global, Indonesia merupakan
negara ketiga dengan konsumsi rokok terbesar di dunia setelah China dan India.
Secara nasional, prevalensi merokok di Indonesia sebesar 29% (Pusat Data dan
Informasi Kemenkes RI, 2018).
Perilaku merokok sekarang ini bukan saja dilakukan dikalangan orang dewasa
saja, melainkan dikalangan remaja dan anak dibawah umur pun sudah merokok.
Perilaku merokok pada usia dibawah umur di beberapa wilayah disebutkan menjadi
tradisi daerah di wilayah tersebut. Berdasarkan riskesdas 2018 menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan prevalensi merokok penduduk usia 10-18 tahun dari 7,2% pada
tahun 2013 menjadi 9,1% pada tahun 2018 (Kemenkes RI, 2018a).
Dari beberapa provinsi di Indonesia, provinsi Jawa barat menduduki posisi kedua
setelah Kepulauan Riau untuk proporsi penduduk tertinggi yang mengkonsumsi rokok
setiap harinya yaitu sebesar 27,1%. Proporsi merokok setiap hari pada usia >10 tahun
di Provinsi Jawa Barat mengalami peningkatan 0,5% selama 5 tahun terakhir, dimana
pada tahun 2007 sebesar 26,6% dan meningkat pada tahun 2013 menjadi 27,1% dan
angka tersebut diatas rata-rata angka nasional (Pusat Data dan Informasi Kemenkes
RI, 2015).
Berdasarkan penelitian Iqbal (2008) sekitar 59,8% remaja di Kota Depok
menyatakan pernah dan masih merokok. Diantara responden yang pernah merokok,
sekitar 7,8% menyatakan merokok pertama kali pada usia kurang dari 10 tahun,
34,4% pada usia 10-15 tahun, 53,1% pada usia 16-20 tahun, dan 4,7% pada usia lebih
dari 20 tahun. Perilaku merokok siswa SMP di Kota Depok menunjukkan hal yang
memprihatinkan dimana terdapat 29,7% yang telah merokok dan usia mulai merokok
≤13 tahun (Avianty, 2018). Berdasarkan data Riskesdas Jawa Barat (2007 & 2013),
proporsi menurut usia pertama kali merokok di Kota Depok untuk usia 10-14 tahun
mengalami peningkatan sebesar 26,4% selama 5 tahun terakhir, jika dilihat dari data
sebelumnya pada tahun 2007 sebesar 4,4% menjadi urutan pertama se-Kota di
provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 30,8% pada tahun 2013 (Avianty, 2018).
Penggunaan tembakau tanpa asap dapat menimbulkan permasalahan kesehatan
yang serius dan terkadang bersifat mematikan. Paparan asap rokok orang lain juga
menimbulkan dampak kesehatan yang buruk hingga dapat menyebabkan kematian.
Penggunaan tembakau mempengaruhi hampir semua organ tubuh manusia. Dampak
rokok terhadap kesehatan sering disebut sebagai silent killer karena muncul secara
perlahan dalam tempo yang relatif lama, tidak langsung dan tidak nampak secara
nyata. Berikut adalah penyakit tidak menular yang diakibatkan oleh perilaku
merokok:
1) 22% menyebabkan serangan jantung, stroke, dan penyakit kardiovaskular
lainnya
2) 90% kanker paru-paru pada pria dan 70% pada wanita.
3) Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
4) 56-80% penyakit pneumonia
5) 50% impotensi pada laki-laki
6) Infertilitas pada perempuan (baik perokok aktif maupun pasif)
Penyakit pneumonia merupakan salah satu dampak yang ditimbulkan akibat
kebiasaan dari merokok. Paparan asap rokok menjadi salah satu penyebab utama
kejadian pneumonia pada orang dewasa dan juga anak-anak. Kejadian pneumonia
pada balita dengan orangtua yang mempunyai kebiasaan merokok di rumah lebih
tinggi dibandingkan balita dengan orangtua yang tidak merokok di rumah. Hal ini
sesuai dengan WHO yang menyatakan bahwa salah satu faktor risiko peningkatan
kerentanan untuk terjadinya pneumonia adalah orangtua yang merokok. Rokok
menjadi salah satu factor risiko pneumonia karena rokok mengganggu fungsi
pertahanan paru melalui gangguan fungsi silia dan kerja sel makrofag alveolus yang
menyebabkan mikroorganisme masuk ke dalam saluran pernapasan dengan mudah
mencapai paru-paru (Aprilioza et al., 2015).
Angka perokok di Indonesia khususnya di Kota Depok terus meningkat dari
tahun ke tahun dan hal ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak kesehatan yang
mungkin akan muncul jika kebiasaan merokok terus dilakukan. Salah satu dampak
dari perilaku merokok yaitu penyakit Pneumonia. Di Kota Depok sendiri Cakupan
penemuan kasus pneumonia yang ditangani di Kota Depok tahun 2016 sebanyak
4.579 kasus (22,17%) dan tahun 2017 sebanyak 2.939 kasus (13,98%)(Dinas
Kesehatan Kota Depok, 2018) Dan setiap tahunnya kasus kematian akibat dari
penyakit pneumonia di kalangan anak remaja sampai tua terus meningkat mulai dari
tahun 2016 sejumlah 15 kasus di tahun 2016 (Dinkes Depok, 2016) 646 kasus di
tahun 2017 (Dinkes Depok, 2018) dan 430 kasus di tahun 2018 (Dinas Kesehatan
Kota Depok, 2018). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Gambaran derajat kesehatan masyarakat berdasarkan perilaku merokok
terhadap penyakit pneumonia di wilayah Kota Depok”.
-
Tingginya kejadian pneumonia dikarenakan oleh beberapa faktor. Faktor
risiko terjadi pneumonia tidak hanya dari diri balita saja tetapi juga dari luar diri balita
itu sendiri. Faktor dari balita seperti status gizi, imunisasi, dan usia. Faktor yang
berasal dari luar seperti perilaku hidup sehat keluarga dan kondisi lingkungan rumah,
faktor lingkungan rumah meliputi jenis lantai rumah, jenis dinding rumah, jenis atap
rumah, indeks ventilasi rumah, tingkat kepadatan hunian, suhu, kelembaban
sedangkan faktor kebiasaan hidup sehat keluarga meliputi: kebiasaan mencuci tangan,
kebiasaan merokok, dan kebiasaan membersihkan rumah (Handriana, 2018)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat adalah upaya untuk memberikan pengalaman
belajar atau menciptakan suatu kondisi bagi perorangan, keluarga, kelompok dan
masyarakat dengan membuka jalur komunikasi, memberikan informasi dan
melakukan edukasi untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku guna
membantu masyarakat mengenali dan mengatasi masalahnya sendiri sehingga
masyarakat sadar, mau dan mampu mempraktekkan PHBS melalui pendekatan
pimpinan (Advokasi), bina suasana (Sosial Support) dan pemberdayaan masyarakat
(Empowerment). (Ihsani et al., 2019)
Program PHBS dapat dikelompokkan kedalam 5 tatanan lingkungan
kehidupan, yaitu PHBS di lingkungan sekolah, PHBS di lingkungan rumah tangga,
PHBS di lingkungan institusi kesehatan, PHBS di lingkungan tempat umum, dan
PHBS di lingkungan tempat kerja (Korong et al., 2012)
Menurut DepKes RI (2012) bahwa rumah sehat merupakan rumah yang
memenuhi kriteria minimal, yaitu: akses air minum, akses jamban sehat, lantai,
ventilasi, dan pencahayaan. Rumah yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan
terkait erat dengan penyakit berbasis lingkungan. Penyakit-penyakit berbasis
lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di Indonesia, bahkan pada
kelompok bayi dan balita. (Puteri, 2017)
Menurut Depkes RI (2005) rumah sehat adalah proporsi rumah yang
memenuhi kriteria sehat minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari 3
komponen ( rumah, sarana sanitasi dan perilaku) disuatu wilayah kerja pada kurun
waktu tertentu, yang akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. semakin
tinggi derajat kesehatan masyarakat maka tingkat kematian yang disebabkan oleh
penyait menular akan menurun. oleh sebab itu dibutuhkannya kerjasama antara
pemerintah dan masyarakat dalam rangka menumbuhkan kesadaran akan hidup sehat.
(Sartika et al., 2018)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yoselisa Evierni, et.al (2010),
menjelaskan bahwa rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria yaitu memenuhi
kebutuhan fisiologi antara pencahayaan, suhu, ruang gerak yang cukup, serta
terhindar dari kebisingan yang mengganggu. Memenuhi kebuuhan psikologis antara
lain: privasi yang cukup, komuikasi yang sehat antar anggota keluarga dan penghuni
rumah. Memenuhi persyaratanpencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah,
penyediaan air bersih, pengolahan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vector
penyakit tikus, kepadatan penghuni yang berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping pencahayaan dan
suhuyang cukup.memenuhi persyaratan pencegahan terjadinya kecelakaan baik yang
timbul dari pengaruh luar dan dalam rumah. (Sartika et al., 2018).
-
-
Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Gambaran derajat
kesehatan masyarakat berdasarkan perilaku merokok terhadap penyakit pneumonia di
wilayah Kota Depok”.

1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran umum
keadaan derajat kesehatan masyarakat berdasarkan perilaku merokok terhadap
penyakit pneumonia di wilayah Kota Depok tahun 2020.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui derajat kesehatan masyarakat berdasarkan pengidap
penyakit pneumonia akibat perilaku merokok tahun 2020
b. Mengidentifikasi masalah kesehatan tentang pneumonia yang terjadi di
wilayah Kota Depok tahun 2020.
c. Mengetahui prioritas masalah kesehatan yang terjadi di wilayah Kota
Depok tahun 2020.

1.3. Manfaat Praktek Belajar Lapangan


1.3.1. Bagi Dinas Kesehatan kota Depok
Sebagai acuan data atau gambaran informasi permasalahan kesehatan
masyarakat berdasarkan aspek perilaku yang ada di wilayah kerja Kelurahan
Pondok Jaya Kecamatan Cipayung Kota Depok Sehingga dapat
mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan, menganalisa serta
mendeskripsikan masalah kesehatan di wilayah kota Depok dalam bentuk
laporan yang berguna mengembangkan upaya inovatif dari Puskesmas dan
bisa meningkatkan upaya promotif dan preventif di wilayah tersebut.
1.3.2. Bagi P.S Sarjana Kesehatan Masyarakat dan STIKIM
Mendapatkan hasil laporan mengenai gambaran derajat kesehatan
masyarakat berdasarkan cakupan perilaku merokok di wilayah Kelurahan
Pondok Jaya Kecamatan Cipayung Kota Depok Tahun 2020 yang dapat
dijadikan untuk referensi bacaan yang berkaitan dengan permasalahan
kesehatan.
1.3.3. Bagi Mahasiswa
1. Sarana bagi mahasiswa untuk mengaplikasikan yang telah diperoleh selama
mengikuti perkuliahan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju
(STIKIM).
2. Memperoleh pengalaman belajar dan kerjasama dalam kelompok dengan
instansi pemerintah dan masyarakat.
3. Menambah pengetahuan, pengalaman dan keterampilan mahasiswa dalam
melakukan observasi yang bertujuan untuk menganalisa situasi dan masalah
kesehatan di wilayah Kelurahan Pondok Jaya Kecamatan Cipayung Kota
Depok
1.4. Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan karena berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan
tingginya angka perokok dan dari Profil Kesehatan Kota Depok tahun 2018
didapatkan bahwa penyakit pneumonia merupakan salah satu penyakit tertinggi yang
menyebabkan kematian di kota Depok. Selain itu, kurangnya pengawasan serta
pengetahuan masyarakat tentang bahaya dari perilaku merokok sehingga menjadi
faktor pendukung kami melakukan penelitian ini. Penelitian dilakukan oleh
mahasiswa Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM) Jakarta yang berjudul gambaran derajat
kesehatan bedasarkan cakupan program gizi di wilayah Kota Depok. Waktu penelitian
dilakukan pada bulan April sampai dengan Agustus 2020. Jenis penelitian ini adalah
penelitian kuantitatif bersifat deskriptif dengan populasi yakni masyarakat yang
berada di wilayah Kota Depok. Dalam penelitian ini peneliti mengolah data
menggunakan Microsoft Word.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Derajat Kesehatan


Derajat kesehatan merupakan salah satu dimensi kesejahteraan serta mutu
sumber daya manusia. Pada Teori H. L. Blum yang mengatakan bahwa derajat
kesehatan ditetapkan oleh 40% aspek lingkungan, 30% aspek perilaku, 20% aspek
pelayanan kesehatan, serta 10% aspek genetika (keturunan). Dengan kata lain, aspek
lingkungan yang dalam hal ini seperti menjaga kebersihan lingkungan serta sanitasi
harus baik, jadi aspek penentu paling tinggi dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Tetapi yang terjadi di masyarakat saat ini, dalam meningkatkan derajat
kesehatan malah lebih besar pada pelayanan kesehatan. Arinya banyak masyarakat
yang melaksanakan pengobatan ataupun kuratif di fasilitas kesehatan tapi kebersihan
lingkungan kurang dicermati. (Napas et al., 2019)
2.2 Pneumonia
2.2.1 Definisi
Pneumonia merupakan peradangan kronis yang menimpa jaringan
paru-paru (alveoli) yang bisa diakibatkan oleh bermacam mikroorganisme
seperti Virus, Jamur serta Bakteri. Hingga saat ini program dalam
pengendalian pneumonia lebih diprioritaskan pada pengendalian pneumonia
balita. Pneumonia pada balita ditandai dengan batuk serta tanda kesulitan
bernapas yaitu terdapatnya nafas cepat, terkadang disertai dengan tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam (TDDK), dengan frekuensi nafas
berdasarkan pada usia penderita (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2018)
• < 2 bulan : ≤ 60/menit,
• 2 - < 12 bulan : ≤ 50/menit,
• 1 - < 5 tahun : ≤ 40/menit.
Pneumonia merupakan sebuah penyakit pada paru-paru di mana
pulmonary alveolus (alveoli) yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari
atmosfer meradang dan terisi oleh cairan. (Dinas Kesehatan Kota Depok,
2018)
Pneumonia adalah peradangan paru oleh bakteri dengan gejala berupa
panas tinggi disertai batuk berdahak, napas cepat (frekuensi nafas >50
kali/menit), sesak, serta gejala lainnya (sakit kepala, gelisah dan nafsu makan
berkurang). (Napas et al., 2019)
Pneumonia merupakan peradangan kronis yang menimpa jaringan
paru-paru (alveoli) yang bisa diakibatkan oleh bermacam mikroorganisme
seperti Virus, Jamur serta Bakteri. Pneumonia bisa terjadi apabila seseorang
menghirup bahan kimia toksik. Pada kondisi normal, saat bernafas paru–paru
kita terisi oleh udara, tetapi pada kondisi pneumonia, kantung alveoli terisi
oleh pus serta mukus, sehingga paru-paru tidak bisa mengembang dengan
sempurna (Rohman, 2019)
Pneumonia merupakan bentuk infeksi pernapasan akut yang menyerang
paru-paru. Paru-paru terdiri dari kantung-kantung kecil yang disebut alveoli,
yang terisi udara saat orang yang sehat bernafas. Saat seseorang mengidap
pneumonia, alveoli dipenuhi dengan nanah serta cairan, yang membuat
pernafasan terasa menyakitkan dan menghalangi asupan oksigen.
(WHO)Pneumonia merupakan peradangan pada parenkim paru yang
diakibatkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit
(Yunus et al., 2020)

2.2.2 Klasifikasi
Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman
respirologi pada anak, antara lain (Nu’man, Sri Kusumadewi, 2020) :
a. Pneumonia Berat, Pada saat dilakukan pemeriksaan ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam (TTDK) atau saturasi oksigen
<90 pada balita. Klasifikasi pneumonia ini harus dirawat dan diberikan
antibiotik.
b. Pneumonia Ringan, Pada saat proses pemeriksaan tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam (TTDK), akan tetapi ditemukan
napas cepat 50 x/menit pada anak 2 bulan sampai 12 bulan dan 40 x/menit
atau lebih pada anak 12 bulan sampai 59 bulan. Klasifikasi pneumonia ini
tidak harus dirawat tetapi diberikan antibiotic oral.

2.2.3 Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi (Raising &
Rosalina, 2019). Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan
yang ada di orofaring. Kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi,
dan sumber patogen yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Faktor
predisposisi seperti pada pasien dengan imunodefisien menyebabkan tidak
adanya pertahanan terhadap kuman patogen, akibatnya terjadi kolonisasi di
paru-paru dan menyebabkan infeksi. Proses infeksi dimana patogen tersebut
masuk ke saluran nafas bagian bawah setelah dapat melewati mekanisme
pertahanan inang berupa daya tahan mekanik (epitel, silia, dan mukosa),
pertahanan humoran (antibodi dan suplemen), dan pertahanan seluler
(leukosit, makrofag, limfosit, dan sitokinin). Kemudian infeksi menyebabkan
peradangan membrane paru sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari
kapiler masuk. Hal ini menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun, saturasi
oksigen menurun. Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan
dipenuhi sel radang dan cairan. Dimana sebenarnya merupakan reaksi tubuh
untuk membunuh patogen, akan tetapi dengan adanya dahak dan fungsi paru
menurun akan mengakibatkan kesulitan bernafas. Hal tersebut dapat
mengakibatkan sianosis, asidosis respiratorik, hingga kematian (Raising et al.,
2019)

2.2.4 Etiologi
Bakteri penyebab pneumonia yaitu Streptococcus pneumonia
sebenarnya merupakan flora normal pada kerongkongan manusia yang sehat.
Namun ketika daya tahan tubuh mengalami penurunan yang dapat disebabkan
karena usia tua, masalah gizi, maupun gangguan kesehatan, bakteri tersebut
akan segera memperbanyak diri setelah menginfeksi. Infeksi dapat dengan
cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Infeksi yang terjadi
pada individu umumnya menimbulkan gejala yaitu panas tinggi, napas
terengah, berkeringat, dan denyut jantung meningkat cepat. Akibatnya bibir
dan kuku dapat membiru karena tubuh kekurangan asupan oksigen. Bahkan
pada kasus yang parah, pasien akan menunjukkan gejala menggigil,
mengeluarkan lendir hijau saat batuk, serta nyeri dada. Kondisi tempat tinggal
yang tidak sehat dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya pneumonia.
Rumah yang dapat dikatakan memenuhi syarat kesehatan harus memenuhi tiga
aspek yaitu pencahayaan, penghawaan dan suhu udara, serta kelembapan
dalam ruangan (Nyoman & Mahalastri, 2014)
pneumonia disebabkan oleh (Seyawati & Marwiyati, 2018):
1. Bakteri
2. Streptococcus pneumoniae (vaksin tersedia), Haemophilus influenzae
(vaksin tersedia), Mycoplasma pneumonia, Staphylococcus aureus
3. Virus Respiratory syntical virus, Influenza A or B virus (vaksin tersedia),
Human rhinovirus, Human merapneumovirus, Adenovirus, parainfluenza
virus. Penelitian yang dilakukan pada 10 negara besar sejak 25 tahun lalu
menunjukkan bahwa penyebab utama pneumonia akibat virus pada masa
anakanak adalah respiratory synctical virus, sedangkan untuk pneumonia
yang disebabkan oleh bakteri paling banya disebabkan oleh bakteri
streptococcus pneumoniae dan haemophillus influenzae
4. Fungi (mycoplasma)
5. Aspirasi substansi asing Penyebab selain bakteri antara lain seperti
aspirasi (makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon dan
substansi lipoid), reaksi hipersensitifitas, obat atau radiasi yang
menginduksi pneumonitis
2.2.5 Faktor Resiko
1. Merokok
Menurut World Health Organization, Indonesia memiliki jumlah
perokok terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Terdapat
sekitar lebih dari 40,3 juta anak yang tinggal dengan perokok dan
terpapar oleh asap rokok. Kebiasaan merokok terutama didalam
keluarga sangat merugikan kesehatan karena dapat menyebarkan
penyakit kepada orang yang berada disekitar perokok tak
terkecuali anak-anak. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Karki et al., yang menunjukkan bahwa risiko
pneumonia pada anak dibawah 4 tahun 4 kali lebih tinggi jika
tinggal bersama anggota keluarga yang merokok. Menjadi perokok
pasif dapat menimbulkan berbagai penyakit berbahaya karena di
dalam asap rokok terkandung lebih dari 4000 bahan kimia diantaranya
250 zat yang berbahaya dan lebih dari 50 zat tersebut diketahui
merupakan kersinogenik (Yunus et al., 2020)
Rokok menjadi salah satu faktor risiko pneumonia karena rokok
mengganggu fungsi pertahanan paru, melalui gangguan fungsi silia dan
kerja sel makrofag alveolus. Kedua mekanisme tersebut menyebabkan
mikroorganisme yang masuk ke dalam saluran napas dengan mudah
masuk mencapai paru-paru lalu merusak jaringan paru dengan
mengeluarkan toksin sehingga agen infeksius masuk ke dalam saluran
pernapasan, kemudian melakukan adhesi pada dinding bronkus dan
bronkiolus, lalu bermultiplikasi, dan timbul pemicu untuk terjadi inflamasi
dalam tubuh. Pada saat timbul reaksi inflamasi, kantung udara alveoli akan
terisi dengan cairan eksudat yang banyak mengandung protein, sel
inflamasi seperti neutrofil fase akut, kemudian makrofag dan limfosit pada
fase kronik. Akibat kantung udara alveoli yang terisi eksudat, maka proses
difusi oksigen dan karbondioksida menjadi terganggu, sehingga pasien
yang mengidap penyakit ini akan mengalami hipoksemia, dan hiperkapnia.
2. Status Gizi Status gizi yang kurang baik bisa menimbulkan kendala sistem
imun. Organ timus sangat sensitif terhadap malnutrisi sebab kekurangan
protein bisa menimbulkan atrofi timus dan hampir seluruh mekanisme
pertahanan badan memburuk dalam kondisi malnutrisi.
3. Usia Bayi serta balita mempunyai mekanisme pertahanan badan yang
masih lemah dibandingkan orang dewasa, sehingga bayi masuk ke dalam
kelompok yang rawan terhadap peradangan semacam influenza serta
pneumonia. Perihal ini diakibatkan oleh imunitas yang belum sempurna
serta saluran respirasi yang relatif kecil
4. Tipe Kelamin Anak laki-laki merupakan aspek resiko yang dapat
mempengaruhi kesakitan pneumonia. Perihal ini diakibatkan sebab
diameter saluran respirasi anak laki-laki lebih kecil dibanding dengan anak
wanita ataupun terdapatnya perbandingan dalam energi ketahanan badan
antara anak laki-laki dan wanita.
5. Berat Badan Lahir Balita (BBLB) dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) merupakan pembuatan zat anti imunitas kurang sempurna,
perkembangan serta maturasi organ serta alat-alat tubuh belum sempurna
dampaknya balita dengan berat tubuh lahir rendah lebih gampang
memperoleh komplikasi serta peradangan, paling utama pneumonia serta
penyakit respirasi yang lain
6. Riwayat ASI eksklusif Isi ASI telah lengkap ialah terdiri dari lemak,
protein, karbohidrat, mineral, vit, serta unsur- faktor anti infektif. 12 Balita
yang baru lahir secara alamiah menemukan imunoglobulin dari ibunya
lewat plasenta. Tetapi kandungan zat ini akan cepat sekali menurun setelah
bayi lahir. Tubuh bayo sendiri baru membuat zat imunitas lumayan banyak
sehingga menggapai kandungan protektif pada dikala berumur dekat 9-12
bulan. Pada saat kandungan zat imunitas bawaan menyusut, ssedangkan
yang dibangun oleh tubuh bayi belum memadai hingga hendak terjalin
kesenjangan zat imunitas pada bayi dan prevalensi pemberian ASI
eksklusif di Indonesia masih dibawah angka yang ditargetkan
7. Riwayat Imunisasi Campak, DPT, Hib Imunisasi campak merupakan
imunisasi yang digunakan untuk menghindari penyakit campak pada anak
sebab termasuk penyakit menular. 15 Bayi yang sudah memperoleh
imunisasi campak diharapkan bisa bebas dari penyakit campak dan
pneumonia yang merupaka komplikasi paling serius terjadi pada anak
yang mengalami campak
8. Kerutinan Anggota Keluarga Yang Merokok. Aktivitas merokok paling
utama dicoba oleh kepala keluarga yaitu ayah balita itu sendiri, kakek,
kerabat bunda ataupun ayah. Asap rokok memiliki partikel semacam
hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, nikotin, nitrogen oksida serta
akrolein yang bisa menimbulkan kehancuran epitel bersilia, merendahkan
klirens mukosiliar dan menekan kegiatan fagosit serta dampak bakterisida
sehingga mengusik sistem pertahanan paru
2.2.6 Gejala
Gejala yang sering terlihat adalah gejala takipnue, retraksi dinding
dada, sianosis, batuk, demam dan iritabel. Pada balita yang mengidap
pneumonia berat bisa mengalami kesusahan bernafas, sehingga bilik dadanya
bergerak kedalam saat menarik napas ataupun diketahui dengan lower chest
wall indrawing, gejala pada anak dengan usia yang lebih muda dapat
berbentuk kejang, pemahaman menyusut, penyusutan temperatur badan,
letargi serta kendala minum. (Iis et al., 2020)
Indikasi serta ciri pneumonia yang khas kerap tidak didapatkan pada
penderita umur lanjut. Tanda-tanda saluran pernapasan semacam batuk serta
sesak nafas lebih jarang dikeluhkan pada kelompok umur yang lebih tua.
Sementara itu, indikasi berupa nyeri pada dada pleuritik serta hemoptisis lebih
banyak pada kelompok umur muda. (Sari et al., 2017)
beberapa gejala lainnya seperti :
 Demam
 Batuk kering, batuk berdahak kental berwarna kuning dan hijau, atau
batuk berdarah
 Sesak napas
 Berkeringat
 Menggigil
 Nyeri dada ketika menarik napas atau batuk
 Mual atau muntah
 Diare
 Selera makan menurun
 Lemas
 Detak jantung meningkat
2.2.7 Pencegahan
Indonesia telah melaksanakan bermacam upaya serius dalam
pengendalian pneumonia pada balita, lewat pemberian imunisasi, kenaikan
status gizi ibu hamil, promosi ASI eksklusif untuk bayi hingga umur 6 bulan,
kenaikan gizi bayi serta balita, pengendalian polusi udara dalam
ruangan( indoor air pollution), promosi rumah sehat, perbaikan perilaku
masyarakat dalam pencarian layanan kesehatan, perbaikan dalam tatalaksana
pneumonia, dan penyediaan pembiayaan yang berkesinambungan untuk
penerapan upaya penangkalan dan pengendalian pneumonia. (pencegahan
pneu kemenkes 2020)
Untuk mencegah agar terhindar dari pneumonia balita (Rahasyim, 2015)
a. Gizi yang cukup Memberikan ASI pada bayi minimal selama 6 bulan
awal. Ini berguna untuk menguatkan energi tahan badan anak secara
natural dalam melawan penyakit. Cukupi kebutuhan nutrisi anak dengan
memberikan buah, sayur- mayur, serta makanan bergizi yang lain.
b. Imunisasi Imunisasi Hib( haemophilus influenza tipe B), vaksin campak,
dan vaksin pertusis ataupun batuk rejan yang diketahui dengan imunisasi
DPT( Difteri, Pertusis, dan Tetanus). Imunisasi tersebut merupakan cara
paling efisien buat menghindari pneumonia.
c. Menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih Meliputi kebersihan diri
seperti cuci tangan saat sebelum makan, kebersihan lingkungan seperti
menjauhkan anak dari asap rokok ataupun polusi udara, pastikan pula
menjaga sanitasi, seperti kebersihan rumah serta ventilasi udara yang baik,
dan mengolah makanan secara bersih.

2.2.8 Pengobatan (Seyawati & Marwiyati, 2018)


1. Pneumonia ringan
a. Anak di rawat jalan
b. Berikan antibiotik : Kortimoksasol (4 mg TMP/kg BB/kali) 2 kali
sehari selama 3 hari atau amoksisilin (25 mg/kg BB/kali) 2 kali
sehari selama 3 hari. Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari.
2. Pneumonia berat
a. Anak dirawat di rumah sakit
b. Terapi antibiotik
Terapi antiobik yang di berikan ampisilin/amoksisilin (25-50
mg/kg BB/kali IV atau IM setiap 6 jam), dipantau dalam 24 jam
selama 72 jam. Bila anak memberi respon yang baik maka
diberikan selama 5 har. Selanjutnya terapi dilanjutkan di rumah
atau di rumah sakit dengan amoksisilin oral (15 mg/kg BB/kali tiga
kali sehari) untuk 5 hari berikutnya. Bila keadaan klinis memburuk
sebelum 48 jam, atau terdapat keadaan yang berat (tidak dapat
menyusu atau minum/makan, atau memuntahkan semuanya,
kejang, letargis atau tidak sadar, sianosis, distres pernafasan berat)
maka ditambahkan kloramfenikol (25 mg/kg BB/kali IM atau IV
setiap 8 jam). Bila pasien datang dengan keadaan klinis berat,
segera berikan oksigen dan pengobatan kombinasi ampisilin-
kloramfenikol atau ampisilin –gentamisin. Sebagai alternatif, beri
seftriakson (80-100 mg/kg BB IM atau IV sekali sehari). Bila anak
tidak membaik dalam 48 jam, maka bila memungkinkan foto dada.
Apabila diduga pneumonia stafilokokal, ganti antibiotik dengan
gentamisin(7,5 mg/kg BB IM sekali sehari) dan kloksasilin (50
mg/kg BB Im atau IV setiap 6 jam) atau klindamisin (15 mg/kg
BB/hari-3 kali pemberian). Bila keadaan anak emmbaik, lanjutkan
kloksasilin atau dikloksasilin secara oral 4 kali sehari sampai
secara keseluruhan mencapai 3 minggu atau klindamisin secara
oral selama 2 minggu c) Terapi oksigen Berikan oksigen, jika
tersedia pulse oximetri gunakan sebagai panduan untuk terapi
oksigen (berikan pada anak dengan saturasi oksigen < 90%, bila
tersedia oksigen yang cukup). Lakukan periode uji coba tanpa
oksigen setiap harinya pada anak yang stabil. Hentikan pemberian
oksigen bila saturasi tetap stabil > 90%. Gunakan nasal prong
untuk menghantarkan oksigen pada bayi muda. Masker wajah atau
maskr kepala tidak direkomendasikan. Osigen harus tersedia
secara terusmenerus setiap waktu. Lanjutkan pemberian oksigen
sampai tanda hipoksia (seperti tarikan dinding dada bagian bawah
ke dalam yang berat atau napas ≥ 70x/menit) tidak ditemukan
lagi.Perawat sebaiknya memeriksa kateter dan nasal prong setiap 3
jam.
c. Perawatan Penunjang
Perawatan penunjang apabila anak disertai demam (≥39⁰C)
yang menyebabkan distres, maka berikan parasetamol. Bila
ditemukan adanya wheeze, berikan bronkhidilator kerja cepat. Bila
terdapat sekret kental di tenggorokan yang tidak dapat dikeluarkan,
hilangkan dengan alat penghisap secara perlahan. Pastikan anak
memperoleh kebutuhan cairan rumatan sesuai umur, anjurkan ASI
dan cairan oral. Jika anak tidak bisa minum, pasang pipa
nasogastrik dan berikan cairan rumatan sedikit tapi sering. jika
oksigen diberikan bersamaan dengan cairan nasogastrik, pasang
keduanya pada lubang hidung yang sama. Bujuk anak untuk
makan, segera setelah anak bisa menelan makanan. Berikan makan
sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai kemampuan anak dalam
menerimanya.
d. Pemantauan
Pemantauan pada anak sedikitnya 3 jam dan oleh dokter
minimal 1x per hari. Jika tidak ada komplikasi, dalam 2 hari akan
tampak perbaikan klinis (bernafas tidak cepat, tidak ada tarikan
dinding dada, bebas demam dan anak dapat makan dan minum).

2.2.9 Komplikasi
Apabila keadaan anak memburuk serta tidak membaik sepanjang 2
hari, hingga butuh dilihatnya komplikasi ataupun penaksiran lain dengan
melaksanakan gambar dada. Beberapa komplikasi antara lain (WHO, 2005) :
1. Pneumonia stafilokokus Ditandai dengan pneumatokel ataupun
pneumotorak dengan efusi pleura pada gambar dada serta ditemui gram
positif pada sputum, Adanya infeksi kulit diiringi pus/pustula.
Pengobatan dengan kloksasilin (50 miligram/ kilogram BB IM ataupun
IV tiap 6 jam) serta gentamisin (7, 5 miligram/ kilogram BB IM ataupun
IV 1x satu hari). Apabila kondisinya membaik maka dilanjutkan
kloksasilin oral 50 miligram/kilogram BB/ hari 4 kali satu hari sepanjang
3 minggu (Seyawati & Marwiyati, 2018)
2. Empiema Apavila ditemui demam persisten, ciri klinis, serta gambar
dada maka dicurigakan empiema. Apabila masif terdapat ciri
pendorongan organ intratorakal, pekak pada perkusi,maka gambar dada
menampilkan terdapatnya cairan pada satu ataupun kedua sisi dada,
demam menetap walaupun sedang diberi antibiotik serta cairan pleura
jadi keruh ataupun purulen. (Seyawati & Marwiyati, 2018)

2.2.10 Epidemiologi
Laporan WHO menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Pneumonia di Amerika merupakan penyebab
kematian ke-4 pada usia lanjut, dengan angka kematian 169,7 per 100.000
penduduk. Pneumonia merupakan penyebab kematian nomor sembilan di
Brunei, nomor tujuh di Malaysia, nomor tiga di Singapura, nomor enam di
Thailand, dan nomor tiga di Vietnam. (Napas et al., 2019)
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa
prevalens pneumonia di Indonesia adalah 0,63%. Lima provinsi di Indonesia
yang mempunyai insidens dan prevalens pneumonia tertinggi untuk semua
umur adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Barat, dan Sulawesi Selatan (Napas et al., 2019). Sedangkan, pada tahun
2018 prevalensi pneumonia di Indonesia berdasarkan diagnosis nakes dan
gejala adalah 4.0%. (Riskesdas, 2018)
Cakupan penemuan kasus pneumonia dan yang ditangani di Kota
Depok tahun 2015 sebanyak 3.662 (17%), tahun 2016 sebanyak 4.579 kasus
(22,17%), tahun 2017 sebanyak 2.939 kasus (13,98%) dan tahun 2018
sebanyak 2.408 (24,39%). (Dinkes Depok, 2018)

2.3 Faktor Derajat Kesehatan


Hendrik L. Blum mengatakan bahwa ada empat faktor yang mempengaruhi
kesehatan masyarakat yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan.
Diantara ke empat faktor tersebut, faktor lingkungan menjadi salah satu yang
memberikan pengaruh besar, karena lingkungan merupakan akses utama yang
langsung berhubungan dengan manusia, lalu diikuti perilaku, pelayanan kesehatan
dan keturunan. (Eliana, 2016)
1. Lingkungan (Environment)

Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik (baik alami ataupun buatan manusia)
misalnya sampah, air, hawa serta perumahan, serta sosiokultur (ekonomi,
pembelajaran, pekerjaan serta lain- lain). Pada lingkungan fisik, kesehatan akan
dipengaruhi oleh kualitas sanitasi lingkungan dimana manusia itu berada. Hal ini
disebabkan banyak penyakit yang bersumber dari buruknya kualitas sanitasi
lingkungan, misalnya; ketersediaan air bersih pada sesuatu wilayah akan
mempengaruhi derajat kesehatan karna air merupakan kebutuhan pokok manusia
serta manusia selalu berhubungan dengan air dalam kehidupan tiap hari.
Sedangkan lingkungan sosial berkaitan dengan keadaan perekonomian suatu
penduduk. Semakin miskin individu/masyarakat maka akses buat memperoleh
derajat kesehatan yang baik hingga akan semakin susah. misalnya manusia
memerlukan santapan dengan gizi seimbang buat mejaga kelangsungan hidup, bila
individu/masyarakat berada pada garis kemiskinan hingga akan sulit buat
memenuhi kebutuhan santapan dengan gizi seimbang. Demikian pula dengan
tingkatan pembelajaran individu/masyarakat, terus menjadi tinggi tingkatan
pendidikan individu/masyarakat hingga pengetahuan untuk hidup sehat akan terus
menjadi baik.
Beberapa contoh faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan antara
lain:
a. Adanya sanitasi lingkungan yang baik akan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
b. Ada norma agama pada umat islam tentang konsep haram terhadap alkohol
akan menurunkan tingkat konsumsi alkohol.
c. Dan semakin tinggi tingkat pendidikan individu maupun masyarakat maka
pengetahuan akan cara hidup sehat semakin baik.
2. Perilaku (Life Styles)
Gaya hidup individu atau masyarakat merupakan faktor kedua mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat karena sehat dan tidak sehatnya lingkungan
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku
manusia itu sendiri, di samping itu juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat,
kepercayaan, pendidikan, sosial ekonomi dan perilaku-perilaku lain yang melekat
pada dirinya. Contohnya: dalam masyarakat yang mengalami transisi dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, akan terjadi perubahan gaya
hidup pada masyarakat tersebut yang akan mempengaruhi derajat kesehatan.
Misalnya: pada masyarakat tradisional di mana sarana transportasi masih sangat
minim maka masyarakat terbiasa berjalan kaki dalam beraktivitas, sehingga
individu/masyarakat senantiasa menggerakkan anggota tubuhnya (berolah raga).
Pada masyarakat modern di mana sarana transportasi sudah semakin maju, maka
individu/masyarakat terbiasa beraktivitas dengan menggunakan transportasi
seperti kendaraan bermotor sehingga individu/masyarakat kurang menggerakkan
anggota tubuhnya (berolah raga). Kondisi ini dapat beresiko mengakibatkan
obesitas pada masyarakat modern karena kurang berolah raga ditambah lagi
kebiasaan masyarakat modern mengkonsumsi makanan cepat saji yang kurang
mengandung serat. Fakta tersebut akan mengakibatkan transisi epidemiologis dari
penyakit menular ke penyakit degeneratif.
Berikut ini contoh dari life style yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang:
a. Perilaku perokok sejak dini akan meningkatkan risiko kanker pada paru-
paru
b. Perilaku mengkonsumsi makanan cepat saji (junk food) akan
meningkatkan risiko obisitas yang berisiko pada penyakit jantung.
c. Kebiasaan melakukan konsep 3 M (menguras, mengubur dan menutup)
pada pencegahan DBD akan menurunkan prevalensi penyakit DBD.
3. Pelayanan Kesehatan (Health Care Services) Pelayanan kesehatan merupakan
faktor ketiga yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, karena
keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan
kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta
kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan
fasilitas sangat berpengaruh oleh lokasi, apakah dapat dijangkau oleh masyarakat
atau tidak, tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan, informasi dan motivasi
masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan, serta
program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat itu sendiri. Semakin mudah akses individu atau masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan maka derajat kesehatan masyarakat semakin baik.
Adapun faktor pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi kesehatan, dapat terlihat
sebagai berikut:
a. Adanya upaya promotif terhadap penularan HIV/AIDS akan menurunkan
prevalensi HIV/AIDS.
b. Tersedianya sarana dan prasaran kesehatan yang baik akan memudahkan
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
berkualitas.
c. Adanya asuransi kesehatan akan memudahkan individu/masyarakat untuk
mengakses pelayanan kesehatan.
4. Keturunan (Heredity) Faktor keturunan/genetik ini juga sangat berpengaruh pada
derajat kesehatan. Hal ini karena ada beberapa penyakit yang diturunkan lewat
genetik atau faktor yang telah ada pada diri manusia yang dibawa sejak lahir,
misalnya: dari golongan penyakit keturunan, diantaranya: diabetes melitus, asma
bronkia, epilepsy, retardasi mental hipertensi dan buta warna. Faktor keturunan ini
sulit untuk di intervensi dikarenakan hal ini merupakan bawaan dari lahir dan jika
di intervensi maka harga yang dibayar cukup mahal.
Berikut ini contoh faktor keturunan dapat mempengaruhi kesehatan:
a. Perkawinan antar golongan darah tertentu akan mengakibatkan leukemia.
b. Adanya kretinisme yang diakibatkan mutasi genetic

2.4 10 Penyakit Tertinggi di Kota Depok


1. Death On Arrival (DOA)
Kematian tiba-tiba merupakan kematian yang terjalin pada 24 jam
semenjak indikasi mencuat, tetapi pada kasus-kasus forensik sebagian besar
kematian terjalin dalam hitungan menit apalagi detik semenjak indikasi awal
mencuat, terjalin secara tiba- datang serta tanpa diduga (Suryadi, 2017)
Kematian tiba-tiba ataupun sudden alami unexpected death merupakan
sesuatu kematian yang diakibatkan oleh sebab penyakit bukan akibat trauma
ataupun toksin. Pada permasalahan ini penderita hadapi indikasi yang seketika
serta penderita dibawa ke rumah sakit dalam kondisi telah tidak sadarkan diri.
(Suryadi, 2017)
Dari unsur-unsur definisi kematian mendadak, maka terdapat beberapa hal
penting yang harus dikaji lebih lanjut yaitu:
a. Kematian terjadi pada 24 jam sejak timbulnya gejala atau terjadi secara
tiba-tiba.
b. Kematian tersebut disebabkan oleh penyakit dengan gejala yang tidak
jelas.
c. Dikatakan kasus mati mendadak jika kematian tersebut tidak ada
kaitannya dengan kondisi trauma dan keracunan
Kematian tiba- tiba bisa diakibatkan akibat kendala dari sistem lapisan
saraf pusat, system kardiovaskular, sistem pernafasan, sistem gastrointestinal,
sistem haemopoietik serta sistem endokrin. Sistem kardiovaskular ialah pemicu
kematian tiba- tiba yang sangat besar dibanding pemicu yang lain. Kematian tiba-
tiba kerap terjalin secara seketika sehingga tidak terdapat yang melihat ataupun
tidak pernah menemukan pertolongan apapun. Peristiwa bisa terjalin dimana saja,
semacam lapangan berolahraga, kantor, pasar ataupun tempat universal lainnya
(Suryadi, 2017)

2. Cardiac Arrest
Henti jantung (cardiac arrest) adalah keadaan di mana sirkulasi darah
berhenti akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. Keadaan
henti jantung ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda-tanda sirkulasi lainnya
(Ismiroja et al., 2018)
Kematian jantung tiba-tiba merupakan berhentinya guna jantung secara
seketika pada seorang yang sudah ataupun belum dikenal mengidap penyakit
jantung. Waktu serta kejadiannya tidak diduga- duga, ialah sehabis mencuat
keluhan. Peristiwa cardiac arrest yang menimbulkan kematian tiba- tiba terjalin
kala sistem kelistrikan jantung jadi tidak berperan dengan baik serta menciptakan
irama jantung yang tidak wajar ialah hantaran listrik jantung jadi kilat( ventricular
tachycardia) ataupun tidak beraturan (ventricular fibrillation) (Ismiroja et al.,
2018)
3. Cardiovascular Disease Stroke
Stroke adalah penyakit tidak meluas (PTM) yang bisa menyebabkan
kematian serta pemicu utama kecacatan serta ialah sesuatu kegawat daruratan
yang memerlukan pengenalan lebih kilat serta ketepatan rencana serta kecepatan
pelaksanaanya buat membolehkan hasil yang sangat baik. (Hernawan & Ridha,
2015)
Menurut Brunner stroke dimulai dengan kendala serebrovaskular yang
mengacu pada kelainan fungsional dari sistem saraf pusat yang terjalin kala
supplai darah wajar ke otak tersendat yang menyebabkan kendala pada sistem
kerja otak (Hernawan & Ridha, 2015)
Stroke dikarakteristikkan bagaikan defisit neurologi kronis serta sangat
kerap diakibatkan oleh kendala vascular. Awal kali peristiwa stroke diperkirakan
antara 30%-40% mungkin buat mengalami stroke dalam kurun waktu 5 tahun.
Aspek penyebab terbentuknya stroke bisa seperti merokok, resiko terjalin stroke
sampai 3,5% serta resiko itu menyusut sehabis menyudahi merokok serta bisa
nampak jelas dalam periode 2–4 tahun sehabis seorang berhenti merokok.
Merokok adalah pemicu nyata peristiwa stroke yang lebih banyak terjalin pada
umur muda dibanding umur tengah baya ataupun lebih tua. Perokok mempunyai
resiko 7 kali terserang stroke dibanding yang tidak merokok ataupun berhenti
merokok (Hernawan & Ridha, 2015)
4. Chronic Kidney Disease (CKD)
Gagal ginjal kronik merupakan sesuatu kondisi ada penyusutan guna
ginjal sebab terdapatnya kehancuran dari parenkim ginjal yang bertabiat kronik
serta irreversibel. Gagal ginjal kronik terjalin apabila laju filtrasi glomerular
(LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m 2 sepanjang 3 bulan ataupun lebih.
Bermacam aspek yang pengaruhi kecepatan kehancuran dan penyusutan guna
ginjal bisa berasal dari genetik, sikap, area ataupun proses degeneratif. Faktor-
faktor yang diprediksi berhubungan dengan kenaikan peristiwa gagal ginjal
kronik antara lain merokok, hipertensi serta minuman suplemen energy
(Hernawan & Ridha, 2015).
5. Sepsis
Sepsis merupakan kondisi disfungsi organ yang mengecam jiwa yang
diakibatkan oleh disregulasi reaksi badan terhadap peradangan. Syok septik
merupakan bagian dari sepsis dengan terdapatnya pergantian sirkulatorik, seluler
serta metabolik yang menyertai lumayan berat sehingga tingkatkan mortalitas
dibanding keadaan sepsis saja. (Rahajeng, 2020)
Sepsis merupakan salah satu pemicu kematian sangat universal pada
penderita rawat inap di intensive care unit (ICU). Angka kematian akibat sepsis
jauh lebih besar dibanding akibat sindrom koroner kronis maupun stroke. Pada
keadaan sepsis serta syok septik terjalin hipoperfusi jaringan perifer yang
diakibatkan sebab kuranganya pengiriman oksigen ke jaringan perifer.
Hipoperfusi menimbulkan terbentuknya glikolisis anaerob sehingga penciptaan
laktat bisa bertambah. (Rahajeng, 2020)
6. Respiratory Distress
Adult Respiratory Distress Syndrome bisa diakibatkan sebab inflamasi,
peradangan, kendala vaskular serta trauma di intratorakal ataupun ekstratorakal.
Memastikan etiologi ARDS sangat berarti secara klinis supaya bisa dicoba
tatalaksana dengan pas. Acute Respiratory Distress Syndrome bisa diakibatkan
oleh mekanisme langsung di paru ataupun mekanisme tidak langsung di luar paru.
Etiologi ARDS akibat kelainan primer paru bisa terjalin akibat aspirasi,
pneumonia, inhalasi toksik, kontusio paru, sebaliknya kelainan ektraparu terjalin
akibat sepsis, pankreatitis, transfusi darah, trauma serta pemakaian obat- obatan
semacam heroin. Pemicu ARDS paling banyak merupakan akibat pneumonia baik
yang diakibatkan oleh kuman, virus, ataupun jamur, serta pemicu paling banyak
berikutnya merupakan sepsis berat akibat peradangan lain di luar paru (Rumende,
2012)
Sebagian aspek resiko terbentuknya ARDS merupakan umur tua, tipe
kelamin wanita (paling utama pada permasalahan trauma), riwayat merokok, serta
riwayat alkoholik. Skor APACHE (Acute Physiology and Chronic Health
Evaluation) yang terus menjadi besar pula tingkatkan resiko peristiwa ARDS.
Dikala ini aspek resiko yang lagi dipelajari merupakan aspek resiko genetik yaitu
asosiasi antara alterasi gen (gen FAS) dengan tingkatan peristiwa ARDS
(Rumende, 2012)
7. Tuberculosis (TB)
Tuberkulosis merupakan sesuatu penyakit meluas yang diakibatkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Ada sebagian spesies Mycobacterium,
antara lain: Meter tuberculosis, Meter africanum, Meter bovis, Meter Leprae dsb.
Yang pula diketahui bagaikan Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri
Mycobacterium tidak hanya Mycobacterium tuberculosis yang dapat
memunculkan kendala pada saluran napas diketahui bagaikan MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang dapat mengusik
penegakan penaksiran serta penyembuhan TBC. (Kementerian Kesehatan RI,
2018)
Indikasi utama penderita TBC paru adalah batuk berlendir sepanjang 2
minggu ataupun lebih. Batuk bisa diiringi dengan indikasi dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak napas, tubuh lemas, nafsu makan menyusut, berat tubuh
menyusut, malaise, berkeringat malam hari tanpa aktivitas raga, demam meriang
lebih dari satu bulan. Pada penderita dengan HIV positif, batuk kerap kali bukan
dari indikasi TBC yang khas, sehingga indikasi batuk tidak wajib senantiasa
sepanjang 2 minggu ataupun lebih. (Kementerian Kesehatan RI, 2018)
Zat kimia berbahaya yang terkandung dalam rokok maupun asap rokok
masuk kedalam tubuh dan merusak sebagian mekanisme pertahanan paru
sehingga mengganggu kebersihan mukosilier dan mengakibatkan terjadinya
penurunan fungsi makrofag alveolar paru untuk fagositosis. Sehingga kebiasaan
merokok yang dilakukan terus-menerus menyebabkan fungsi sistem imun
melemah dan memperparah penyakit tuberkulosis paru akibatnya masih terdapat
kuman TB dalam tubuh yang mengakibatkan terjadinya gagal konversi (Riza &
Sukendra, 2017)
8. Congestive Heart Failure (CHF)
Gagal jantung kongestif adalah satu-satunya penyakit kardiovaskular yang
terus bertambah kejadiannya (frekuensi pengidap baru) serta prevalensinya
(frekuensi pengidap lama serta baru). Congestive heart failure yaitu sindrom
klinis yang lingkungan dengan tanda-tanda yang indentik dengan sesak nafas
(dispneu) serta gampang letih (fatigue) yang di hubungkan dengan kehancuran
guna ataupun struktur yang diganggu dari jantung yang mengusik keahlian
ventrikel buat mengisi serta menghasilkan darah kesirkulasi. (Asrinie et al., 2019)
Menurut WHO (world Health Organization) kegiatan raga merupakan
proses sikap yang dikarakteristikkan dengan pergerakan badan yang dihasilkan
dari kontraksi otot skelet yang menciptakan pengeluaran energy. Gerakan ataupun
latihan aerobik berguna buat tingkatkan serta mempertahankan kebugaran,
ketahanan kardio-respirator. Aktivitas raga yang dicoba secara tertib
menimbulkan perubahan- perubahan misalnya jantung hendak meningkat kokoh
pada otot polosnya sehingga energi tampung besar serta konstruksi ataupun
denyutannya kokoh serta tertib, tidak hanya itu elastisitas pembuluh darah hendak
meningkat sebab terdapatnya rileksasi serta vasodilatasi sehingga timbunan lemak
hendak menurun serta tingkatkan kontraksi otot bilik pembuluh darah tersebut
(Asrinie et al., 2019)
9. Diabetes Melitus (DM)
Menurut WHO (World Health Organization) Diabet merupakan penyakit
kronis yang terjalin sebab pankreas tidak menciptakan lumayan insulin (hormon
yang mengendalikan gula darah ataupun glukosa), ataupun badan tidak bisa
secara efisien memakai insulin yang dihasilkannya. Diabet merupakan
permasalahan kesehatan warga yang berarti, jadi salah satu dari 4 penyakit tidak
meluas prioritas yang jadi sasaran tindak lanjut oleh para pemimpin dunia.
Jumlah permasalahan serta prevalensi diabet terus bertambah selama dekade
terakhir. (Khairani, 2019)
Penyakit kronis seperti DM sangat rentan terhadap gangguan fungsi yang
bisa menyebabkan kegagalan pada organ mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah. Gangguan fungsi yang terjadi karena adanya gangguan sekresi
insulin dan gangguan kerja insulin maupun keduanya. (Nur Lathifah, 2017)
Komplikasi yang terjadi pada penderita DM mengakibatkan terjadinya
angka kematian dan angka kesakitan bukan hiperglikemi (Pernama, 2013).
Diabetes melitus biasa disebut dengan penyakit yang mematikan karena
menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan keluhan. Keluhan pada
penderita DM disebabkan oleh banyak hal diantaranya karakteristik individu
meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan,
jumlah anggota keluarga, riwayat penyakit dan dapat dipengaruhi juga dengan
faktor penanganan yang meliputi diet, aktivitas fi sik, terapi obat, dan pemantauan
glukosa darah. (Nur Lathifah, 2017)
10. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit. Pneumonia merupakan
penyebab utama kematian pada balita di dunia (Yunus et al., 2020)
Faktor risiko pneumonia dapat berasal dari faktor host dan faktor
lingkungan. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan pneumonia yang
berasal dari faktor host seperti gizi buruk, status imunisasi yang tidak lengkap,
defisit imunologi, riwayat asma, riwayat episode mengi, disfungsi mukosiliar,
malformasi kongenital saluran udara, gangguan menelan, mikroaspirasi,
gangguan neuromuskuler, pengobatan dengan inhibitor asam lambung, refluks
gastroesophageal, dan otitis media yang diobati dengan tympanocentesis dalam 2
tahun pertama kehidupan. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
pneumonia seperti tinggal beramai-ramai, polusi udara di dalam ruangan yang
dapat disebabkan oleh memasak dengan bahan bakar biomassa seperti kayu, dan
orang tua atau keluarga merokok. (Yunus et al., 2020)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Teori


Adapun kerangka teori yang digunakan dalam PBL 1 ini adalah kerangka
berdasarkan teori yang dikemukanan oleh H.L Bloom.

Genetik/
Keturunan

Pelayanan Derajat Kesehatan Lingkungan


Kesehatan

Perilaku

Gambar 3.1 Model Derajat Kesehatan Masyarakat (HL Bloom)


Sumber: Notoatmodjo, Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. 2012

3.2. Kerangka Konsep

Perilaku merokok

Gambaran Derajat Kesehatan


Masyarakat Berdasarkan
Penyakit Pneumonia di Kota

Kriteria Rumah Depok


Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Sehat

Perilaku:

a. Jumlah konsumsi rokok perhari


d.
b. Alasan merokok
e.
c. Persepsi pribadi
f.
3.3. Definisi Operasional
Tabel 3.1.
Definisi Operasional

No Variabel Definisi Operasional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur


1 Kebiasaan Kebiasaan merokok adalah Data sekunder Laporan observasi mandiri Persentase orang di Kota
merokok perilaku atau tindakan Depok yang memiliki
seseorang di wilayah Kota kebiasaan merokok sebesar
Depok dalam menghisap 32% dan yang memiliki
rokok yang dilakukan kebiasaan merokok di dalam
sehari-hari serta menjadi rumah sebesar 50%.
kebutuhan bagi orang yang
mengalami kecanduan.
2 Kriteria Bangunan yang berfungsi Data sekunder Laporan observasi mandiri Persentase banyaknya orang
Rumah sebagai tempat tinggal atau yang rumahnya belum
Sehat hunian di Kota Depok yang termasuk dalam kriteria rumah
memenuhi persyaratan sehat sebesar 41%.
kesehatan sehingga dapat
memberikan kenyamanan
dan melindungi semua
anggota keluarga dari
berbagai risiko kesehatan.
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif yang
bersifat deskriptif yakni suatu penelitian yang dilakukan untuk
mendeskripsikan mengenai suatu fenomena. Data yang disajikan dalam
bentuk angka berupa pengumpulan data primer dan sekunder di wilayah
Kota Depok, Jawa Barat tahun 2020.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian


Mahasiswa/i Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat jenjang
S1 STIKIM (semester IV) melaksanakan kegiatan PBL tahun 2020 melalui
online (daring) dengan melakukan analisis wilayah di Kota Depok, Jawa
Barat yang berlangsung mulai dari bulan Maret-Juli 2020.

4.3. Proses Pelaksanaan Kegiatan


Membuat analisa skala rumah tangga setelah itu melakukan analisa
skala wilayah dengan menggunakan platform google form yang diisi oleh
masyarakat Kota Depok, Jawa Barat. Setelah data terkumpul dilakukan
proses clearing agar data tidak bias.

4.4. Pengolahan Data


Pengolahan data yang dilakukan dari data sekunder dan primer,
dikumpulkan melalui google form dan diolah dengan menggunakan
Microsoft Word.

4.5. Penyajian Data


Data-data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk tulisan
narasi dan tabel dengan bantuan Microsoft Word.

BAB V
GAMBARAN UMUM

5.1 Gambaran Geografis


Gambar 5.1
Peta Wilayah Kota Depok
Sumber: peta-hd.com

Secara geografis Kota Depok terletak pada koordinat: 6º19’00” –


6º28’00” Lintang Selatan dan 106º43’00” – 106º55’30” Bujur Timur (Dinas
Kesehatan Kota Depok, 2018).

5.1.1 Luas Wilayah


Luas wilayah Kota Depok adalah 200,29 km2 atau 0,58%
dari luas Provinsi Jawa Barat (Dinas Kesehatan Kota Depok,
2018).

1.1.2 Batas Wilayah


Kota Depok berbatasan langsung dengan tiga
kabupaten/kota dan dua provinsi yaitu (Dinas Kesehatan Kota
Depok, 2018):
a. Sebelah Utara : Kabupaten Tangerang Selatan, Provinsi
Banten dan Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
b. Sebelah Timur : Kecamatan Pondok Gede Kota Bekasi dan
Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor.
c. Sebelah Selatan: Kecamatan Cibinong dan Kecamatan
Bojong gede Kabupaten Bogor.
d. Sebelah Barat : Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung
Sindur Kabupaten Bogor.
Bentang alam Kota Depok dari Selatan ke Utara merupakan
dataran rendah – perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi
antara 50 – 140 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan
lahannya kurang berkisar 8-15% (Dinas Kesehatan Kota Depok,
2018).

1.1.3 Jumlah Kecamatan


Berdasarkan Perda No. 8 tahun 2008 tentang pembentukan
wilayah Kecamatan di Kota Depok, Pemerintah Kota Depok
terbagi menjadi 11 kecamatan yaitu (Dinas Kesehatan Kota Depok,
2018):
a. Kecamatan Sawangan, terdiri dari : 7 Kelurahan,
83 RW, dan 415 RT
b. Kecamatan Bojongsari, terdiri dari : 7 Kelurahan,
87 RW, dan 371 RT
c. Kecamatan Pancoran Mas, terdiri dari : 6 Kelurahan,
107 RW, dan 639 RT
d. Kecamatan Cipayung, terdiri dari : 5 Kelurahan,
53 RW, dan 346 RT
e. Kecamatan Sukmajaya, terdiri dari : 6 Kelurahan,
125 RW, dan 904 RT
f. Kecamatan Cilodong, terdiri dari : 5 Kelurahan,
68 RW, dan 391 RT
g. Kecamatan Cimanggis, terdiri dari : 6 Kelurahan,
92 RW, dan 659 RT
h. Kecamatan Tapos, terdiri dari : 7 Kelurahan,
135 RW, dan 658 RT
i. Kecamatan Beji, terdiri dari : 6 Kelurahan,
75 RW, dan 398 RT
j. Kecamatan Limo, terdiri dari : 6 Kelurahan,
49 RW, dan 258 RT
k. Kecamatan Cinere, terdiri dari : 4 Kelurahan,
42 RW, dan 215 RT

5.2 Pertumbuhan Penduduk


Menurut BPS, jumlah penduduk mengalami peningkatan dari tahun
2015-2018. Tahun 2015 jumlah penduduk sebanyak 2.106.102 jiwa
dengan jumlah laki-laki: 1.061.889 jiwa dan perempuan: 1.044.213 jiwa.
Tahun 2016 jumlah penduduk sebanyak 2.179.813 jiwa dengan jumlah
laki-laki: 1.099.054 jiwa dan perempuan: 1.080.759 jiwa. Tahun 2017
jumlah penduduk sebanyak 2.254.513 jiwa dengan jumlah laki-laki:
1.135.539 jiwa dan perempuan: 1.118.974 jiwa. Tahun 2018 jumlah
penduduk sebanyak 2.330.333 jiwa dengan jumlah laki-laki: 1.181.724
jiwa dan perempuan: 1.148.609 jiwa (Dinas Kesehatan Kota Depok,
2018).
Berikut gambaran jumlah penduduk Kota Depok tahun 2018
menurut jenis kelamin dan kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Tabel 5.1
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan
Kelompok Umur di Kota Depok Tahun 2018

Jumlah Penduduk
Kelompok Rasio Jenis
No Laki-laki &
Umur Laki-laki Perempuan Kelamin
Perempuan
1 Balita 109.966 103.767 213.733 105,97
2 Anak-anak 189.902 178.757 368.660 212,42
3 Remaja 205.398 208.512 413.911 196,91
4 Dewasa 428.430 416.631 845.062 412,49
5 Tua 239.404 228.602 468.006 622,71
6 Lansia 8.622 12.339 20.960 69,88
Total 1.181.724 1.148.609 2.330.333 102,88
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok 2018
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebaran penduduk
berdasarkan kelompok umur yaitu:
1. Balita : laki-laki (109.966), Perempuan (103.767), Laki-laki &
Perempuan (213.733), Rasio Jenis Kelamin (105,97)
2. Anak – Anak : Laki-laki (189.902), Perempuan (178.757),
Laki-laki & Perempuan (368.660), Rasio Jenis Kelamin 212,42
3. Remaja : Laki-Laki (205.398), Perempuan (208.512), Laki-
Laki & Perempuan (413.911), Rasio Jenis Kelamin (196,91)
4. Dewasa : Laki-laki (428.430), Perempuan (416.631), Laki-Laki
& Perempuan (845.062), Rasio Jenis Kelamin (412,49)
5. Tua : Laki-Laki (239.404), Perempuan (228.602), Laki-Laki &
Perempuan (468.006), Rasio Jenis Kelamin (622,71)
6. Lansia : Laki-Laki (8.622), Perempuan (12.339), Laki-Laki &
Perempuan (20.960), Rasio Jenis Kelamin (69,88).

Berikut gambaran jumlah rumah tangga per kecamatan dan rata-


rata jiwa/ rumah tangga di Kota Depok tahun 2018 seperti terlihat pada
Tabel 5.2.

Tabel 5.2
Jumlah Rumah Tangga Menurut Kecamatan dan
Rata-rata Jiwa/Rumah Tangga di Kota Depok Tahun 2018

Jumlah Rumah Rata-rata Jiwa/


No Kecamatan
Tangga Rumah Tangga
1 Sawangan 41.546 3,99
2 Bojongsari 32.852 4,07
3 Pancoran Mas 67.148 4,20
4 Cipayung 42.200 4,06
5 Sukmajaya 73.541 4,23
6 Cilodong 43.257 3,87
7 Cimanggis 70.478 4,60
8 Tapos 70.227 4,13
9 Beji 46.071 4,83
10 Limo 25.979 4,54
11 Cinere 25.833 5,58
Total 539.132 4,32
Sumber: Kota Depok Dalam Angka, 2019

5.3 Persebaran dan Kepadatan Penduduk

Gambar 5.2
Kepadatan Penduduk Terhadap Luas Wilayah
Perkecamatan di Kota Depok Tahun 2018

18.000
16.000
14.000
12.000
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0

Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok, 2018

Dari gambar di atas terlihat bahwa wilayah kecamatan dengan


penduduk terpadat adalah Kecamatan Sukmajaya sebanyak 17.308/km².
Sedangkan Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari merupakan
dua kecamatan yang memiliki kepadatan penduduk terendah, yakni 6.339
orang/km2 dan 6.834 orang/km². Secara umum kepadatan penduduk Kota
Depok sebesar 11.635 orang/km2 (Dinas Kesehatan Kota Depok, 2018).
BAB VI
HASIL PENELITIAN

6.1. Derajat Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Aspek 10 Penyakit


Tertinggi di Kota Depok Tahun 2020

Tabel 6.1
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan 10 Penyakit Tertinggi di Kota Depok
Tahun 2020

Persentase
No Nama Penyakit Jumlah
(%)
1 DOA 218 16,95%
2 CARDIAC ARREST 183 14,23%
3 CVD STROKE 177 13,76%
4 CKD 160 12,44%
5 SEPSIS 122 9,49%
6 RESPIRATORY DISTRESS 98 7,62%
7 TB 85 6,61%
8 CHF 57 4,43%
9 DM 40 3,11%
10 PHEUMONIA 37 2,88%
Total 1.177 91,52%
Sumber: Data Profil Kesehatan Kota Depok, 2018

Tabel 6.2
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan Skala
Lokal Berdasarkan 10 Penyakit Tertinggi di
Wilayah Kota Depok
Tahun2020
Kejadian Sakit
Nama (Periode 3 bulan terakhir)
No
Penyakit Tidak
Pernah % %
Pernah
1 Flu 55 27,2% 147 72,8%
2 Magh 45 22,2% 157 77,8%
3 Demam 34 16,8% 168 83,2%
4 Batuk 34 16,8% 168 83,2%
5 Sakit kepala 30 15% 172 85%
6 Diare 17 8% 185 92%
Radang
7 11 5,4% 191 94,6%
tenggorokan
8 Masuk angin 8 4% 194 96%
9 DBD 6 3% 196 97%
10 Asma 6 3% 196 97%
Sumber: Data Observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan 10 penyakit tertinggi diketahui bahwa 3 penyakit
tertinggi atau yang paling sering dialami oleh responden adalah flu
sebanyak 55 (27,2%) responden, magh sebanyak 45 (22,2%) responden,
dan demam sebanyak 34 (16,8%) responden. Flu dan demam merupakan
tanda dan gejala dari pneumonia oleh sebab itu kasus pneumonia di kota
Depok menjadi 10 penyakit tertinggi di kota depok.

6.2. Derajat Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Aspek Demografi di


Kota DepokTahun 2020

6.2.1. Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Jenis


Kelamin di Kota Depok Tahun 2020

Tabel 6.3
Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin diKota Depok
Tahun 2020

Persentase
No Jenis Kelamin Jumlah
(%)
1 Perempuan 157 78%
2 Laki-laki 45 22%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap jenis kelamin di Kota
Depok, diketahui bahwa 157 (78%) responden berjenis kelamin
perempuan sedangkan 45 (22%) responden lainnya berjenis
kelamin laki-laki.

1.2.2. Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Usia diKota


Depok Tahun 2020

Tabel 6.4
Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan Kelompok Umur di Kota Depok
Tahun 2020

Kelompok Persentase
No Jumlah
Umur (%)
1. Remaja 160 79,2%
2. Dewasa 29 14,3%
3. Tua 13 6,5%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap kelompok umur di Kota
Depok, diketahui bahwa mayoritas 160 (79,2%) responden masuk
ke dalam kelompok usia remaja, 29 (14,3%) responden masuk ke
dalam kelompok usia dewasa, dan 13 (6.5%) responden lainnya
masuk ke dalam kelompok usia tua.

6.2.3. Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Pendidikan


Terakhir di Kota Depok Tahun 2020

Tabel 6.5
Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan Pendidikan di Kota Depok
Tahun 2020

Persentase
No Pendidikan Jumlah
(%)
Pendidikan Rendah ( SD,
1 160 79%
SMP, SMA sederajat )
Pendidikan Tinggi (D-3,
2 42 21%
S1-S2, dst)
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap pendidikan di Kota Depok,
diketahui bahwa mayoritas 160 (79%) responden berpendidikan
rendah (SD, SMP, SMA sederajat) sedangkan 42 (21%) responden
lainnya memiliki pendidikan tinggi (D-3, S1-S2, dst).

6.2.4. Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Status


Pekerjaan di Kota Depok Tahun 2020

Tabel 6.6
Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan Status Pekerjaan di Kota Depok
Tahun 2020

Persentase
No Pekerjaan Jumlah
(%)
1 Bekerja 75 37%
2 Tidak Bekerja 127 63%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap status pekerjaan di Kota
Depok, diketahui bahwa 75 (37%) responden bekerja sedangkan
127 (63%) responden lainnya tidak bekerja.

6.2.5. Gambaran Karakteristik Responden berdasarkan Status


Perkawinan di Kota Depok Tahun 2020

Tabel 6.7
Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan Status Perkawinan di Kota Depok
Tahun 2020

Persentase
No Status Perkawinan Jumlah
(%)
1 Menikah 31 15%
2 Belum Menikah 171 85%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap status perkawinan di Kota
Depok, diketahui bahwa 31 (15%) berstatus menikah sedangkan
171 (85%) responden lainnya belum menikah.

6.3. Derajat Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Risiko Kesehatan dari


Aspek Genetik di Kota Depok Tahun 2020

Tabel 6.8
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan Skala Lokal
Berdasarkan Risiko Kesehatan dari Aspek Genetik
Di Kota Depok Tahun 2020
Risiko Riwayat Penyakit Persentase
No Jumlah
Genetik (%)
1 Berisiko 57 28%
2 Tidak Berisiko 145 72%
Total 202 202
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap risiko kesehatan dari aspek genetik
di Kota Depok, diketahui bahwa 57 (28%) responden berisiko memiliki
riwayat penyakit genetik sedangkan 145 (72%) responden lainnya tidak
berisiko memiliki riwayat penyakit genetik.

Tabel 6.9
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan Skala Lokal
Berdasarkan Penyakit Genetik
Di Kota Depok Tahun 2020

Jenis Risiko Penyakit Persentase


No Jumlah
Bawaan (%)
1 Diabetes 21 37%
2 Hipertensi 21 37%
3 Asma 10 17,5%
4 Jantung 3 5,3%
5 Kolestrol 2 3,5%
6 Paru-paru basah 1 2%
Total 57 57
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap penyakit genetik di Kota Depok,
diketahui bahwa diabetes serta hipertensi yaitu 21 (37%) responden
menjadi risiko penyakit genetik terbanyak berada diatas asma 10 (17,5%)
responden, jantung 3 (5,3%) responden, kolestrol 2 (3,5%) responden, dan
paru paru basah 1 (2%) responden.
6.4. Derajat Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Aspek Lingkungan di
Kota Depok Tahun 2020
Tabel 6.10
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Kriteria Rumah Sehat
di Kota Depok Tahun 2020
Persentase
No Kriteria Rumah Sehat Jumlah
(%)
1 Memenuhi 120 59%
2 Kurang memenuhi 82 41%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap kriteria rumah sehat di Kota
Depok, diketahui bahwa mayoritas 120 (59%) responden telah memiliki
rumah yang memenuhi kriteria rumah sehat sedangkan 82 (41%)
responden lainnya dimasukkan ke dalam kelompok rumah yang kurang
memenuhi kriteria rumah sehat.

Tabel 6.11
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Sarana Sanitasi Sumber Air
di Kota Depok Tahun 2020

Persentase
No Komponen Sumber Air Jumlah
(%)
1 Sumur Gali 43 21%
Sumber pompa
2 87 43%
listrik/pompa tangan
3 PDAM 68 34%
4 Lainnya 3 1%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap sarana sanitasi dengan komponen
sumber air di Kota Depok, diketahui bahwa mayoritas 87 (43%) responden
menggunakan sumber pompa listrik/pompa tangan dan masih ada 3 (1%)
responden menggunakan sumber lainnya yaitu 2 responden menggunakan
sumur bor serta 1 responden menggunakan sanyo.
Tabel 6.12
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Sarana Sanitasi yang Dimiliki dengan Komponen
Kepemilikan dan Kualitas Sumber Air Bersih
di Kota Depok Tahun 2020

Komponen Kepemilikan
Persentase
No dan Kualitas Sumber Air Jumlah
(%)
Bersih
1 Bukan milik sendiri 5 2%
Ada milik sendiri, tapi
2 13 6%
tidak memenuhi syarat
Bukan miliknya, tapi
3 14 7%
memenuhi syarat
Milik sendiri dan
4 170 84%
memenuhi syarat
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap komponen kepemilikan dan
kualitas sumber air bersih di Kota Depok, diketahui bahwa mayoritas 170
(84%) responden telah memiliki sendiri sumber air yang memenuhi syarat
namun ada 5 (2%) responden yang sumber airnya bukan milik sendiri.

Tabel 6.13
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Sarana Sanitasi yang Dimiliki dengan Komponen
Tempat Sampah di Kota Depok Tahun 2020

Persentase
No Tempat Sampah Jumlah
(%)
1 Tidak ada 2 1%
Ada tapi tidak memenuhi
2 71 35%
syarat
3 Ada dan memenuhi syarat 129 64%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap kepemilikan sarana sanitasi dengan
komponen tempat sampah di Kota Depok, diketahui bahwa mayoritas 129
(64%) responden telah memiliki tempat sampah yang kedap air dan
tertutup, namun 2 (1%) responden lainnya masih belum memiliki tempat
sampah. Pada kelompok responden seperti ini berisiko memiliki kebiasaan
membuang sampah sembarangan atau bahkan langsung ke sungai.

6.5. Derajat Kesehatan Masyarakat Berdasarkan Aspek Perilaku dan


Upaya Pencegahan Penyakit dengan GERMAS di Kota Depok Tahun
2020
Tabel 6.14
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Akses Air Bersih
di Kota Depok Tahun 2020

Persentase
No Akses Air Bersih Jumlah
(%)
1 Menggunakan air bersih 202 100%
Tidak menggunakan air
2 - -
bersih
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap akses air bersih di Kota Depok,
diketahui bahwa seluruh responden yaitu 202 (100%) telah menggunakan
air bersih.

Tabel 6.15
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan pakai Sabun
di Kota Depok Tahun 2020

Kebiasaan Mencuci Persentase


No Jumlah
Tangan (%)
1 Ya 202 100%
2 Tidak - -
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap kebiasaan mencuci tangan pakai
sabun di Kota Depok, diketahui bahwa seluruh responden 202 (100%)
telah menerapkan kebiasaan mencuci tangan menggunakan sabun.

Tabel 6.16
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Perilaku Makan Buah dan Sayur Setiap Hari
di Kota Depok Tahun 2020

Makan Buah dan Sayur Persentase


No Jumlah
Setiap Hari (%)
1 Rutin 147 72,8%
2 Tidak rutin 55 27,2%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap perilaku makan buah dan sayur
setiap hari di Kota Depok, diketahui bahwa mayoritas 147 (72,8%)
responden telah rutin makan buah dan sayur setiap hari sedangkan 55
(27,2%) responden lainnya tidak rutin makan buah dan sayur setiap hari.

Tabel 6.17
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Perilaku Aktifitas Fisik
di Kota Depok Tahun 2020

Persentase
No Aktifitas Fisik Jumlah
(%)
1 Rutin 151 74,75%
2 Tidak rutin 51 25,25%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap perilaku aktifitas fisik di Kota
Depok, diketahui bahwa 151 mayoritas (74,75%) responden telah rutin
melakukan aktifitas fisik sedangkan 51 (25,25) responden lainnya tidak
rutin melakukan aktifitas fisik.

Tabel 6.18
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Perilaku Kebiasan Merokok
di Kota Depok Tahun 2020

Persentase
No Kebiasaan Merokok Jumlah
(%)
1 Merokok 65 32%
2 Tidak merokok 137 68%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap kebiasaan merokok di Kota
Depok, diketahui bahwa mayoritas 137 (68%) responden melakukan
kebiasaan tidak merokok sedangkan 65 (32%) responden lainnya
melakukan kebiasaan merokok

Tabel 6.19
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Perilaku Cek KesehatanSecara Berkala
di Kota Depok Tahun 2020

Persentase
No Cek Kesehatan Berkala Jumlah
(%)
1 Ya 135 66,8%
2 Tidak 67 33,2%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap perilaku cek kesehatan berkala di
Kota Depok, diketahui bahwa mayoritas 135 (66,8%) responden telah
melakukan cek kesehatan secara berkala sedangkan 67 (33,2%) responden
lainnya tidak melakukan cek kesehatan secara berkala.

Tabel 6.20
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Perilaku Menjaga Kesehatan Lingkungan
di Kota Depok Tahun 2020

Menjaga Kesehatan Persentase


No Jumlah
Lingkungan (%)
1 Ya 187 92,6%
2 Tidak 15 7,4%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap perilaku menjaga kesehatan
lingkungan di Kota Depok, diketahui bahwa mayoritas 187 (92,6%)
responden telah menjaga kesehatan lingkungan sedangkan 15 (7,4%)
responden lainnya tidak menjaga kesehatan lingkungan.
BAB VII
PEMBAHASAN

7.1 Perilaku Merokok


Menurut Ogawa (dalam Triyanti, 2006) dahulu perilaku merokok
disebut sebagai suatu kebiasaan atau ketagihan, tetapi dewasa ini merokok di
sebut sebagai tobacco dependencyd sendiri dapat didefinisikan sebagai
perilaku penggunaan tembakau yang menetap, biasanya lebih dari setengah
bungkus perhari. (Setyani & Sodik, 2018)
Menurut Kemenkes, 2013 perilaku merokok merupakan perilaku yang
membakar salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar,
dihisap dan/atau dihirup termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotina tabacum, nicotina
rustica dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin
dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Alamsyah, 2017).
Hubungan sikap dengan perilaku merokok juga bermakna. Sikap itu
berhubungan negatif dengan perilaku merokok, bahwa seseorang yang
bersikap baik tentang bahaya merokok akan mengurangi risiko berperilaku
merokok. Indikator penilaian sikap, yaitu aspek kognitif (kepercayaan bahwa
rokok itu mengandung zat berbahaya, merokok memberi dampak buruk bagi
kesehatan perokok, dan merokok memberi dampak buruk bagi kesehatan
orang sekitar), aspek afektif (perasaan suka/tidak suka terhadap perilaku
merokok), dan aspek konatif (keinginan untuk merokok) (Wijayanti et al.,
2017).
Sikap adalah penilaian atau dapat berupa pendapat seseorang terhadap
stimulus atau pun objek. Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek,
proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap stimulus atau objek
tersebut. Sikap terhadap merokok adalah penilaian atau pendapat seseorang
tentang merokok. Sikap dibagi menjadi tiga komponen, yaitu komponen
kognitif, afektif, dan komponen konatif. Komponen kognitif berisi persepsi,
kepercayaan, dan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu objek.
Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh
individu pemilik sikap. Komponen afektif menyangkut masalah emosional
subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Seseorang yang percaya
bahwa merokok itu membawa dampak negatif terhadap kesehatannya maka
akan terbentuk perasaan tidak suka terhadap rokok. Komponen konatif adalah
komponen sikap yang berupa kesiapan seseorang untuk berperilaku yang
berhubungan dengan objek sikap. Berisi kecenderungan untuk bertindak
terhadap sesuatu (Wijayanti et al., 2017).

7.2 Kriteria Rumah Sehat


Menurut DepKes RI (2012) bahwa rumah sehat merupakan rumah
yang memenuhi kriteria minimal, yaitu: akses air minum, akses jamban sehat,
lantai, ventilasi, dan pencahayaan. Rumah yang tidak memenuhi syarat
kesehatan akan terkait erat dengan penyakit berbasis lingkungan. Penyakit-
penyakit berbasis lingkungan masih merupakan penyebab utama kematian di
Indonesia, bahkan pada kelompok bayi dan balita. (Puteri, 2017)
Menurut Depkes RI (2005) rumah sehat adalah proporsi rumah yang
memenuhi kriteria sehat minimum komponen rumah dan sarana sanitasi dari
3 komponen ( rumah, sarana sanitasi dan perilaku) disuatu wilayah kerja pada
kurun waktu tertentu, yang akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
semakin tinggi derajat kesehatan masyarakat maka tingkat kematian yang
disebabkan oleh penyait menular akan menurun. oleh sebab itu
dibutuhkannya kerjasama antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka
menumbuhkan kesadaran akan hidup sehat. (Sartika et al., 2018)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Yoselisa Evierni, et.al (2010),
menjelaskan bahwa rumah dikatakan sehat apabila memenuhi kriteria yaitu
memenuhi kebutuhan fisiologi antara pencahayaan, suhu, ruang gerak yang
cukup, serta terhindar dari kebisingan yang mengganggu. Memenuhi
kebuuhan psikologis antara lain: privasi yang cukup, komuikasi yang sehat
antar anggota keluarga dan penghuni rumah. Memenuhi
persyaratanpencegahan penularan penyakit antar penghuni rumah, penyediaan
air bersih, pengolahan tinja dan limbah rumah tangga, bebas vector penyakit
tikus, kepadatan penghuni yang berlebihan, cukup sinar matahari pagi,
terlindungnya makanan dan minuman dari pencemaran, disamping
pencahayaan dan suhuyang cukup.memenuhi persyaratan pencegahan
terjadinya kecelakaan baik yang timbul dari pengaruh luar dan dalam rumah.
(Sartika et al., 2018)
BAB VIII
KESIMPULAN DAN SARAN

8.1. Kesimpulan
(Menjawab tujuan umum dan menjelaskan kesimpulan akhir dari hasil
analisa)

8.2. Saran
(Memberikan saran aplikatif terhadap stakeholder dan atau pihak-pihak
yang terlibat dalam permasalahan tersebut)
DAFTAR PUSTAKA

Alamsyah, A. (2017). Determinan Perilaku Merokok Pada Remaja. Jurnal


Endurance, 2(1), 25. https://doi.org/10.22216/jen.v2i1.1372
Aprilioza, A., Argadireja, D. S., & Feriandi, Y. (2015). Hubungan Kebiasaan
Merokok pada Orangtua di Rumah dengan Kejadian Pneumonia pada Balita
di Wilayah Kerja Puskesmas Plered. Prosiding Pendidikan Dokter, 327.
Asrinie, R., Hartinah, D., Yulisetyaningrum, & Dkk. (2019). Hubungan Berat
Badan dan Aktifitas Fisik dengan Kejadian Gagal Jantung Kongestif di
RSUD RAA Soewondo Pati. The 10th University Research Colloqium.
Avianty, I. (2018). GAMBARAN PERILAKU MEROKOK SISWA SEKOLAH
MENENGAH PERTAMA. Hearty Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(1).
Dinas Kesehatan Kota Depok. (2018). Dinas Kesehatan Kota Depok Tahun 2016.
Profil Dinas Kesehatan Kota Depok Tahun 2018, 187, 85–86.
http://dinkes.depok.go.id/
Dinkes Depok. (2016). No Title中国儒家教育文化 对职业教育的影响. Tabel
Profil Depkes 2016, 1, 6–8. https://doi.org/10.16309/j.cnki.issn.1007-
1776.2003.03.004
Dinkes Depok. (2018). Profil Kesehatan Kota Depok 2017. Departemen
Kesehatan Kota Depok, 54.
Eliana, S. S. (2016). Kesehatan Masyarakat (Issue 1).
https://doi.org/10.16309/j.cnki.issn.1007-1776.2003.03.004
Handriana, I. (2018). Hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (phbs) dengan
kejadian pneumonia pada balita di wilayah kerja uptd puskesmas talaga
kabupaten majalengka tahun 2018. VII(14), 47–56.
Hernawan, A. D., & Ridha, A. (2015). Perilaku Merokok Sebagai Faktor Yang
Berisiko Terhadap Kejadian Gagal Ginjal Kronik. 70–83.
Ihsani, I., Santoso, M. B., Sosial, I. K., Ilmu, F., & Politik, I. (2019). EDUKASI
SANITASI LINGKUNGAN DENGAN MENERAPKAN PERILAKU HIDUP
BERSIH DAN SEHAT ( PHBS ) PADA KELOMPOK USIA PRASEKOLAH
DI TAMAN ASUH ANAK MUSLIM AR-RIDHO TASIKMALAYA. 289–296.
Iis, I., Islaeli, I., Wahyuni, S., Zoahira, W. O. A., & Purnamasari, A. (2020).
Brainstorming Dalam Pencegahan Pneumonia Pada Anak Balita. Health
Information : Jurnal Penelitian, 11(2), 100–107.
https://doi.org/10.36990/hijp.v11i2.138
Ismiroja, R., Mulyadi, & Kiling, M. (2018). PENGALAMAN PERAWAT
DALAM PENANGANAN CARDIAC ARREST DI INSTALASI GAWAT
DARURAT RSUP PROF. Dr. R. D. KANDOU MANADO. Jurnal
Keperawatan, 6(2).
Kemenkes RI. (2018a). HASIL UTAMA RISKESDAS 2018.
Kemenkes RI. (2018b, January). Bersama Selesaikan Masalah Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2018). Profil Kesehatan Indonesia
2018 [Indonesia Health Statistic 2018].
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-
indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.pdf
Kementerian Kesehatan RI. (2018). InfoDatin Tuberculosis. Kementerian
Kesehatan RI, 1.
https://www.depkes.go.id/article/view/18030500005/waspadai-peningkatan-
penyakit-menular.html
%0Ahttp://www.depkes.go.id/article/view/17070700004/program-indonesia-
sehat-dengan-pendekatan-keluarga.html
Khairani. (2019). Hari Diabetes Sedunia Tahun 2018. Pusat Data Dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI, 1–8.
Korong, S. D. N., Kecamatan, G., Padang, K., & Lina, H. P. (2012). PERILAKU
HIDUP BERSIH DAN SEHAT ( PHBS ) SISWA DI CLEAN AND HEALTY
LIVING BEHAVIOR ( PHBS ) STUDENTS IN PUBLIC ELEMENTARY
SCHOOLS 42 KORONG GADANG DISTRICT KURANJI PADANG.
Kurniawan, R. A. (2015). Peran Indonesia Terhadap Isu Kesehatan Global
Melalui Forum Foreign Policy and Global Health (FPGH) dalam Global
Health Governance (GHG) 2006-2013. Jom FISIP, 2(1), 4.
Napas, G. S., Latihan, K., Rawat, L., Komunitas, P., & Emfisema, P. (2019).
Akreditasi RISTEKDIKTI Nomor: 2/E/KPT/2015 Tanggal 1 Desember 2015,
Terakreditasi A Website: http://www.jurnalrespirologi.org. 39(1).
Nu’man, Sri Kusumadewi, N. M. (2020). Sistem Inferensi Fuzzy Untuk Membantu
Diagnosis Penyakit Pneumonia Anak. 5(1), 53–62.
Nur Lathifah. (2017). Hubungan Durasi Penyakit dan Kadar Gula Darah Dengan
Keluhan Subyektif Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Berkala
Epidemiologi, Volume 5 N(Mei 2017), 231–239.
https://doi.org/10.20473/jbe.v5i2.2017.231-239
Nyoman, N., & Mahalastri, D. (2014). Hubungan Antara Pencemaran Udara
Dalam Ruang Dengan Kejadian Pnemonia Balita The Correlation Between
Indoor Air Pollution with the Incident of Toddler’s Pneumonia. Journal of
Health Education, 392–403.
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2015). InfoDATIN: Perilaku Merokok
Masyarakat Indonesia.
Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI. (2018). InfoDATIN: Situasi Umum
Konsumsi Tembakau di Indonesia.
Puteri, A. D. (2017). Analisis faktor yang berhubungan dengan kondisi rumah
sehat di desa bandur picak kecamatan koto kampar hulu tahun 2017. 1, 28–
41.
Rahajeng, E. P. (2020). Analisis Laktat, Albumin dan Rasio Laktat Albumin
Sebagai Prediktor Luaran Pada Pasien Sepsis dan Syok Septik di RSUP Dr.
Wahidin Sudirohusodo Makassar. Jurnal Kesehatan Andalas, 9(1), 26.
https://doi.org/10.25077/jka.v9i1.1192
Rahasyim, B. (2015). HUBUNGAN PAPARAN ASAP ROKOK DAN RUMAH
TIDAK SEHAT DENGAN KEJADIAN PNEUMONIA PADA ANAK
BALITA. 299–285 ,)2(2 )5 ( ,‫پژوهشنامه کتابداری واطالعرسانی‬.
Raising, R., & Rosalina, V. (2019). Efektifitas Antibiotik terhadap Perubahan
Suhu dan Leukosit pada Pasien Pneumonia. 56.
Raising, R., Rosalina, V., Bhakti, S., Mulia, H., Bhakti, S., & Mulia, H. (2019).
Leukosit Pada Pasien Pneumonia.
Riska, S. (2016). Pengaruh Perilaku Ibu Terhadap Personal Hygiene pada Balita
di Kecamatan Woyla Barat Kabupaten Aceh Barat. Universitas Teuku Umar.
Riskesdas, K. (2018). Hasil Utama Riset Kesehata Dasar (RISKESDAS). Journal
of Physics A: Mathematical and Theoretical, 44(8), 1–200.
https://doi.org/10.1088/1751-8113/44/8/085201
Riza, L. L., & Sukendra, D. M. (2017). Hubungan Perilaku Merokok dengan
Kejadian Gagal Konversi Pasien Tuberkulosis Paru di Balai Kesehatan Paru
Masyarakat (BKPM) Wilayah Semarang. Public Health Perspective Journal,
2(1), 89–96.
Rohman, T. (2019). Pneuomia. Psikologi Perkembangan, October 2013, 1–224.
https://doi.org/10.1017/CBO9781107415324.004
Rumende, C. M. (2012). Acute respiratory distress syndrome*. Clinical Critical
Care Medicine, 237–252. https://doi.org/10.1016/B978-0-323-02844-
8.50030-5
Sari, E. F., Rumende, C. M., & Harimurti, K. (2017). Faktor–Faktor yang
Berhubungan dengan Diagnosis Pneumonia pada Pasien Usia Lanjut. Jurnal
Penyakit Dalam Indonesia, 3(4), 183. https://doi.org/10.7454/jpdi.v3i4.51
Sartika, M., Irviani, R., & Muslihudin, M. (2018). Penilaian Rumah Sehat
Kabupaten Pringsewu Dengan Menggunakan Metode Simple Additive
Weighting. 8–9.
Setyani, A. T., & Sodik, M. A. (2018). Pengaruh Merokok Bagi Remaja Terhadap
Perilaku dan Pergaulan Sehari-hari. Stikes Surya Mitra Husada.
Seyawati, A., & Marwiyati. (2018). Tata Laksana Kasus Batuk Dan Atau
Kesulitan Bernafas : Literature Review. 2008, 30–52.
Suryadi, T. (2017). Kematian Mendadak Kardiovaskuler. Jurnal Kedokteran
Syiah Kuala, 17(2), 112–118. https://doi.org/10.24815/jks.v17i2.8990
Wijayanti, E., Dewi, C., & Rifqatussa’adah, R. (2017). Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Perilaku Merokok pada Remaja Kampung Bojong
Rawalele, Jatimakmur, Bekasi. Global Medical & Health Communication
(GMHC), 5(3), 194. https://doi.org/10.29313/gmhc.v5i3.2298
Yunus, S. R., Ekawati, M., & Savitri, P. M. (2020). Status gizi , perilaku merokok
di dalam rumah dengan kejadian pneumonia Universitas Pembangunan
Nasional “ Veteran ” Jakarta. 1(1), 29–35.
1. Surat Permohonan PBL Kesehatan Masyarakat
2. Surat Pernyataan telah Melakukan PBL Kesehatan Masyarakat
3. Daftar Nama dan Biodata Peserta PBL, meliputi: Nama, NPM, Tempat
Tanggal Lahir dan Alamat dilengkapi pas photo menggunakan
almamater.
DAFTAR ANGGOTA KELOMPOK
PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
P.S. SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

Tahun Ajaran : 2020


Kelompok : 3
Lokasi PBL : Kota Depok

Nama : Devi Dwi Rahayu


NPM : 01180000014
Tempat Tanggal Lahir : Sukoharjo, 2 September 1999
No. Telepon : 082111559468
Alamat : Depok

Nama : Firas Azizah


NPM : 01180000009
Tempat Tanggal Lahir : Depok, 04 September 2000
No. Telepon : 085591445640
Alamat : Depok

Nama : Ikrila
NPM : 01180000021
Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 26 Maret 2000
No. Telepon : 081818167848
Alamat : Bogor

Nama : Intan Tita Faradilla


NPM : 01180000011
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 07 Juli 1998
No. Telepon : 083805992437
Alamat : Jakarta

Nama : Melizha Handayani


NPM : 01180000019
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 04 Mei 2001
No. Telepon : 085782596019
Alamat : Serang
Nama : Risma Nabilah
NPM : 01180000030
Tempat Tanggal Lahir : Depok, 19 Maret 2000
No. Telepon : 082211872657
Alamat : Depok

4. Daftar Hadir Peserta PBL

DAFTAR HADIR
PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
P.S. SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

No NPM NAMA DAFTAR HADIR


MAHASISWA 1 2 3 4 5

1.
2.
3.
4.
5.
6.
No NPM NAMA DAFTAR HADIR
MAHASISWA 6 7 8 9 10

1.
2.
3.
4.
5.
6.

No NPM NAMA DAFTAR HADIR


MAHASISWA 11 12 13 14

1.
2.
3.
4.
5.
6.

5. Daftar Hadir Peserta dalam setiap kegiatan (pihak diluar peserta


mahasiswa)

DAFTAR HADIR PESERTA


KEGIATAN …………………………………………………………..
PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
P.S. SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

Hari/Tanggal : -
Lokasi : -
Kegiatan : -
Pelaksana : -

No NAMA ALAMAT/ NO. TELP PARAF


INSTITUSI

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18
19.
20.

6. Lembar Monitoring Harian Kegiatan PBL


LEMBAR MONITORING HARIAN
PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
P.S. SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

Nama : ………………………………………………………………….
NPM : ………………………………………………………………….
Kelompok : ………………………………………………………………….
Lokasi PBL : ………………………………………………………………….

No Hari/Tanggal Kegiatan Paraf


Pembimbing
Lapangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

7. Daftar Hadir Supervisi PBL


DAFTAR HADIR SUPERVISI
PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
P.S. SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

Tahun Ajaran : ………………………………………………………………….


Kelompok : ………………………………………………………………….
Lokasi PBL : ………………………………………………………………….
Waktu Pelaksanaan : …………………………… s/d ………………………………..

No Hari/Tanggal Dosen Superviser Keterangan Paraf


Pembimbing
Lapangan+Cap
Institusi
1
2
3

Catatan :
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………

8. Daftar Hadir Bimbingan


DAFTAR HADIR BIMBINGAN
PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
P.S. SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

Tahun Ajaran : 2020


Kelompok : 3
Lokasi PBL : Kota Depok
Waktu Bimbingan : Rabu, 22 Juli 2020

No NPM Nama Mahasiswa Paraf


1 01180000014 Devi Dwi Rahayu
2 01180000009 Firas Azizah
3 01180000021 Ikrila
4 01180000011 Intan Tita Faradilla
5 01180000019 Melizha Handayani
6 01180000030 Risma Nabilah

Uraian Bimbingan:
1. Abstraknya kosongin dulu
2. Latar belakang
 Data perokok mengerucut (global, provinsi, kota)
 Faktor faktor yang mempengaruhi
 Derajat kesehatan
 Masalah kesehatan
 Ispa, ppok, jantung, kolesterol
 Alasan kenapa dilakukannya penelitian
3. Tujuan khusus
Berdasarkan data yang ditampilkan
4. Ruang lingkup
 Why pindah ke atas
 How nya belum ada
5. Bab II
 Literatur masalah perilaku merokok
 Penjabaran dari 10 penyakit dikota depok
 Risiko cari dari beberapa sumber (Data kasus pindah ke latar
belakang)
6. Bab III
 Kerangka konsepnya diubah tataletaknya (1 kotak untuk 1
variabel)
 Gambaran kesehatan kota depok
 Perilaku merokok
 Kriteria rumah sehat
7. Bab VI
 Hanya mencamtumkan aspek Lingkungan yang berhubungan
dengan Perilaku Merokok
Jakarta,22 Juli 2020
Dosen Pembimbing Akademik

(……………………………….)
9. Daftar Hadir Bimbingan
DAFTAR HADIR BIMBINGAN
PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
P.S. SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU

Tahun Ajaran : 2020


Kelompok : 3
Lokasi PBL : Kota Depok
Waktu Bimbingan : Selasa, 04 Agustus 2020

No NPM Nama Mahasiswa Paraf


1 01180000014 Devi Dwi Rahayu
2 01180000009 Firas Azizah
3 01180000021 Ikrila
4 01180000011 Intan Tita Faradilla
5 01180000019 Melizha Handayani
6 01180000030 Risma Nabilah

Uraian Bimbingan:
1. BAB I
Latar belakang
 Menambahkan literatus pneumonia berdasarkan 2 aspek tersebut
 Menambahkan tentang gambaran masalah pneumonia di Depok
 Tujuan khususnya masih di pertanyakan
 Why di ruang lingkup lebih dijelaskan mengapa penelitian tersebut
penting di teliti
2. BAB II
 Tinjauan pustaka di ubah karena belum termasuk fokus penelitian
antara masalah merokok atau pneumonia
3. BAB VI
 Berdasarkan 10 penyakit tertinggi di jabarkan bagaimana penyakit
pneumonianya
 Karakteristik responden di jelaskan pendidikan terendahnya apa
4. BAB VII
 Pembahasan sesuai dengan sub tema di hasil (variabel yang
ditampilkan pada hasil di masukan juga)

Jakarta, 04 Agustus 2020


Dosen Pembimbing Akademik

(……………………………….)

10. Dokumentasi umum


11. Instrumen Lapangan

Anda mungkin juga menyukai