DOSEN PEMBIMBING:
Nina, SKM. M.Kes
DISUSUN OLEH:
No NPM Nama Mahasiswa
1. 01180000014 Devi Dwi Rahayu
2. 01180000009 Firas Azizah
3. 01180000021 Ikrila
4. 01180000011 Intan Tita Faradilla
5. 01180000019 Melizha Handayani
6. 01180000030 Risma Nabila
HALAMAN PERSETUJUAN
Laporan Praktek Belajar Lapangan Kesehatan Masyarakat I
GAMBARAN DERAJAT KESEHATAN MASYARAKAT BERDASARKAN
OBSERVASI DARI ASPEK PERILAKU DI WILAYAH
KOTA DEPOK TAHUN 2020
ini telah disetujui dan diperiksa oleh Pembimbing Akademik dan Pembimbing
Lapangan PBL Kesehatan Masyarakat I
P.S. Sarjana Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju
Menyetujui,
Pembimbing Akademik
P.S. Sarjana Kesehatan Masyarakat
STIKIM
Pembimbing Lapangan
(Institusi/Wilayah PBL)
-
HALAMAN PENGESAHAN
Tim Penguji
Penguji I Penguji II
Mengetahui
Ka. Departemen Kesehatan Masyarakat
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju
SURAT PERNYATAAN
ABSTRACT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberi rahmat dan
hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan proposal pengajuan PBL 1.
Selesainya penyusunan Proposal Pengajuan PBL 1 ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak yang senantiasa memberikan bimbingan dan dorongan serta bantuannya, Oleh
karena itu kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr Dr. dr. Hafizurrachman, MPH selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Indonesia Maju (STIKIM).
2. Nina,SKM.M.Kes, selaku Kepala Departemen Kesehatan Masyarakat Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM) sekaligus dosen pembimbing
mata kuliah PBL 1 Kesmas.
3. Agustina Sari, S.ST. M.Kes selaku Koordinator Program Studi Sarjana Kesehatan
Masyarakat Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM)
4. Orang tua kami yang telah memberikan dorongan moril dan materil.
5. Teman-teman mahasiswa yang telah membantu kami dalam terselesainya laporan
ini.
Kami bersyukur dapat menyelesaikan proposal ini. Mohon maaf apabila terdapat
kesalahan dalam penulisan kata, nama maupun gelar. Besar harapan kami, semoga Proposal
ini dapat bermanfaat baik untuk penulis maupun para pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran umum
keadaan derajat kesehatan masyarakat berdasarkan perilaku merokok terhadap
penyakit pneumonia di wilayah Kota Depok tahun 2020.
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui derajat kesehatan masyarakat berdasarkan pengidap
penyakit pneumonia akibat perilaku merokok tahun 2020
b. Mengidentifikasi masalah kesehatan tentang pneumonia yang terjadi di
wilayah Kota Depok tahun 2020.
c. Mengetahui prioritas masalah kesehatan yang terjadi di wilayah Kota
Depok tahun 2020.
2.2.2 Klasifikasi
Berikut ini adalah klasifikasi pneumonia berdasarkan pedoman
respirologi pada anak, antara lain (Nu’man, Sri Kusumadewi, 2020) :
a. Pneumonia Berat, Pada saat dilakukan pemeriksaan ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam (TTDK) atau saturasi oksigen
<90 pada balita. Klasifikasi pneumonia ini harus dirawat dan diberikan
antibiotik.
b. Pneumonia Ringan, Pada saat proses pemeriksaan tidak ditemukan tarikan
dinding dada bagian bawah kedalam (TTDK), akan tetapi ditemukan
napas cepat 50 x/menit pada anak 2 bulan sampai 12 bulan dan 40 x/menit
atau lebih pada anak 12 bulan sampai 59 bulan. Klasifikasi pneumonia ini
tidak harus dirawat tetapi diberikan antibiotic oral.
2.2.3 Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme dan
sebagian kecil disebabkan oleh hal lain seperti aspirasi dan radiasi (Raising &
Rosalina, 2019). Patogen yang sampai ke trakea berasal dari aspirasi bahan
yang ada di orofaring. Kebocoran melalui mulut saluran endotrakeal, inhalasi,
dan sumber patogen yang mengalami kolonisasi di pipa endotrakeal. Faktor
predisposisi seperti pada pasien dengan imunodefisien menyebabkan tidak
adanya pertahanan terhadap kuman patogen, akibatnya terjadi kolonisasi di
paru-paru dan menyebabkan infeksi. Proses infeksi dimana patogen tersebut
masuk ke saluran nafas bagian bawah setelah dapat melewati mekanisme
pertahanan inang berupa daya tahan mekanik (epitel, silia, dan mukosa),
pertahanan humoran (antibodi dan suplemen), dan pertahanan seluler
(leukosit, makrofag, limfosit, dan sitokinin). Kemudian infeksi menyebabkan
peradangan membrane paru sehingga cairan plasma dan sel darah merah dari
kapiler masuk. Hal ini menyebabkan rasio ventilasi perfusi menurun, saturasi
oksigen menurun. Pada pemeriksaan dapat diketahui bahwa paru-paru akan
dipenuhi sel radang dan cairan. Dimana sebenarnya merupakan reaksi tubuh
untuk membunuh patogen, akan tetapi dengan adanya dahak dan fungsi paru
menurun akan mengakibatkan kesulitan bernafas. Hal tersebut dapat
mengakibatkan sianosis, asidosis respiratorik, hingga kematian (Raising et al.,
2019)
2.2.4 Etiologi
Bakteri penyebab pneumonia yaitu Streptococcus pneumonia
sebenarnya merupakan flora normal pada kerongkongan manusia yang sehat.
Namun ketika daya tahan tubuh mengalami penurunan yang dapat disebabkan
karena usia tua, masalah gizi, maupun gangguan kesehatan, bakteri tersebut
akan segera memperbanyak diri setelah menginfeksi. Infeksi dapat dengan
cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Infeksi yang terjadi
pada individu umumnya menimbulkan gejala yaitu panas tinggi, napas
terengah, berkeringat, dan denyut jantung meningkat cepat. Akibatnya bibir
dan kuku dapat membiru karena tubuh kekurangan asupan oksigen. Bahkan
pada kasus yang parah, pasien akan menunjukkan gejala menggigil,
mengeluarkan lendir hijau saat batuk, serta nyeri dada. Kondisi tempat tinggal
yang tidak sehat dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya pneumonia.
Rumah yang dapat dikatakan memenuhi syarat kesehatan harus memenuhi tiga
aspek yaitu pencahayaan, penghawaan dan suhu udara, serta kelembapan
dalam ruangan (Nyoman & Mahalastri, 2014)
pneumonia disebabkan oleh (Seyawati & Marwiyati, 2018):
1. Bakteri
2. Streptococcus pneumoniae (vaksin tersedia), Haemophilus influenzae
(vaksin tersedia), Mycoplasma pneumonia, Staphylococcus aureus
3. Virus Respiratory syntical virus, Influenza A or B virus (vaksin tersedia),
Human rhinovirus, Human merapneumovirus, Adenovirus, parainfluenza
virus. Penelitian yang dilakukan pada 10 negara besar sejak 25 tahun lalu
menunjukkan bahwa penyebab utama pneumonia akibat virus pada masa
anakanak adalah respiratory synctical virus, sedangkan untuk pneumonia
yang disebabkan oleh bakteri paling banya disebabkan oleh bakteri
streptococcus pneumoniae dan haemophillus influenzae
4. Fungi (mycoplasma)
5. Aspirasi substansi asing Penyebab selain bakteri antara lain seperti
aspirasi (makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon dan
substansi lipoid), reaksi hipersensitifitas, obat atau radiasi yang
menginduksi pneumonitis
2.2.5 Faktor Resiko
1. Merokok
Menurut World Health Organization, Indonesia memiliki jumlah
perokok terbesar ketiga di dunia setelah China dan India. Terdapat
sekitar lebih dari 40,3 juta anak yang tinggal dengan perokok dan
terpapar oleh asap rokok. Kebiasaan merokok terutama didalam
keluarga sangat merugikan kesehatan karena dapat menyebarkan
penyakit kepada orang yang berada disekitar perokok tak
terkecuali anak-anak. Hal tersebut didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh Karki et al., yang menunjukkan bahwa risiko
pneumonia pada anak dibawah 4 tahun 4 kali lebih tinggi jika
tinggal bersama anggota keluarga yang merokok. Menjadi perokok
pasif dapat menimbulkan berbagai penyakit berbahaya karena di
dalam asap rokok terkandung lebih dari 4000 bahan kimia diantaranya
250 zat yang berbahaya dan lebih dari 50 zat tersebut diketahui
merupakan kersinogenik (Yunus et al., 2020)
Rokok menjadi salah satu faktor risiko pneumonia karena rokok
mengganggu fungsi pertahanan paru, melalui gangguan fungsi silia dan
kerja sel makrofag alveolus. Kedua mekanisme tersebut menyebabkan
mikroorganisme yang masuk ke dalam saluran napas dengan mudah
masuk mencapai paru-paru lalu merusak jaringan paru dengan
mengeluarkan toksin sehingga agen infeksius masuk ke dalam saluran
pernapasan, kemudian melakukan adhesi pada dinding bronkus dan
bronkiolus, lalu bermultiplikasi, dan timbul pemicu untuk terjadi inflamasi
dalam tubuh. Pada saat timbul reaksi inflamasi, kantung udara alveoli akan
terisi dengan cairan eksudat yang banyak mengandung protein, sel
inflamasi seperti neutrofil fase akut, kemudian makrofag dan limfosit pada
fase kronik. Akibat kantung udara alveoli yang terisi eksudat, maka proses
difusi oksigen dan karbondioksida menjadi terganggu, sehingga pasien
yang mengidap penyakit ini akan mengalami hipoksemia, dan hiperkapnia.
2. Status Gizi Status gizi yang kurang baik bisa menimbulkan kendala sistem
imun. Organ timus sangat sensitif terhadap malnutrisi sebab kekurangan
protein bisa menimbulkan atrofi timus dan hampir seluruh mekanisme
pertahanan badan memburuk dalam kondisi malnutrisi.
3. Usia Bayi serta balita mempunyai mekanisme pertahanan badan yang
masih lemah dibandingkan orang dewasa, sehingga bayi masuk ke dalam
kelompok yang rawan terhadap peradangan semacam influenza serta
pneumonia. Perihal ini diakibatkan oleh imunitas yang belum sempurna
serta saluran respirasi yang relatif kecil
4. Tipe Kelamin Anak laki-laki merupakan aspek resiko yang dapat
mempengaruhi kesakitan pneumonia. Perihal ini diakibatkan sebab
diameter saluran respirasi anak laki-laki lebih kecil dibanding dengan anak
wanita ataupun terdapatnya perbandingan dalam energi ketahanan badan
antara anak laki-laki dan wanita.
5. Berat Badan Lahir Balita (BBLB) dengan Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) merupakan pembuatan zat anti imunitas kurang sempurna,
perkembangan serta maturasi organ serta alat-alat tubuh belum sempurna
dampaknya balita dengan berat tubuh lahir rendah lebih gampang
memperoleh komplikasi serta peradangan, paling utama pneumonia serta
penyakit respirasi yang lain
6. Riwayat ASI eksklusif Isi ASI telah lengkap ialah terdiri dari lemak,
protein, karbohidrat, mineral, vit, serta unsur- faktor anti infektif. 12 Balita
yang baru lahir secara alamiah menemukan imunoglobulin dari ibunya
lewat plasenta. Tetapi kandungan zat ini akan cepat sekali menurun setelah
bayi lahir. Tubuh bayo sendiri baru membuat zat imunitas lumayan banyak
sehingga menggapai kandungan protektif pada dikala berumur dekat 9-12
bulan. Pada saat kandungan zat imunitas bawaan menyusut, ssedangkan
yang dibangun oleh tubuh bayi belum memadai hingga hendak terjalin
kesenjangan zat imunitas pada bayi dan prevalensi pemberian ASI
eksklusif di Indonesia masih dibawah angka yang ditargetkan
7. Riwayat Imunisasi Campak, DPT, Hib Imunisasi campak merupakan
imunisasi yang digunakan untuk menghindari penyakit campak pada anak
sebab termasuk penyakit menular. 15 Bayi yang sudah memperoleh
imunisasi campak diharapkan bisa bebas dari penyakit campak dan
pneumonia yang merupaka komplikasi paling serius terjadi pada anak
yang mengalami campak
8. Kerutinan Anggota Keluarga Yang Merokok. Aktivitas merokok paling
utama dicoba oleh kepala keluarga yaitu ayah balita itu sendiri, kakek,
kerabat bunda ataupun ayah. Asap rokok memiliki partikel semacam
hidrokarbon polisiklik, karbon monoksida, nikotin, nitrogen oksida serta
akrolein yang bisa menimbulkan kehancuran epitel bersilia, merendahkan
klirens mukosiliar dan menekan kegiatan fagosit serta dampak bakterisida
sehingga mengusik sistem pertahanan paru
2.2.6 Gejala
Gejala yang sering terlihat adalah gejala takipnue, retraksi dinding
dada, sianosis, batuk, demam dan iritabel. Pada balita yang mengidap
pneumonia berat bisa mengalami kesusahan bernafas, sehingga bilik dadanya
bergerak kedalam saat menarik napas ataupun diketahui dengan lower chest
wall indrawing, gejala pada anak dengan usia yang lebih muda dapat
berbentuk kejang, pemahaman menyusut, penyusutan temperatur badan,
letargi serta kendala minum. (Iis et al., 2020)
Indikasi serta ciri pneumonia yang khas kerap tidak didapatkan pada
penderita umur lanjut. Tanda-tanda saluran pernapasan semacam batuk serta
sesak nafas lebih jarang dikeluhkan pada kelompok umur yang lebih tua.
Sementara itu, indikasi berupa nyeri pada dada pleuritik serta hemoptisis lebih
banyak pada kelompok umur muda. (Sari et al., 2017)
beberapa gejala lainnya seperti :
Demam
Batuk kering, batuk berdahak kental berwarna kuning dan hijau, atau
batuk berdarah
Sesak napas
Berkeringat
Menggigil
Nyeri dada ketika menarik napas atau batuk
Mual atau muntah
Diare
Selera makan menurun
Lemas
Detak jantung meningkat
2.2.7 Pencegahan
Indonesia telah melaksanakan bermacam upaya serius dalam
pengendalian pneumonia pada balita, lewat pemberian imunisasi, kenaikan
status gizi ibu hamil, promosi ASI eksklusif untuk bayi hingga umur 6 bulan,
kenaikan gizi bayi serta balita, pengendalian polusi udara dalam
ruangan( indoor air pollution), promosi rumah sehat, perbaikan perilaku
masyarakat dalam pencarian layanan kesehatan, perbaikan dalam tatalaksana
pneumonia, dan penyediaan pembiayaan yang berkesinambungan untuk
penerapan upaya penangkalan dan pengendalian pneumonia. (pencegahan
pneu kemenkes 2020)
Untuk mencegah agar terhindar dari pneumonia balita (Rahasyim, 2015)
a. Gizi yang cukup Memberikan ASI pada bayi minimal selama 6 bulan
awal. Ini berguna untuk menguatkan energi tahan badan anak secara
natural dalam melawan penyakit. Cukupi kebutuhan nutrisi anak dengan
memberikan buah, sayur- mayur, serta makanan bergizi yang lain.
b. Imunisasi Imunisasi Hib( haemophilus influenza tipe B), vaksin campak,
dan vaksin pertusis ataupun batuk rejan yang diketahui dengan imunisasi
DPT( Difteri, Pertusis, dan Tetanus). Imunisasi tersebut merupakan cara
paling efisien buat menghindari pneumonia.
c. Menerapkan perilaku hidup sehat dan bersih Meliputi kebersihan diri
seperti cuci tangan saat sebelum makan, kebersihan lingkungan seperti
menjauhkan anak dari asap rokok ataupun polusi udara, pastikan pula
menjaga sanitasi, seperti kebersihan rumah serta ventilasi udara yang baik,
dan mengolah makanan secara bersih.
2.2.9 Komplikasi
Apabila keadaan anak memburuk serta tidak membaik sepanjang 2
hari, hingga butuh dilihatnya komplikasi ataupun penaksiran lain dengan
melaksanakan gambar dada. Beberapa komplikasi antara lain (WHO, 2005) :
1. Pneumonia stafilokokus Ditandai dengan pneumatokel ataupun
pneumotorak dengan efusi pleura pada gambar dada serta ditemui gram
positif pada sputum, Adanya infeksi kulit diiringi pus/pustula.
Pengobatan dengan kloksasilin (50 miligram/ kilogram BB IM ataupun
IV tiap 6 jam) serta gentamisin (7, 5 miligram/ kilogram BB IM ataupun
IV 1x satu hari). Apabila kondisinya membaik maka dilanjutkan
kloksasilin oral 50 miligram/kilogram BB/ hari 4 kali satu hari sepanjang
3 minggu (Seyawati & Marwiyati, 2018)
2. Empiema Apavila ditemui demam persisten, ciri klinis, serta gambar
dada maka dicurigakan empiema. Apabila masif terdapat ciri
pendorongan organ intratorakal, pekak pada perkusi,maka gambar dada
menampilkan terdapatnya cairan pada satu ataupun kedua sisi dada,
demam menetap walaupun sedang diberi antibiotik serta cairan pleura
jadi keruh ataupun purulen. (Seyawati & Marwiyati, 2018)
2.2.10 Epidemiologi
Laporan WHO menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk
pneumonia dan influenza. Pneumonia di Amerika merupakan penyebab
kematian ke-4 pada usia lanjut, dengan angka kematian 169,7 per 100.000
penduduk. Pneumonia merupakan penyebab kematian nomor sembilan di
Brunei, nomor tujuh di Malaysia, nomor tiga di Singapura, nomor enam di
Thailand, dan nomor tiga di Vietnam. (Napas et al., 2019)
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan bahwa
prevalens pneumonia di Indonesia adalah 0,63%. Lima provinsi di Indonesia
yang mempunyai insidens dan prevalens pneumonia tertinggi untuk semua
umur adalah Nusa Tenggara Timur, Papua, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Barat, dan Sulawesi Selatan (Napas et al., 2019). Sedangkan, pada tahun
2018 prevalensi pneumonia di Indonesia berdasarkan diagnosis nakes dan
gejala adalah 4.0%. (Riskesdas, 2018)
Cakupan penemuan kasus pneumonia dan yang ditangani di Kota
Depok tahun 2015 sebanyak 3.662 (17%), tahun 2016 sebanyak 4.579 kasus
(22,17%), tahun 2017 sebanyak 2.939 kasus (13,98%) dan tahun 2018
sebanyak 2.408 (24,39%). (Dinkes Depok, 2018)
Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik (baik alami ataupun buatan manusia)
misalnya sampah, air, hawa serta perumahan, serta sosiokultur (ekonomi,
pembelajaran, pekerjaan serta lain- lain). Pada lingkungan fisik, kesehatan akan
dipengaruhi oleh kualitas sanitasi lingkungan dimana manusia itu berada. Hal ini
disebabkan banyak penyakit yang bersumber dari buruknya kualitas sanitasi
lingkungan, misalnya; ketersediaan air bersih pada sesuatu wilayah akan
mempengaruhi derajat kesehatan karna air merupakan kebutuhan pokok manusia
serta manusia selalu berhubungan dengan air dalam kehidupan tiap hari.
Sedangkan lingkungan sosial berkaitan dengan keadaan perekonomian suatu
penduduk. Semakin miskin individu/masyarakat maka akses buat memperoleh
derajat kesehatan yang baik hingga akan semakin susah. misalnya manusia
memerlukan santapan dengan gizi seimbang buat mejaga kelangsungan hidup, bila
individu/masyarakat berada pada garis kemiskinan hingga akan sulit buat
memenuhi kebutuhan santapan dengan gizi seimbang. Demikian pula dengan
tingkatan pembelajaran individu/masyarakat, terus menjadi tinggi tingkatan
pendidikan individu/masyarakat hingga pengetahuan untuk hidup sehat akan terus
menjadi baik.
Beberapa contoh faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan antara
lain:
a. Adanya sanitasi lingkungan yang baik akan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
b. Ada norma agama pada umat islam tentang konsep haram terhadap alkohol
akan menurunkan tingkat konsumsi alkohol.
c. Dan semakin tinggi tingkat pendidikan individu maupun masyarakat maka
pengetahuan akan cara hidup sehat semakin baik.
2. Perilaku (Life Styles)
Gaya hidup individu atau masyarakat merupakan faktor kedua mempengaruhi
derajat kesehatan masyarakat karena sehat dan tidak sehatnya lingkungan
kesehatan individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada perilaku
manusia itu sendiri, di samping itu juga dipengaruhi oleh kebiasaan, adat istiadat,
kepercayaan, pendidikan, sosial ekonomi dan perilaku-perilaku lain yang melekat
pada dirinya. Contohnya: dalam masyarakat yang mengalami transisi dari
masyarakat tradisional menuju masyarakat modern, akan terjadi perubahan gaya
hidup pada masyarakat tersebut yang akan mempengaruhi derajat kesehatan.
Misalnya: pada masyarakat tradisional di mana sarana transportasi masih sangat
minim maka masyarakat terbiasa berjalan kaki dalam beraktivitas, sehingga
individu/masyarakat senantiasa menggerakkan anggota tubuhnya (berolah raga).
Pada masyarakat modern di mana sarana transportasi sudah semakin maju, maka
individu/masyarakat terbiasa beraktivitas dengan menggunakan transportasi
seperti kendaraan bermotor sehingga individu/masyarakat kurang menggerakkan
anggota tubuhnya (berolah raga). Kondisi ini dapat beresiko mengakibatkan
obesitas pada masyarakat modern karena kurang berolah raga ditambah lagi
kebiasaan masyarakat modern mengkonsumsi makanan cepat saji yang kurang
mengandung serat. Fakta tersebut akan mengakibatkan transisi epidemiologis dari
penyakit menular ke penyakit degeneratif.
Berikut ini contoh dari life style yang dapat mempengaruhi kesehatan seseorang:
a. Perilaku perokok sejak dini akan meningkatkan risiko kanker pada paru-
paru
b. Perilaku mengkonsumsi makanan cepat saji (junk food) akan
meningkatkan risiko obisitas yang berisiko pada penyakit jantung.
c. Kebiasaan melakukan konsep 3 M (menguras, mengubur dan menutup)
pada pencegahan DBD akan menurunkan prevalensi penyakit DBD.
3. Pelayanan Kesehatan (Health Care Services) Pelayanan kesehatan merupakan
faktor ketiga yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, karena
keberadaan fasilitas kesehatan sangat menentukan dalam pelayanan pemulihan
kesehatan, pencegahan terhadap penyakit, pengobatan dan keperawatan serta
kelompok dan masyarakat yang memerlukan pelayanan kesehatan. Ketersediaan
fasilitas sangat berpengaruh oleh lokasi, apakah dapat dijangkau oleh masyarakat
atau tidak, tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan, informasi dan motivasi
masyarakat untuk mendatangi fasilitas dalam memperoleh pelayanan, serta
program pelayanan kesehatan itu sendiri apakah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat itu sendiri. Semakin mudah akses individu atau masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan maka derajat kesehatan masyarakat semakin baik.
Adapun faktor pelayanan kesehatan dapat mempengaruhi kesehatan, dapat terlihat
sebagai berikut:
a. Adanya upaya promotif terhadap penularan HIV/AIDS akan menurunkan
prevalensi HIV/AIDS.
b. Tersedianya sarana dan prasaran kesehatan yang baik akan memudahkan
masyarakat dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dan
berkualitas.
c. Adanya asuransi kesehatan akan memudahkan individu/masyarakat untuk
mengakses pelayanan kesehatan.
4. Keturunan (Heredity) Faktor keturunan/genetik ini juga sangat berpengaruh pada
derajat kesehatan. Hal ini karena ada beberapa penyakit yang diturunkan lewat
genetik atau faktor yang telah ada pada diri manusia yang dibawa sejak lahir,
misalnya: dari golongan penyakit keturunan, diantaranya: diabetes melitus, asma
bronkia, epilepsy, retardasi mental hipertensi dan buta warna. Faktor keturunan ini
sulit untuk di intervensi dikarenakan hal ini merupakan bawaan dari lahir dan jika
di intervensi maka harga yang dibayar cukup mahal.
Berikut ini contoh faktor keturunan dapat mempengaruhi kesehatan:
a. Perkawinan antar golongan darah tertentu akan mengakibatkan leukemia.
b. Adanya kretinisme yang diakibatkan mutasi genetic
2. Cardiac Arrest
Henti jantung (cardiac arrest) adalah keadaan di mana sirkulasi darah
berhenti akibat kegagalan jantung untuk berkontraksi secara efektif. Keadaan
henti jantung ditandai dengan tidak adanya nadi dan tanda-tanda sirkulasi lainnya
(Ismiroja et al., 2018)
Kematian jantung tiba-tiba merupakan berhentinya guna jantung secara
seketika pada seorang yang sudah ataupun belum dikenal mengidap penyakit
jantung. Waktu serta kejadiannya tidak diduga- duga, ialah sehabis mencuat
keluhan. Peristiwa cardiac arrest yang menimbulkan kematian tiba- tiba terjalin
kala sistem kelistrikan jantung jadi tidak berperan dengan baik serta menciptakan
irama jantung yang tidak wajar ialah hantaran listrik jantung jadi kilat( ventricular
tachycardia) ataupun tidak beraturan (ventricular fibrillation) (Ismiroja et al.,
2018)
3. Cardiovascular Disease Stroke
Stroke adalah penyakit tidak meluas (PTM) yang bisa menyebabkan
kematian serta pemicu utama kecacatan serta ialah sesuatu kegawat daruratan
yang memerlukan pengenalan lebih kilat serta ketepatan rencana serta kecepatan
pelaksanaanya buat membolehkan hasil yang sangat baik. (Hernawan & Ridha,
2015)
Menurut Brunner stroke dimulai dengan kendala serebrovaskular yang
mengacu pada kelainan fungsional dari sistem saraf pusat yang terjalin kala
supplai darah wajar ke otak tersendat yang menyebabkan kendala pada sistem
kerja otak (Hernawan & Ridha, 2015)
Stroke dikarakteristikkan bagaikan defisit neurologi kronis serta sangat
kerap diakibatkan oleh kendala vascular. Awal kali peristiwa stroke diperkirakan
antara 30%-40% mungkin buat mengalami stroke dalam kurun waktu 5 tahun.
Aspek penyebab terbentuknya stroke bisa seperti merokok, resiko terjalin stroke
sampai 3,5% serta resiko itu menyusut sehabis menyudahi merokok serta bisa
nampak jelas dalam periode 2–4 tahun sehabis seorang berhenti merokok.
Merokok adalah pemicu nyata peristiwa stroke yang lebih banyak terjalin pada
umur muda dibanding umur tengah baya ataupun lebih tua. Perokok mempunyai
resiko 7 kali terserang stroke dibanding yang tidak merokok ataupun berhenti
merokok (Hernawan & Ridha, 2015)
4. Chronic Kidney Disease (CKD)
Gagal ginjal kronik merupakan sesuatu kondisi ada penyusutan guna
ginjal sebab terdapatnya kehancuran dari parenkim ginjal yang bertabiat kronik
serta irreversibel. Gagal ginjal kronik terjalin apabila laju filtrasi glomerular
(LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73 m 2 sepanjang 3 bulan ataupun lebih.
Bermacam aspek yang pengaruhi kecepatan kehancuran dan penyusutan guna
ginjal bisa berasal dari genetik, sikap, area ataupun proses degeneratif. Faktor-
faktor yang diprediksi berhubungan dengan kenaikan peristiwa gagal ginjal
kronik antara lain merokok, hipertensi serta minuman suplemen energy
(Hernawan & Ridha, 2015).
5. Sepsis
Sepsis merupakan kondisi disfungsi organ yang mengecam jiwa yang
diakibatkan oleh disregulasi reaksi badan terhadap peradangan. Syok septik
merupakan bagian dari sepsis dengan terdapatnya pergantian sirkulatorik, seluler
serta metabolik yang menyertai lumayan berat sehingga tingkatkan mortalitas
dibanding keadaan sepsis saja. (Rahajeng, 2020)
Sepsis merupakan salah satu pemicu kematian sangat universal pada
penderita rawat inap di intensive care unit (ICU). Angka kematian akibat sepsis
jauh lebih besar dibanding akibat sindrom koroner kronis maupun stroke. Pada
keadaan sepsis serta syok septik terjalin hipoperfusi jaringan perifer yang
diakibatkan sebab kuranganya pengiriman oksigen ke jaringan perifer.
Hipoperfusi menimbulkan terbentuknya glikolisis anaerob sehingga penciptaan
laktat bisa bertambah. (Rahajeng, 2020)
6. Respiratory Distress
Adult Respiratory Distress Syndrome bisa diakibatkan sebab inflamasi,
peradangan, kendala vaskular serta trauma di intratorakal ataupun ekstratorakal.
Memastikan etiologi ARDS sangat berarti secara klinis supaya bisa dicoba
tatalaksana dengan pas. Acute Respiratory Distress Syndrome bisa diakibatkan
oleh mekanisme langsung di paru ataupun mekanisme tidak langsung di luar paru.
Etiologi ARDS akibat kelainan primer paru bisa terjalin akibat aspirasi,
pneumonia, inhalasi toksik, kontusio paru, sebaliknya kelainan ektraparu terjalin
akibat sepsis, pankreatitis, transfusi darah, trauma serta pemakaian obat- obatan
semacam heroin. Pemicu ARDS paling banyak merupakan akibat pneumonia baik
yang diakibatkan oleh kuman, virus, ataupun jamur, serta pemicu paling banyak
berikutnya merupakan sepsis berat akibat peradangan lain di luar paru (Rumende,
2012)
Sebagian aspek resiko terbentuknya ARDS merupakan umur tua, tipe
kelamin wanita (paling utama pada permasalahan trauma), riwayat merokok, serta
riwayat alkoholik. Skor APACHE (Acute Physiology and Chronic Health
Evaluation) yang terus menjadi besar pula tingkatkan resiko peristiwa ARDS.
Dikala ini aspek resiko yang lagi dipelajari merupakan aspek resiko genetik yaitu
asosiasi antara alterasi gen (gen FAS) dengan tingkatan peristiwa ARDS
(Rumende, 2012)
7. Tuberculosis (TB)
Tuberkulosis merupakan sesuatu penyakit meluas yang diakibatkan oleh
bakteri Mycobacterium tuberculosis. Ada sebagian spesies Mycobacterium,
antara lain: Meter tuberculosis, Meter africanum, Meter bovis, Meter Leprae dsb.
Yang pula diketahui bagaikan Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri
Mycobacterium tidak hanya Mycobacterium tuberculosis yang dapat
memunculkan kendala pada saluran napas diketahui bagaikan MOTT
(Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang dapat mengusik
penegakan penaksiran serta penyembuhan TBC. (Kementerian Kesehatan RI,
2018)
Indikasi utama penderita TBC paru adalah batuk berlendir sepanjang 2
minggu ataupun lebih. Batuk bisa diiringi dengan indikasi dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak napas, tubuh lemas, nafsu makan menyusut, berat tubuh
menyusut, malaise, berkeringat malam hari tanpa aktivitas raga, demam meriang
lebih dari satu bulan. Pada penderita dengan HIV positif, batuk kerap kali bukan
dari indikasi TBC yang khas, sehingga indikasi batuk tidak wajib senantiasa
sepanjang 2 minggu ataupun lebih. (Kementerian Kesehatan RI, 2018)
Zat kimia berbahaya yang terkandung dalam rokok maupun asap rokok
masuk kedalam tubuh dan merusak sebagian mekanisme pertahanan paru
sehingga mengganggu kebersihan mukosilier dan mengakibatkan terjadinya
penurunan fungsi makrofag alveolar paru untuk fagositosis. Sehingga kebiasaan
merokok yang dilakukan terus-menerus menyebabkan fungsi sistem imun
melemah dan memperparah penyakit tuberkulosis paru akibatnya masih terdapat
kuman TB dalam tubuh yang mengakibatkan terjadinya gagal konversi (Riza &
Sukendra, 2017)
8. Congestive Heart Failure (CHF)
Gagal jantung kongestif adalah satu-satunya penyakit kardiovaskular yang
terus bertambah kejadiannya (frekuensi pengidap baru) serta prevalensinya
(frekuensi pengidap lama serta baru). Congestive heart failure yaitu sindrom
klinis yang lingkungan dengan tanda-tanda yang indentik dengan sesak nafas
(dispneu) serta gampang letih (fatigue) yang di hubungkan dengan kehancuran
guna ataupun struktur yang diganggu dari jantung yang mengusik keahlian
ventrikel buat mengisi serta menghasilkan darah kesirkulasi. (Asrinie et al., 2019)
Menurut WHO (world Health Organization) kegiatan raga merupakan
proses sikap yang dikarakteristikkan dengan pergerakan badan yang dihasilkan
dari kontraksi otot skelet yang menciptakan pengeluaran energy. Gerakan ataupun
latihan aerobik berguna buat tingkatkan serta mempertahankan kebugaran,
ketahanan kardio-respirator. Aktivitas raga yang dicoba secara tertib
menimbulkan perubahan- perubahan misalnya jantung hendak meningkat kokoh
pada otot polosnya sehingga energi tampung besar serta konstruksi ataupun
denyutannya kokoh serta tertib, tidak hanya itu elastisitas pembuluh darah hendak
meningkat sebab terdapatnya rileksasi serta vasodilatasi sehingga timbunan lemak
hendak menurun serta tingkatkan kontraksi otot bilik pembuluh darah tersebut
(Asrinie et al., 2019)
9. Diabetes Melitus (DM)
Menurut WHO (World Health Organization) Diabet merupakan penyakit
kronis yang terjalin sebab pankreas tidak menciptakan lumayan insulin (hormon
yang mengendalikan gula darah ataupun glukosa), ataupun badan tidak bisa
secara efisien memakai insulin yang dihasilkannya. Diabet merupakan
permasalahan kesehatan warga yang berarti, jadi salah satu dari 4 penyakit tidak
meluas prioritas yang jadi sasaran tindak lanjut oleh para pemimpin dunia.
Jumlah permasalahan serta prevalensi diabet terus bertambah selama dekade
terakhir. (Khairani, 2019)
Penyakit kronis seperti DM sangat rentan terhadap gangguan fungsi yang
bisa menyebabkan kegagalan pada organ mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah. Gangguan fungsi yang terjadi karena adanya gangguan sekresi
insulin dan gangguan kerja insulin maupun keduanya. (Nur Lathifah, 2017)
Komplikasi yang terjadi pada penderita DM mengakibatkan terjadinya
angka kematian dan angka kesakitan bukan hiperglikemi (Pernama, 2013).
Diabetes melitus biasa disebut dengan penyakit yang mematikan karena
menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan keluhan. Keluhan pada
penderita DM disebabkan oleh banyak hal diantaranya karakteristik individu
meliputi jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan,
jumlah anggota keluarga, riwayat penyakit dan dapat dipengaruhi juga dengan
faktor penanganan yang meliputi diet, aktivitas fi sik, terapi obat, dan pemantauan
glukosa darah. (Nur Lathifah, 2017)
10. Pneumonia
Pneumonia adalah peradangan pada parenkim paru yang disebabkan oleh
mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan parasit. Pneumonia merupakan
penyebab utama kematian pada balita di dunia (Yunus et al., 2020)
Faktor risiko pneumonia dapat berasal dari faktor host dan faktor
lingkungan. Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan pneumonia yang
berasal dari faktor host seperti gizi buruk, status imunisasi yang tidak lengkap,
defisit imunologi, riwayat asma, riwayat episode mengi, disfungsi mukosiliar,
malformasi kongenital saluran udara, gangguan menelan, mikroaspirasi,
gangguan neuromuskuler, pengobatan dengan inhibitor asam lambung, refluks
gastroesophageal, dan otitis media yang diobati dengan tympanocentesis dalam 2
tahun pertama kehidupan. Faktor lingkungan yang dapat menyebabkan
pneumonia seperti tinggal beramai-ramai, polusi udara di dalam ruangan yang
dapat disebabkan oleh memasak dengan bahan bakar biomassa seperti kayu, dan
orang tua atau keluarga merokok. (Yunus et al., 2020)
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
Genetik/
Keturunan
Perilaku
Perilaku merokok
Perilaku:
BAB V
GAMBARAN UMUM
Tabel 5.1
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan
Kelompok Umur di Kota Depok Tahun 2018
Jumlah Penduduk
Kelompok Rasio Jenis
No Laki-laki &
Umur Laki-laki Perempuan Kelamin
Perempuan
1 Balita 109.966 103.767 213.733 105,97
2 Anak-anak 189.902 178.757 368.660 212,42
3 Remaja 205.398 208.512 413.911 196,91
4 Dewasa 428.430 416.631 845.062 412,49
5 Tua 239.404 228.602 468.006 622,71
6 Lansia 8.622 12.339 20.960 69,88
Total 1.181.724 1.148.609 2.330.333 102,88
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Depok 2018
Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa sebaran penduduk
berdasarkan kelompok umur yaitu:
1. Balita : laki-laki (109.966), Perempuan (103.767), Laki-laki &
Perempuan (213.733), Rasio Jenis Kelamin (105,97)
2. Anak – Anak : Laki-laki (189.902), Perempuan (178.757),
Laki-laki & Perempuan (368.660), Rasio Jenis Kelamin 212,42
3. Remaja : Laki-Laki (205.398), Perempuan (208.512), Laki-
Laki & Perempuan (413.911), Rasio Jenis Kelamin (196,91)
4. Dewasa : Laki-laki (428.430), Perempuan (416.631), Laki-Laki
& Perempuan (845.062), Rasio Jenis Kelamin (412,49)
5. Tua : Laki-Laki (239.404), Perempuan (228.602), Laki-Laki &
Perempuan (468.006), Rasio Jenis Kelamin (622,71)
6. Lansia : Laki-Laki (8.622), Perempuan (12.339), Laki-Laki &
Perempuan (20.960), Rasio Jenis Kelamin (69,88).
Tabel 5.2
Jumlah Rumah Tangga Menurut Kecamatan dan
Rata-rata Jiwa/Rumah Tangga di Kota Depok Tahun 2018
Gambar 5.2
Kepadatan Penduduk Terhadap Luas Wilayah
Perkecamatan di Kota Depok Tahun 2018
18.000
16.000
14.000
12.000
10.000
8.000
6.000
4.000
2.000
0
Tabel 6.1
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan 10 Penyakit Tertinggi di Kota Depok
Tahun 2020
Persentase
No Nama Penyakit Jumlah
(%)
1 DOA 218 16,95%
2 CARDIAC ARREST 183 14,23%
3 CVD STROKE 177 13,76%
4 CKD 160 12,44%
5 SEPSIS 122 9,49%
6 RESPIRATORY DISTRESS 98 7,62%
7 TB 85 6,61%
8 CHF 57 4,43%
9 DM 40 3,11%
10 PHEUMONIA 37 2,88%
Total 1.177 91,52%
Sumber: Data Profil Kesehatan Kota Depok, 2018
Tabel 6.2
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan Skala
Lokal Berdasarkan 10 Penyakit Tertinggi di
Wilayah Kota Depok
Tahun2020
Kejadian Sakit
Nama (Periode 3 bulan terakhir)
No
Penyakit Tidak
Pernah % %
Pernah
1 Flu 55 27,2% 147 72,8%
2 Magh 45 22,2% 157 77,8%
3 Demam 34 16,8% 168 83,2%
4 Batuk 34 16,8% 168 83,2%
5 Sakit kepala 30 15% 172 85%
6 Diare 17 8% 185 92%
Radang
7 11 5,4% 191 94,6%
tenggorokan
8 Masuk angin 8 4% 194 96%
9 DBD 6 3% 196 97%
10 Asma 6 3% 196 97%
Sumber: Data Observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan 10 penyakit tertinggi diketahui bahwa 3 penyakit
tertinggi atau yang paling sering dialami oleh responden adalah flu
sebanyak 55 (27,2%) responden, magh sebanyak 45 (22,2%) responden,
dan demam sebanyak 34 (16,8%) responden. Flu dan demam merupakan
tanda dan gejala dari pneumonia oleh sebab itu kasus pneumonia di kota
Depok menjadi 10 penyakit tertinggi di kota depok.
Tabel 6.3
Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin diKota Depok
Tahun 2020
Persentase
No Jenis Kelamin Jumlah
(%)
1 Perempuan 157 78%
2 Laki-laki 45 22%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap jenis kelamin di Kota
Depok, diketahui bahwa 157 (78%) responden berjenis kelamin
perempuan sedangkan 45 (22%) responden lainnya berjenis
kelamin laki-laki.
Tabel 6.4
Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan Kelompok Umur di Kota Depok
Tahun 2020
Kelompok Persentase
No Jumlah
Umur (%)
1. Remaja 160 79,2%
2. Dewasa 29 14,3%
3. Tua 13 6,5%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap kelompok umur di Kota
Depok, diketahui bahwa mayoritas 160 (79,2%) responden masuk
ke dalam kelompok usia remaja, 29 (14,3%) responden masuk ke
dalam kelompok usia dewasa, dan 13 (6.5%) responden lainnya
masuk ke dalam kelompok usia tua.
Tabel 6.5
Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan Pendidikan di Kota Depok
Tahun 2020
Persentase
No Pendidikan Jumlah
(%)
Pendidikan Rendah ( SD,
1 160 79%
SMP, SMA sederajat )
Pendidikan Tinggi (D-3,
2 42 21%
S1-S2, dst)
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap pendidikan di Kota Depok,
diketahui bahwa mayoritas 160 (79%) responden berpendidikan
rendah (SD, SMP, SMA sederajat) sedangkan 42 (21%) responden
lainnya memiliki pendidikan tinggi (D-3, S1-S2, dst).
Tabel 6.6
Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan Status Pekerjaan di Kota Depok
Tahun 2020
Persentase
No Pekerjaan Jumlah
(%)
1 Bekerja 75 37%
2 Tidak Bekerja 127 63%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap status pekerjaan di Kota
Depok, diketahui bahwa 75 (37%) responden bekerja sedangkan
127 (63%) responden lainnya tidak bekerja.
Tabel 6.7
Gambaran Karakteristik Responden
Berdasarkan Status Perkawinan di Kota Depok
Tahun 2020
Persentase
No Status Perkawinan Jumlah
(%)
1 Menikah 31 15%
2 Belum Menikah 171 85%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap status perkawinan di Kota
Depok, diketahui bahwa 31 (15%) berstatus menikah sedangkan
171 (85%) responden lainnya belum menikah.
Tabel 6.8
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan Skala Lokal
Berdasarkan Risiko Kesehatan dari Aspek Genetik
Di Kota Depok Tahun 2020
Risiko Riwayat Penyakit Persentase
No Jumlah
Genetik (%)
1 Berisiko 57 28%
2 Tidak Berisiko 145 72%
Total 202 202
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap risiko kesehatan dari aspek genetik
di Kota Depok, diketahui bahwa 57 (28%) responden berisiko memiliki
riwayat penyakit genetik sedangkan 145 (72%) responden lainnya tidak
berisiko memiliki riwayat penyakit genetik.
Tabel 6.9
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan Skala Lokal
Berdasarkan Penyakit Genetik
Di Kota Depok Tahun 2020
Tabel 6.11
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Sarana Sanitasi Sumber Air
di Kota Depok Tahun 2020
Persentase
No Komponen Sumber Air Jumlah
(%)
1 Sumur Gali 43 21%
Sumber pompa
2 87 43%
listrik/pompa tangan
3 PDAM 68 34%
4 Lainnya 3 1%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap sarana sanitasi dengan komponen
sumber air di Kota Depok, diketahui bahwa mayoritas 87 (43%) responden
menggunakan sumber pompa listrik/pompa tangan dan masih ada 3 (1%)
responden menggunakan sumber lainnya yaitu 2 responden menggunakan
sumur bor serta 1 responden menggunakan sanyo.
Tabel 6.12
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Sarana Sanitasi yang Dimiliki dengan Komponen
Kepemilikan dan Kualitas Sumber Air Bersih
di Kota Depok Tahun 2020
Komponen Kepemilikan
Persentase
No dan Kualitas Sumber Air Jumlah
(%)
Bersih
1 Bukan milik sendiri 5 2%
Ada milik sendiri, tapi
2 13 6%
tidak memenuhi syarat
Bukan miliknya, tapi
3 14 7%
memenuhi syarat
Milik sendiri dan
4 170 84%
memenuhi syarat
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap komponen kepemilikan dan
kualitas sumber air bersih di Kota Depok, diketahui bahwa mayoritas 170
(84%) responden telah memiliki sendiri sumber air yang memenuhi syarat
namun ada 5 (2%) responden yang sumber airnya bukan milik sendiri.
Tabel 6.13
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Sarana Sanitasi yang Dimiliki dengan Komponen
Tempat Sampah di Kota Depok Tahun 2020
Persentase
No Tempat Sampah Jumlah
(%)
1 Tidak ada 2 1%
Ada tapi tidak memenuhi
2 71 35%
syarat
3 Ada dan memenuhi syarat 129 64%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap kepemilikan sarana sanitasi dengan
komponen tempat sampah di Kota Depok, diketahui bahwa mayoritas 129
(64%) responden telah memiliki tempat sampah yang kedap air dan
tertutup, namun 2 (1%) responden lainnya masih belum memiliki tempat
sampah. Pada kelompok responden seperti ini berisiko memiliki kebiasaan
membuang sampah sembarangan atau bahkan langsung ke sungai.
Persentase
No Akses Air Bersih Jumlah
(%)
1 Menggunakan air bersih 202 100%
Tidak menggunakan air
2 - -
bersih
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap akses air bersih di Kota Depok,
diketahui bahwa seluruh responden yaitu 202 (100%) telah menggunakan
air bersih.
Tabel 6.15
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Kebiasaan Mencuci Tangan pakai Sabun
di Kota Depok Tahun 2020
Tabel 6.16
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Perilaku Makan Buah dan Sayur Setiap Hari
di Kota Depok Tahun 2020
Tabel 6.17
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Perilaku Aktifitas Fisik
di Kota Depok Tahun 2020
Persentase
No Aktifitas Fisik Jumlah
(%)
1 Rutin 151 74,75%
2 Tidak rutin 51 25,25%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap perilaku aktifitas fisik di Kota
Depok, diketahui bahwa 151 mayoritas (74,75%) responden telah rutin
melakukan aktifitas fisik sedangkan 51 (25,25) responden lainnya tidak
rutin melakukan aktifitas fisik.
Tabel 6.18
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Perilaku Kebiasan Merokok
di Kota Depok Tahun 2020
Persentase
No Kebiasaan Merokok Jumlah
(%)
1 Merokok 65 32%
2 Tidak merokok 137 68%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap kebiasaan merokok di Kota
Depok, diketahui bahwa mayoritas 137 (68%) responden melakukan
kebiasaan tidak merokok sedangkan 65 (32%) responden lainnya
melakukan kebiasaan merokok
Tabel 6.19
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Perilaku Cek KesehatanSecara Berkala
di Kota Depok Tahun 2020
Persentase
No Cek Kesehatan Berkala Jumlah
(%)
1 Ya 135 66,8%
2 Tidak 67 33,2%
Total 202 100%
Sumber: Data observasi Kelompok, 2020
Berdasarkan observasi terhadap perilaku cek kesehatan berkala di
Kota Depok, diketahui bahwa mayoritas 135 (66,8%) responden telah
melakukan cek kesehatan secara berkala sedangkan 67 (33,2%) responden
lainnya tidak melakukan cek kesehatan secara berkala.
Tabel 6.20
Gambaran Analisis Situasi Kesehatan
Berdasarkan Perilaku Menjaga Kesehatan Lingkungan
di Kota Depok Tahun 2020
8.1. Kesimpulan
(Menjawab tujuan umum dan menjelaskan kesimpulan akhir dari hasil
analisa)
8.2. Saran
(Memberikan saran aplikatif terhadap stakeholder dan atau pihak-pihak
yang terlibat dalam permasalahan tersebut)
DAFTAR PUSTAKA
Nama : Ikrila
NPM : 01180000021
Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 26 Maret 2000
No. Telepon : 081818167848
Alamat : Bogor
DAFTAR HADIR
PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
P.S. SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
1.
2.
3.
4.
5.
6.
No NPM NAMA DAFTAR HADIR
MAHASISWA 6 7 8 9 10
1.
2.
3.
4.
5.
6.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Hari/Tanggal : -
Lokasi : -
Kegiatan : -
Pelaksana : -
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18
19.
20.
Nama : ………………………………………………………………….
NPM : ………………………………………………………………….
Kelompok : ………………………………………………………………….
Lokasi PBL : ………………………………………………………………….
Catatan :
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………
Uraian Bimbingan:
1. Abstraknya kosongin dulu
2. Latar belakang
Data perokok mengerucut (global, provinsi, kota)
Faktor faktor yang mempengaruhi
Derajat kesehatan
Masalah kesehatan
Ispa, ppok, jantung, kolesterol
Alasan kenapa dilakukannya penelitian
3. Tujuan khusus
Berdasarkan data yang ditampilkan
4. Ruang lingkup
Why pindah ke atas
How nya belum ada
5. Bab II
Literatur masalah perilaku merokok
Penjabaran dari 10 penyakit dikota depok
Risiko cari dari beberapa sumber (Data kasus pindah ke latar
belakang)
6. Bab III
Kerangka konsepnya diubah tataletaknya (1 kotak untuk 1
variabel)
Gambaran kesehatan kota depok
Perilaku merokok
Kriteria rumah sehat
7. Bab VI
Hanya mencamtumkan aspek Lingkungan yang berhubungan
dengan Perilaku Merokok
Jakarta,22 Juli 2020
Dosen Pembimbing Akademik
(……………………………….)
9. Daftar Hadir Bimbingan
DAFTAR HADIR BIMBINGAN
PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN KESEHATAN MASYARAKAT
P.S. SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU
Uraian Bimbingan:
1. BAB I
Latar belakang
Menambahkan literatus pneumonia berdasarkan 2 aspek tersebut
Menambahkan tentang gambaran masalah pneumonia di Depok
Tujuan khususnya masih di pertanyakan
Why di ruang lingkup lebih dijelaskan mengapa penelitian tersebut
penting di teliti
2. BAB II
Tinjauan pustaka di ubah karena belum termasuk fokus penelitian
antara masalah merokok atau pneumonia
3. BAB VI
Berdasarkan 10 penyakit tertinggi di jabarkan bagaimana penyakit
pneumonianya
Karakteristik responden di jelaskan pendidikan terendahnya apa
4. BAB VII
Pembahasan sesuai dengan sub tema di hasil (variabel yang
ditampilkan pada hasil di masukan juga)
(……………………………….)